Anda di halaman 1dari 8

Tingkat Kesuksesan Zinc Oxide Eugenol dalam Pulpektomi Gigi Molar Desidui Nekrosis: Sebuah

Studi Retrospektif
Zahra Bahrololoomi, Shiva Zamaninejad
Department of Pediatric Dentistry, Shahid Sadoghi University of Medical Sciences,
Yazd, Iran
Received 22 November 2014 and Accepted 1 March 2015

Abstrak
Pendahuluan: Pulpektomi adalah perawatan konservatif pada gigi desidui nekrotik,
dan Zinc Oxide Eugenol masih merupakan pilihan baik sebagai bahan pengisi saluran akar,
tetapi studi jangka panjang tentang prognosa molar yang buruk sangatlah terbatas dan hampir
kontradiktif. Tujuan dari studi ini adalah mengevaluasi tingkat kesuksesan klinis dan
radiografis dari pulpektomi gigi molar desidui dengan ZOE sebagai bahan pengisi saluran akar.
Metode: Dipilih 152 rekam medis dari 76 gigi molar desidui yang telah melalui pulpektomi
dalam dua kunjungan. Rekam medis dengan riwayat klinis yang lengkap dan cukup beserta
radiografi sebelum sesi perawatan dan tindak lanjut juga diikutkan dalam studi ini. Sesi tindak
lanjut paling sedikit adalah selama 6 bulan dan yang paling banyak 59 bulan (dengan rata-rata
sesi tindak lanjut 24 bulan). Perawatan dianggap berhasil apabila tidak ditemukan tanda-tanda
dan gejala klinis, dan secara radiografis, ukuran dari radiolusensi patologis sebelum perawatan
telah berkurang atau setidaknya tidak berubah. Informasi yang didapatkan kemudian dianalisis
dengan SPSS 17 dan dengan tes Chi-square dan Log Rank. Hasil: Dari 76 kasus, 5 gigi (6.6%)
yang gagal secara radiografis semuanya adalah molar desidui kedua, dan 2 gigi (2.6%) yang
gagal secara klinis semuanya adalah molar desidui kedua. Kesimpulan: Pulpektomi pada
molar desidui yang dilakukan dalam dua kali kunjungan yang menggunakan ZOE sebagai
bahan pengisi saluran akar adalah salah satu perawatan dengan tingkat keberhasilan paling
tinggi untuk gigi nekrotik.
Kata kunci: Primary molars, Pulpectomy, Zinc Oxide Eugenol
---------------------------------------------------------
Bahrololoomi Z, Zamaninejad Sh. Success Rate of Zinc Oxide Eugenol in Pulpectomy of
Necrotic Primary Molars: A Retrospective Study. J Dent Mater Tech 2015; 4(2): 89-94.
Pendahuluan
Terdapat dua pilihan perawatan untuk gigi molar desidui dengan pulpa nekrotik yag
disebabkan paparan terhadap karies, yaitu ekstraksi atau pulpektomi (1). Dengan
mempertahankan gigi asli, pulpektomi merupakan pilihan yang lebih konservatif yang
memiliki banyak kelebihan seperti pemeliharaan ruang antargigi dan mempertahankan fungsi
gigi (1,2).
Bahan pengisi saluran akar yang ideal untuk pulpektomi gigi molar desidui harus
memiliki beberapa sifat, seperti antibaketrial, dapat diresorpsi pada tingkat yang sama seperti
resorpsi akar, tidak berbahaya untuk benih gigi permanen, tidak mengiritasi jaringan periapikal,
mudah digunakan, dan lain-lain. Sampai saat ini tidak ada bahan pengisi yang memiliki semua
sifat ideal ini (2).
Penggunaan Zinc Oxide Eugenol (ZOE) sebagai bahan pengisi saluran akar untuk gigi
molar desidui pertama dideskripsikan oleh Sweet AC pada 1930. Peneliti lain telah
menyuarakan dukungan mereka sejak itu (4).
Meskipun memiliki banyak kelebihan, ZOE yang telah menjadi pilihan utama sebagai
bahan pengisi intrakanal bukanlah bahan pengisi yang ideal. ZOE memiliki beberapa
kekurangan seperti tingkat resorpsi rendah, menyebabkan iritasi jaringan periapikal, dan
mengubah jalur pertumbuhan gigi permanen (2, 5, 6). ZOE juga dapat mengakibatkan nekrosis
tulang dan sementum ketika terekstrusi melewati apeks gigi.
Telah dilakukan banyak studi kontroversial tentang tingkat kesuksesan bahan pengisi
intrakanal yang berbeda, terutama ZOE, dan hampir tidak ada studi tentang perawatan pada
gigi nekrotik saja. Sebagai contoh, Holan dan Fuks menampilkn tingkat kesuksesan
keseluruhan sebesar 65% dalam penggunaan ZOE sebagai bahan pengisi intrakanal setelah 12-
48 bulan tindak lanjut (7).
Sementara itu Coll dkk melaporkan tingkat kesuksesan sebesar 86.1% setelah
setidaknya tindak lanjut selama 5 tahun untuk 41 gigi yang dipulpektomi dengan ZOE (8).
Karena ZOE masih merupakan bahan pengisi saluran akar pilihan, dan karena adanya
kontroversi dalam beberapa studi tentang tingkat kesuksesannya, maka studi lebih lanjut
tentang hal ini mungkin diperlukan.
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengevaluasi tingkat kesuksesan klinis dan
radiografis pulpektomi gigi molar desidui dengan ZOE sebagai bahan pengisi saluran akar.
Bahan dan Metode
Protokol penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Universitas Medis Yazd
(protocol≠ p/17/1/194755). Studi ini adalah studi retrospektif dari 152 rekam medis dari 76
molar desidui yang telah melalui pulpektomi dalam dua kunjungan. Semua terapi saluran akar
gigi telah dilakukan oleh salah satu peneliti (ZB) selama tahun 2007-2013. Semua gigi tersebut
adalah gigi nekrotik, dan dalam beberapa kasus terdapat riwayat abses (28 dari 76 kasus). Rata-
rata usia anak-anak adalah 5.1 tahun (mulai usia 3 sampai 8 tahun). Dari 76 gigi, 29 adalah
molar desidui kedua dan 47 lainnya adalah molar desidui pertama. Kriteria yang memenuhi
dalam studi ini adalah tersedianya riwayat klinis yang lengkap dan cukup, termasuk riwayat
sebelum perawatan, serta tindak lanjut radiograf berkualitas tinggi yang menunjukkan akar dan
area apeks dengan jelas. Gigi dengan radiograf berkualitas rendah atau sedang, atau dengan
jangka tindak lanjut kurang dari 6 bulan, atau yang tidak memiliki riwayat klinis yang lengkap
tidak diteliti.
Restorasi amalgam dilakukan apabila struktur gigi mendukung pemasangan yang ideal,
dan apabila tidak, maka digunakan Stainless Steel Crown (SSC).
Dalam semua kasus, isolasi dilakukan dengan menggunakan gulungan kapas. Setelah
dilakukan pembersihan karies dan memperoleh akses, saluran akar dibersihkan dengan k-files
sampai nomor 30 dengan panjang kerja 1 mm lebih pendek dari apeks radiografis.
Isolasi area kerja dilakukan menggunakan gulungan kapas pada semua kasus. Setelah
pembersihan karies secara cermat dan menyelesaikan preparasi akses kavitas, saluran akar
dibersihkan dengan k-files sampai nomor 30 dengan panjang area kerja lebih pendek 1mm dari
apeks radiografis. Pembilasan dilakukan dengan larutan garam biasa dan selembar kapas yang
dibasahi dengan 1/5 formocresol dimasukkan ke dalam ruang pulpa, dan gigi ditutup dengan
ZOE yang dicampur dengan ZONALIN dan kemdent sebagai restorasi sementara; sesi kedua
dilakukan seminggu kemudian. Dalam sesi kedua, material penutup dilepas. Pengisian
kemudian dilakukan sampai file no. 35 dan setelah pembilasan dengan cairan garam biasa,
saluran pulpa dikeringkang dengan paper point nomor 30, kemudian diisi dengan ZOE
(kemdent) menggunakan dental spreader nomor 25. Pertama-tama, campuran encer dioleskan
ke dinding saluran, kemudian diikuti dengan campuran kental yang dikondensasi ke sisa lumen.
Gigi langsung direstorasi dengan amalgam (SDI admix) atay SSC (3M ESPE unitek) sebagai
restorasi permanen dalam sesi yang sama.
Sesi lanjutan (follow up) paling pendek berlangsung selama 6 bulan, dan yang paling
lama selama 59 bulan (dengan mean 24 bulan). Data yang didapatkan dari dokumen pasien
dievaluasi oleh mahasiswa postgraduate dalam sesi lanjutan tersebut. Perawatan dianggap
berhasil apabila secara klinis tidak ada gejala (seperti rasa sakit tiba-tiba, abses, fistula, sensitif
terhadap sentuhan, keterlibatan furkasi (pada tingkat apa pun), pembengkakan dan/atau variasi
warna abnormal vestibule yang menandakan inflamasi resistan) dan dianggap berhasil juga
apabila secara radiografis ukuran radiokulensi patologis sebelum perawatan berkurang atau
setidaknya tidak berubah. Kemudian, informasi yang didapatkan dianalisis dalam SPSS 17 dan
Chi-square test. Analisis Log Rank Survival juga digunakan untuk menunjukkan efek dari jenis
restorasi atau jenis gigi pada durasi tanda perawatan yang sesuai.

Hasil
Total perawatan pulpektomi melibatkan 76 gigi molar desidui baik dari rahang atas dan
bawah, 47 adalah molar desidui pertama dan 29 adalah molar desidui kedua. Tabel 1 dan 2
menunjukkan properti gigi yang dipilih sebelum dan sesudah perawatan. Pada 41 kasus
(53.9%) keterlibatan furkasi radiografis dapat dilihat pada sesi follow up. Tabel 3 menunjukkan
banyaknya radiokulensi pada sesi-sesi follow up.
Dari keseluruhan 76 kasus tersebut, 5 gigi yang kesemuanya adalah molar desidui
kedua (6.6%) gagal secara radiografis, dan 2 gigi yang keduanya adalah molar desidui pula
gagal secara klinis (2.6%). Berdasarkan hasil Chi-Square test, jenis gigi mempunyai efek yang
signifikan dalam kegagalan radiografis (P=0.006), tetapi tidak signifikan dalam kegagalan
klinis (P=0.1). Tabel 4 menunjukkan efek jenis gigi terhadap keberhasilan klinis, radiografis,
dan keberhasilan secara keseluruhan. Tidak ada hubungan yang signifikan dari kedua
kegagalan tersebut dan usia anak ketika masa perawatan.
Tabel 5 menunjukkan efek dari jenis restorasi terhadap keberhasilan klinis, radigrafis,
dan keberhasilan secara keseluruhan.
Seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 5, jenis restorasi tidak berefek secara signifikan
terhadap keberhasilan radiografis dan klinis.
Berdasarkan hasil Log Rank test, seperi pada Grafik 1, dapat dilihat bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan di antara kedua jenis restorasi (P=0.809), tetapi terdapat perbedaan
yang signifikan jenis gigi (P=0.013) bagi bisa tidaknya gigi tersebut dipertahankan.

Diskusi
Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa pulpektomi dengan ZOE sebagai bahan pengisi
saluran akar yang dilakukan dalam dua kunjungan memiliki tingkat keberhasilan 93.4% dari
total gigi yang dirawat, dan telah diverifikasi dengan evaluasi klinis dan radiografis. Dalam
studi milik Reddy dkk. Pada 1996, tingkat keberhasilan pasta ZOE dilaporkan sebesar 80%
dengan masa follow up selama 9 bulan (9). Menurut dua studi lain, tingkat keberhasilan ZOE
sebesar 83.3% dan 88.6% dengan periode follow up masing-masing 6 dan 9 blan (10, 11). Ozalp
dkk. Melaporan tingkat keberhasilan 100% untuk pulpektomi ZOE dengan periode follow up
18 bulan (12). Dalam review sistematis, tingkat keberhasilan ZOE secara keseluruhan ada pada
kisaran 85-100%v(13). Hasil studi ini menunjukkan kesesuaian dengan hasil studi-studi lain
tersebut. Dalam studi kami, pulpektomi yang berhasil adalah yang tanpa gejala klinis dan
secara radiografis berkurang atau tidak berubah radiokulensinya sejak sebelum perawatan.
Follow up paling pendek terjadi setelah 6 bulan dan paling lama 59 bulan. Studi ini
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan diantara kedua jenis kegagalan dan usia anak
ketika perawatan. Kegagalan terjadi pada perawatan anak usia 4, 5, 6 dan 8 tahun. Dalam studi
Coll dkk. dapat ditemukan hasil yang sama (8). Meski di dalamnya disebutkan bahwa
kegagalan diprediksi terjadi pada pasien dengan usia lebih tua dikarenakan deposisi dentin
sekunder yang lebih besar dalam saluran akar anak yang lebih tua, hal ini tidak terjadi. Dalam
studi tersebut saluran akar pasien yang lebih tua dirasa akan lebih sulit untuk dilakukan
debridemen dan memiliki kemungkinan berhasil yang lebih kecil (8). Dalam studi kami jenis
gigi memiliki efek signifikan terhadap keberhasilan perawatan karena semua kegagalan terjadi
pada molar desidui kedua. Meskiun jumlah molar desidui kedua lebih sedikit dari molar desidui
pertama (29:47 dari 76). Temuan ini berbeda dengan hasil dari studi Coll dkk. yang tidak
menemukan hubungan signifikan dari jenis gigi dan kegagalan pulpektomi (8).
Hal ini mungkin dapat disebabkan prognosis klinis dan radiografis pra-perawatan 3 dari
5 kasus perawatan yang gagal. Tetapi, karena ketiga anak tersebut berusia di bawah 6 tahun,
kami memutuskan untuk mempertahankan molar desidui kedua setidaknya sampai molar
desidui permanen pertama muncul. Kami menemukan lebih banyak kegagalan secara
signifikan ada gigi rahang bawah dibandingkan rahang atas. Sementara itu, pada studi Coll
dkk. tidak ditemukan perbedaan yang signifikan (8), sementara temuan kami sesuai dengan
studi Moskovitz dkk. (1) yang menunjukkan kegagalan pada gigi rahang bawah (mandibular
teeth) juga lebih signifikan. Moskovitz dkk. mencatat bahwa kegagalan mungkin terjadi
sebagian dikarenakan kesulitan deteksi radiokulensi kecil pada rahang atas (maxilla) karena
adanya tumpang tindih (overlap) pada benih gigi permanen dan akar palatal molar desidui di
tulang interradikular. Temuan lain dari studi ini adalah tingkat kesuksekan sebesar 100% dari
gigi tanpa radiokulensi pra-perawatan dan 91.9% tingkat kesuksesan dari gigi yang memiliki
radiokulensi pra-perawatan dengan berbagai tingkatan—hal ini secara relatif mirip dengan
studi Moskovitz dkk (1).
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan furkasi dalam radiografi
meningkatkan tingkat kegagalan. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5, tidak ditemukan
perbedaan yang signifikan dari jenis restorasi dan keberhasilan klinis maupun radiografis. Hasil
ini seusai dengan studi Holan dkk. (14) yang juga retrospektif dan gigi yang diteliti tidak dipilih
secara acak. Pemilihan metode restorasi didasarkan pada pertimbangan dokter, dan apabila
sturktur gigi yang tersisa cukup untuk dilakukan amalgam, maka cara ini dipilih. Lebih banyak
kegagalan dalam restorasi amalgam memiliki kemungkinan muncul dalam studi prospektif dan
terkendali; tetapi hal ini tidak dapat diterima secara etis. Sehubungan dengan hasil studi kami
dan beberapa studi retrospektif lain, perbedaan pada kegagalan tidak akan signifikan apabila
gigi dipilih secara sesungguhnya untuk tiap restorasi. Karena pengisian dengan amalgam
adalah prosedur yang lebih cepat, lebih nyaman bagi anak, dan kemungkinan tidak
membutuhkan bius lokal pada beberapa kasus, cara ini akan dipilih apabila struktur gigi anak
cukup kuat.

Kesimpulan
Pulpektomi pada molar desidui yang dilakukan dalam dua kali kunjungan yang
menggunakan ZOE sebagai bahan pengisi saluran akar adalah salah satu perawatan dengan
tingkat keberhasilan paling tinggi untuk gigi nekrotik dan dapat menjadi pengganti ekstraksi
gigi dengan prognosis buruk yang dibutuhkan untuk dipertahankan dalam mulut sesuai dengan
alasan masing-masing.

Corresponding Author:
Shiva Zamaninejad
School of Dentistry, Shahid Sadoghi University of Medical Sciences, Yazd, Iran
Tel: +98-351-6256975
Fax: +98-171-3350119
E-mail: sh.zamani66@gmail.com
TERJEMAHAN TABEL

Tabel 1. Properti pra-perawatan gigi yang dipilih


Variabel Angka (Prosentase)
Abses klinis
Keterlibatakn furkasi radiografis
Resorpsi internal
Resorpsi eksternal
Total gigi

Tabel 2. Properti pasca-perawatan gigi yang dipilih


Variabel Angka (Prosentase)
Abses klinis
Keterlibatakn furkasi radiografis
Panjang pulpektomi isian akar
Pendek
Ideal
Panjang
Total akar
Total gigi

Tabel 3. Perbandingan perubahan furkasi radiokulensi dalam radiograf follow up dengan


sebelum perawatan
Perubahan furkasi radiokulensi Gigi (Jml.) Prosentase
Bertambah 5 6.6
Tidak berubah 30 39.5
Berkurang atau sangat terbatas 41 53.9
Total 76 100.0

Tabel 4. Efek dari jenis gigi terhadap keberhasilan klinis, radiografis, dan total
Perubahan furkasi Kegagalan Keberhasilan Kegagalan Keberhasilan
radiokulensi radiografis radiografis klinis klinis
Molar desidui pertama 0 (0%) 47 (100%) 0 (0%) 47 (100%)
Molar desidui kedua 5 (17.2%) 24 (82.8%) 2 (6.9%) 27 (93.1%)
Total 5 (6.6%) 71 (93.4%) 2 (2.6%) 74 (97.4%)
P.value 0.006

Tabel 5. Efek dari jenis restorasi terhadap keberhasilan klinis, radiografis, dan total
Restorasi Kegagalan Keberhasilan Kegagalan Keberhasilan
radiografis radiografis klinis klinis
Amalgam 3 (7.3%) 38 (92.7%) 1 (2.4%) 40 (97.6%)
SSC 2 (5.7%) 33 (97.3%) 1 (2.9%) 34 (97.1%)
Total 5 (6.6%) 71 (93.4%) 2 (2.6%) 74 (97.4%)
P.value 0.576
Grafik 1 Efek jenis restorasi terhadap ketahanan gigi

Grafik 2 Efek jenis gigi terhadap ketahanan gigi

Anda mungkin juga menyukai