Anda di halaman 1dari 11

Evaluasi kalsium sulfat sebagai

bahan direct pulp capping pada


gigi sulung secara klinis dan
radiogafis
A.T. Ulusoy, S. Bayrak, E.H. Bodrumlu
European Journal of Paediatric Dentistry vol. 15/2-2014
Abstrak
Tujuan: Untuk mengevaluasi respon molar sulung terhadap direct pulp capping
dengan kalsium sulfat hemihidrat secara klinis dan radiologic. Bahan dan
Metode: 40 gigi sulung pada 40 anak sehat berusia 5-9 tahun yang dirawat direct
pulp capping. Gigi secara acak dibagi menjadi dua kelompok (n = 20) sesuai
dengan bahan yang digunakan untuk capping, seperti berikut: Grup 1: semen
kalsium hidroksida (Dycal); Kelompok 2: kalsium sulfat hemihydrate (Dentogen).
Semua gigi telah direstorasi dengan basis GIC konvensional (Fuji IX) dan
amalgam. Hasil: Setelah 12 bulan, tingkat keberhasilan keseluruhan direct pulp
capping adalah sekitar 75% (24/32 gigi, tidak termasuk tanggal). Tingkat
keberhasilan tidak berbeda secara signifikan antara perawatan dengan kalsium
hidroksida dan kalsium sulfat hemihydrate. Kesimpulan Kalsium sulfat
hemihydrate ditemukan berhasil seperti kalsium hidroksida untuk direct pulp
capping molar sulung dengan kavitas Kelas I. Studi histologis yang lebih lanjut
diperlukan untuk mendukung penemuan ini.
Kata Kunci: Kalsium sulfat; direct pulp capping, perawatan pulpa vital pada gigi
sulung.
Introduction
Pendahuluan
Meskipun kemajuan modern pada pencegahan gigi karies dan peningkatan
pemahaman tentang pentingnya menjaga gigi asli, banyak gigi yang hilang
sebelum waktunya. Kehilangan gigi dapat menyebabkan masalah estetika, fonetik
dan fungsional yang mungkin bersifat sementara atau permanen secara alami,

Universitas Syiah Kuala

sehingga tujuan utama terapi pulpa untuk menjaga integritas serta kesehatan gigi
dan jaringan pendukung yang rusak [Fuks, 2000].
Direct pulp capping mencakup penerapan obat, dressing, atau dental
material dengan pulpa terbuka dalam upaya untuk mempertahankan vitalitas pulpa
dengan menganjurkan dimulainya pembentukan dentin reparatif tersier pada
tempat pemaparan. Menurut American Academy of Pediatric Dentistry [AAPD,
2009], direct pulp capping diindikasikan untuk merawat gigi sulung dengan pulpa
normal setelah pajanan mekanis atau trauma kecil ketika kondisi untuk respon
yang menguntungkan secara optimal [Kopel, 1992].
Para klinis telah menggunakan banyak bahan dan obat sebagai agen pulp
capping, meliputi kalsium hidoksida, resin hidrofilik, modifikasi resin-GIC,
trikalsium fosfat, dan yang lebih baru, MTA dan agen bioaktif. Bahan pulp
capping harus dipilih dengan tujuan utama mendorong potensi dentinogenik sel
pulpa [Schroeder, 1985]. Direct pulp capping tradisional telah dilakukan dengan
berbagai formulasi kalsium hidroksida Ca (OH) 2, pH tinggi memiliki efek
bakterisida yang membantu untuk mendorong pembentukan jembatan dentin di
daerah pulpa terbuka. Tidak hanya kalsium hidroksida umumnya diterima sebagai
agen pilihan, juga telah menjadi standar semua bahan pulp capping lainnya dinilai
[Olsson et al., 2006]. Kalsium sulfat telah digunakan berbagai prosedur medis dan
gigi selama beberapa tahun [Pietrzak dan Ronk, 2000], termasuk perbaikan
perforasi akar [Mittal dan Chandra, 1999], perawatan lesi periradikular [Pecora et
al., 2001], perbaikan hubungan oroantral [Doobrow et al., 2008], perawatan
kerusakan periodontal [Andreana, 1998], dan sebagai membran barrier [Pecora et
al., 1997]. Sangat murah, siap tersedia, aman, tidak beracun, biokompatibel dan
mudah digunakan [Pietrzak dan Ronk, 2000; Winn dan Hollinger, 2000]. Karena
kalsium sulfat mudah diserap, dikarenakan merupakan bahan perantara yang baik
seperti faktor pertumbuhan, faktor osteogenik dan antibiotik [Rosenblum et al.,
1993].
Sehubungan dengan informasi yang disampaikan di atas, kalsium sulfat
merupakan alternatif yang layak dengan kalsium hidroksida untuk direct pulp
capping pada gigi sulung. Namun, untuk pengetahuan kita, tidak ada penelitian
yang dipublikasikan telah menyelidiki kinerja klinis kalsium sulfat sebagai agen

Universitas Syiah Kuala

direct pulp capping pada gigi sulung. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi dan membandingkan keberhasilan klinis dan
radiografi kalsium sulfat dan kalsium hidroksida yang digunakan sebagai bahan
direct pulp capping langsung pada gigi sulung.
Materials and methods
Bahan dan metode
Penelitian klinis ini dilaksanakan pada 40 gigi molar primer dengan karies
oklusal dalam pada 40 anak yang sehat berusia 5-9 tahun. Ukuran sampel
ditentukan dengan menggunakan metode simple random sampling untuk
mencapai 99% tingkat kepercayaan dan 5% akurasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ukuran sampel harus paling sedikit 17 subjek untuk masingmasing kelompok untuk mencapai 99% interval kepercayaan. Kriteria inklusi
klinis dan radiografi adalah sebagai berikut: kesehatan umum yang baik dan
perilaku anak kooperatif; kesediaan orang tua mereka untuk memberikan
informed consent; secara klinis terdapat lesi karies tengah oklusal atau dentin
dalam yang aktif, tetapi tanpa keterlibatan pulpa; adanya nyeri spontan dan
sensitivitas terhadap perkusi dan palpasi; mobilitas gigi normal; tidak ada resorpsi
internal atau eksternal; tidak ada kehilangan tulang interradicular atau periapikal;
tidak ada perubahan patologis yang terlihat didalam ligamen periodontal; kavitas
terbatas pada permukaan oklusal sampai pengangkatan karies komplit; baik dari
paparan mekanik tidak lebih dari diameter 1-2 mm atau paparan karies selama
pengendalian perdarahan telah mencapai dalam waktu dua menit. Semua subjek
dan orang tua mereka diberitahu tentang kemungkinan hasil perawatan, dan
informed consent diperoleh dari mereka. Kedua bentuk persetujuan dan protokol
penelitian disetujui oleh Ondokuz Mayis University Human Ethics Committee
(2009/6). Subjek yang memenuhi kriteria inklusi secara acak baik kelompok
kalsium sulfat atau kalsium hidroksida.
Prosedur klinis
Semua prosedur direct pulp capping dilakukan oleh operator yang sama
(ATU). Molar sulung secara acak baik kelompok eksperimen (kalsium sulfat) atau

Universitas Syiah Kuala

kelompok control (kalsium hidroksida). Setelah pemberian anastesi lokal (3%


Prilocaine HCL) (Citanest, AstraZeneca, Istanbul, Turkey), gigi diisolasi dengan
rubber dam, dan lesi karies email dibuang menggunakan bur diamond (N. 1015KG Sorensen, Sao Pulo, SP, Brazil) yang terpasang pada high-speed handpiece
dengan penyiraman air. Lesi karies dentin dibuang dengan low-speed handpiece
dan carbide burs (ISO 012). Gigi yang karies dentin telah dibuang tanpa terlihat
paparan pulpa dan gigi yang kariesnya dibuang yang mengakibatkan paparan
pulpa lebih besar dari 2,0 mm (dan sehingga membutuhkan pulpotomi)
dieksklusikan dari penelitian lebih lanjut. Untuk pulpa dengan paparan sekitar 1
mm, kavitas dibersihkan dengan saline steril, dan perdarahan dikendalikan dengan
menggunakan cotton pellet steril yang lembab dengan tekanan ringan. Direct pulp
capping dilakukan menurut perdarahan (misalnya berwarna merah, terlihat
hemostasis dalam waktu 2 menit). Setelah hemostasis, seluruh kavitas dibilas
perlahan dengan 10 cc larutan saline steril, dan kelebihan salin telah dihapus
dengan cotton pellet steril. Pada kelompok kontrol, hard-setting calcium
hydroxide paste (Dycal, Dentsply, Konstanz, Jerman) dicampur sesuai dengan
petunjuk pabrik dan diletakkan pada daerah pemaparan dengan ball-end
instrument. Semen kalsium hidroksida kemudian dilapisi dengan 2 mm GIC
konvensional (Fuji IX, GC Corporation, Tokyo, Japan), dan gigi direstorasi
dengan amalgam (Cavex Non Gamma-2; Cavex Holland B.V., Haarlem, the
Netherlands). Setelah penyelarasan oklusal dan dipoles, tepi amalgam dengan gigi
dietsa dengan 37% asam fosfor selama 30 detik, dibilas denganair selama 15
detik, dikeringkan dan dilapisi dengan bahan light-cured fissure sealant
(Helioseal, Vivadent, Schaan, Liechtenstein) untuk mengurangi kebocoran tepi
jangka pendek yang mungkin mempengaruhi pemulihan.
Pada kelompok kalsium sulfat, bubuk kalsium sulfat (Dentogen,
ORTHOGEN, Springfield, NJ, USA) dicampur dengan 3-4 tetes cairan regulernya
sampai mencapai konsistensi dempul, dan ball-end instrument digunakan untuk
meletakkan dengan ringan campuran tersebut pada daerah pemaparan. Untuk
mempercepat proses pengerasan 2 menit, 1 tetes cairan fast-set diaplikasikan pada
permukaan luar dari kalsium sulfat sesuai dengan instruksi dari pabriknya. Gigi
direstorasi dan dilapisi seperti kelompok control. Setelah selesai restorasi, rontgen

Universitas Syiah Kuala

pasca operasi diambil dari setiap gigi, dan pasien dan orang tua diinstruksikan
untuk kembali ke klinik segera apabila rasa sakit atau ketidaknyamanan yang
terjadi setelah perawatan.
Evaluasi klinis dan radiografi
Pemeriksaan klinis dan radiografi dilakukan pada awal dan pada 7, 14 dan
30 hari dan 3, 6, 9 dan 12 bulan setelah perawatan. Pemeriksaan ulang klinis dan
radiografi dilakukan oleh klinisi yang sama sebagai blind study (SB).
Pengambilan radiografi ulang saat kembali datang. Berikut kriteria [Falster et al,
2002] yang digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan perawatan: tidak adanya
nyeri spontan dan / atau sensitivitas terhadap perkusi / palpasi (1); tidak adanya
fistula, edema dan / atau mobilitas patologis (2); tidak adanya radiolusen pada
daerah interradicular dan / atau periapikal, sebagaimana ditentukan oleh radiografi
(3); tidak adanya internal / eksternal resorpsi akar yang patologis (4). Perawatan
dianggap berhasil secara klinis dan radiografis bila tidak ada tanda atau gejala.
Selanjutnya data dianalisis statistic menggunakan tes Kruskal Wallis dan U
Mann-Whitney, dengan 0,05 tingkat signifikansi.
Hasil
Jumlah 40 molar sulung pada 40 anak (23 perempuan, 17 laki-laki) usia 5-9
tahun (rata-rata umur: 7,3) secara acak dialokasikan ke salah satu dari dua
kelompok perawatan (n = 20), dengan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
usia atau jenis kelamin antara kelompok (p = 0,05). Semua gigi yang tersedia
hingga 12 bulan evaluasi follow-up.
Selama follow up, 1 dari 17 gigi pada kelompok kalsium hidroksida dan 3
dari 20 gigi dalam kelompok kalsium sulfat tanggal (Gbr. 1).

Universitas Syiah Kuala

Gambar 1. Alur partisipan dan direct pulp capping selama periode 12 bulan.
Pada kelompok kalsium hidroksida, tidak ada tanda kegagalan klinis atau
radiographical yang diamati sampai 9 bulan follow up. Pada 9 bulan, evaluasi
radiografi menunjukkan 1 gigi dengan radiolusensi interradicular luas dan resorpsi
akar eksternal yang mengakibatkan ekstraksi. Pada 12 bulan, 2 gigi menunjukkan
tanda kegagalan (resorpsi internal dan radiolusensi interradiculer), dan salah satu
dari dua juga menunjukkan bukti kegagalan klinis (fistulisasi dan mobilitas
patologis) (Gambar. 1).
Pada kelompok kalsium sulfat, 2 gigi menunjukkan tanda kegagalan
radiografi dan klinis pada 1 bulan, seperti resorpsi internal yang ekstensif,
radiolusensi interradicular, mobilitas dan fistula, dan diekstraksi. Tidak ada

Universitas Syiah Kuala

kegagalan tambahan yang diamati pada 3 atau 6 bulan. Pada 9 bulan, 1 gigi
menunjukkan kedua bukti kegagalan klinis dan radiografi (lesi interradicular).
Pada 12 bulan, 1 gigi secara klinis asimtomatik dan 1 gigi dengan nyeri spontan
diekstraksi setelah diagnosis radiologis radiolusen interradicular disertai resorpsi
akar internal (Gbr. 1).

Gambar 2. Radiografi periapikal sebelum operatif dengan kalsium hidroksida. B


12 bulan radiografi follow up dengan kalsium hidroksida.

Gambar 3. Radiografi periapikal sebelum operasi dengan kalsium sulfat


hemihydrate. B 12 bulan radiografi follow up dengan kalsium sulfat hemihydrate.

Setelah 12 bulan, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat


keberhasilan klinis atau radiographical yang diamati antara kelompok kalsium
hidroksida dan kalsium sulfat setiap saat selama masa follow-up (p <0,05).
Gambaran radiografi perwatan yang berhasil pada gambar 2 dan 3. Secara

Universitas Syiah Kuala

keseluruhan, 77,7% dari yang gigi yang tersedia (28 dari 36 gigi, tidak termasuk
yang tanggal) secara klinis dan radiografi telah dievaluasi sukses pada 12 bulan
pasca perawatan. Tingkat keberhasilan prosedur direct pulp capping sesuai dengan
tipe gigi ditunjukkan dalam Tabel 1. Kegagalan diamati lebih sering pada gigi
geraham rahang bawah daripada di gigi lain, dan mayoritas geraham gagal berasal
dari kelompok dua (kalsium sulfat hemihydrate).
Pembahasan
Terapi pulpa vital masih merupakan subjek yang kontroversial, khususnya
yang berkaitan dengan jenis bahan dressing pulpa yang menyediakan proses
penyembuhan paling diprediksi pada gigi sulung. Direct pulp capping harus
digunakan hanya untuk merawat pulpa vital yang telah rusak secara tidak sengaja
dan tidak menunjukkan gejala klinis dan / atau radiologis [Shayegan et al., 2009].
Seharusnya tidak dilakukan pada pulpa terbuka akibat penetrasi karies sejak
perkembangankaries yang lebih cepat dan hasil jaringan keras tipis akibat awal
infeksi pulpa gigi sulung dibandingkan dengan gigi permanen. Tingkat
keberhasilan direct pulp capping bervariasi sesuai dengan teknik dan bahan yang
digunakan [Fuks, 2000; Rodd et al., 2006]. Penelitian ini mengevaluasi efektivitas
kalsium sulfat dibandingkan dengan kalsium hidroksida ketika digunakan sebagai
bahan direct pulp capping pada gigi molar sulung.
Kalsium sulfat telah digunakan dalam banyak penelitian klinis manusia dan
hewan pada perbaikan perforasi akar [Mittal dan Chandra, 1999], perawatan
kerusakan periodontal [Andreana, 1998], dan perawatan lesi periradikular [Pecora
et al., 2001]. Sedangkan kualitas osteogenik kalsium sulfat yang diketahui, untuk
pengetahuan kita, ini adalah penelitian pertama yang melaporkan proses
penyembuhan kalsium sulfat yang digunakan sebagai agen direct capping pada
gigi sulung manusia. Kalsium sulfat memiliki riwayat klinis yang panjang sebagai
pengganti tulang, yang telah digunakan selama lebih dari 100 tahun [Pietrzak dan
Ronk, 2000]. Sementara uji klinis umumnya dianggap sebagai tes akhir, penelitian
tentang direct pulp capping hanya dapat menyediakan bukti langsung
penyembuhan secara langsung melalui pencabutan dan pemeriksaan histologi.
Pada keadaan di mana hal ini dilarang karena pertimbangan etik, peneliti harus

Universitas Syiah Kuala

bergantung pada temuan klinis dan radiografi sebagai dasar untuk interpretasi
perubahan klinik. Bahan direct pulp yang ideal untuk gigi sulung belum
disepakati, dan meskipun Pedoman AAPD (2009) merekomendasikan penggunaan
kalsium hidroksida untuk direct pulp capping pada gigi sulung untuk mendorong
pemulihan dan menjaga vitalitas jaringan pulpa, dampak berbahaya pada gigi dan
jaringan periradikuler yang dirawat telah dilaporkan [Fuks, 2000; Rodd et al.,
2006]. Ketika digunakan sebagai bahan pulp capping pada geraham sulung,
kalsium hidroksida dan kalsium sulfat memiliki aksi mekanisme yang berbeda.
Kalsium hidroksida diaplikasikan langsung ke jaringan pulpa; karena pH basa
yang tinggi, menghasilkan zona nekrotik terbatas menjadi nekrosis pencairan yang
dangkal yang menyebabkan iritasi ringan, mendorong sel pulpa untuk
berdiferensiasi menjadi sel-sel baru odontoblast yang menempatkan mineralisasi
pertautan dentin pada daerah pulpa yang terpapar [Nakamura et al. 2001].
Kalsium sulfat telah digunakan dalam kedokteran gigi dan medis sebagai
pengganti tulang untuk membantu dalam regenerasi jaringan [Pietrzak dan Ronk,
2000]. Toleransi dengan baik, tidak beracun, stabil, hemostatik, biokompatibel,
terbiodegradasi, osteokonduktif dan pengganti cangkok tulang yang dapat
teresorbsi [. Gitelis et al, 2000], setelah implantasi dalam tubuh, kalsium sulfat
larut dalam ion kalsium dan sulfat; ion kalsium bergabung dengan ion fosfat
dalam cairan tubuh untuk membentuk kalsium fosfat, yang kemudian membentuk
kisi osseoconductive dari apatit biologis yang merangsang pertumbuhan tulang
pada lokasi kerusakan [Radentz dan Collings, 1965]. Selanjutnya, kalsium sulfat
akan mengalami degradasi pada kerusakan, demineralisasi dinding yang rusak
melepaskan faktor pertumbuhan, sehingga penurunan lokal dalam pH. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa penggunaan kalsium sulfat sebagai hasil bahan
cangkok tulang menigkatkan ekspresi morfogenetik Protein BM-2 (BMP-2),
BMP-7, TGF- dan PDGF-BB pada keruss

tulang, yang merangsang

terbentuknya dan berkembangnya tulang baru. Namun, dalam penelitian ini, tidak
ada perbedaan signifikan yang diamati pada tingkat keberhasilan direct pulp
capping molar sulung dengan kalsium hidroksida dibandingkan kalsium sulfat.
Persyaratan yang ketat untuk seleksi partisipan dan kinerja yang hati-hati
teknik operasi dapat menjelaskan tingkat keberhasilan yang sama tinggi yang

Universitas Syiah Kuala

diperoleh untuk kedua bahan capping dalam penelitian ini. Selain dengan kedua
bahan, GIC konvensional yang ditempatkan di atas penutup sebelum restorasi
permanen untuk menghindari kebocoran bakteri dari restorasi akhir, yang
dianggap oleh beberapa menjadi lebih merugikan hasil akhir pulp capping dari
kontaminasi bakteri pada saat perawatan [Cox et al., 1985]. Selain itu, dalam
upaya untuk menunda efek kebocoran mikro yang tak terhindarkan pasca operasi,
terutama selama periode kritis penyembuhan, protokol penelitian menetapkan
bahwa kavitas hanya terbatas pada permukaan oklusal. Mengingat bahwa tepi
kavitas tidak melibatkan permukaan proksimal, restorasi dilakukan dengan
amalgam, dan bonding resin digunakan untuk menutup antarmuka enamelrestorasi sebagai perlindungan tambahan terhadap kebocoran mikro tepi.
Akibat kecenderungan resorpsi akar internal yang setelah perawatan, pulp
capping gigi dengan kalsium hidroksida dianggap sebagai prosedur kompromis
dan berisiko yang telah hampir menghilang dari repertoar teknik perawatan pulpa
gigi sulung [Cehreli et al., 2000; Kopel, 1997]. Hal ini diyakini bahwa konsentrasi
sel yang lebih tinggi dari dasar jaringan pulpa bisa menjadi penyebab kelainan
tersebut. Resorpsi akar internal diyakini terjadi sebagai akibat dari transformasi
sel mesenkim menjadi sel odontoklas sebagai respon terhadap bahan capping
kalsium hidroksida serta proses perkembangan karies. Yang penting, dalam
penelitian ini, resorpsi internal yang terjadi pada 4 gigi dalam kelompok kalsium
sulfat dan 2 gigi pada kelompok kalsium hidroksida selama periode 12 bulan
follow up. Meskipun beberapa penulis tidak menganggap resorpsi internal
menjadi tanda kegagalan [Moretti et al., 2008], mengingat bahwa etiologi resorpsi
internal dianggap sebagai hasil dari peradangan kronis [Waterhouse et al., 2000],
yang berlangsung dengan adanya jaringan nekrotik [Tronstad, 1988], penelitian
ini tergolong resorpsi internal sebuah kegagalan, dan gigi yang menunjukkan
resorpsi internal yang diekstraksi.
Sementara tidak ada studi banding yang ada pada penggunaan kalsium
hidroksida dan kalsium sulfat sebagai bahan direct pulp capping pada geraham
sulung, penelitian ini sejalan dengan penelitian pada manusia dan hewan lainnya
[Shayegan et al, 2009.; Tuna dan Olmez, 2008; Demir dan Cehreli 2007] yang
menganggap direct pulp capping gigi sulung menjadi alternatif yang lebih invasif

Universitas Syiah Kuala

dengan pulpotomi yang didasarkan pada potensi regeneratif tinggi pulpa gigi
primer.
Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang signifikan secara
statistik dalam tanda dan gejala klinis dan radiografik patologi antara kalsium
hidroksida dan kalsium sulfat yang digunakan sebagai bahan direct pulp capping
pada paparan pulpa sekitar 1 mm diameter molar sulung primer dengan kavitas
kelas I. Penelitian tambahan yang berupa evaluasi histologis yang diperlukan
untuk memberikan penilaian yang lebih akurat kalsium sulfat sebagai bahan relatif
pulp capping terhadap pilihan lain. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar
untuk penelitian lebih

Universitas Syiah Kuala

Anda mungkin juga menyukai