Anda di halaman 1dari 9

Journal Of Dentistry, Teheran University of Medical Sciences

Terapi Laser Level Rendah Untuk Perawatan Pulpotomi Molar


Sulung
M. Vahid Golpayegani , G. Ansari, N. Tadayon, Sh. Shams, M. Mir
Abstrak
Tujuan; Terapi laser level rendah/Low-level laser therapy (LLLT) telah banyak
digunakan beberapa dekade terakhir dalam kedokteran dan kedokteran gigi. Telah
banyak ditunjukan bahwa LLLT dapat berguna untuk penyembuhan luka pulpa
setelah

pulpa terbuka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan

efektivitas dari penggunaan LLLT dan formocresol (FC) dalam penyembuhan sisa
pulpa setelah amputasi pulpa dari molar sulung.
Bahan dan Metode: total 23 pasang gigi kontralateral dari 11 anak berusia 4 sampai
7 diseleksi dan dipasangkan menggunakan kriteria klinis dan radiografik. Satu gigi
dari setiap pasang secara acak ditandai pada kelompok pulpotomi LLLT dan
pulpotomi FC. Selama periode follow-up 6 bulan, gigi diperiksa secara klinis dan
radiografik. Delapan pasien (empat dalam tiap kelompok) menyelesaikan periode 6
bulan follow-up dan enam pasien (tiga dalam tiap kelompok) menyelesaikan periode
follow-up satu tahun.
Hasil: secara klinis, tidak ada komplikasi yang dideteksi pada gigi. Namun,
pemeriksaan radiografik menunjukan tanda radiolusen periadikuler pada dua gigi
dalam kelompok LLLT.
Kesimpulan: temuan dalam penyelidikan ini menunjukan bahwa LLLT dapat
berhasil digunakan sebagai langkah komplementer dalam prosedur pulpotomi untuk
membantu penyembuhan pulpa yang diamputasi. Periode follow-up yang lebih lama
disarankan untuk menyelidiki efek jangka panjang dari pulpotomi LLLT dari pulpa.
Kata Kunci: Laser; Pulpotomi; Terapi Laser; Gigi, Desidua; Protokol Klinik.

Journal Of Dentistry, Teheran University of Medical Sciences

PENDAHULUAN
Salah satu perawatan yang sering digunakan dalam untuk mempertahankan
gigi molar sulung yang karies dari ekstraksi adalah pulpotomi. Formocresol (FC)
telah lama dianggap sebagai bahan medikamen pulpotomi yang secara luas diterima
untuk perawatan gigi selama beberapa dekade. Pulpotomi FC secara universal adalah
terapi pulpa pilihan untuk gigi sulung bagi para dokter gigi. Namun, penggunaan FC
untuk pulpotomi baru-baru ini mengalami tantangan karena distribusi sistemik,
respons inflamasi pulpa, sitotoksisitas, dan potensi karsinogenik.
Lebih lanjut, International Agency for Research on Cancer menggolongkan
formaldehida sebagai bahan karsinogenik bagi manusia pada Juni 2004, membuat
profesi harus mencari alternatif yang lain dari FC. Hal ini termasuk glutaraldehid, feri
sulfat, MTA, kalsium hidroksida, bedah elektro, laser dan bahan biologis. Satu
alternatif yang menjanjikan dari pulpotomi FC adalah terapi laser level rendah/lowlevel laser therapy (LLLT), yang menunjukan percepatan proses penyembuhan luka
pada jaringan pulpa gigi yang terkena. Perawatan laser terapeutik, yang juga dikenal
sebagai LLLT, telah digunakan selama 3 dekade; namun kualitas yang buruk dalam
publikasi pada teknik ini sebagian mengarah pada kurangnya pengenalan teknik ini
diantara para peneliti dan klinisi. Namun, peningkatan jumlah klinisi yang
menggunakan LLLT dalam praktik harian mereka adalah karena peningkatan
keberhasilan yang terlihat.

.
Gbr 1. BTL 5000; perangkat laser dioda yang
digunakan dalam penelitian

Gbr 2. Tampilan Radiographic tidak


menunjukkan tanda kegagalan patologi
setelah perawatan terapi laser level rendah
pada 12 bulan follow-up

Journal Of Dentistry, Teheran University of Medical Sciences

Laser level rendah nampaknya menciptakan banyak kegunaan yang positif,


seperti percepatan penyembuhan luka, mengurangi nyeri, regenerasi, dan peningkatan
imun melalui penyediaan energy yang berinteraksi dengan sel-sel. Hal ini noninvasif, non-farmasi dan ekonomis. Belum ada efek samping dilaporkan dari
penggunaan LLLT. Laser bertenaga rendah telah berhasil digunakan pada praktek
dokter gigi, dan diketahui penyembuhan luka menjadi lebih cepat oleh
penyinarannya.
Tujuan penyelidikan ini adalah untuk membandingkan efektivitas dari LLLT
sebagai langkah komplementer dari proses pulpotomi pada molar primer dengan FC
konvensional.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan pada anak-anak sehat yang datang ke departemen
pedodontik Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Medis Shalid Behesti (SBMU).
Persetujuan etik diperoleh dari komite tinjauan etik dari SBMU untuk dilakukan
penelitian ini. Anak-anak berusia 4 sampai 7 tahun dengan paling tidak dua
kontralateral karies molar primer yang memiliki ukuran lubang yang sama dipilih.
Jangkauan usia dipilih secara khusus agar didapatkan reaksi pulpa yang tepat setelah
penggunaan LLLT/FC. Rencana perawatan terperinci sepenuhnya dijelaskan kepada
orang tua dan diperoleh informed consent terlebih dahulu sebelum penyelidikan.
Empat puluh enam gigi dipilih untuk penelitian ini. Kriteria pemilihan gigi adalah:
memiliki pulpa yang vital dengan paparan karies, tidak ada gejala dan tanda
degenerasi pulpa (pembengkakan, fistula, gerakan patologis, peradarahan berlebih
dari ujung akar yang diamputasi). Nyeri nokturnal atau spontan dan kekenyalan saat
palpasi serta perkusi diperiksa, beserta tanda-tanda resorpsi internal dan patologis dan
radiolusensi inter-radikuler atau periapikal. Gigi yang dipilih juga menunjukan
resorpsi fisiologis tidak lebih dari sepertiga jaringan sisa yang bisa diperbaiki.

Journal Of Dentistry, Teheran University of Medical Sciences

Tabel 1. Pemeriksaan klinis dari kedua kelompok perawatan pada kunjungan followup bulan ke-6 dan ke-12.
Perawatan
Keberhasilan
6 bulan
12 bulan
Klinis
N
%
n
%
FC
LLLT

Sukses

18

100

14

93

Gagal

Sukses

18

100

15

100

Gagal

FC=Formocresol, LLLT=low-level laser therapy


Radiografi periapikal preoperatif diperoleh dari masing-masing gigi sebelum
perawatan. Gigi kontralateral secara acak ditandai pada kelompok LLLT atau FC,
agar menghilangkan kemungkinan bias dari pengacakan. Setiap gigi diisolasi setelah
pemberian anesthesia local. Pengangkatan karies dilakukan diikuti oleh pembukaan
akses koronal dari

ruang pulpa menggunakan bur high-speed no.330 dengan

semprotan air.

Gbr 3 Gambaran Radiographic tidak


mennjukkan tanda kegagalan patologi
perawatan pulpa menggunakan formocresol
dalam 12 bulan follow up

Fig 4. Tanda kegagalan Patologi setelah


perawatan pulpa menggunakan formocresol
dalam 12 bulan follow up, perhatikan lesi
furkasi.

Pulpa koronal kemudian diamputasi menggunakan sebuah ekskavator tajam


atau menggunakan bur karbid bulat putaran lambat. Ruang pulpa kemudian diirigasi
dengan air destilat aliran lambat. Cotton pellet yang dilembabkan dengan salin
ditempatkan pada dasar pulpa untuk hemostasis.

Journal Of Dentistry, Teheran University of Medical Sciences

Cotton pellet dengan FC cair (Solusi Buckley 1:5) ditempatkan bersentuhan


dengan pulpa pada kelompok FC dan dibiarkan selama lima menit. Ini adalah saat
dimana pulpa disinari dengan menggunakan sebuah alat laser diode semikonduktor
(BTL 5000, Praha Republik Ceko) dengan panjang gelombang 632 nm pada
kelompok eksperimental (Gambar 1).
Tabel 2. Pemeriksaan radiografik dari kedua kelompok perawatan pada kunjungan
follow-up bulan ke-6 dan ke-12.
Perawatan
Keberhasilan
6 bulan
12 bulan
Klinis
N
%
n
%
FC
LLLT

Sukses

18

100

12

80

Gagal

20

Sukses

16

89

10

67

Gagal

33

FC=Formocresol, LLLT=low-level laser therapy


Penggunaan laser dengan cara kontinu; dengan energi total dari satu titik,
berhubungan pada pemaparan selama 2 menit 31 detik, adalah 4,0 J/cm 2. Tembakan
laser dihantarkan melalui fiber optic dengan diameter 0,5 mm dengan jarak tepi fiber
ke dasar pulpa 2,0 mm. semua pasien dan staf klinis diminta memakai kacamata
perlindungan yang layak selama penggunaan laser.

Gbr 5. Tanda kegagalan patologi setelah perawatan pulpa menggunakan LLLT dalam 12 bulan
follow up, perhatikan PDL melebar sepanjang akar disertai tanda-tanda resorbsi interna.

Journal Of Dentistry, Teheran University of Medical Sciences

ZOE sederhana (the L.D. Caulk Division, Dentsply International Inc. Milford,
Del) ditempatkan diatas dasar pulpa sebagai dasar dan lapisan kedua ZOE tambahan
(the L.D. Caulk Division, Dentsply International Inc. Milford, Del) kemudian
dikondensasi pada bagian atasnya untuk mengisi ruang pada kamar pulpa. Setiap gigi
direstorasi dengan SSC seperti direncanakan.
Semua gigi yang dirawat pada kedua kelompok diperiksa pada dua titik waktu
enam bulan dan satu tahun setelah perawatan menggunakan kriteria klinis dan
radiografik. Kegagalan klinis didefinisikan sebagai munculnya gejala atau tanda
berikut: nyeri, mobilitas gigi abnormal, pembengkakan, saluran sinus atau sensitivitas
pada tekanan atau perkusi. Kegagalan radiografik didefinisikan sebagai munculnya
keadaan berikut: radiolusen periapikal, radiolusen inter-radikuler, resorpsi patologis
internal/eksternal atau pelebaran dari PDL.
Hasil pemeriksaan klinis dan radiografik dibuat oleh 2 pedododentis
berpengalaman yang berbeda yang tidak diberitahu mengenai perawatan.
HASIL
Data dari kedelapan pasien (secara total pulpotomi molar primer) dengan
follow-up lengkap dianalisa. Sisa 3 anak, dengan 10 pulpotomi molar, gagal
menyelesaikan periode follow-up 6 bulan dan tidak dimasukan dalam analisis. Usia
rata-rata pasien adalah 5,6 tahun dengan range 4 sampai 7 tahun.
Distribusi jenis dari gigi adalah sebagai berikut: 10 (27,8%) molar pertama
atas, 12 (33%) molar pertama bawah, 6 (16,7%) molar kedua atas, dan 8 (22,2%)
molar kedua bawah. Diakhir bulan keenam, semua gigi pada kelompok pulpotomi
LLLT dan FC secara klinis tampak tenang dan tanpa komplikasi (tabel 1).
Pemeriksaan radiografik menunjukan beberapa perubahan radiolusen pada dua kasus
(11%) pada gigi yang diterapi dengan LLLT pada bulan keenam, dimana secara
berurutan diekstraksi. Sisanya 16 pasang gigi, dimana 1 pasang gigi batal karena
tidak hadir pada follow-up 1 tahun. Sisanya 15 pasang gigi, dimana satu kasus

Journal Of Dentistry, Teheran University of Medical Sciences

dilaporkan mengalami nyeri spontan dari pulpotomi FC. Sisanya tidak ada tanda
ataupun gejala. Kebanyakan kasus, memiliki bukti keberhasilan klinis dan radiografik
tanpa ada komplikasi. Tinjauan radiografik pada kasus ini pada follow-up bulan ke-12
menunjukan bahwa tiga kasus dari kelompok LLLT dan lima dari kelompok FC
memiliki paling tidak satu tanda kegagalan perawatan pulpa (gambar 4 dan 5) (tabel
2)
Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada temuan radiografik dari
kedua kelompok ini dalam kunjungan follow-up bulan ke-12 menggunakan uji
McNemar (P>0,05).
DISKUSI
FC cair masih dianggap sebagai gold standard untuk pulpotomi pada gigi
primer, tapi kekhawatiran mengenai sitotoksisitas dan potensi mutagenic telah
meningkat. Yang terbaru, beberapa teknik perawatan pulpa pada gigi sulung muncul
dalam jangkauan protokol dan medikamentosa pada situasi klinis yang bervariasi.
Belum ada persetujuan yang telah disepakati dalam teknik ideal pulpotomi, namun,
kebanyakan penelitian tidak melibatkan uji klinis acak. Informasi yang telah ada
bertentangan dengan suksesnya teknik pulpotomi yang ada sekarang. Lebih lanjut,
kebutuhan untuk mencari alternatif selain formocresol masih menjadi puncak daftar
riset. Pescheck dkk meneliti efek pulpotomi laser diode pada ketahanan gigi primer
dan menyimpulkan bahwa alat ini dapat dipertimbangakan sebagai alternatif pilihan
yang tepat dan lebih terpercaya untuk mendapatkan hemostasis pada dasar pulpa.
Penyelidikan ini, sepengetahuan kami, merupakan yang pertama dalam melihat efek
dari LLLT sebagai teknik pulpotomi pada molar sulung melalui uji klinis acak.
Penggunaan LLLT di kedokteran gigi dapat diterapkan pada keadaan klinis
yang bervariasi. Aturan utamanya adalah menggunakan 2 sampai 4 J dengan probe
intraoral dan 4 sampai 10 J untuk perawatan ekstraoral. Hasil dari studi metaanalisis
menunjukan bahwa panjang gelombang 632 nm memiliki efek terapi yang paling
signifikan pada perbaikan jaringan, namun penulis menyatakan bahwa hasil ini harus
7

Journal Of Dentistry, Teheran University of Medical Sciences

diinterpretasikan dengan hati-hati karena usaha mereka untuk menyatakan bahwa


panjang gelombang adalah yang paling penting dalam perawatan, dibatasi oleh
jumlah penelitian yang meliputi kriteria inklusi mereka. Cara kontak diperlukan pada
semua penerapan dengan satu pengecualian: pengobatan luka terbuka membutuhkan
jarak 2 sampai 4 mm antara laser dengan jaringan target dengan syarat dilakukan cara
non kontak.
Hasil-hasil dari penelitian terbaru menunjukan keberhasilan klinis dan
radiografik dengan penggunaan LLLT setelah 6 bulan (secara respektif, 100% dan
89%). FC cair sebagai teknik control pada penelitian ini juga menunjukan
keberhasilan klinis 100% dengan temuan radiografik menunjukan keberhasilan 100%.
Sejak pertama kali dijelaskan oleh Mester dkk, laser bertenaga rendah,
umumnya 500 mW tanaga rata-rata, menunjukan kegunaan penerapan medis dalam
bidang penyembuhan luka. Proses perbaikan jaringan dapat dibagi menjadi 3 tahap
utama: (1) Inflamasi, (2) proliferasi sel, (3) pematangan jaringan. Laporan
sebelumnya menunjukan bahwa ketiga fase ini secara positif dipengaruhi oleh
perawatan laser bertenaga rendah. Sebagai tambahan, efek biologis LLLT telah
dipelajari melalui pemeriksaan histopatologis dari jaringan pulpa oleh Utsunomiya.
Hasil dari penelitian ini menyarankan bahwa LLLT mempercepat penyembuhan luka
dari pulpa dan tanda pada lectin serta kolagen. Penyinaran laser memperkuat
pembentukan nodul terkalsifikasi pada fibroblast pulpa gigi manusia. Efek positif dari
LLLT pada induksi dentinogenesis reaksional pada gigi manusia dilaporkan oleh
Ferreira dkk. penggunaan laser GaAlAs dengan panjang gelombang 670 nm dan
kepadatan energy 4,0 J/cm2 menyebabkan aktivitas biomodulasi pada sel pulpa
dental, biostimulasi dentinogenesis reaksional, dan pengurangan proses inflamasi
ketika digunakan in vivo pada sediaan kavitas kelas V. penulis menyimpulkan bahwa
laser membentuk modalitas terapeutik pada perawatan pulpa vital. Kurumada
menggunakan laser GaAs pada prosedur pulpotomi vital. Penyinaran laser
menginduksi peningkatan kalsifikasi pada permukaan luka dan merangsang
pembentukan jaringan terkalsifikasi. Nagasawa dkk mengamati bahwa penyinaran
8

Journal Of Dentistry, Teheran University of Medical Sciences

laser Nd:YAG dan argon dengan dosis level rendah secara kuat merangsang
pembentukan dentin sekunder. Penelitian lain penerapan laser level rendah pada
hubungan pulpa dentin dari serangkain premolar permanen menunjukan bahwa
energy ini mempercepat penyembuhan struktur dental diikuti preparasi kavitas.
Secara umum, bukti yang ditunjukan oleh penelitian sebelumnya, bersama
dengan temuan studi ini, mendukung penggunaan LLLT sebagai tambahan dari
proses pulpotomi molar sulung. Sampel dan waktu follow-up yang lebih akan
meningkatkan perbandingan yang lebih baik dan lebih tepat dari kedua modalitas ini.
KESIMPULAN
LLLT dapat berhasil digunakan sebagai langkah tambahan dari prosedur
pulpotomi untuk membantu penyembuhan dari amputasi pulpa pada molar sulung,
khususnya jika tidak tersedia FC.

Anda mungkin juga menyukai