efektivitas dari penggunaan LLLT dan formocresol (FC) dalam penyembuhan sisa
pulpa setelah amputasi pulpa dari molar sulung.
Bahan dan Metode: total 23 pasang gigi kontralateral dari 11 anak berusia 4 sampai
7 diseleksi dan dipasangkan menggunakan kriteria klinis dan radiografik. Satu gigi
dari setiap pasang secara acak ditandai pada kelompok pulpotomi LLLT dan
pulpotomi FC. Selama periode follow-up 6 bulan, gigi diperiksa secara klinis dan
radiografik. Delapan pasien (empat dalam tiap kelompok) menyelesaikan periode 6
bulan follow-up dan enam pasien (tiga dalam tiap kelompok) menyelesaikan periode
follow-up satu tahun.
Hasil: secara klinis, tidak ada komplikasi yang dideteksi pada gigi. Namun,
pemeriksaan radiografik menunjukan tanda radiolusen periadikuler pada dua gigi
dalam kelompok LLLT.
Kesimpulan: temuan dalam penyelidikan ini menunjukan bahwa LLLT dapat
berhasil digunakan sebagai langkah komplementer dalam prosedur pulpotomi untuk
membantu penyembuhan pulpa yang diamputasi. Periode follow-up yang lebih lama
disarankan untuk menyelidiki efek jangka panjang dari pulpotomi LLLT dari pulpa.
Kata Kunci: Laser; Pulpotomi; Terapi Laser; Gigi, Desidua; Protokol Klinik.
PENDAHULUAN
Salah satu perawatan yang sering digunakan dalam untuk mempertahankan
gigi molar sulung yang karies dari ekstraksi adalah pulpotomi. Formocresol (FC)
telah lama dianggap sebagai bahan medikamen pulpotomi yang secara luas diterima
untuk perawatan gigi selama beberapa dekade. Pulpotomi FC secara universal adalah
terapi pulpa pilihan untuk gigi sulung bagi para dokter gigi. Namun, penggunaan FC
untuk pulpotomi baru-baru ini mengalami tantangan karena distribusi sistemik,
respons inflamasi pulpa, sitotoksisitas, dan potensi karsinogenik.
Lebih lanjut, International Agency for Research on Cancer menggolongkan
formaldehida sebagai bahan karsinogenik bagi manusia pada Juni 2004, membuat
profesi harus mencari alternatif yang lain dari FC. Hal ini termasuk glutaraldehid, feri
sulfat, MTA, kalsium hidroksida, bedah elektro, laser dan bahan biologis. Satu
alternatif yang menjanjikan dari pulpotomi FC adalah terapi laser level rendah/lowlevel laser therapy (LLLT), yang menunjukan percepatan proses penyembuhan luka
pada jaringan pulpa gigi yang terkena. Perawatan laser terapeutik, yang juga dikenal
sebagai LLLT, telah digunakan selama 3 dekade; namun kualitas yang buruk dalam
publikasi pada teknik ini sebagian mengarah pada kurangnya pengenalan teknik ini
diantara para peneliti dan klinisi. Namun, peningkatan jumlah klinisi yang
menggunakan LLLT dalam praktik harian mereka adalah karena peningkatan
keberhasilan yang terlihat.
.
Gbr 1. BTL 5000; perangkat laser dioda yang
digunakan dalam penelitian
Tabel 1. Pemeriksaan klinis dari kedua kelompok perawatan pada kunjungan followup bulan ke-6 dan ke-12.
Perawatan
Keberhasilan
6 bulan
12 bulan
Klinis
N
%
n
%
FC
LLLT
Sukses
18
100
14
93
Gagal
Sukses
18
100
15
100
Gagal
semprotan air.
Sukses
18
100
12
80
Gagal
20
Sukses
16
89
10
67
Gagal
33
Gbr 5. Tanda kegagalan patologi setelah perawatan pulpa menggunakan LLLT dalam 12 bulan
follow up, perhatikan PDL melebar sepanjang akar disertai tanda-tanda resorbsi interna.
ZOE sederhana (the L.D. Caulk Division, Dentsply International Inc. Milford,
Del) ditempatkan diatas dasar pulpa sebagai dasar dan lapisan kedua ZOE tambahan
(the L.D. Caulk Division, Dentsply International Inc. Milford, Del) kemudian
dikondensasi pada bagian atasnya untuk mengisi ruang pada kamar pulpa. Setiap gigi
direstorasi dengan SSC seperti direncanakan.
Semua gigi yang dirawat pada kedua kelompok diperiksa pada dua titik waktu
enam bulan dan satu tahun setelah perawatan menggunakan kriteria klinis dan
radiografik. Kegagalan klinis didefinisikan sebagai munculnya gejala atau tanda
berikut: nyeri, mobilitas gigi abnormal, pembengkakan, saluran sinus atau sensitivitas
pada tekanan atau perkusi. Kegagalan radiografik didefinisikan sebagai munculnya
keadaan berikut: radiolusen periapikal, radiolusen inter-radikuler, resorpsi patologis
internal/eksternal atau pelebaran dari PDL.
Hasil pemeriksaan klinis dan radiografik dibuat oleh 2 pedododentis
berpengalaman yang berbeda yang tidak diberitahu mengenai perawatan.
HASIL
Data dari kedelapan pasien (secara total pulpotomi molar primer) dengan
follow-up lengkap dianalisa. Sisa 3 anak, dengan 10 pulpotomi molar, gagal
menyelesaikan periode follow-up 6 bulan dan tidak dimasukan dalam analisis. Usia
rata-rata pasien adalah 5,6 tahun dengan range 4 sampai 7 tahun.
Distribusi jenis dari gigi adalah sebagai berikut: 10 (27,8%) molar pertama
atas, 12 (33%) molar pertama bawah, 6 (16,7%) molar kedua atas, dan 8 (22,2%)
molar kedua bawah. Diakhir bulan keenam, semua gigi pada kelompok pulpotomi
LLLT dan FC secara klinis tampak tenang dan tanpa komplikasi (tabel 1).
Pemeriksaan radiografik menunjukan beberapa perubahan radiolusen pada dua kasus
(11%) pada gigi yang diterapi dengan LLLT pada bulan keenam, dimana secara
berurutan diekstraksi. Sisanya 16 pasang gigi, dimana 1 pasang gigi batal karena
tidak hadir pada follow-up 1 tahun. Sisanya 15 pasang gigi, dimana satu kasus
dilaporkan mengalami nyeri spontan dari pulpotomi FC. Sisanya tidak ada tanda
ataupun gejala. Kebanyakan kasus, memiliki bukti keberhasilan klinis dan radiografik
tanpa ada komplikasi. Tinjauan radiografik pada kasus ini pada follow-up bulan ke-12
menunjukan bahwa tiga kasus dari kelompok LLLT dan lima dari kelompok FC
memiliki paling tidak satu tanda kegagalan perawatan pulpa (gambar 4 dan 5) (tabel
2)
Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada temuan radiografik dari
kedua kelompok ini dalam kunjungan follow-up bulan ke-12 menggunakan uji
McNemar (P>0,05).
DISKUSI
FC cair masih dianggap sebagai gold standard untuk pulpotomi pada gigi
primer, tapi kekhawatiran mengenai sitotoksisitas dan potensi mutagenic telah
meningkat. Yang terbaru, beberapa teknik perawatan pulpa pada gigi sulung muncul
dalam jangkauan protokol dan medikamentosa pada situasi klinis yang bervariasi.
Belum ada persetujuan yang telah disepakati dalam teknik ideal pulpotomi, namun,
kebanyakan penelitian tidak melibatkan uji klinis acak. Informasi yang telah ada
bertentangan dengan suksesnya teknik pulpotomi yang ada sekarang. Lebih lanjut,
kebutuhan untuk mencari alternatif selain formocresol masih menjadi puncak daftar
riset. Pescheck dkk meneliti efek pulpotomi laser diode pada ketahanan gigi primer
dan menyimpulkan bahwa alat ini dapat dipertimbangakan sebagai alternatif pilihan
yang tepat dan lebih terpercaya untuk mendapatkan hemostasis pada dasar pulpa.
Penyelidikan ini, sepengetahuan kami, merupakan yang pertama dalam melihat efek
dari LLLT sebagai teknik pulpotomi pada molar sulung melalui uji klinis acak.
Penggunaan LLLT di kedokteran gigi dapat diterapkan pada keadaan klinis
yang bervariasi. Aturan utamanya adalah menggunakan 2 sampai 4 J dengan probe
intraoral dan 4 sampai 10 J untuk perawatan ekstraoral. Hasil dari studi metaanalisis
menunjukan bahwa panjang gelombang 632 nm memiliki efek terapi yang paling
signifikan pada perbaikan jaringan, namun penulis menyatakan bahwa hasil ini harus
7
laser Nd:YAG dan argon dengan dosis level rendah secara kuat merangsang
pembentukan dentin sekunder. Penelitian lain penerapan laser level rendah pada
hubungan pulpa dentin dari serangkain premolar permanen menunjukan bahwa
energy ini mempercepat penyembuhan struktur dental diikuti preparasi kavitas.
Secara umum, bukti yang ditunjukan oleh penelitian sebelumnya, bersama
dengan temuan studi ini, mendukung penggunaan LLLT sebagai tambahan dari
proses pulpotomi molar sulung. Sampel dan waktu follow-up yang lebih akan
meningkatkan perbandingan yang lebih baik dan lebih tepat dari kedua modalitas ini.
KESIMPULAN
LLLT dapat berhasil digunakan sebagai langkah tambahan dari prosedur
pulpotomi untuk membantu penyembuhan dari amputasi pulpa pada molar sulung,
khususnya jika tidak tersedia FC.