Anda di halaman 1dari 9

JURNAL INTERNASIONAL

PENELITIAN LINGKUNGAN
DAN KESEHATAN MASYARAKAT

Peran Vitamin D dan Stres Oksidatif pada


Penyakit Ginjal Kronis
1, 2 3 4
Keith C. Norris * , Opeyemi Olabisi , M. Edwina Barnett , Yuan-Xiang Meng ,
5 4 3 1
David Martins , Chamberlain Obialo , Jae Eun Lee dan Susanne B. Nicholas
1
Departemen Kedokteran, Fakultas Kedokteran David Geffen, Universitas California Los
Angeles, Los Angeles, CA 90024, AS; SuNicholas@mednet.ucla.edu
2
Departemen Kedokteran, Sekolah Kedokteran Harvard, Universitas Harvard, Boston, MA 02138, AS;
oolabisi@partners.org
3
RCMI Translational Research Network Data Coordinating Center, College of Science, Engineering
and Technology, Jackson State University, Jackson, MS 39217, USA; barnett_me@yahoo.com
(MEB); jae.e.lee@jsums.edu (JEL)
4
Departemen Kedokteran Keluarga, Sekolah Kedokteran Morehouse, Atlanta, GA 30310, AS;
ymeng@msm.edu (Y.-XM); cobialo@msm.edu (CO)
5
Departemen Kedokteran, Sekolah Tinggi Kedokteran, Universitas Kedokteran dan Sains Charles
R. Drew, Los Angeles, CA 90059, AS; davidmartins@cdrewu.edu
* Korespondensi: knorris@ucla.edu ; Telp .: 310-794-6973; Faks: 310-794-0732

Diserahkan: 19 Oktober 2018; Diterima: 23 November 2018; Diterbitkan: 30 November 2018

Abstrak: Penyakit ginjal kronis (PGK) adalah penyakit tidak menular yang berhubungan dengan
tingginya angka morbiditas dan mortalitas dini. Prevalensi hipovitaminosis D (defisiensi 25 (OH) D
atau 25D) lebih besar pada ras / etnis minoritas dan pada pasien PGK dibandingkan populasi umum.
Rendahnya 25D dikaitkan dengan gangguan tulang dan mineral serta penyakit kekebalan,
kardiometabolik, dan kardiovaskular. Dengan demikian, diduga bahwa 25D yang rendah
berhubungan dengan hasil klinis yang buruk pada pasien PGK. Prevalensi hipovitaminosis D
meningkat secara progresif dengan semakin parahnya penyakit ginjal dengan lebih dari 30% pasien
PGK stadium 3 dan 70% pasien dengan PGK stadium 5 diperkirakan memiliki kadar 25D yang
rendah. Laporan ini menggambarkan beberapa abnormalitas fisiologis dan aksi kontra-regulasi
terkait dengan rendahnya kadar 25D pada PGK dan pada stres oksidatif dan inflamasi, dan
beberapa bukti praklinis dan klinis dari kadar normal 25D serum untuk meningkatkan hasil klinis
pada pasien PGK, terutama pada pasien berisiko tinggi yang berasal dari ras / etnis minoritas yang
berisiko menderita PGK tingkat lanjut dan hipovitaminosis D.

Kata kunci: vitamin D; stres oksidatif; penyakit ginjal; perbedaan

1. Pendahuluan
Penyakit ginjal kronis (PGK) adalah penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang penting. Pasien PGK menderita tingkat morbiditas dan mortalitas dini yang lebih
tinggi karena berbagai gangguan metabolisme yang ada karena fungsi ginjal menurun. Prevalensi
defisiensi vitamin D (25 (OH) D atau 25D) lebih besar pada pasien PGK dibandingkan populasi umum
[1-3]. Lebih dari 30% pasien dengan PGK stadium 3 (perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) antara
30 dan 59 mL/menit/1,73 m2) memiliki kadar 25D yang rendah, dan prevalensi defisiensi 25D setinggi
60-70% pada stadium lanjut PGK (eGFR stadium 4 antara 15 dan 29 mL/menit/1,73 m2 dan stadium
5 eGFR <15 mL/menit/1,73 m2) [4]. Kekurangan 25D dikaitkan dengan klinis yang merugikan seperti
gangguan tulang dan mineral (BMD) serta penyakit imun, kardiometabolik dan kardiovaskular [5-8].
Dengan demikian, peningkatan hasil pada pasien dengan PGK membutuhkan banyak peran dari
system fisiologis dan hormonal. Di satu sisi kadar 25D yang beredar perlu ditingkatkan, meningkatan
imun dan kesehatan kardiometabolik juga dibutuhkan untuk mengoptimalisasi peran antara 25D, stres
oksidatif dan inflamasi.
2. Vitamin D Defisiensi / Insufisiensi pada Penyakit Ginjal Kronis
25D adalah prehormon yang berfungsi untuk mempengaruhi beberapa aksi sel dalam tubuh [9].
Rekomendasi kadar 25D yang optimal bervariasi [10,11], oleh karena konsentrasi optimal di setiap
sel dan untuk masing-masing hasil klinis berbeda [9]. Tambahan, kadar 25D dimana terdapat
manifestasi fisiologi lanjutan bisa bervariasi oleh karena tingkat kerusakan dan atau adanya aktivasi
dari sistem kontra-regulasi yang berhubungan seperti stress oksidatif dan jalur inflamasi [12].
Penyebab defisiensi 25D pada populasi PGK meliputi, tetapi tidak terbatas pada, diet fosfor yang
dibatasi serta pengurangan asupan makanan secara umum, berkurangnya sintesis endogen 25D
karena aktivitas luar ruangan yang terbatas dan paparan sinar matahari yang berkurang, dan penyakit
penyerta [2,13-16]. Adanya PGK dan komorbid lainnya, meningkatkan aktivitas enzim CYP24A1 yang
mengkatabolisme 25D dan 1,25D yang kemudian mempengaruhi kadar dan juga kadar metabolitnya
(Gambar 1) [17]. Sepanjang garis itu,peningkatan kadar fibroblast growth factor 23 (FGF23) pada
PGK dapat menekan ekspresi gen 1-alpha hidroksilase dan kadar 1,25 D tetapi kemungkinan tidak
berperan dalam memodulasi level 25D [17].

Hypovitaminosis D sering diklasifikasian dalam istilah defisiensi dan insufisiensi tingkat tetapi
istilah ini mewakili spektrum risiko penyakit, bukan keadaan penyakit [9], yang mengarah ke berbagai
rekomendasi pengobatan. Institut kedokteran (IOM) merekomendasikan kadar 25D serum
dipertahankan pada 20-50 ng / mL [10,11,18]. Sedangkan kadar optimal 25D pada serum tidak
dijelaskan. Konsentrasi 25D serum kurang dari 12 ng/mL berhbuhbungan dengan meningkatnya
risiko BMD, kardiometabolik, dan penyakit kardiovaskular. Organisasi yang berbeda memiliki variasi
dalam rekomendasi mereka untuk kadar di mana hipovitaminosis D terjadi dengan kadar 25D di
bawah 12-20 ng / mL dianggap kurang dan kadar di bawah 20-30 ng / mL dianggap tidak mencukupi
[10,11]

3. Vitamin D, oksidatif stress, dan inflamasi

Beberapa jalur komunikasi membutuhkan keseimbangan antara oksidan dan proteksi antikoksidan.
Jalur ini meliputi modifikasi protin dan DNA dan perubahan ekspresi gen yang dapat memicu
apoptosis, disfungsi endotel dan gangguan imunitas seluler [19]. Jalur metabolik umum aktivasi
seluler terkait stres adalah adanya peningkatan spesies oksigen reaktif (ROS) yang menyebabkan
kerusakan seluler yang disebut stres oksidatif, yang ditemukan pada banyak kondisi medis kronis
seperti aterosklerosis, diabetes, gangguan terkait kekebalan, dan PGK [19]. Bukti yang muncul
mendukung peran pemberian 25D dalam mengurangi stres oksidatif melalui peningkatan faktor
nuclear factor-erythroid-2-related factor 2 (NRF2) dan meningkatkan regulasi ekspresi gen yang
mengkode enzim antioksidan, serta memodulasi tingkat ROS melalui kontrol antioksidan seluler [20-
22]. Selain stres oksidatif, inflamasi adalah sistem utama kedua yang terlibat dalam patogenesis
penyakit kardiovaskuler pada pasien dengan PGK [22]. NRF2 mengaktifkan antioxidant response
element (ARE) dan aktivasi ARE menurunkan regulasi ekpresi gen redox-sensitive dan inflamasi,
termasuk nuclear factor-kB (NF-kB) [22]. Pada pasien dengan PGK, peningkatan stres oksidatif yang
menyebabkan inflamasi, dan sebaliknya, merupakan bagian dari siklus penghapusan yang
menyebabkan produksi berlebih dari setiap gejala sisa klinis yang merugikan [22]. Kemampuan
memproduksi lagi 25D untuk melemahkan siklus yang merusak ini dan mengurangi stres oksidatif
dan inflamasi melalui peningkatan Nrf2 dan mengaktifkan ARE menggambarkan peran regulasi non-
tradisional vitamin D dan mekanisme potensial yang dapat memperbaiki kondisi penyakit
kardiovaskular yang terkait PGK, anemia , inflamasi, dan gangguan klinis lainnya [22].

4. Studi Pra-Klinis dan Klinis


Efek vitamin D dalam mengurangi stres oksidatif pada kultur sel dan percobaan hewan telah kuat,
tetapi pada pengujian klinis hasilnya beragam, mungkin karena faktor-faktor seperti perbedaan dosis,
durasi pengobatan, dan pengaturan klinis (misalnya, tingkat dasar 25D, stres oksidatif dan marker
inflamasi). Pengobatan dengan analog 1,25 (OH)2D, hormon vitamin D aktif, mengurangi marker stres
oksidatif sistemik dan intrarenal pada tikus dengan nefropati diabetik [23]. Selain itu, pemberian 1,25
(OH)2D dapat mengurangi aktivitas antioksidan dan inflamasi dalam model kultur sel manusia [24] dan
stres oksidatif model hewan [25,26]. Meskipun menjanjikan dalam uji praklinis, efek klinisnya pada
manusia lebih bervariasi. Sebuah meta-analisis Cochrane dari tujuh uji coba terkontrol secara acak
dari pemberian 25D kepada pasien dengan sindrom ovarium polikistik dan fungsi ginjal normal
menemukan penurunan yang signifikan pada serum high-density (hs) C-reactive protein (CRP) dan
malondialdehyde (marker stres oksidatif) dengan peningkatan kapasitas antioksidan total, tetapi tidak
berpengaruh pada oksida nitrat atau kadar glutathione total [27]. Namun, pemberian 1 mcg / hari
paricalcitol [19-nor-1,25- (OH)2 D2 , analog dari bentuk aktif vitamin D2] atau plasebo selama tiga bulan
untuk 60 pasien dengan diabetes dan stadium 3 atau stadium 4 PGK tidak mempengaruhi biomarker
baik stres oksidatif atau inflamasi [28]. Sebaliknya, satu bulan pemberian paricalcitol 1 dan 2 mcg/hari
pada 24 pasien PGK dengan eGFR rata-rata 45 mL/menit/1,73 m2 secara signifikan mengurangi hs-
CRP dan albuminuria dibandingkan dengan plasebo [29]. Coyne DW, dkk. melaporkan bahwa
paricalcitol (1mcg/hari) dan 1,25 (OH)2D (kalsitriol; 0,25 mcg/hari) sama efektifnya dalam menurunkan
intact parathyroid hormone (iPTH) dan alkali fosfatase pada pasien dengan hiperparatiroidisme
sekunder pada stadium 3-4 PGK, dengan sedikit peningkatan kalsium serum dan fosfor [30]. Namun,
sehubungan dengan hasil klinis, dua uji coba hasil terbaru tidak menemukan manfaat dari paricalcitol
pada hasil klinis kardiovaskuler pada pasien dengan PGK. Studi PRIMO (Paricalcitol Capsules
Benefits in Renal Failure-Induced Cardiac Morbidity) menemukan bahwa empat puluh delapan minggu
terapi dengan 2 mcg/hari paricalcitol vs plasebo tidak mengubah indeks massa ventrikel kiri atau
memperbaiki disfungsi diastolik tertentu pada 227 pasien dengan stadium 3 dan 4 PGK [31]. Demikian
pula, uji coba OPERA (Oral Paricalcitol dalam Retarding Cardiac Hypertrophy, Reducing Inflammation
and Atherosclerosis in Stage 3-5 Chronic Kidney Disease) menemukan bahwa pemberian 52 minggu
dengan 1mcg/hari paricalcitol vs plasebo secara signifikan meningkatkan hiperparatiroidisme
sekunder tetapi tidak mengubah pengukuran struktur dan fungsi ventrikel kiri pada 60 pasien dengan
stadium 3–5 PGK [32]. Dengan demikian, dugaan vitamin D memiliki dampak yang signifikan secara
klinis pada penyakit kardiovaskular pada pasien PGK tidak didapatkan dalam uji klinis baru-baru ini.
Ada atau tidaknya efektifitas yang lebih besar pada pasien dengan kadar dasar stress oksidatif yang
tinggi atau inflamasi, dan jika efek potensial ini berbeda sesuai dosis dan jenis vitamin D yang
digunakan, masih harus diteliti.

5. Implikasi yang Mungkin untuk Disparitas


Orang afrika-amerika/kulit hitam menderita tingkat hipovitaminosis D yang lebih tinggi secara
keseluruhan daripada kelompok etnis ras lainnya [33-35]. Banyak gangguan kardiometabolik yang
tinggi secara tidak proporsional pada ras Afrika Amerika juga dikaitkan dengan rendahnya tingkat
vitamin D [33]. Selain itu, orang Afrika-Amerika memiliki angka yang lebih tinggi untuk PGK stadium
lanjut dan tiga kali lebih mungkin untuk berlanjut ke penyakit ginjal stadium akhir [36]. Untuk pasien
dengan PGK, ras Afrika-Amerika biasanya memiliki tingkat iPTH yang lebih tinggi [32]. Menariknya,
dibandingkan dengan pasien kulit putih, orang Afrika-Amerika yang menjalani dialisis tampaknya
memiliki kelangsungan hidup yang lebih besar dalam hal pengobatan dengan vitamin D aktif [1,25
(OH)2D atau analog] [37,38]. Apakah ini adalah efek independen, terkait dengan vitamin D — interaksi
stres oksidatif / inflamasi, atau karena penyebab lain, masih tidak diketah
Peran hipovitaminosis D pada ras Afrika-Amerika adalah hal yang kompleks karena bukti yang
muncul telah menduga bahwa polimorfisme protein pengikat vitamin D berhubungan dengan
rendahnya 25D serum tetapi tingkat 25D bioaktif normal, dan polimorfisme ini lebih sering terjadi
pada ras Afrika Amerika [39]. Secara klinis, hal ini didukung oleh temuan Gutierrez et al. yang
melaporkan korelasi kuat antara kadar 25D serum dan kepadatan mineral tulang pada pasien berkulit
putih dan Hispanik, tetapi tidak ada korelasi pada orang Afrika-Amerika yang memiliki ukuran
kepadatan mineral tulang yang serupa tanpa melihat kadar 25D serum [40]. Selain itu, Robinson-
Cohen melaporkan adanya peningkatan penyakit kardiovaskular terkait dengan kadar serum 25D
yang rendah pada lebih dari 6400 peserta orang kulit putih dan Asia dari pada Multi-Ethnic Study of
Atherosclerosis, tetapi tidak ada hubungan pada Hispanik dan Afrika Amerika [41], mungkin terkait
dengan perbedaan etnis dalam polimorfisme protein pengikat vitamin D atau reseptor vitamin D [42].
Berg dan rekannya menemukan bahwa kadar 24,25 (OH)2D dan 25D lebih tinggi pada orang kulit
putih Amerika dibandingkan dengan orang kulit hitam Amerika, tetapi rasio 24,25 (OH) 2D terhadap
25D sama pada kedua kelompok [43]. Jadi, rasio 24,25 (OH)2D terhadap 25D [rasio metabolit vitamin
D (VMR)] mungkin menggambarkan 25D yang bersirkulasi bebas dan ukuran yang lebih tepat secara
fisiologis dari 25D bioaktif yang seharusnya terlepas dari perbedaan ras/etnis dalam kadar protein
pengikat vitamin D dan / atau polimorfisme. Dengan demikian, VMR dapat digunakan sebagai
biomarker untuk status vitamin D. Ini bisa berarti kadar serum 25D yang lebih rendah pada orang
Afrika-Amerika mungkin tidak memerlukan pengobatan dan perbedaan tingkat polimorfisme protein
pengikat vitamin D ini dapat berkontribusi pada hasil yang bertentangan dalam berbagai studi klinis
yang terkait dengan kadar vitamin D.

Namun masih ada bukti perbedaan ras / etnis lain dalam jalur vitamin D, karena orang kulit hitam
dengan penyakit ginjal stadium akhir memiliki tingkat iPTH yang lebih tinggi yang menunjukkan
peningkatan risiko penyakit tulang hiperparatiroid. Wolf et al. dan Kalantar dan rekannya
menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi di antara pasien kulit hitam yang menjalani
dialisis dengan analog vitamin D dosis lebih tinggi dibandingkan dengan dosis rendah atau tanpa
vitamin D aktif, berbeda dengan pasien kulit putih yang menjalani dialisis dimana tingkat
kelangsungan hidupnya tidak berbeda secara signifikan dengan penggunaan vitamin D aktif dan
analog [37,38]. Tingkat FGF23 mungkin berperan dalam perbedaan kelangsungan hidup vitamin D
berdasarkan ras / etnis karena pasien kulit hitam yang menjalani dialisis memiliki risiko kematian 60%
lebih rendah dibandingkan pasien kulit putih (di bawah median populasi tingkat FGF-23,) sedangkan
angka kematian orang kulit hitam vs kulit putih tidak berbeda (di atas median populasi) [44]. Dampak
vitamin D pada tingkat FGF23 sebagai mediator potensial atau prediktor kematian masih butuh
penelitian lebih lanjut

6. Kesimpulan

Studi-studi observasi telah menghubungkan tingkat 25D yang rendah pada pasien PGK dengan
berkembangnya ke penyakit ginjal stadium akhir, infeksi, angka patah tulang, rawat inap, dan semua
penyebab kematian [45]. Studi prospektif analog vitamin D pada pasien PGK menunjukkan
penurunan kadar iPTH tetapi tidak menunjukkan adanya perbaikan klinis pada kardiovaskular [30,31].
Demikian pula pada studi prospektif baru, pemberian 25D dengan dosis 2000 IU / hari untuk populasi
umum (tanpa PGK) selama 5,3 tahun tidak menunjukkan perbedaan dalam CV atau hasil kanker [46].
Panel baru-baru ini yang diadakan oleh National Kidney Foundation merekomendasikan bahwa
pasien dengan PGK dan kadar 25D kurang dari 15 ng/mL membutuhkan pengobatan, sedangkan
mereka dengan kadar 25D serum antara 15-20 ng/mL mungkin tidak memerlukan pengobatan kecuali
ada bukti kontra- aktivitas hormon regulasi [45]. Bukti peningkatan stres oksidatif dan inflamasi
merupakan indikator lain dari peningkatan risiko yang memerlukan pengobatan pada tingkat serum
yang agak rendah masih butuh penelitian lanjut. Studi tambahan di masa depan diperlukan untuk
menilai lebih lanjut rasio 24,25 (OH)2D terhadap 25D atau VMR dan korelasinya dengan hasil klinis
di seluruh kelompok ras / etnis secara keseluruhan pada pasien PGK, serta efek analog 1,25D
terhadap tingkat FGF23 sebagai mediator potensial atau prediktor penyakit kardiovaskular dan / atau
kematian pada pasien yang menjalani dialisis seperti yang telah dicantumkan sebelumnya.
Kontribusi Penulis: KCN, OO, CO, dan SBN menyusun dan merancang konsep dan model. KCN dan MEB
menyusun makalah. OO, Y.-XM, DM, JEL dan SBN melakukan pengeditan substantif dan / atau komentar pada
draf awal.
Pendanaan: Penulis didukung oleh hibah penelitian dari NIH termasuk: U54MD008149 (KN, MEB, YM, DM, JL,
SBN), 3U54RR022762-03S4 (KN, YM, DM), P20-MD000182 (KN, DM), UL1TR000124 ( KN), dan P30AG021684
(KN). Konten tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan resmi dari
National Institutes of Health.
Ucapan Terima Kasih: Data-data tersebut sebagian dipresentasikan sebagai presentasi lisan di Konferensi
Pusat Riset di Lembaga Minoritas (RCMI) Ilmu Terjemahan 2017.
Konflik kepentingan: Penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.

Referensi
1. Blair, D .; Byham-Gray, L .; Lewis, E .; McCaffrey, S. Prevalensi kekurangan vitamin D [25 (OH)
D] dan efek suplementasi dengan ergocalciferol (vitamin D2) pada pasien penyakit ginjal kronis
stadium 5. J. Ren. Nutr. 2008, 18, 375–382. [CrossRef] [PubMed]
2. Holick, kekurangan MF Vitamin D. N. Engl. J. Med. 2007, 357, 266–281. [CrossRef] [PubMed]
3. Mehrotra, R .; Kermah, D .; Budoff, M .; Salusky, IB; Mao, SS; Gao, YL; Takasu, J .; Adler, S .;
Norris, K. Hypovitaminosis D pada penyakit ginjal kronis. Clin. Selai. Soc. Nephrol. 2008, 3,
1144–1151. [CrossRef] [PubMed]
4. Levin, A .; Bakris, GL; Molitchm, M .; Smulders, M .; Tian, J .; Williams, LA; Andress, DL
Prevalensi abnormal vitamin D serum, PTH, kalsium, dan fosfor pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis: Hasil studi untuk mengevaluasi penyakit ginjal dini. Ginjal Int. 2007, 71, 31–38.
[CrossRef] [PubMed]
5. Broe, KE; Chen, TC; Weinberg, J .; Bischoff-Ferrari, HA; Holick, MF; Kiel, DP Dosis vitamin D
yang lebih tinggi mengurangi risiko jatuh pada penghuni panti jompo: Studi dosis ganda secara
acak. Selai. Geriatr. Soc. 2007, 55, 234–239. [CrossRef] [PubMed]
6. Garland, CF; Garland, FC; Gorham, ED; Lipkin, M .; Newmark, H .; Mohr, SB; Holick, MF
Peran vitamin D dalam pencegahan kanker. Saya. J. Public Health 2006, 96, 252–261.
[CrossRef] [PubMed]
7. Giovannucci, E .; Liu, Y .; Rimm, EB; Hollis, BW; Fuchs, CS; Stampfer, MJ; Willett, WC Studi
prospektif tentang prediktor status vitamin D dan kejadian kanker dan mortalitas pada pria. J.
Natl. Kanker Inst. 2006, 98, 451–459. [CrossRef] [PubMed]
8. Holick, MF Vitamin D: Pentingnya pencegahan kanker, diabetes tipe 1, penyakit jantung, dan
osteoporosis. Saya. J. Clin. Nutr. 2004, 79, 362–371. [CrossRef] [PubMed]
9. Heaney, RP Vitamin D dalam kesehatan dan penyakit. Clin. Selai. Soc. Nephrol. 2008, 3,
1535–1541. [CrossRef] [PubMed]
10. IOM. Asupan Referensi Diet untuk Kalsium dan Vitamin D. Tersedia online:https:
//www.ncbi.nlm.nih. gov / books / NBK56070 /) (diakses pada 14 Oktober 2018).
11. Holick, MF; Binkleym, NC; Bischoff-Ferrari, HA; Gordon, CM; Hanley, DA; Heaney, RP; Murad,
MH; Weaver, CM; Masyarakat Endokrin. Evaluasi, pengobatan, dan pencegahan defisiensi
vitamin D: Pedoman praktik klinis masyarakat endokrin. J. Clin. Endokrinol. Metab. 2011, 96,
1911–1930. [CrossRef] [PubMed]
12. Heaney, RP Menuju referensi fisiologis untuk kebutuhan vitamin D. J. Endocrinol.
Menginvestasikan. 2014, 37, 1127–1130. [CrossRef] [PubMed]
13. Sato, KA; Gray, RW; Lemann, J., Jr. Ekskresi urin 25-hidroksivitamin D dalam kesehatan dan
sindrom nefrotik. J. Lab. Clin. Med. 1982, 99, 325–330. [PubMed]
14. Holick, MF Vitamin D untuk kesehatan dan penyakit ginjal kronis. Semin. Panggil. 2005, 18,
266–275. [CrossRef] [PubMed]
15. Jacob, AI; Sallman, A .; Santiz, Z .; Hollis, BW Fotoproduksi kolekalsiferol yang rusak pada
manusia normal dan uremik. J. Nutr. 1984, 114, 1313–1319. [CrossRef] [PubMed]
16. Penyakit Ginjal: Meningkatkan Hasil Global (KDIGO) Kelompok Kerja Pembaruan PGK-MBD.
Pembaruan Pedoman Praktik Klinis KDIGO 2017 untuk Diagnosis, Evaluasi, Pencegahan, dan
Pengobatan Penyakit Ginjal Kronis-Gangguan Mineral dan Tulang (PGK-MBD). Ginjal Int.
Suppl. 2017, 7, 1–59. [CrossRef]
17. Bosworth, C .; de Boer, IH Gangguan metabolisme vitamin D di PGK. Semin. Nephrol. 2013,
33, 158–168. [CrossRef] [PubMed]
18. Penyakit Ginjal: Meningkatkan Hasil Global (KDIGO) Kelompok Kerja PGK-MBD. Pedoman
praktik klinis KDIGO untuk diagnosis, evaluasi, pencegahan, dan pengobatan Penyakit Ginjal
Kronis-Gangguan Mineral dan Tulang (PGK-MBD). Ginjal Int. Suppl. 2009. [CrossRef]
19. Jones, DP Mendefinisikan ulang stres oksidatif. Antioksidan. Sinyal Redoks. 2006, 8, 1865–
1879. [CrossRef] [PubMed]
20. Berridge, MJ Kekurangan vitamin D mempercepat penuaan dan penyakit terkait usia: Sebuah
hipotesis baru. J. Physiol. 2017, 595, 6825–6836. [CrossRef] [PubMed]
21. Berridge, MJ Vitamin D: Penjaga stabilitas sinyal sel dalam kesehatan dan penyakit. Biochem.
Soc. Trans. 2015, 43, 349–358. [CrossRef] [PubMed]
22. Pedruzzi, LM; Stockler-Pinto, MB; Leite, M., Jr .; Mafra, sistem D. Nrf2-keap1 versus NF-
kappaB: Yang baik dan yang jahat dalam penyakit ginjal kronis? Biochimie 2012, 94, 2461–
2466. [CrossRef] [PubMed]
23. Nakai, K .; Fujii, H .; Kono, K .; Goto, S .; Kitazawa, R .; Kitazawa, S .; Hirata, M .; Shinohara, M
.; Fukagawa, M .; Nishi, S. Vitamin D mengaktifkan jalur antioksidan Nrf2-Keap1 dan
memperbaiki nefropati pada tikus diabetes. Saya. J. Hypertens. 2014, 27, 586–595. [CrossRef]
[PubMed]
24. Teixeira, TM; da Costa, DC; Resende, AC; Soulage, CO; Bezerra, FF; Daleprane, JB Aktivasi
Nrf2-Antioksidan Signaling oleh 1,25-Dihydroxycholecalciferol Mencegah Stres Oksidatif yang
Diinduksi Leptin dan Inflamasi pada Sel Endotel Manusia. J. Nutr. 2017, 147, 506–513.
[CrossRef] [PubMed]
25. Wang, Z .; Zhang, H .; Sun, X .; Ren, L. Peran protektif vitamin D3 dalam model murine asma
melalui penekanan sinyal TGF-beta / Smad dan aktivasi jalur Nrf2 / HO-1. Mol. Med. Rep. 2016,
14, 2389–2396. [CrossRef] [PubMed]
26. Zhu, CG; Liu, YX; Wang, H .; Wang, BP; Qu, HQ; Wang, BL; Zhu, M. Bentuk aktif vitamin D
memperbaiki penyakit hati berlemak non-alkohol dengan mengurangi stres oksidatif dalam
model tikus diet tinggi lemak. Endokrin. J. 2017, 64, 663–673. [CrossRef] [PubMed]
27. Akbari, M .; Ostadmohammadi, V .; Lankarani, KB; Tabrizi, R .; Kolahdooz, F .; Heydari, ST;
Kavari, SH; Mirhosseini, N .; Mafi, A .; Dastorani, M .; dkk. Efek suplementasi vitamin D pada
biomarker inflamasi dan stres oksidatif di antara wanita dengan sindrom ovarium polikistik:
Tinjauan sistematis dan meta-analisis dari uji coba terkontrol secara acak. Horm. Metab. Res.
2018, 50, 271–279. [CrossRef] [PubMed]
28. Thethi, TK; Bajwa, MA; Ghanim, H .; Jo, C .; Weir, M .; Goldfine, AB; Umpierrez, G .; Desouza,
C .; Dandona, P .; Fang-Hollingsworth, Y .; dkk. Pengaruh paricalcitol pada fungsi endotel dan
inflamasi pada diabetes tipe 2 dan penyakit ginjal kronis. J. Komplikasi Diabetes 2015, 29, 433–
437. [CrossRef] [PubMed]
29. Alborzi, P .; Patel, NA; Peterson, C .; Tagihan, JE; Bekele, DM; Bunaye, Z .; Ringan, RP;
Agarwal, R. Paricalcitol mengurangi albuminuria dan inflamasi pada penyakit ginjal kronis:
Percobaan percontohan double-blind acak. Hipertensi 2008, 52, 249–255. [CrossRef] [PubMed]
30. Coyne, DW; Goldberg, S .; Faber, M .; Ghossein, C .; Sprague, SM Sebuah percobaan
multicenter acak dari paricalcitol versus kalsitriol untuk hiperparatiroidisme sekunder dalam
stadium 3-4 PGK. Clin. Selai. Soc. Nephrol. 2014, 9, 1620–1626. [CrossRef] [PubMed]
31. Thadhani, R .; Appelbaum, E .; Pritchett, Y .; Chang, Y .; Wenger, J .; Tamez, H .; Bhan, I .;
Agarwal, R .; Zoccali, C .; Wanner, C. Terapi vitamin D dan struktur dan fungsi jantung pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis: Uji coba terkontrol acak PRIMO. JAMA 2012, 307, 674–
684. [CrossRef] [PubMed]
32. Wang, AY; Fang, F .; Chan, J .; Wen, YY; Qing, S .; Chan, IH; Catatan.; Lai, KN; Sesungguhnya,
WK; Lam, CW; dkk. Pengaruh paricalcitol pada massa dan fungsi ventrikel kiri di PGK — Uji
coba OPERA. Selai. Soc. Nephrol. 2014, 25, 175–186. [CrossRef] [PubMed]
33. Martins, D .; Serigala, M .; Pan, D .; Zadshir, A .; Tareen, N .; Thadhani, R .; Felsenfeld, A .;
Levine, B .; Mehrotra, R .; Norris, K. Prevalensi faktor risiko kardiovaskular dan kadar serum 25-
hidroksivitamin D di Amerika Serikat: Data dari Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional
Ketiga. Lengkungan. Magang. Med. 2007, 167, 1159–1165. [CrossRef] [PubMed]
34. Artaza, JN; Contreras, S .; Garcia, LA; Mehrotra, R .; Gibbons, G .; Shohet, R .; Martins, D .;
Norris, KC Vitamin D dan penyakit kardiovaskular: Peran potensial dalam kesenjangan
kesehatan. J. Perawatan Kesehatan Miskin Terlayani 2011, 22, 23–38. [CrossRef] [PubMed]
35. Ginde, AA; Liu, MC; Camargo, CA, Jr. Perbedaan demografis dan tren kekurangan vitamin D
pada populasi AS, 1988-2004. Lengkungan. Magang. Med. 2009, 169, 626–632. [CrossRef]
[PubMed]
36. Saran, R .; Robinson, B .; Abbott, KC; Agodoa, LYC; Bhave, N .; Bragg-Gresham, J .;
Balkrishnan, R .; Dietrich, X .; Eckard, A .; Eggers, PW; dkk. Sistem data ginjal AS Laporan data
tahunan 2017: Epidemiologi penyakit ginjal di Amerika Serikat. Saya. J. Ginjal Dis. 2018, 71, A7.
[CrossRef] [PubMed]
37. Serigala, M .; Betancourt, J .; Chang, Y .; Shah, A .; Teng, M .; Tamez, H .; Gutierrez, O .;
Camargo, CA, Jr .; Melamed, M .; Norris, K .; dkk. Dampak vitamin D yang diaktifkan dan ras
pada kelangsungan hidup di antara pasien hemodialisis. Selai. Soc. Nephrol. 2008, 19, 1379–
1388. [CrossRef] [PubMed]
38. Kalantar-Zadeh, K .; Miller, JE; Kovesdy, CP; Mehrotra, R .; Lukowsky, LR; Streja, E .; Ricks, J
.; Jing, J .; Nissenson, AR; Greenland, S .; dkk. Dampak ras pada hiperparatiroidisme, gangguan
mineral, mimetik vitamin D yang diberikan, dan kelangsungan hidup pada pasien hemodialisis.
J. Bone Miner. Res. 2010, 25, 2724–2734. [CrossRef] [PubMed]
39. Powe, CE; Karumanchi, SA; Thadhani, R. Protein pengikat vitamin D dan vitamin D dalam kulit
hitam dan putih.
N. Engl. J. Med. 2014, 370, 880–881. [CrossRef] [PubMed]
40. Gutierrez, OM; Farwell, WR; Kermah, D .; Taylor, EN Perbedaan ras dalam hubungan antara
vitamin D, kepadatan mineral tulang, dan hormon paratiroid dalam Survei Pemeriksaan
Kesehatan dan Gizi Nasional. Osteoporos. Int. 2011, 22, 1745–1753. [CrossRef] [PubMed]
41. Robinson-Cohen, C .; Hoofnagle, AN; Ix, JH; Sachs, MC; Tracy, RP; Siscovick, DS;
Kestenbaum, BR; de Boer, IH Perbedaan ras dalam hubungan konsentrasi serum 25-
hidroksivitamin D dengan kejadian penyakit jantung koroner. JAMA 2013, 310, 179–188.
[CrossRef] [PubMed]
42. Norris, KC; Williams, SF Ras / etnis, serum 25-hydroxyvitamin D, dan penyakit jantung. JAMA
2013, 310, 153–155. [CrossRef] [PubMed]
43. Berg, AH; Powe, CE; Evans, MK; Wenger, J .; Ortiz, G .; Zonderman, AB; Suntharalingam, P .;
Lucchesi, K .; Powe, NR; Karumanchi, SA; dkk. 24,25-dihydroxyvitamin d3 dan vitamin D
berstatus penduduk kulit hitam dan kulit putih Amerika. Clin. Chem. 2015, 61, 877–884.
[CrossRef] [PubMed]
44. Gutierrez, OM; Isakova, T .; Andress, DL; Levin, A .; Wolf, M. Prevalensi dan keparahan
metabolisme mineral yang tidak teratur pada orang kulit hitam dengan penyakit ginjal kronis.
Ginjal Int. 2008, 73, 956–962. [CrossRef] [PubMed]
45. Melamed, ML; Chonchol, M .; Gutiérrez, OM; Kalantar-Zadeh, K .; Kendrick, J .; Norris, K .;
Scialla, JJ; Thadhani, R. Peran vitamin D dalam PGK stadium 3 sampai 4: Laporan lokakarya
ilmiah yang disponsori oleh National Kidney Foundation. Saya. J. Ginjal Dis. 2018. [CrossRef]
[PubMed]
46. Manson, JE; Masak, NR; Lee, I.-M .; Christen, W .; Bassuk, SS; Mora, S .; Gibson, H .; Gordon,
D .; Copeland, T .; D'Agostino, D .; dkk. Suplemen Vitamin D dan Pencegahan Kanker dan
Penyakit Kardiovaskular. N. Engl.
J.Med. 2018. [CrossRef] [PubMed]

© 2018 oleh penulis. Pemegang Lisensi MDPI, Basel, Swiss. Artikel ini adalah
artikel akses terbuka yang didistribusikan di bawah syarat dan ketentuan lisensi
Creative Commons Attribution (CC BY)

Anda mungkin juga menyukai