Anda di halaman 1dari 11

PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD)

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES


KABUPATEN KULON PROGO

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh :
Sugiasmini
1810104359

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD)
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES
1
KABUPATEN KULON PROGO
Sugiasmini2, Fitria Siswi Utami3
sugiasmini@gmail.com
ABSTRAK
IMD memberikan ikatan ibu dan bayi, merangsang produksi ASI, mengurangi
kejadian perdarahan postpartum, keberlangsungan pemberian ASI Eksklusif dan
periode lama menyusui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
pelaksanaan IMD pada ibu bersalin di RSUD Wates. Penelitian ini merupakan
penelitian Kuantitatif, dengan metode Deskriptif Observasional, menggambarkan
pelaksanaan IMD dengan melihat hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan IMD
seperti: jenis persalinan, usia ibu bersalin, paritas, kondisi ibu dan bayi paska
persalinan, dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan serta faktor lain seperti
keterbatasan petugas kesehatan. Sampel penelitian 150 ibu bersalin di RSUD Wates
mulai 31 Mei sampai dengan 22 Juni 2019. Hasil penelitian, pelaksanaan IMD 44,7%
dan tidak dilakukan IMD 55,3%. IMD pada persalinan pervaginam 39,3% dan IMD
pada persalinan SC 5,3%. Alasan tidak dilakukannya IMD karena faktor ibu
disebabkan perdarahan 3,57%; faktor bayi karena Asfiksia 22,89% dan keterbatasan
petugas kesehatan 42.86%.

Kata Kunci : Inisiasi Menyusu Dini

ABSTRACT
Early Breastfeeding Initiation provides maternal and infant bonding, stimulates
breast milk production, reduces the incidence of postpartum hemorrhage, continues
the exclusive breastfeeding and prolongs breastfeeding. This study aims to determine
the description of the implementation of Early Breastfeeding Initiation in childbirth
women in Wates Regional Hospital. This research applied a quantitative research
using the Descriptive Observational method to describe the implementation of Early
Breastfeeding Initiation by analyzing the matters related to the implementation of
Early Breastfeeding Initiation such as: type of labor, mother‟s age, parity,
intrapartum and post-partum conditions, family support, support of health workers
and other factors like the limitations of health workers. The research sample of 150
women giving birth at Wates Hospital from May 31 to June 22, 2019. The result of
the study, implementation of Early Breastfeeding Initiation reached 44.7%, and Early
Breastfeeding Initiation was not done in 55.3%. The implementation of Early
Breastfeeding Initiation in vaginal delivery was 39.3% and SC was 5.3%. The reason
for not doing Early Breastfeeding Initiation was due to maternal factors caused by
hemorrhage by 3.57%; fetal factors due to Asphyxia by 22.89% and the highest
factor due to the limitations of health workers by 42.86%.

Keywords : Early Breastfeeding Initiation

1
PENDAHULUAN
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan inisiasi menyusu
dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Praktik ini disebut sebagai Inisiasi
Menyusu Dini (IMD). IMD bermanfaat bagi ibu dan bayinya. Bayi baru lahir yang
dilakukan IMD akan lebih dulu mendapatkan kolostrum, atau dikenal sebagai “ASI
pertama”, yang kaya akan faktor pelindung daya tahan tubuh, penting untuk
ketahanan terhadap infeksi (WHO, 2017). IMD memberikan ikatan antara ibu dan
bayi, merangsang produksi ASI, mengurangi kejadian perdarahan postpartum,
keberlangsungan pemberian ASI Eksklusif dan periode lama menyusui.
Keterlambatan IMD dikaitkan dengan risiko kematian yang tinggi dalam bulan
pertama kehidupan (Victora CG, 2016).
Faktor penentu keberhasilan pelaksanaan IMD diantaranya usia ibu, cara
persalinan, paritas dan kondisi bayi saat lahir (Patel, 2015; Khanal, 2015). Penyebab
penundaan pelaksanaan IMD pada ibu paling sering pada persalinan dengan Sectio
Caesaria dan akibat kelelahan yang dialami ibu, penundaan pelaksanaan IMD
mengakibatkan berkurangnya sekresi air susu ibu (Shwetal. 2012).
Pemerintah memberikan respon positif pada program IMD dan ASI Eksklusif
dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 33 Tahun 2012
tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pasal 9 (1) Tenaga kesehatan dan
penyelenggara Fasilitas Kesehatan wajib melakukan IMD terhadap bayi yang baru
lahir kepada ibunya paling singkat 1 (satu) jam (Kemenkes, 2012).
Prosentase bayi baru lahir di Indonesia yang mendapat IMD < 1 jam, tahun
2017 sebesar 51,32%, capaian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebesar 54,10%
(Profil Kesehatan Indonesia, 2017). Pelaksanaan IMD DIY sebesar 80,99%; dengan
capaian IMD tertinggi Kabupaten Sleman sebesar 91,74%; Kabupaten Kulon Progo
tahun 2017 pencapaian IMD sebesar 84,77% menurun di tahun 2018 menjadi
84,72% (Data Kesga Gizi DIY, 2018).
RSUD Wates sebagai Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) juga
sebagai satu-satunya rumah sakit rujukan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK) di Kabupaten Kulon Progo, pelaksanaan IMD tahun 2016
sebesar 36,55% turun pada tahun 2017 sebesar 27,7% dan tahun 2018 turun lagi
menjadi 27,1% dimana IMD pada ibu bersalin Sectio Saesarea sebesar 6,1% dan
pada persalinan pervaginam sebesar 21,0% (Data PONEK 2018).

2
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Kuantitatif, dengan metode Deskriptif
Observasional. Populasi semua ibu bersalin di RSUD Wates bulan Mei - Juni 2019.
Sampelnya semua ibu bersalin mulai bulan Mei-Juni 2019 yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi sampai terpenuhi 150 ibu bersalin, berdasarkan rata-rata ibu
bersalin perbulan di tahun 2018. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode
quota sampling. Alat dan instrument penelitian berupa lembar ceklist, berisikan
identitas responden yang terdiri dari nama (inisial), tanggal lahir/usia ibu (tahun),
paritas, jenis persalinan, IMD/tidak. Alasan tidak dilakukannya IMD, kondisi ibu
bersalin, kondisi bayi baru lahir, faktor yang menghambat IMD lainnya seperti tidak
adanya dukungan suami/keluarga, tidak adanya dukungan petugas kesehatan maupun
keterbatasan petugas kesehatan yang mendampingi pelaksanaan IMD.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden
Frekuensi Prosentase
(n=150) (%)
Jenis Persalinan
SC 67 44,7
Pervaginam 83 55,3
Usia Ibu Bersalin
< 20 tahun 4 2,6
20-35 tahun 130 86,7
Paritas
Primipara 71 47,4
Multipara 68 45,3
Grandemultipara 11 7,3
Jumlah persalinan SC sebesar 44,7% dan persalinan pervaginam
55,3% dari total responden 150 ibu bersalin. Persalinan SC di RSUD Wates
dilakukan atas indikasi medis yang jelas, baik atas indikasi kesehatan ibu
maupun indikasi kesejahteraan janin.
Usia ibu bersalin 20-35 tahun sebanyak 86,7%, > 35 tahun 10,7% dan
pada ibu < 20 tahun 2,6%. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Kulon
Progo sudah menerapkan reproduksi sehat, dimana organ-organ reproduksi
sudah berkembang dengan sempurna (Wulandari, 2017).

3
Persalinan primipara cukup banyak yaitu sejumlah 47,4%;
multigravida 45,3% dan grandemultipara 7,3%. Kesadaran warga masyarakat
Kulon Progo dalam penerapan keluarga berencana cukup tinggi, mayoritas
hanya memiliki 2 atau 3 anak.
2. Pelaksanaan IMD
Tabel 2. Pelaksanaan IMD
Frekuensi Prosentase
IMD 67 44,7
Tidak IMD 83 55,3
Total 150 100,0
Pelaksanaan IMD sebanyak 44,7% sedangkan yang tidak melakukan IMD
55,3%, sementara pelaksanaan IMD di Kabupaten Kulon Progo tahun 2018
sebesar 84,72% (Data Kesga Gizi DIY, 2018). Pelaksanaan IMD sesuai dengan
PP Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, pasal 9 ayat (1)
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan wajib melakukan IMD terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya
paling singkat selama 1 (satu) jam.
3. Pelaksanaan IMD menurut Jenis Persalinan
Tabel 3. Pelaksanaan IMD menurut Jenis Persalinan
SC Pervaginam Total
Frek % Frek % Frek %
Tidak IMD 49 32,7 34 22,7 83 55,3
IMD 8 5,3 59 39,3 67 44,7
Total 57 38,0 93 62,0 150 100,0
Pelaksanaan IMD pada persalinan pervaginam 39,3% dan pelaksanaan
IMD pada persalinan SC 5,3%. Walaupun tidak mengalami persalinan secara
normal (vakum ekstraksi), ibu tetap dapat melakukan IMD dan persalinan SC
bukan menjadi hambatan ibu untuk melakukan IMD. Ibu dapat mencari posisi
yang nyaman dan tepat untuk melakukan IMD (Roesli, 2012).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa persalinan dengan SC menjadi
penghalang utama pelaksanaan IMD, ibu kurang percaya diri untuk melakukan
IMD serta efek dari anestesi yang menjadikan tertunda atau tidak terlaksananya
IMD (Shwetal, 2012 dan Zulala, 2018).
RSUD Wates sebagai rumah sakit satu-satunya rujukan PONEK di
Kabupaten Kulon Progo, angka kejadian persalinan SC cukup tinggi, yaitu
43,27% dengan SC Emergensi 42,06% (Data PONEK, 2018). Hal ini
menyebabkan rendahnya kesiapan petugas dalam memberikan edukasi dan

4
pelaksanaan IMD. Kecepatan waktu (rotasi) juga menjadi alasan gagalnya IMD
pada ibu yang melahirkan secara secara SC di RSUD Wates sesuai dengan
penelitian Novianti dan Mujiati (2015).
4. Pelaksanaan IMD Menurut Usia Ibu Bersalin
Tabel 4. Pelaksanaan IMD Menurut Usia Ibu Bersalin
< 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun Total
Frek % Frek % Frek % Frek %
Tidak IMD 2 1,3 72 48,0 9 6,0 83 55,3
IMD 2 1,3 58 38,7 7 4,7 67 44,7
Total 4 2,7 130 86,7 16 10,7 150 100,0
Pelaksanaan IMD terbanyak dari ibu bersalin usia 20-35 tahun 38,7%,
usia >35 tahun 4,7% dan usia <20 tahun 1,3%. Usia 20-35 tahun merupakan
usia reproduksi sehat, dimana organ-organ reproduksi sudah berkembang
dengan sempurna. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir (Wulandari, 2017).
5. Pelaksanaan IMD Menurut Paritas Ibu Bersalin
Tabel 5. Pelaksanaan IMD Menurut Paritas Ibu Bersalin
Primipara Multipara Grandemultipara Total
Frek % Frek % Frek % Frek %
Tidak IMD 40 26,7 40 26,7 3 2,0 83 55,3
IMD 31 20,7 28 18,7 8 5,3 67 44,7
Total 71 47,3 68 45,3 11 7,3 150 100,0
Sebagian besar responden primipara sebanyak 71 orang, dengan
pelaksanaan IMD primipara 20,7%, multipara 18,7% dan grandemultipara
5,3%. Pelayanan RSUD Wates sudah dilakukan edukasi pelaksanaan IMD
sejak ibu hamil, minimal 1 kali pada ibu hamil trimester II atau III untuk
mendapatkan layanan Konselor Laktasi. Pelayanan ini tidak membedakan
primigravida, multigravida maupun grandemulgravida, mereka mempunyai
hak yang sama, dan keaktifan ibu primigravida lebih besar karena mereka
belum pernah mempunyai pengalaman dalam persiapan menyusui, hal inilah
yang menjadi penyebab perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian-
penelitian sebelumnya (Panduan RSSIB, 2019).

5
6. Alasan Tidak Dilakukan IMD
Tabel 6. Tabel Alasan Tidak Dilakukan IMD
Frekruensi Prosentase
(n=83) (%)
Faktor Ibu
Perdarahan 3 3,61
Penurunan kesadaran 0 -
Gangguan psikis 0 -
FaktorBayi
Hipotermi, Sianosis 8 9,64
Asfiksia 19 22,89
Aspirasi Meconium 3 3,61
BBLR 9 10,84
Kelainan kongenital 1 1,20
Faktor Lain
Tidak ada dukungan keluarga 0 -
Tidak ada dukungan petugas
4 4,82
kesehatan
Keterbatasan petugas kesehatan 36 43,37
Total 83 100,00
Alasan tidak dilakukannya IMD karena faktor ibu karena perdarahan
3,57%. Pasien perdarahan perlu penanganan segera untuk menghentikan
perdarahan, mencegah terjadinya syok hipovolemik, mengembalikan cairan
yang hilang, maupun stabilisasi hemodinamik, sehingga pelaksanaan IMD
ditunda (Edhi, 2013).
Alasan tidak dilakukannya IMD karena faktor bayi oleh karena
Asfiksia 22,89 %, BBLR 10,84%, hipotermi atau sianosis 9,84%, aspirasi
mekoneum 3,61% dan karena kelainan kongenital 1,20% (Gatroscisis).
Asfiksia adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada bayi baru
lahir atau beberapa saat sesudah lahir (Icesmi, Sudarti, 2014). Asfiksia
merupakan kegawatdaruratan neonatal, harus segera dilakukan resusitasi
sampai kondisi stabil. BBLR, berisiko meninggal pada periode neonatal dini
sebesar 6 kali lebih besar daripada berat lahir normal (≥ 2.500 gram), bayi
BBLR harus segera mendapat tindakan medis untuk mengurangi risiko
kematian (Novianti dan Mujiati, 2015). Bayi dengan aspirasi meconium juga
merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir, segera dilakukan resusitasi
untuk membersihkan jalan nafas sampai kondisi stabil. Sedangkan pada bayi
Gastroschisis bayi tidak bisa ditengkurapkan, segera dilakukan penanganan
dan perawatan lanjut.

6
Faktor lain tidak dilakukannya IMD adalah karena keterbatasan
petugas kesehatan 42.86%, tidak ada dukungan petugas 4,82%. Keterbatasan
petugas kesehatan karena kurangnya petugas kesehatan yang mendampingi
pelaksanaan IMD, pada persalinan SC. Jumlah rasio tenaga kesehatan
terutama bidan dengan jumlah pasien tidak ideal, menjadi salah satu
pertimbangan yang menghambat pelaksanaan IMD (Rahayuwati, Ermiati, &
Trisyani, 2016).
Hambatan dari pelaksanaan IMD juga dapat disebabkan oleh penolakan
dari tim medis (dokter spesialis anestesi, dokter spesialis anak, serta dokter
spesialis obstetri ginekologi). Seperti halnya penelitian di Rio de Janeiro yang
menunjukkan bahwa ibu-ibu yang baru melahirkan hanya memiliki sedikit atau
bahkan tidak memiliki otonomi dalam mengambil keputusan untuk melakukan
IMD, mereka harus mengikuti tata cara perawatan bayi baru lahir yang
diterapkan oleh rumah sakit dan tim medis yang membantu proses persalinan
(Novianti dan Mujiati, 2015).
Pelaksanaan IMD di RSUD Wates, seluruhnya didukung oleh suami
ataupun keluarga pasien. Petugas kesehatan perawat, bidan, dokter spesialis
anak, dokter spesialis anestesi mendukung 100 % terhadap pelaksanaan IMD,
tetapi dokter spesialis obstetri ginekologi tidak semuanya mendukung
pelaksanaan IMD. Peran serta dan keaktifan Konselor Laktasi sangat
mendukung kegiatan menyusui yang dimulai sejak ibu hamil, bersalin dengan
IMD dan motivasi pendampingan dalam menyusui secara eksklusif sampai
pemberian ASI selama 2 tahun.

SIMPULAN DAN SARAN


Pelaksanaan IMD di RSUD Wates lebih banyak pada persalinan
pervaginam, dengan usia ibu antara 20-35 tahun, mayoritas paritas primipara.
Alasan tidak dilakukannya IMD oleh karena faktor ibu disebabkan
perdarahan, faktor bayi terbanyak karena Asfiksia dan faktor lain didominasi
keterbatasan petugas kesehatan.
Bagi tenaga kesehatan di RSUD Wates diharapkan untuk melakukan
update knowledge secara rutin tentang pelaksanaan IMD, meningkatkan
pelaksanaan IMD pada ibu bersalin dengan persalinan SC, melibatkan peran
aktif suami atau keluarga. Bagi Manajerial RSUD Wates sebagai dasar

7
mengambil kebijakan dalam optimalisasi program kegiatan Konselor Laktasi
dalam mendukung kegiatan menyusui terutama pelaksanaan IMD,
meningkatkan peran dan pemerataan penempatan Konselor Laktasi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Boccolini CS, Carvalho ML, Oliveira MI, Vasconcellos AG. (2011). Factors
Associated With Breastfeeding In The First Hour Of Life. Journal Revista de
Saúde Pública. Vol. 45 No. 1, 69-78.

Dinkes Kabupaten Kulon Progo. (2018). Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kulon
Progo. Yogyakarta: Dinkes Kabupaten Kulon Progo.
Edhi MM, Aslam HM, Naqvi Z, Hashmi H. (2013). Post Partum Hemorrhage
causesand management. Journal BMC Research Notes. Vol. 6 No. 236, 1-6.
Icesmi, Sudarti. (2016). Patologi kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus Resiko
Tinggi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kemenkes. (2012). Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian


ASI Eksklusif.

Khanal Vishnu, Jane A. Scott, Andy H. Lee, Rajendra Karkee, and Colin W.
Binns.(2015). Factors associated With Early Initiation of Breastfeeding in
Western Nepal. International Journal of Environmental Research and Public
Health. Vol. 12 No. 8, 62-74.
Novianti dan Mujiati. (2015). Faktor Pendukung Keberhasilan Praktik Inisiasi
Menyusu Dini di RS Swasta dan RS Pemerintah di Jakarta. Jurnal Kesehatan
Reproduksi. Vol. 6 N0. 1.
Patel Archana, Anita Banerjee and Amol Kaletwad .(2015). Factors Associated With
Prelacteal Feeding and Timely Initiation of Breastfeeding in Hospital-
Delivered Infants in India. Journal Of Human Lactation. Vol. 29 No. 4.
Rahayuwati, L., Ermiati, dan Trisyani, M. (2016). Proses Evaluasi: Standar,
Efektifitas, Efisiensi Dan Keberlangsungan Pelayanan Keperawatan
Maternitas. Jurnal Keperawatan Padjajaran. Vol 4 No. 2, 127–138.
Roesli, U. (2012). Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda
Shwetal Batt, Parikh Pooja, Kantharria Neha, Dahal Amit and Parmar Rahul (2012).
Knowledge, Attitude And Practice Of Postnatal Mothers For Early Initiation Of
Breast Feeding In The Obstetric Wards Of A Tertiary Care Hospital Of
Vadodara City. National Journal of Community Medicine. Vol. 3 No. 2, 305–
309.

Tim PONEK. (2019). Panduan Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) RSUD
Wates Tahun 2019. Yogyakarta: RSUD Wates.

8
Victora Cesar G, Rajiv Bahl, Aluisio J D Barros, Giovanny V A Franca, Susan
Horton and Julia Krasevec. (2016). Breastfeeding In The 21 century:
Epidemiologi, Mechanisms, And Lifelong Effect. Journal The Lancet. Vol. 387
No. 10017.

Wulandari S.A. (2017). Hubungan Umur Ibu dan Inisiasi Menyusu Dini dengan
Involusi Uteri di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas „Aisyiyah Yogyakarta.

Zulala Nuli Nuryanti. (2018). Gambaran Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di


Rumah Sakit „Aisyiyah Muntilan. Jurnal Kebidanan. Vol. 7 No. 2, 111-119.

Anda mungkin juga menyukai