Anda di halaman 1dari 15

Rehabilitasi dan pelepasliaran Elang Laut Perut Putih (Haliasturindus Leucugaster)

Makalah ini ditulis dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Rehabilitasi Lingkungan
Pesisir dan Laut

Disusun Oleh :
Rochmita M Dinisa H04217015
Anwarul Khafidu A H04217003
Achmad Firdaus H74217049
Novita Hariyanti H74217056
Devi Olivia Rizky H74217026

Dosen pembimbing:
Mauludiyah, M.T

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Rehabilitasi Pesisir
dan Lingkungan Laut. Selain sebagai pemenuhan tugas, makalah ini kami susun juga sebagai
referensi pembaca semua tentang Rehabilitasi dan Pelepasliaran Elang Laut. Dan harapan kami
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk
ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
2.1 Elang Laut Perut Putih.......................................................................................................................3
2.1.1 Morfologi Elang Laut Perut Putih...............................................................................................3
2.1.2 Peran Elang Laut Perut Putih......................................................................................................3
2.1.3 Faktor Penyebab terancamnya populasi Elang Laut Perut Putih.................................................4
2.2 Rehabilitasi Elang Laut Perut Putih...................................................................................................4
2.2.1 Ketentuan Tempat Rehabilitasi...................................................................................................5
2.2.2 Jenis Kandang Elang...................................................................................................................6
2.2 Pelepasliaran Elang............................................................................................................................9
2.3.1 Pemantauan Elang......................................................................................................................9
BAB III......................................................................................................................................................10
PENUTUP.................................................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................10
3.2 Saran................................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman sumber daya hayati dari berbagai


jenis flora dan fauna. Burung merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang biasa
digunakan sebagai indikator parameter lingkungan. Burung juga mempunyai banyak manfaat
dalam kehidupan manusia (Malindu dkk, 2016).

Elang laut perut putih merupakan predator yang menempati puncak rantai makanan,
sehingga memiliki peran yang begitu penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Elang
laut perut putih dikatakan satwa langka yang memiliki daerah jelajah luas dengan trend populasi
meurun, dan elang laut perut putih ini sangat sesitif dengan gangguan, sehingga kehidupannya
sangat rentan dan dapat menjadi indikator dalam suatu ekosistem (Loindong dkk, 2016). Elang
laut perut putih dewasa mempunyai panjang tubuh sekitar 70-80 cm, bentang sayap sepanjang
1,8-2 m, dan lebar sayap kurang lebih 50 cm. pada elang laut perut putih mempunyai tubuh yang
tertutupi dengan bulu yang berwarna putih dan berwarna abu-abu. Warna pada iris mata elang
laut perut putih yaitu berwarna coklat gelap dengan pupil berwarna hitam, sera mempunyai
tonjolan pada bagian atas mata. Dan pada tarsus hingga cakar kulitnya tertutup dengan sisik
berwarna kekuning-kuningan (Retnaningtyas, 2014).

Faktor yang dapat menyebabkan burung langkah yaitu bisa dari perbuatan manusia,
seperti pada perburuan liar yang terus meningkat dapat menyebabkan burung tersebut menjadi
langkah dan harus diindungi dikarenakan populasinya yang semakin terancam. Begitu juga
dengan maraknya perdagangan ilegal yang memperjualkan burung langka dikarenakan nilai jual
yang sangat tinggi. Dan menjadikannya sebagai bahan makanan, serta dekorasi. Faktor lain yaitu
burung dapat terluka atau dibunuh oleh tabrakan pada fasilitas energi angin ketika burung
terbang pada ketinggian (Joel, 2013). Banyaknya ancaman terhadap keberlangsungan burung
tersebut, maka sangat penting untuk dapat menjaga kelestarianya, salah satunya yaitu dengan
merehabilitasi burung tersebut.

1
Rehabilitasi merupakan bagian dari proses konservasi yaitu proses dimana hewan hewan
akan ditangkarkan untuk dirawat dari lingkungan aslinya yang sudah rusak, maupun dari sitaan
masyarakat, setelah proses tersebut dilakukan maka hewan atau burung dapat dikembalikan lagi
ke lingkungan aslinya. Dalam PP. No.28 Tahun 2011 maksud dari kata “penangkaran” yaitu
upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran benih/bibit atau anakan dari
tumbuhan liar dan satwa liar, baik yang dilakukan di habitatnya maupun diluar habitatnya,
dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan kemurnian jenis dan genetik (Arsyad, 2017).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu :
1. Apa faktor yang mengakibatkan kelangkaan Elang Laut Perut Putih?
2. Bagaimana cara merehabilitasi Elang Laut Perut Putih?
3. Bagaimana pemantauan Elang Laut Perut Putih pasca pelepasliaran?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penelitian ini diantaranya :
1. Mengetahui faktor yang mengakibatkan kelangkaan Elang Laut Perut Putih
2. Mengetahui cara merehabilitasi Elang Laut Perut Putih
3. Mengetahui pemantauan Elang Laut Perut Putih pasca pelepasliaran

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya:

1. Dapat dijadikan studi literratur oleh para pembaca


2. Dapat dijadikan data yang dapat membantu oleh instansi terkait
3. Menjaid pengetahuan umum bagi masyarakat

2
3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Elang Laut Perut Putih

Spesies ini memiliki jangkauan distribusi global yang sangat luas, yaitu meliputi
Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, Cambodia; China, Hong Kong, India,
Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Papua Nugini, Filipina, Singapura, Sri Lanka,
Thailand, Timor-Leste, dan Vietnam. Habitat utama elang laut perut putih berada di
tepian muka tebing atau di gua yang memiliki pasang air laut rendah, di danau, atau di
singkapan batu di medan pantai yang curam dan beberapa di antaranya bersarang di
pulau-pulau lepas pantai (Dennis, dkk, 2011). Elang Laut berperut putih dominasi
memakan organisme laut seperti ular laut (Hydrophirinae), dan sebagian besar ikan yang
berukuran cukup besar dan beberapa ikan pelagis. Beberapa juga telah malaporkan
bahwa elang laut perut putih memakan kepiting (Gopi dan Bivas, 2006). Cara menangkap
mangsa yang dilakukan oleh elang laut sangat ditentukan dari tempat dimana elang laut
akan melakukan penangkapan. Dalam menangkap mangsa elang laut menggunakan dua
cara, yakni dengan cara melompat, terbang dan langsung menangkap.

2.1.1 Morfologi Elang Laut Perut Putih

Satu-satunya spesies Haliaeetus yang ada di Indonesia adalah Haliaeetus


leucogaster (Elang Laut Perut Putih). Elang Laut Perut Putih atau Haliaeetus leucogaster
merupakan raptor teritorial berukuran besar yang hidup di daerah pesisir, danau dan
sungai perennial. Elang Laut Perut Putih dewasa memiliki panjang tubuh sekitar 70 – 80
cm, bentang sayap sepanjang 1,8 – 2 meter dan lebar sayap ± 50 cm. Tubuh Elang Laut
Perut Putih dewasa tertutup oleh bulu berwara putih dan abu-abu, iris mata berwarna
cokelat gelap dengan pupil berwarna hitam dan memiliki tonjolan pada bagian atas mata.
Kulit bagian tarsus hingga cakar tertutup oleh sisik berwarna kekuningan
(Retnaningtyas,dkk, 2013).

2.1.2 Peran Elang Laut Perut Putih


a. Elang Laut Perut Putih masuk dalam kelompok karnivora, dimana kelompok ini
memiliki peran penting dalam mengatur jaring-jaring makanan. Posisi burung Elang Laut

4
Perut Putih berada pada tingkat teratas sebagai konsumen sehingga apabila populasi
burung pemangsa menurun maka akan mengganggu jaring makanan di dalam ekosistem
tersebut.

b. Elang laut perut putih merupakan satwa langka yang memiliki daerah jelajah luas dan
dapat menjadi indicator dalam suatu ekosistem.

c. Elang laut perut putih merupakan mascot dibeberapa tempat ecowisata, misalnya di
Pulau Kotok Besar, Jakarta. Sehingga dapat meningkatkan perekonomian daerah tersebut
(Loindong, dkk, 2016).

2.1.3 Faktor Penyebab terancamnya populasi Elang Laut Perut Putih

Di seluruh dunia, sejumlah besar burung laut adalah terbunuh setiap tahun oleh
insiden polusi minyak dan menarik banyak perhatian baik dari masyarakat umum dan
komunitas ilmiah (Kerley dan Erasmus,1987).

Populasi spesies ini, terutama di pesisir selatan Jawa, semakin menurun akibat
perburuan liar, perdagangan satwa illegal, deforestasi yang mengakibatkan fragmentasi
habitat yang dapat menurunkan fungsi bioekologi (Hadiprayitno, dkk, 2018), dan
aktivitas manusia lainnya yang menyebabkan burung ini meninggalkan sarang beserta
anakan atau telur yang ada di dalamnya. Hal ini menyebabkan turunnya produktivitas
sehingga berdampak pada penurunan populasi Elang Laut Perut Putih ( Dennis et al.,
2011 dalam Retnaningtoya, dkk, 2013).

2.2 Rehabilitasi Elang Laut Perut Putih


a. Rehabilitasi Habibtat

Elang juga membuat sarang diantara pohon mangrove, akibat dari deforestasi
yang berlebihan elang akhirnya meninggalkan telur dan anakan meraka diatas pohon
sehingga telur dan anakan tidak mampu bertahan hidup cukup lama akibat predator. Oleh
karena itu langkah yang tepat adalah melakukan penanaman hutan mangrove, agar
mempercepat pertumbuhan pohon mangrove, Pada penelitian (Nur, dkk, 2013 dalam
Hadiprayitno, dkk, 2018). Beliau menggunakan metode plasma untuk mempercepat
pertumbuhan mangrove dan dalam penelitiannya pohon mangrove dapat tumbuh lebih
cepat 43% dengan menggunakan metode plasma (Hadiprayitno, dkk, 2018).
5
b. Kandang Rehabilitasi

Untuk memulihkan populasi Elang Laut Perut Putih dapat dibantu dengan
keikutsertaan manusia didalamnya, yaitu dengan cara membangun situs rehabilitasi yang
layak untuk pertumbuhan dan perkembanganbiakan elang laut, Selain itu bisa juga
dijadikan tempat edukasi bagi para masyarakat. Di Indonesia ada beberapa tempat
rehabilitasi elang laut, yaitu: Pulau Kotok Besar, Jakarta dan Kawasan Danau Batur, Bali.

2.2.1 Ketentuan Tempat Rehabilitasi

Kandang harus memiliki luasan yang cukup luas dan sesuai dengan kebutuhan
ruang gerak satwa agar satwa dapat hidup dan bergerak dengan leluasa, bebas dari konflik
antar individu, memungkinkan untuk aktivitas sosial, mencegah dari akumulasi berbagai
parasit, kuman dan patogen (Perdirjen PHKA 2011 dalam Rachmania, 2015). Pengelola
program rehabilitasi dianjurkan untuk memperluas dan meningkatkan persyaratan
minimum kandang, menciptakan kandang yang paling cocok untuk lokasi, meningkatkan
fasilitas juga pengalaman agar menyesuaikan dengan perilaku alami dan kebutuhan
burung.

Untuk membangun area rehabilitasi yang lebih luas, terbuka, dan menciptakan
suasana seperti habitat aslinya juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan syarat
sebagai berikut:

1. Pohon yang dijadikan sarang dilindungi dari gangguan fisik, tidak ada
bangunan dalam jarak 30 meter dari pohon.

2. Tidak ada pekerjaan konstruksi atau kegiatan development dalam radius 100
meter dari sarang antara 1 Mei dan 31 Oktober setiap tahun.

3. Seorang ahli ekologi untuk memantau aktivitas elang segera sebelum dan
selama musim kawin, pohon sarang atau kandang diperiksa setiap dua bulan
sekali.

4. Ketentuan untuk memodifikasi manajemen atau konstruksi kegiatan jika ada


bukti gangguan pada sarang elang (Debus, dkk, 2014).

6
2.2.2 Jenis Kandang Elang

Kandang rehabilitasi merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan


rehabilitasi, yaitu sebagai sarana untuk melatih kemampuan elang laut hingga layak
dilepasliarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rakhman et al. (2005) dalam Ulumiyah,
dkk (2015), bahwa kandang rehabilitasi harus memiliki fasilitas yang memadai untuk
melatih burung elang hingga memiliki kemampuan terbang dan berburu. Kandang di
Pulau Kotok Besar menurut fungsinya dibagi menjadi lima bagian yaitu kandang isolasi,
sanctuary, sosialisasi, karantina dan kandang prerelease (Ulumiyah, dkk, 2015).

Elang yang dipindahkan ke tempat rehabilitasi dalam keadaan berbeda tiap


individu, namun elang-elang tersebut sudah dipastikan terbebas dari virus flu burung
karena sudah dilakukan pengecekan darah sebelumnya. Elang yang dipindahkan ke pulau
atau tempat rehabilitasi ada yang dalam keadaan cacat fisik (rabun mata, sayap patah atau
sayap dipotong karena dipelihara manusia, memiliki penyakit) dan ada juga elang yang
sehat. Tempat rehabilitasi yang baik mempunyai fasilitas kandang yang mamadai dan
dibedakan dari segi kondisi fisik elang, Seperti ditempat rehabilitasi Pulau Kotok Besar
dengan fasilitas kandang yang memadai:
1. Kandang Sanctuary

Kandang sanctuary ditujukan untuk memelihara elang yang tidak dapat


dilepasliarkan ke alam akibat sakit atau ketidaksempurnaan tubuhnya. Kandang
sanctuary di desain agar bisa diakses oleh masyarakat yang berkunjung sehingga
mudah untuk memberikan materi program pendidikan lingkungan agar masyarakat
tidak lagi memiliki keinginan untuk memelihara satwaliar.

Desain Kandang Sanctuary

7
2. Kandang Karantina

Kandang karantina ini berfungsi untuk menampung elang yang baru masuk ke
Pulau atau tempat rehabilitasi agar dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Kandang ini juga ditujukan untuk elang yang menderita penyakit agar penyakitnya
tidak menular serta mendapat perawatan dari pengelola.

Desain Kandang Karantina

3. Kandang Isolasi

Kandang Isolasi ditujukan untuk merawat elang yang sakit, pengamatan perilaku juga
melatih elang menunjukkan perilaku alami seperti terbang dan mengambil pakan
ditempat yang lebih luas. Semua material kandang terbuat dari jaring dengan kerangka
bambu dan pagar bambu. Di dalam kandang isolasi masing-masing berisi satu ekor elang.
Di dalam kandang terdapat batang tenggeran, kolam pakan dan air bersih.

Desain Kandang Isolasi

4. Kandang Sosialisasi
Kandang sosialisasi ini berfungsi untuk menggabungkan beberapa individu elang
untuk saling melakukan interaksi sosial dan mempersiapkan elang yang siap dilepas
ke habitat alaminya sehingga diharapkan ketika nantinya dilepaskan ke alam, individu
mampu bertahan hidup. Kandang sosialisasi elang diisi oleh 6 individu elang dari

8
jenis lain, sedangkan kandang sosialisasi elang-laut perut putih hanya diisi satu
individu jadi tiap satu unit kandang dibagi dua dan dipisahkan/disekat oleh jaring.
Elang-laut perut-putih tidak bisa disatukan dalam satu kandang karena akan terjadi
kompetisi.

Kandang Sosialisasi

5. Kandang Pre-Release
Kandang Pre-Release adalah kandang yang dibuat untuk elang agar bisa
beradaptasi sebelum bisa dilepasliarkan. Kandang Pre-release juga merupakan sarana
pelatihan untuk elang agar bisa mengambil pakan alami di laut. Kandang ini terletak
di laut. Didalam kandang, pengelola membuat keramba untuk ikan agar pakan elang
terus tersedia dan elang bisa langsung menyambar. Kandang ini dilengkapi batang
tenggeran dan baskom untuk air minum tawar. Berdasarkan hasil pengamatan
terhadap kandang pre-release saat ini masih belum ideal untuk elang karena
ukurannya belum mencapai ukuran minimum dari Minimum Standards for Wildlife
Rehabilitation (Miller 2012) yaitu 30,5m x 6,1m x 4,9m (Rachmania, 2015).

Kandang Pre-release

2.2 Pelepasliaran Elang

Pelepasliaran merupakan upaya melepaskan hewan yang berasal dari alam, penangkaran
ataupun tangkapan ke daerah sebaran asal yang pernah mengalami kepunahan spesies tersebut

9
atau masih dalam geografis penyebarannya. Tujuan dari pelepasliaran adalah untuk membentuk
populasi yang stabil di habitat aslinya (Ulumiyah, dkk, 2018).

2.3.1 Pemantauan Elang

Monitoring yang dilakukan setelah pelepasliaran bertujuan untuk memantau


kondisi dan perkembangan satwa setelah dilepasliarakan kembali kealam. Hal yang
penting dilakukan adalah memantau apakah satwa yang telah dilatih kembali dan
dilepaskan tersebut bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan serta bertahan
hidup, sebelum individu tersebut mampu memiliki daerah kekuasaan, berpasangan
maupun berkembang biak. Fokus dari monitoring adalah menemukan elang yang
dilepasliarkan dan sebisanya mengikuti pergerakan dan perkembangannya baik secara
visual maupun informasi dari masyarakat. Sebelumnya ekor elang telah dipasang alat
untuk mempermudah dilakukan pengamatan yaitu wingsmarker/penanda sayap dan
transmitter/radio pemancar pada ekor masing-masing. Pemasangan alat ini adalah supaya
selama pengamatan dilapangan baik secara visual maupun memakai radio pemancar
keberadaan elang dapat dipantau ataupun bisa dibedakan dari individu elang laut perut
putih liar yang memang telah ada disekitar lokasi (Wiwoho, dkk, 2007).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Elang putih, merupakan salah satu biota yang berada di ekosistem laut yang terancam
keadaan dan keberadaannya, hal ini disebabkan mulai rusaknya kawasan tempat elang putih
untuk tinggal dan berkembang biak. Kebanyakan rusaknya habitat dari elang putih yaitu
dikarenakan terjadinya tumpahan minyak di perarairan tempat habitat mereka dan rusaknya
kawasan ekosistem di habitat mereka. Elang putih merupakan salah satu rantai makanan teratas
sehingga untuk menjaga populasi dari elang putih diperlukan upaya untuk merehabilitasinya,
baik dari segi habitat mereka maupun dari segi elang putih itu sendiri, tahapan rehabilitasi dari
elang laut putih meliputi, rehabilitasi dari habitat elang itu sendiri, pembuatan kandang

10
rehabilitasi, pelepasliaran Elang Putih dan melakukan monitoring terhadap Elang Laut Putih
tersebut

3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini memiliki banyak kekurangan, Oleh karena itu, Kami
memerlukan kritik dan saran dari berbagai pihak sehingga makalah ini menjadi lebih baik dan
bermanfaat dan agar penelitian maupun makalah tentang Rehabilitasi Buru danng Luat terutama
Elang Laut Putih untuk diperbanyak dan digalakkan dikarenakan sangat jarang penelitian
mengenai rehabilitasi Elang Laut Putih terutama di Indonesia sehingga dengan dilakukan hal ini
untuk mempermudah peneliti lain.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Ardi Muhammad. 2017. Identifikasi kesadaran masyarakat terhadap konservasi dan
rehabilitasi burung. Social Science Education Journal. ISSN: 2442-9430.
Joel E dkk. 2013. Bald eage and golden eagle mortalities at wind energy facilites in the
contiguous united states. J Raptor Res.
Loindong Andrew dkk. 2016. Tingkah laku makan elang perut putih (Haliaeetus leucogaster) di
pusat penyelamatan satwa tasik oki Sulawesi Utara. Jurnal Zootek. Vol. 36, No. 1. ISSN 0852-
2626.
Malindu, Faizan Dg dkk. 2016. Asosiasi jenis burung dengan vegetasi hutan mangrove di
wilayah pesisir pantai Kecamatan Tinombo Selatan Kabupaten Parigi Mountong. Warta Rimba.
Vol. 4, No, 1. ISSN: 2406-8373.

11
Retnaningtyas, Riri Wiyanti dkk. 2014. Studi filogenetik elang laut perut putih (Haliaeetus
leucogaster). Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS.

12

Anda mungkin juga menyukai