Anda di halaman 1dari 144

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS


MENINGITIS DI RUANG RAWAT ANAK IRNA
KEBIDANAN DAN ANAKRSUP
Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

ALFINIA YULITA
143110204

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2017
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS


MENINGITIS DI RUANG RAWAT ANAK IRNA
KEBIDANAN DAN ANAKRSUP
Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya Keperawatan

ALFINIA YULITA
143110204

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2017
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Alfinia Yulita


NIM : 143110204
Tempat/Tanggal Lahir: Tampunik/ 29 juli 1996
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Orang Tua
Ayah : Asnawi Aripin
Ibu : Lendri Maini
Alamat : Tampunik, Kecamatan lengayang Kabupaten Pesisir
Selatan

Riwayat Pendidikan :
Pendidikan Tahun
TK Dinda Koto Rawang 2001- 2002
SD N 23 Tampunik Kecamatan Lengayang 2002-2008
MTsN Kayu kalek 2008-20011
SMA N 3 Lengayang 2011-2014
Poltekkes Kemenkes Padang 2014-2017

ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan dengan judul
“Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kasus Meningitis di Ruang Rawat
Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang”. Shalawat
beriringan salam buat Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia dari
alam kebodohan hingga alam yang berpengetahuan.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan Karya Tulis ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:

1) Ibu Hj. Tisnawati, S.St, M. Kes selaku pembimbing I yang telah


mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh
kesabaran dan perhatian dalam membuat Karya Tulis Ilmiah ini.
2) Ibu Delima, S.Pd, M.Kesselaku pembimbing II yang telah mengarahkan,
membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan
perhatian dalam membuat Karya Tulis Ilmiah ini.
3) Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Padang.
4) Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang.
5) Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi D III
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrerian Kesehatan RI
Padang.
6) Bapak Direktur RSUP Dr. M. DJamil Padang beserta staf yang telah
mengizinkan untuk melakukan penelitian.
7) Bapak dan Ibu dosen serta staf Jurusan Keperawatan yang telah memberikan
pengetahuan dan pengalaman selama perkuliahan.

iv
8) Orang Tua yang telah memberi semagat dan dukungan serta do’anya yang tak
ternilai dengan apapun.
9) Rekan- rekan seperjuangan Bp 2014D-III keperawatan, serta semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis
meneyelesaikan karya tulis ini.

Akhir kata saya, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Imiah ini membawa
manfaat.

Padang, 16 Juni 2017

Peneliti

v
vi
vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
LEMBAR ORISINALITAS ....................................................................... vi
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR SKEMA ...................................................................................... x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Konsep Dasar kasus Meningitis
1. Pengertian .................................................................................. 7
2. Klasifikasi .................................................................................. 7
3. Penyebab .................................................................................... 8
4. Patofisiologi ............................................................................... 9
5. Tanda dan Gejala ....................................................................... 10
6. WOC............................................................................... ........... 13
7. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis ......................... 15
8. Penatalaksanaan ......................................................................... 15
9. Pencegahan ................................................................................ 19

B. Konsep Asuhan keperawatan Pada Kasus


1. Pengkajian .................................................................................. 19
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan ....................................... 26
3. Intervensi Keperawatan ..............................................................26

BAB III METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian .............................................................................. 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 39
C. Populasi dan Sampel ......................................................................... 39
D. Instrumen Pengumpulan Data............................................................ 40
E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ................................................ 41
F. Rencana Analisis ............................................................................... 43

viii
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi kasus ............................................................................. 45
B. Asuhan Keperawatan ................................................................... 46
C. Pembahsan Kasus ......................................................................... 57

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 78
B. Saran ........................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA

ix
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 WOC ....................................................................................... 14

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Cairan Serebrospinal (LCS) pada Bayi dan Anak... 24
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan ................................................................ 26
Tabel 2.3 Asuhan Keperawatn ...................................................................... 46

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Ghan Chart Kegiatan


Lampiran 2: Lembaran Bimbingan Pembimbing 1
Lampiran 3: Lembaran Bimbingan Pembimbing 2
Lampiran 4: Surat izin memulai penelitian
Lampiran 5: Surat Persetujuan responden
Lampiran 6: Daftar hadir penelitian
Lampiran 7: Surat selesai penelitian
Lampiran 8: Asuhan Keperawatan pada An.Z
Lampiran 9: Asuhan Keperawatan pada By.F

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak
dan medula spinalis(Muttaqin, 2008). Meningitis dapat menyerang semua
kelompok umur, meskipun pada kenyataannya kelompok umur yang
paling rawan terkena penyakit ini adalah anak- anak usia balita dan orang
tua (Andareto, 2015). Insidens 90 % dari semua kasus meningitis bakterial
terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun, insiden puncak
terdapat pada rentang usia 6 sampai 12 bulan. Rentang usia dengan angka
morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4 tahun(Betz & Sowden,
2009).

Meningitis dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali dan di


obati secara dini untuk mencegah kerusakan neurologis. Disorientasi dan
gangguan memori juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat
mengalami letargi, tidak responif dan koma. Selain itu kejang juga dapat
terjadi yang merupakan akibat dari area iritabilitas di otak. ICP
(Intracranial Pressure) meningkat akibat perluasan pembengkakan di otak
atau hidrosefalus. Tanda awal peningkatan ICP mencakup penurunan
tingkat kesadaran dan defisit motorik lokal.

Pengetahuan dari orang tua sangat penting untuk mengenali gejala awal
meningitis sehingga anak mendapatkan pengobatan sesegera mungkin dan
terhindar dari komplikasi yang lebih parah. Anak dengan meningitis
bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,5-6,9% tipe sensorineural
permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada anak yang telah
sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014).

Infeksi fulminan akut terjadi pada sekitar 10 % pasien meningitis


meningokokus yang memunculkan tanda-tanda septikemia yang
berlebihan. Awitan demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (di wajah dan
ekstremitas), syok dan tanda koagulasi intravaskular diseminata (DIC)

1
Poltekkes Kemenkes Padang
2

terjadi secara mendadak, kematian dapat terjadi dalam beberapa jam


setelah awitan infeksi (Brunner & Suddart 2013).

DataWorld Health Organization (WHO) (2015), melaporkan bahwa Pada


tahun 2014 di Afrika ditemukan 14.317 dugaan kasus meningitis dengan
jumlah kematian sebanyak 1.304 jiwa. Setiap tahun, kasus meningitis
bakteri mempengaruhi lebih dari 400 juta orang yang tinggal di 26 negara
(dari Senegal ke Ethiopia). Lebih dari 900.000 kasus dilaporkan dalam 20
tahun terakhir (1995-2014). kasus meningitis tersebut mengakibatkan
kematian sebanyak 10%. Sedangkan 10-20% meninggalkan gejala sisa
neurologis.

Insiden meningitis di negara berkembang cukup tinggi. Meningitis di


Indonesia merupakan penyebab kematian pada semua umur dengan urutan
ke 17 (0,8%) setelah malaria.Meningitis penyebab kematian bayi umur 29
hari- 11 bulan dengan urutan ketiga yaitu (9,3%) setelah diare (31,4%),
dan pneumoni (23,8%). Proporsi meningitis penyebab kematian pada umur
1-4 tahun yaitu (8,8%) dan merupakan urutan ke-4 setelah Necroticans
EnteroColitis (NEC) yaitu (10,7%) (Balitbangkes 2008).

Berdasarkan penelitian yang di lakukan Shinta (2010) di RSUP H. Adam


Malik Medan, anak yang mengalami kematian karena meningitis
(42,16%), dari 102 kasus yang ditemukan terdapat penderita meningitis
Purulenta (43,1%) sedangkan penderita meningitis Serosa (56,9%) dan
penderita paling banyak yaitu usia nol sampai kurang dari lima tahun
(58,8%).

Penelitian Arydina, dkk (2014) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta


melaporkan bahwa Bacterial Meningeal Score merupakan indikator yang
baik untuk menilai meningitis bakteri pada bayi dan anak karena memiliki
sensitivitas, spesifisitas, nilai praduga negatif, nilai praduga positif,
likelihood ratio positif dan likelihood ratio negatif yang tinggi. Parameter
BMS berdasarkan kriteria WHO. Skor BMS berkisar antara 0–6. Pasien

Poltekkes Kemenkes Padang


3

berdasarkan BMS dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu BMS <2


yang artinya pasien mempunyai risiko rendah untuk menderita meningitis
bakteri dan BMS ≥2 yang artinya pasien mempunyai risiko tinggi untuk
menderita meningitis bakteri. Hasil pemeriksaan BMS tersebut di
dapatkan meningitis bakteri lebih banyak terjadi pada anak usia 1-5 tahun
dengan perbandingan laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
Terdapat 15 dari 31 subjek datang dengan penurunan kesadaran dan
rangsangan meningeal positif. Tanda meningeal pada kelompok curiga
meningitis 17/31 dan pada kelompok meningitis bakteri adalah 8/12.

Sedangkan Relontina, dkk (2014) menemukan di RS. Elizabet Medan,


Proporsi penderita Meningitis anak berdasarkan pekerjaan orang tua yang
tertinggi adalah wiraswasta yaitu 25 orang (28,1%), pekerjaan orang tua
lain-lain yaitu (6,7%) diantaranya adalah dokter, sopir, serta bidan dan
proporsi terendah adalah yang bekerja sebagai bidan yaitu 1 orang (1,1%).
Selain itu juga di laporkan bahwa penderita meningitis purulenta
terbanyak pada anak laki-laki (71,9%) dan penderita meningitis Serosa
lebih tinggi pada perempuan (52,6%). Kejadian meningitis paling tinggi
terjadi pada pasien dengan riwayat Tb Paru (30,3%), gejala yang paling
sering terjadi adalah demam (52,8%), kejang (29,2%) dan terendah adalah
diare (4,5%).

Monita, ddk (2012) menemukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang 2 orang


anak (1,1%) mengalami meningitis yang merupakan komplikasi dari
pneumonia. Sedangkan data di RSUP Dr. M. Djamil padang yang di dapat
melalui data Rekam Medis,pada tahun 2014 terdapat 96 orang pasien anak
dengan meningitis dan pada tahun 2015 terdapat 73 orang anak dengan
kasus meningitis.

Prognosis sangat bergantung pada asuhan suporatif yang di berikan. Pada


pasien meningitis perlu dilakukan pengawasan tanda-tanda vital secara
cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes. Selain itu dalam
pemberian cairan harus di lakukan secara cermat untuk mencegah

Poltekkes Kemenkes Padang


4

komplikasi kelebihan cairan seperti edema serebri. Turunkan suhu anak


dengan kompres hangat dan nilai status hidrasi pada anak (Ngastiyah,
2012).

Survey awal yang dilakukan pada tanggal 11 januari 2017 di RSUP Dr. M.
Djamil Padang di temukan lima orang anak yang dirawat di diruangan
HCU anak dan 1 dari 5 orang anak mengalami meningitis dengan diagnosa
medis meningitis TB. Saat observasi anak tampak terpasang triway,
terpasang oksigen dengan kosentrasi 3 liter, terpasang monitor dan
terpasang NGT, anak tampak mengalami penurunan kesadaran. Diagnosa
keperawatan yang muncul adalah resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral dan hipertermi. Tindakan keperawatan yang telah di lakukan
diruangan berupa melakukan pemasangan O2, memantau aliran O2,
memonitor suhu pasien, melakukan pemberian makan melalui NGT dan
memonitor intake output serta menganjurkan keluarga untuk melakukan
pengompresan. Evaluasi dilakukan dengan baik, namun pendokumentasian
yang dilakukan lebih berfokus pada shift sebelumnya, sehingga
perkembangan dari kesehatan pasien kurang bisa dinilai secara tepat.

Perawat berperan penting dalam memberikan asuhan kepada pasien.


Mortalitas bergantung pada daya tahan tubuh pasien, cepatnya mendapat
pengobatan, cara pengobatan dan perawatan yang diberikan. Hasil survey
ditemukan perawat lebih sering melakukan perawatan kepada pasien jika
pasien mengalami keluhan, sehingga asuhan yang sering di berikan hanya
bersifat biologis. Akibatnya anak lebih sering mengalami stress
hospitalisasi.

Berdasarkan latar belakang diatas dengan tingginya kejadian meningitis


serta masih perlunya asuhan keperawatan yang komprehensif untuk
kesembuhan pasien. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan
asuhan keperawatan pada pasien anak dengan meningitis di ruangan HCU
dan Akut IRNA kebidanan dan anak RSUP Dr.M.Djamil Padang.

Poltekkes Kemenkes Padang


5

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peniliti uraikan di atas, maka
rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan asuhan
keperawatan pada anak dengan kasus meningitis di ruangan HCU dan
Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun
2017”?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan
kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus
Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada
anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun
2017.
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan
dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan
dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan
kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan
Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi pada anak dengan kasus
Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.

Poltekkes Kemenkes Padang


6

D. Manfaat Penulisan
1. Peneliti
Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan
ilmu pengetahuan serta kemampuan peneliti dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada anak dengan kasus meningitis.
2. Rumah sakit
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
bagi tenaga kesehatan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada
anak dengan dengan kasus meningitis.
3. Institusi Pendidikan
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
bagi mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dalam penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan
dengan kasus meningitis.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Kasus Meningitis


1. Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak
dan medula spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah peradangan pada
selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang
menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Yuliani,
2010).

Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah akibat infeksi lain
(selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera traumatik pada
tulang wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga muncul
sebagai infeksi oportunis pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi dari
penyakit limfe (Brunner & Suddart, 2013).

2. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan
faktor penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan
tuberkulosa.
a. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis
virus.Meningitis ini biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit
yang di sebabkan virus seperti gondongan, herpes simpleks dan
herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis
bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan
organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh
korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari
jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang
terlibat.

7
Poltekkes Kemenkes Padang
8

b. Sepsis/ Meningitis Purulenta


Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan oleh
organisme bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria
meningitidis (meningitis meningokokus), streptococus pneumoniae
(pada dewasa), dan haemophilus influenzae(pada anak-anak dan
dewasa muda).
c. Tuberkulosa
Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel.Menurut
Rich & McCoredck, Meningitis tuberkulosa terjadi akibat
komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru.
Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak langsung
oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui
pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang
belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga
arachnoid. Kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari
mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis, meningitis
tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. (Ngastiyah,
2012).

3. Penyebab
Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman
secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit
faringotonsilitis, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat
pula sebagai perluasan kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di
dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis,
trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012).

Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :


a. Bakteri
Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh
flora dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan

Poltekkes Kemenkes Padang


9

Escherichia collimerupakan patogen yang sangat penting bagi


kelompok usia ini. Pada anak berusia 6 bulan atau lebih
haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae merupakan
penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan
mycobacterium tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.
b. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus
imunodefisiensi manusia (HIV).
c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada
minggu terakhir kehamilan.
d. Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi
imunoglobin dan anak yang mendapat obat-obatan imunosupresi.
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury
yang berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani,
2010).

4. Patofisiologi
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis
yang dapat menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi hidrosefalus dan
peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut
adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi yang menyebabkan
peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah pada
blood brain barrier. Masuknya organisme dapat melalui trauma, penetrasi
prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf
pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur dasar tengkorak dapat
menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara Cerebral spinal
fluid (CSF) dan dunia luar.Masuknya mikroorganisme kesusunan saraf
pusat melalui ruang sub arachnoid dan menimbulkan respon peradangan
pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel, dari reaksi radang muncul eksudat
dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan
sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan
Hidrosefalus.

Poltekkes Kemenkes Padang


10

Meningitis bakteri; netrofil,monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan


sel respon radang. Eksudet terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang di
bentuk di ruang sub arachnoid. Penumpukan pada CSF akan bertambah
dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula spinalis. Terjadi
vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan ruptur
atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak yang berakibat
menjadi infarctCSF (Suriadi & Yuliani, 2010).

5. Tanda dan Gejala


Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain:
a. Meningitis bakteri
1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik
a) Sangat sulit menegakkan diagnosis
b) Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
c) Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai
terlihat dan menunjukkan perilaku yang buruk
d) Menolak pemberian susu/makan
e) Kemampuan menghisap buruk
f) Diare
g) Tonus otot buruk
h) Penurunan gerakan
i) Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat
pada akhir perjalanan penyakit
j) Leher biasanya lemas (supel)
2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik
a) Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
b) Ikterus
c) Iritabilitas
d) Mengantuk
e) Kejang
f) Pernapasan ireguler atau apnea
g) Sianosis

Poltekkes Kemenkes Padang


11

h) Penurunan berat badan


3) Bayi dan anak yang masih kecil
a) Demam
b) Pemberian makan buruk
c) Vomitus
d) Iritabilitas yang nyata
e) Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada
tinggi)
f) Fontanela menonjol
g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam
penegakan diagnosis
4) Anak-anak dan remaja
a) Demam
b) Menggigil
c) Sakit kepala
d) Vomitus
e) Perubahan sensorik
f) Kejang
g) Iritabilitas
h) Agitasi
i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif,
mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk
j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus
k) Tanda kernig dan brudzinski positif
l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya
jika disertai dengan keadaan mirip syok
m) Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis
pneumokokus).
b. Meningitis non bakteri (Aseptik)
Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap.
Manifestasi awal adalah sakit kepala, demam, malaise, gejala

Poltekkes Kemenkes Padang


12

gastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi meningen yang timbul satu


atau dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri abdomen, mual dan
muntah merupakan gejala yang sering ditemukan; nyeri punggung
dan tungkai, tukak tenggorokan serta nyeri dada kadang-kadang di
jumpai dan dapat terjadi ruam mukulopapular. Biasanya semua
gejala ini menghilang secara spontan dan cepat. Anak akan sembuh
dalam waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak yang tersisa.

Gambaran klinis pada meningitis tuberkulosa :


Gejala awal biasanya di dahului oleh stadium prodromal berupa iritasi
selaput otak. Meningitis biasanya mulai perlahan –lahan tanpa panas atau
terdapat kenaikan suhu yang ringan saja. Sering di jumpai anak mudah
terangsang atau menjadi apatis dantidur nya sering terganggu. Anak besar
dapat mengeluh nyeri kepala, anoreksia, obstipasi dan muntah juga sering
di jumpai.

Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala ransangan meningeal mulai
nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus.
Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya
juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala
strabismus dan mistagismus. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan
kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.Stadium terminal berupa
kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi
sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi
pernapasan cheyne Stokes. Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa
kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya tidak
mempunyai batas yang jelas antara satu dengan stadium lainya, namun jika
tidak di obati umumnya berlangung 3 minggu sebelum anak meninggal
(Ngastiyah, 2012)

Poltekkes Kemenkes Padang


6. WOC Meningitis

Bakteri : haemophilus influenzae dan


Virus : echovirus, coxsackie virus, Faktor maternal : ruptur membran fetal& Faktor imunologi : Defesiensi
streptococcus pneumoniae, mycobacterium
virus gondongan infeksi maternal pada minggu terakhir imunoglobin&Anak yang mendapat
tuberculosa dan Escherichia colli
imunodepresan

Organisme masuk ke aliran darah

Pelepasan zat
Aktivitas makrofag dan virus Reaksi radang pada meningen
virogen endogen Menekan saraf Sakit kepala MK : nyeri

Merangsang kerja meningitis Obstuksi pada saluran Peningkatan CSS Hidrosefalus


hipotalamus ventrikel
Thrombus aliran darah
Instabil thermoregulasi
serebral TIK ↑

Suhu tubuh ↑ CO2 ↑


Eksudet purulen menyebar
ke dasar otak dan medula
MK : hipertermi spinalis Permeabilitas vaskuler
pada serebri
Kerusakan neurologis

Transudat cairan
Ketidakseimbangan Ketidakseimbangan ion Volume cairan Kebocoran cairan dari
asam basa interstitial ↑ intrvaskuler Edema serebral

Ggn hemostatis neuron Keb. Energi ↑ Volume tekanan otak

Vasospasme pembuluh
Kelainan depolarisasi neuron TIK↑ darah serebri
kejang

Hiperaktivitas neuron MK : resiko cedera MK : ketidakefektifan


Sirkulasi di serebral ↓
perfusi jaringan serebral

13
Poltekkes Kemenkes Padang
14

TIK ↑
Edema
serebral
- Penurunan Merangsang Menekan saraf
kesadaran saraf simpatis mesenpalon
di servikal desensepalon
- TD ↑

Mual dan Ransangan otot di Kerusakan pada


Penekanan pd
muntah sekitar servikal fungsional farmasi
hipotalamus
Penekanan pada kerja RAS
pusat pernapasan
MK : Resiko Otot Ransangan pd
aspirasi berkontraksi Kesadaran ↓
Upaya bernapas ↑ hipofise anterior ↑

Otot pada tengkuk demam Penurunan


Mk: ketidakefektifan meregang refleks batuk
pola nafas

Kaku kuduk Penekanan pada Penumpukan


pusat pernapasan sekret di jalan
evavorasi
nafas
Sesak nafas
Keringat MK: Ketidakefektifan
berlebihan bersihan jalan nafas
MK : pola nafas tidak
MK : kekurangan efektif
Volume cairan Diaphoresis

Bagan 2.1
WOC Meningitis
Sumber: Price & Wilson (2006) , Muttaqin (2008) & Suriadi & Yuliani (2010).

Poltekkes Kemenkes Padang


15

7. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


a. Sistem Pernapasan
Pada anak dengan meningitis laju metabolisme akan meningkat,
sebagai kompensasi tubuh pernapasan akan mengalami
peningkatan pula sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan
terutama pada jaringan perifer. Pasien meningitis sering terjadi
peningkatan TIK yang dapat menyebabkan terjadinya koma. Pasien
koma pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingga terdapat
gangguan kebutuhan O2 (Brunner & Suddart, 2013).
b. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan
menstimulasi sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan
“set poin”. Demam terjadi karena adanya gangguan pada “set
poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan
meningitis mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh
meningkat. (Suriadi & Yuliani, 2010).
c. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik
jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan
hipertrofi pada jaringan otak yang beresiko pada abses serebri.
Keluhan yang muncul pada anak meningitis adalah kejang atau
bahkan penurunan kesadaran serta positifnya pemeriksaan
ransangan meningeal pada anak (Muttaqin, 2008).

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis purulenta
a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari
kekurangan cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau
diare.
b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus,
diberikan diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat

Poltekkes Kemenkes Padang


16

di ulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila


kejang belum berhenti, ulangan pemberian diazepam
berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama
diberikan secara intramuskular.
c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis
awal untuk neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg
dan di atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan
rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari
di bagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.
d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari
di bagi dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg
BB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis . Pada hari ke-10
pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila
ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tersebut
di lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum normal
pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di
atas atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil
biakan dan uji resisten kuman.
2) Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian
kombinasi obat antituberkulosis dan di tambahkan dengan
kortikosteroid, pengobatan sitomatik bila terdapat kejang, koreksi
dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah dan
fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS dan
INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat
digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan
dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di
teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor
serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling
sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa
prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/
hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1
mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid

Poltekkes Kemenkes Padang


17

seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk


menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah
gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman
dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan
tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering
cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk membantu
pemasukan O2perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain
itu pasien koma juga mengalami inkontinensia urine maka perlu di
pasang penampung urine. Kebersihan kulit perlu di perhatiakn
terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan. Oleh
karena itu jika akan memasang kateter urine harus konsultasi
dahulu dengan dokter. Buat catatan khusus jika belum ada catatan
perawatan untuk mencatat hasil observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi
Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk
memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde
tetapi untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi
dehidrasi cairan yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl
0,9% dalam perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan
secara cermat dan setiap mengganti cairan harus dicatat pada pukul
berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan kecukupan
cairan atau tidak.

Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di perhatikan, teutama


pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap
berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan pada

Poltekkes Kemenkes Padang


18

sendi-sendi dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan tetapi


usahakan agar kepala tidak ikut terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu
bersikap lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan
tahu). Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan
pasien tersebut menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien
koma matanya selalu terbuka. Untuk menghindarkan silau yang
terus menerus jangan baringkan pasien kearah jendela. Untuk
pasien yang akan melakukan tindakan, ajak lah pasien berbicara
sewaktu melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar
(Ngastiyah, 2012).
4) Penatalaksanaan kejang
a) Airway
(1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala
dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah
dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien,
lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
(3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b) Breathing
(1) Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara
intensif.
(2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum
hangat ( berbeda dengan pasien tetanus yang jika
kejang tetap sadar).

Poltekkes Kemenkes Padang


19

9. Pencegahan Meningitis
Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak mengalami
kematian yang tragis. Perawat memainkan peran yang signifikan dalam
memberikan penyuluhan kepada keluarga mengenai berbagai tindakan
pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian vaksinasi yang dapat mencegah
terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis dan tetanus) Hib
(Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis yang di sebabkan
oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab meningitis akibat komplikasi
dari pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu vaksin BCG
(Bacillus Calmette-Guerin) diberikan untuk mencegah penyakit TBC,
pemberian dilakukan pada usia 1 bulan (Pusdiknakes, 2015).

B. Konsep Asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis


1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
a. Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal
lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir
cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang
tua.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam
tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit
kepala dan demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian
untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat
timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang
dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan
keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak

Poltekkes Kemenkes Padang


20

mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran,


Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan
perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif dan
koma.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit
yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan
bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh
imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu
dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di
ketahui seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada
anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu
diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit
infeksi pada saat hamil (Muttaqin, 2008).
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan
adalah organ yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi
pengaturan motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak
mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan
seperti retardasi mental, gangguan kelemahan atau
ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis).
Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan
dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan usia.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang
berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi &
Sukarmin, 2009).

Poltekkes Kemenkes Padang


21

2) Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu
tubuh lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30
x/menit dan tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena
tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal 36,5-37,40 C, pernapasan
normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan < 50 x/menit, 12 bulan-<5
tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
3) Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak
yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan
meningeal pada anak dengan meningitis akan ditemukan kuduk kaku.
Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan lingkar kepala untuk
mengetahui apakah ada pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk,
2009).
4) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil
biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan
kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin
akan di temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
5) Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
6) Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses
evaporasi.
7) Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan
meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di
sebabkan oleh infeksi E.colli.

Poltekkes Kemenkes Padang


22

8) Dada
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu
penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang
dilakukan dan biasanya tidak ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti
ronkhi pada pasien dengan meningitis tuberkulosa
dengan penyebaran primer dari paru.
b) Jantung
penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut
jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100-
140x/i).
9) Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit
mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
10) Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut
anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat
gerak.
11) Genitalia, jarang di temukan kelainan.
12) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural
yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung
lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada
pasien dengan meningitis yang tidak disertai penurunan

Poltekkes Kemenkes Padang


23

kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut


meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan.
Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di
dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.
13) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat
gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
14) Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot
leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski

Poltekkes Kemenkes Padang


24

Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka d


hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif
pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang
sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin,
2008).

d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
a) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari
100/mm3(normal : < 6/µL).
b) Pewarnaan gram CSS
c) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial
dan pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa
biasanya normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari
nilai serum glukosa).
d) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan
pada meningtis virus protein sedikit meningkat.

Tabel 2.1 karakteristik Cairan Serebro Spinal pada bayi dan anak

Karakteristik cairan serebrospinal (LCS) pada bayi dan anak


Normal Meningitis viral Meningitis bakterial
Penampakan Jernih Jernih atau agak Berkabut atau purulen
keruh
Sel (mm3) 0-4 20-100 500-5000
Tipe Limfosit Limfosit Neutrofil
Protein g/L 0,2-0,4 ↑ ↑↑
Glukosa 3-6 3-6 ↓
mmol/L
Sumber : Meadow & Newell (2006).

Poltekkes Kemenkes Padang


25

2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan
trombosit, protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan
leukosit diperlukan untuk menentukan kemungkinan adanya
infeksi bakteri berat dan leukopenia mungkin merupakan tanda
prognosis yang buruk terutama pada penyakit akibat
meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya dengan
memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang
di sertai trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler
deseminata. (leukosit normal : 5000-10000/mm3, trombosit
normal : 150.000-400.000/mm3, Hb normal pada perempuan:
12-14gr/dl, pada laki-laki : 14-18gr/dl).
b) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200
gr/dl).
3) Pemeriksaan cairan dan elektrolit
a) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium
serum (Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+ normal : 136-
145mmol/L, K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
b) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH.
4) Pemeriksaan kultur
a) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
b) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
c) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
5) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam mendiagnosis
meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam
mengenali faktor resiko. CT scan dilakukan untuk menentukan
adanya edema serebri atau penyakit saraf lainya (Betz & Sowden,
2009).

Poltekkes Kemenkes Padang


26

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Berdasarkan Diagnosis Keperawatan Nanda 2015-2017,diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses inflamasi,
edema pada otak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret, penurunan kesadaran.
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan di otak, perubahan tingkat kesadaran.
e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
f. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses
inflamasi.
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
h. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang
optimal.

3. Intervensi Keperawatan
Bulechek (2009) dan Moorhead (2009), menjelaskan teori rencana
keperawatan yang dapat dilakukan untuk diagnosa keperawatan diatas adalah :

Tabel 2.2 : Diagnosis dan perencanaan keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1. Resiko a. Status sirkulasi Terapi oksigen
ketidakefektifan 1) Tekanan darah 1. Periksa mulut, hidung,
perfusi jaringan sistol dan sekret trakea
serebral 2) Tekanan darah 2. Pertahankan jalan
diastol napas yang paten
Faktor resiko 3) Tekanan nadi 3. Atur peralatan
a. Gangguan 4) PaO2 (tekanan oksigenasi
serebrovaskuler parsial oksigen 4. Monitor aliran oksigen
b. penyakit dalam darah arteri) 5. Pertahankan posisi
neurologis. 5) PaCO2 (tekanan pasien
parial 6. Observasi tanda-tanda

Poltekkes Kemenkes Padang


27

karbondioksida hipoventilasi
dalam darah arteri 7. Monitor adanya
6) Saturasi oksigen kecemasan pasien
7) Urine output terhadap oksigenasi.
8) Capillary refill.

b. Status neurologi Manajemen edema


1) Kesadaran serebral
2) Fungsi sensorik 1. Monitor adanya
dan motorik kranial kebingungan,
3) Tekanan perubahan pikiran,
intrakranial keluhan pusing,
4) Ukuran pupil pingsan
5) Pola istirahat-tidur 2. Monitor tanda-tanda
6) Orientasi kognitif vital
7) Aktivitas kejang 3. Monitor karakteristik
8) Sakit kepala. cairan serebrospinal :
warna,
kejernihan,konsistensi
4. Monitor status
pernapasan: frekuensi,
irama, kedalaman
pernapasan,
PaO2,PaCO2, pH,
Bicarbonat
5. Catat perubahan
pasien dalam berespon
terhadap stimulus
6. Berikan anti kejang
sesuai kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong
keluarga/orang yang
penting untuk bicara
pada pasien
9. Posisikan tinggi
o
kepala 30 atau lebih.

Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai
dan karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan
output

Poltekkes Kemenkes Padang


28

4. Monitor suhu dan


jumlah leukosit
5. Periksa pasien terkait
ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher pasien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan
tertentu.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.

Poltekkes Kemenkes Padang


29

2. Kekurangan a. Keseimbangan Manajemen cairan


volume cairan cairan 1. Timbang BB setiap
Kriteria hasil : hari dan monitor status
Batasan 1) Tekanan darah pasien
karakteristik 2) Keseimbangan 2. Hitung atau timbang
a. Haus intake output dalam popok dengan baik
b. Kelemahan 24 jam 3. Jaga dan catat intake
c. Kulit kering 3) Berat badan stabil dan output
d. Membran 4) Turgor kulit 4. Monitir status hidrasi
mukosa kering 5) Kelembaban 5. Monitor hasil
e. Peningkatan membran mukosa laboratorium yang
frekuensi nadi 6) Serum elektrolit relevan dengan dengan
f. Peningkatan 7) Hematokrit retensi cairan
hematokrit 8) Edema perifer 6. Monitor status
g. Peningkatan 9) Bola mata cekung hemodinamik
kosentrasi urine dan lembek 7. Monitor tanda-tanda
h. Peningkatan 10) Kehausan vital
suhu tubuh 11) Pusing. 8. Berikan terapi IV
i. Penurunan berat seperti yang
badan tiba-tiba b. Dehidrasi ditentukan
j. Penurunan Kriteria hasil : 9. Berikan cairan dengan
haluan urine 1) Warna urine keruh tepat
k. Penurunan 2) Fontanela cekung 10. Tingkatkan asupan
pengisian vena 3) Nadi cepat dan oral
l. Penurunan lambat 11. Dukung pasien dan
tekanan darah 4) Peningkatan BUN keluarga untuk
m. Penurunan blood urea Nitrogen) membantu dalam
turgor kulit. 5) Peningkatan suhu pemberian makan
tubuh. dengan baik
Faktor yang 12. Berikan produk-
berhubungan produk darah.
a. Kegagalan
mekanisme Manajemen elektrolit
regulasi 1. Monitor nilai serum
b. Kehilangan elektrolit abnormal
cairan aktif. 2. Monitor manifestasi
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Pertahankan
kepatenan akses IV
4. Berikan cairan sesuai
resep, jika diperlukan
5. Ambil spesimen
sesuai order untuk
dapat melakukan
analisis level elektrolit
(ABG, urine, dan level
serum) dengan tepat

Poltekkes Kemenkes Padang


30

6. Konsultasikan dengan
dokter jika tanda-tanda
dan gejala
ketidakseimbangan
cairan dan/elektrolit
menetap atau
memburuk
7. Monitor respon pasien
terhadap terapi
elektrolit yang
diberikan.

Manajemen muntah
1. Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
menyebabkan atau
berkontribusi terhadap
muntah (obat-obatan
dan prosedur)
2. Posisikan untuk
mencegah aspirasi
3. Tunggu minimal 30
menit setelah episode
mutah sebelum
menawarkan cairan
kepada pasien
4. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap
jika tidak ada muntah
yang terjadi selama 30
menit.

3. Ketidakefektifan a. Status penrnapasan : Terapi oksigen


pola nafas ventilasi 1. Bersihkan mulut,
Kriteria hasil hidung dan sekret
Batasan 1) Frekuensi trakea dengan tepat
karakteristik pernapasan 2. Pertahankan
a. Bradipnea 2) Irama pernapasan kepatenan jalan nafas
b. Dispnea 3) Kedalaman 3. Berikan oksigen
c. Penggunaan pernapasan tambahan seperti yang
otot bantu 4) Penggunaan otot diperintahkan
penapasan bantu nafas 4. Monitor aliran oksigen
d. Penurunan 5) Suara nafas 5. Periksa perangkat
kapasitas vital tambahan pemberian oksigen
e. Penurunan 6) Retraksi dinding secara berkala untuk
tekanan dada memastikan bahwa
ekspirasi 7) Dispnea saat istirahat kosentrasi yang telah
f. Penurunan 8) Atelektasis. di tentukan sedang di

Poltekkes Kemenkes Padang


31

tekanan berikan
inpsirasi b. Status pernapasan : 6. Pastikan penggantian
g. Pernapasan kepatenan jalan masker oksigen/kanul
bibir nafas nasal setiap kali
h. Pernapasan Kriteria Hasil : perangkat diganti
cuping hidung 1) frekuensi pernapasan 7. Pantau adanya tanda-
i. Pola nafas 2) pernapasan cuping tanda keracunan
abnormal hidung oksigen dan kejadian
j. Takipnea. 3) mendesah atelektasis.

Faktor yang Monitor neurologi


berhubungan 1. Pantau ukuran pupil,
bentuk kesimetrisan
a. Cedera medula dan reaktivitas
spinalis 2. Monitor tingkat
b. Gangguan kesadaran
neurologis 3. Monitor GCS
c. Nyeri 4. Monitor status
pernapasan.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari
penyebab perubahan
vital sign.
4. Ketidakefektifan a. Status pernapasan: Kepatenan jalan nafas
bersihan jalan nafas kepatenan jalan 1. Pastikan kebutuhan
nafas oral suctioning
Batasan Kriteria hasil: 2. Auskultasi suara nafas
karakteristik 1) Frekuensi sebelum dan sesudah
a. Batuk yang pernapasan suctioning
tidak efektif 2) Irama pernapasan 3. Informasikan pada
b. Gelisah 3) Kemampuan untuk klien dan keluarga
c. Dispnea mengeluarkan tentang suctioning
d. Mata terbuka sekret 4. Monitor status oksigen
lebar 4) Penggunaan otot pasien

Poltekkes Kemenkes Padang


32

e. Perubahan pola bantu pernapasan 5. Berikan oksigen


nafas 5) Batuk. dengan menggunakan
f. Sianosis nasal untuk
g. Sputum dalam b. Status pernapasan memfasilitasi suction
jumlah yang Kriteria hasil: nasotrakeal
berlebihan 1) Kedalaman
h. Suara nafas inspirasi Manajemen jalan nafas
tambahan 2) Suara auskultasi 1. Buka jalan nafas.
nafas 2. Posisikan pasien untuk
Faktor yang 3) Kepatenan jalan memaksimalkan
berhubungan nafas ventilasi.
a. Infeksi 4) Kapasitas vital 3. Lakukan fisioterapi
b. Difungsi dada bila perlu
neuromuskular 4. Auskultasi suara nafas
c. Mukus , catat adanya suara
berlebihan tambahan
d. Benda asing di 5. Monitor respirasi dan
jalan nafas. status O2

Manajemen batuk
1. Bantu pasien untuk
mengatur posisi
duduk.
2. Dorong pasien untuk
melakukan latihan
nafas dalam
3. Dorong pasien untuk
tarik nafas dalam
selama dua detik dan
batukkan, lakukan dua
atau tiga kali berturut
turut

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
8. Identifikasi penyebab

Poltekkes Kemenkes Padang


33

dari perubahan vital


sign.
5. Nyeri akut a. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian
Batasan
1) Nyeri yang di nyeri secara
karakteristik laporkan komprehensif
2) Panjangnya episode termasuk lokasi,
a. Diaforesis
nyeri karakteristik, durasi,
b. Ekspresi wajah 3) Ekspresi nyeri wajah frekuensi, kualitas dan
4) Berkeringat faktor presipitasi
nyeri
berlebihan 2. Observasi reaksi
c. Keluhan tentang 5) Kehilangan nafsu nonverbal dari
makan. ketidaknyamanan
karakteristik
3. Gunakan teknik
nyeri dengan b. Kontrol nyeri komunikasi terapeutik
Kriteria hasil : untuk mengetahui
menggunakan
1) Mengenali kapan pengalaman nyeri
standar nyeri terjadi pasien
2) Menggambarkan 4. Kaji kultur yang
instrumen nyeri
faktor penyebab mempengaruhi respon
d. Mengekspresika 3) Menggunakan nyeri
tindakan pencegahan 5. Kontrol lingkungan
n perilaku
4) Menggunakan yang dapat
(gelisah,mereng tindakan pengurangan mempengaruhi nyeri
nyeri tanpa analgesik. seperti suhu ruangan,
ek, menangis,
pencahayaan dan
waspada) c. Status kenyamanan kebisingan
Kriteria hasil : 6. Kurangi faktor
e. perubahan pada
1) Nyeri berkurang presipitasi nyeri
parameter 2) Kecemasan 7. Pilih dan lakukan
berkurang penanganan nyeri
fisiologis
3) Stres berkurang (farmakologi, non
(mis.,tekanan 4) Ketakutan berkurang. farmakologi,
interpersonal)
darah, frekueni
8. Ajarkan tentang teknik
jantung, non farmakologi
9. Berikan analgetik
frekuensi
untuk mengurangi
pernapasan) nyeri
10. Evaluasi tingkat
f. perubahan
keefektifan kontrol
selera makan nyeri
11. Tingkatkan istirahat
Faktor yang
12. Monitor penerimaan
berhubungan pasien tentang
manajemen nyeri.
Agen cedera
biologis (infeksi,

Poltekkes Kemenkes Padang


34

iskemia). Pemberian Analgesik


1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
5. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
6. Evaluasi efektifitas
analgesik, tanda dan
gejala.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital

Poltekkes Kemenkes Padang


35

sign.

6. Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam


Batasan Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan
tanda-tanda vital
karakteristik 1) Merasa merinding
lainya
saat dingin
a. Apnea 2. Monitor warna kulit
2) Berkeringat saat
b. Bayi tidak dapat dan suhu
panas
mempertahanka 3. Monitor asupan dan
3) Tingkat pernapasan
n menyusu keluaran, sadari
4) Melaporkan
c. Gelisah perubahan kehilangan
kenyamanan suhu
d. Hipotensi cairan yang tak di
5) Perubahan warna
e. Kulit rasakan
kulit
kemerahan 4. Beri obat atau cairan
6) Sakit kepala
f. Kulit terasa IV
hangat 5. Tutup pasien dengan
g. Latergi selimut atau pakaian
h. Kejang ringan
i. Koma 6. Dorong konsumsi
j. Stupor cairan
k. Takikardia 7. Fasilitasi istirahat,
l. Takipnea terapkan pembatasan
m. Vasodilatasi aktivitas jika di
perlukan
Faktor yang 8. Berikan oksigen yang
berhubungan sesuai
a. Peningkatan 9. Tingkatkan sirkulasi
laju udara
metabolisme 10. Mandikan pasien
b. Penyakit dengan spon hangat
c. Sepsis dengan hati-hati.

Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan laporkan
adanya tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan
dan nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.

Poltekkes Kemenkes Padang


36

Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan, dan
kelola menurut resep
dan/atau protokol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan pasien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi
dengan benar.

7. Resiko Aspirasi a. Status pernapasan: Pencegahan aspirasi


kepatenan jalan nafas 1. Monitor tingkat
Faktor resiko 1) Frekuensi pernapasan kesadaran, refleks
a. Penurunan 2) Irama pernapasan batuk dan kemampuan
motilitas 3) Tersedak menelan
gastrointestinal 4) Suara nafas tambahan 2. Monitor stastus
b. Penurunan pernapasan
tingkat kesadarn 3. Jaga kepala tempat
c. Peningkatan b. Pencegahan aspirasi tidur ditinggikan 30
residu lambung 1) Memposisikan tubuh menit setelah
untuk miring ketika pemberian makan
makan dan minum 4. Periksa residu pada
jika dibutuhkan. selang makanan atau
2) Mengidentifikasi lebih besar 100 cc
faktor-faktor resiko. pada selang.

Manajemen muntah
1. Kaji emesis terkait
dengan warna,
konsistensi, akan
adanya darah, waktu
dan sejauh mana
kekuatan emesis.
2. Ukur atau perkirakan
volume
emesis.pastikan obat

Poltekkes Kemenkes Padang


37

antiemetik yang di
berikan untuk
mencegah muntah bila
memungkinkan
3. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap
jika tidak ada muntah
yang terjadi selama 30
menit.
4. Monitor efek
manajemen muntah
secara menyeluruh.

Pengaturan posisi
1. Jelaskan kepada
pasien badan pasien
akan di balik
2. Jangan menempatkan
pasien pada posisi
yang bisa
meningkatkan nyeri.
3.
8. Resiko cidera a. Kontrol resiko Manajemen lingkungan
Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan
Faktor resiko
1) Klien terbebas dari yang aman untuk
1) Eksternal cidera pasien
2) Klien mampu 2. Identifikasi kebutuhan
a) Gangguan
menjelaskan cara keamanan pasien
fungsi atau metode untuk sesuai dengan kondisi
mencegah cidera fisik
kognitif
3) Klien mampu 3. Dan fungsi kognitif
b) Agens menjelaskan faktor pasien dan riwayat
resiko dari penyakir dahulu
nosokomial
lingkungan pasien
2) Internal 4) Menggunakan 4. Memasang side rail
fasilitas kesehatan tempat tidur
a) Hipoksia
yang ada 5. Menyediakan tempat
jaringan 5) Mampu mengenali tidur yang aman dan
perubahan status bersih
b) Gangguan
kesehatan. 6. Membatasi
sensasi pengunjunng
b. Kejadian jatuh 7. Memberikan
(akibat dari
1) Jatuh dari tempat penerangan yang
cedera tidur cukup
2) Jatuh saat di 8. Berikan penjelasan
medula
pindahkan. pada pasien dan
spinalis, dll) keluarga atau
pengunjung adanya

Poltekkes Kemenkes Padang


38

c) Malnutrisi. perubahan status


kesehatan dan
penyebab penyakit.

Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku
dan faktor yang
mempengaruhi resiko
jatuh
2. Sediakan pengawasan
ketat dan /atau alat
pengikatan

Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016).

Poltekkes Kemenkes Padang


39

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


Pada penelitian ini jenis penelitian yang di gunakan adalah kualitatif dengan
desain studi kasus yang di jabarkan secara deskriptif. Metode penelitian ini di
lakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang
keadaan secara objektif. Penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien anak
dengan kasus meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian telah dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2107. Tempatnya
di ruang Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
Pengelolaan kasus dilakukan selama 7 hari, pada partisipan I peneliti mulai
mengelola dari tanggal 24 sampai 30 Mei 2017. Sedangkan pada partisipan II
di mulai pada tanggal 25 sampai 31 Mei 2017.

C. Populasi dan Sampel


Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu
yang akan diteliti. Sampel merupakan bagian populasi yang akan di teliti atau
sebagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (Hidayat,
2012).

Pada penelitian ini populasi yang di gunakan adalah semua pasien anak yang
mengalami meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Sampel diambil sebanyak 2 orang secara
purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan berdasarkan pada
tujuan dari peneliti.

Poltekkes Kemenkes Padang


40

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:


1. Kriteria inklusi
a) Semua pasien anak dengan masalah meningitis yang dirawat di
ruangan HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP.Dr.M.Djamil Padang.
b) Pasien dan Orangtua bersedia menjadi responden.
2. Kriteria eksklusi
Pasien pulang dalam hari rawatan kurang dari lima hari dan berada di
luar kota.

D. Instrumen Pengumpulan data


Alat dan instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian adalah format asuhan
keperawatan (pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi ),
alat perlindungan diri (Handscoon dan maker) dan alat pemeriksaan fisik
(Tensi meter, Termometer, stetoskop, timbangan, arloji dengan detik dan
penlight).
1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari: identitas pasien, identifikasi
penanggung jawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar, pemeriksaan
fisik, data psikologis, data ekonomi sosial, data spiritual, lingkungan
tempat tinggal, pemeriksaan laboratorium dan program pengobatan.
2. Format analisa data terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, data,
masalah dan etiologi.
3. Format diagnosa keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam
medik, diagnosa keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah,
serta tanggal dan paraf dipecahkannya masalah.
4. Format rencana asuhan keperwatan terdiri dari: nama pasien, nomor
rekam medik, diagnosa keperawatan, intervensi NOC dan NIC.
5. Format implementasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor
rekam medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, implementasi
keperawatan, dan paraf yang melakukan implementasi keperawatan.

Poltekkes Kemenkes Padang


41

6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam


medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan,
dan paraf yang mengevaluasi tindakan keperawatan.

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan data


1. Jenis data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang di dapatkan secara langsung, dimana
sumber data secara langsung memberikan data kepada pengumpul
data (Sugiyono, 2014). Pada penelitian ini data primer di dapatkan
langsung dari pasien seperti pengkajian, meliputi: Identitas pasien,
riwayat kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan
pemeriksaan fisik terhadap pasien.
b. Data Sekunder
Pada penelitian ini data sekunder didapatkan langsung dari
keluarga, rekam medis dan Ruang Rawat Anak di RSUP Dr. M.
Djamil Padang.

2. Teknik Pengumpulan data


a. Teknink Wawancara
Wawancara digunakan untuk menemukan permasalahan yang diteliti
dan mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam
(Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini wawancara dilakukan kepada
pasien dan keluarga. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data
tentang identitas pasien, riwayat kesehatan pasien (sekarang, dahulu
dan riwayat kesehatan keluarga) dan aktivitas sehari-hari pasien.
b. Observasi
Observasi yang dilakukan peneliti berkaitan dengan keadaan fisik
pasien serta kegiatan sehari-hari pasien seperti polamakan, pola
aktivitas dan lain-lain (Sugiyono, 2014).

Poltekkes Kemenkes Padang


42

Pada penelitian ini obeservasi dilakukan untuk pemeriksaan fisik


pasien yang dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi, menilai tingkat kesadaran, memantau intake output dan
memonitor bagaimana perubahan kesehatan dari pasien.
c. Dokumentasi
Dalam penelitian ini menggunakan dokumen dari rumah sakit untuk
menunjang penelitian yang akan dilakukan untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan lumbal pungsi, pemeriksaan darah lengkap (Hb,
trombosit, leukosit, eritrosit, dan Ht), hasil pemeriksaan elektrolit,
hasil pemeriksaan kultur dan pemeriksaan rontgen atau CT scan
kepala dan/atau MRI.
d. Pengukuran
Pengukuran adalah cara pengumpulan data penelitian dengan
mengukur objek (Supardi & Rustika, 2013). Pada penelitian ini
dilakukan pemantau kondisi pasien dengan metoda pengukuran
menggunakan alat ukur pemeriksaan, seperti melakukan pengukuran
tanda-tanda vital dan menimbang berat badan anak.

Prosedur dalam pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah:


1) Peneliti meminta izin penelitian dari instansi asal penelitian yaitu
Poltekkes Kemenkes Padang.
2) Meminta surat rekomendasi ke RSUP DR. M. Djamil Padang.
3) Meminta izin ke Kepala RSUP Dr. M. Djamil Padang.
4) Meminta izin ke Kepala Keperawatan Ruang HCU IRNA Kebidanan
dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.
5) Melakukan pemilihan sampel sebanyak 2 orang pasien anak dengan
meningitis. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik purposive
sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti.
6) Mendatangi responden serta keluarga dan menjelaskan tentang tujuan
penelitian.

Poltekkes Kemenkes Padang


43

7) Responden dan keluarga memberikan persetujuan untuk dijadikan


responden dalam penelitian.
8) Responden dan keluarga diberikan kesempatan untuk bertanya.
9) Responden/ orang tua menandatangani informed consent. Peneliti
meminta waktu responden untuk melakukan asuhan keperawatan dan
pamit.

Proses keperawatan yang dilakukan peneliti adalah:


1) Peneliti melakukan pengkajian kepada responden menggunakan
metode wawancara, observasi dan pengukuran.
2) Peneliti merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada
responden.
3) Peneliti membuat perencanaan asuhan keperawatan yang akan
diberikan pada responden.
4) Peneliti melakukan asuhan keperawatan pada responden.
5) Peneliti melakukan tindakan keperawatan pada responden.
6) Peneliti mendokumentasikan proses asuhan keperawatan yang
diberikan pada responden mulai dari melakukan pengkajian sampai
pada evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.

F. Analisis Data
Analisis terhadap proses keperawatan yang dilakukan peneliti meliputi
pengkajian keperawatan, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi
keperawatan yang dibandingkan dengan teori. Pada penelitian ini, yang akan
dilakukan peneliti adalah setelah di dapatkan data tentang pasien melalui
pengkajian keperawatan, data akan di kelompokkan melalui analisis data
dalam bentuk data subjektif dan data objektif. Kemudian baru di rumuskan
diagnosa keperawatan, disusun rencana keperawatan, melakukan
implementasi dan evaluasi keperawatan. Asuhan keperawatan yang telah
dibuat selanjutnya dibandingkan dengan teori yang telah dibahas sebelumnya.

Poltekkes Kemenkes Padang


44

BAB IV
DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kasus

An.Z (Partisipan I) perempuan berusia 7 tahun datang ke RSUP Dr. M


Djamil Padang pada tanggal 27 April 2017 pukul 24.56 WIB melalui IGD
rujukan dari RSI Yarsi Bukit Tinggi. Pasien datang dengan keluhan demam
selama 2 minggu, kejang seluruh tubuh sejak 6 jam sebelum masuk, frekuensi
1 kali, lamanya 10 menit dan mengalami penurunan kesadaran setelah kejang.
An.Z di rawat di ruang Akut IRNA Kebidanan dan anak dengan diagnosa
medis Meningitis Tb.

By. F (Partisipan I) laki-laki berusia 9 bulan datang ke RSUP Dr. M. Djamil


Padang pada tanggal 5 April 2017, pukul 04.00 WIB melalui IGD rujukan
dari RS. Silaguri. Pasien datang dengan keluhan demam disertai muntah dan
diare selama 3 hari, frekuensi 3-4 kali, konsistensi encer. Bayi mengalami
kejang pada sebagian tubuh, frekuensi 1x lamanya 3 jam dan penurunan
kesadaran setelah kejang. By.F di di rawat di ruang Akut IRNA Kebidanan
dan anak dengan diagnosa medis Meningitis Tb.

Poltekkes Kemenkes Padang


45

B. Asuhan Keperawatan

Tabel 2.3
Asuhan Keperawatan

Partisipan I Partisipan II
1. Hasil Pengkajian
An.Z perempuan berusia 7 tahun By. F laki-laki berusia 9 bulan datang
datang ke RSUP Dr. M Djamil Padang ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
pada tanggal 27 April 2017 pukul tanggal 5 April 2017, pukul 04.00 WIB
24.56 WIB melalui IGD rujukan dari melalui IGD rujukan dari RS. Silaguri.
RSI Yarsi Bukit Tinggi. Pasien datang Pasien datang dengan keluhan demam
dengan keluhan demam selama 2 disertai muntah dan diare selama 3 hari,
minggu, kejang seluruh tubuh sejak 6 frekuensi 3-4 kali, konsistensi encer.
jam sebelum masuk, frekuensi 1 kali, Bayi mengalami kejang pada sebagian
lamanya 10 menit dan mengalami tubuh, frekuensi 1x lamanya 3 jam dan
penurunan kesadaran setelah kejang. penurunan kesadaran setelah kejang.
An.Z di rawat di ruang Akut IRNA By.F di di rawat di ruang Akut IRNA
Kebidanan dan anak dengan diagnosa Kebidanan dan anak dengan diagnosa
medis Meningitis TB. medis Meningitis TB.

Riwayat kesehatan sekarang yang di Riwayat kesehatan sekarang yang di


dapatkan saat pengkajian tanggal 24 dapatkan saat pengkajian pada tanggal
Mei 2017 pukul 14.30 WIB dengan 25 Mei 2017 pukul 16.00 WIB dengan
hari rawatan ke-28, anak mengalami hari rawatan ke-47, bayi tampak
penurunan kesadaran, tampak lemah spastik, otot kaku, kelopak mata
dan nafas sesak, Ayah mengatakan sebelah kiri tidak simetris, Ibu
anak demam, batuk berdahak, refleks mengatakan anak demam, badan teraba
batuk lemah, tidak mampu bicara dan panas, gelisah dan bayi hanya mampu
hanya mengerang. merintih.

Sedangkan Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan dahulu pada By.F


yang dimiliki An.Z adalah sering adalah pernah di rawat di klinik selama
mengeluh sakit kepala, kemudian di 8 hari dengan diare dan memiliki
belikan obat di warung namun sakit riwayat Post VP-shunting 2 bulan
kepala tidak hilang. pasien juga sebelum masuk rumah sakit. Paman
mengalami demam selama 2 minggu. dari By.F memiliki riwayat kejang
Badan sudah tampak kurus 3 bulan tanpa demam, kakek menderita
sebelum masuk RS dan tidak hipertensi serta ayahnya memiliki
ditimbang. Pasien memiliki riwayat riwayat alergi. Orang tua tidak
kontak dengan penderita Tb (saudara mengetahui apakah anak pernah kontak
laki-laki ayah), menderita TB selama dengan penderita TB Paru.
2,5 tahun dan sudah mendapat obat
OAT. An.Z tidak memiliki Riwayat
trauma kepala dan riwayat keluar
cairan dari telinga.

Poltekkes Kemenkes Padang


46

Riwayat prenatal di dapatkan selama Riwayat Prenatal di dapatkan selama


masa kehamilan istrinya tidak pernah masa kehamilan ibu tidak pernah
menderita penyakit yang berat. Ny.Y menderita penyakit yang berat dan Ibu
memeriksakan kehamilannya ke bidan memeriksakan kehamilan secara rutin
dengan teratur, Persalinan secara ke bidan dan dokter. Ny.M mengakui
spontan dan di bantu oleh Bidan di saat hamil emosinya labil. Saat
Klinik dengan usia kehamilan cukup melahirkan anak pertamanya ini, Ny.M
bulan. Saat lahir bayi langsung mengalami partus lama dan dilakukan
menangis berat badan lahirnya 2300 gr operasi SC, usia kehamilan cukup
dan panjang lahir 40 cm. An.Z bulan, bayi langsung menangis, berat
mendapatkan ASI eklusif dan badan lahir 3500 gr, panjang lahir 51
imunisasi yang lengkap. cm. By.F tidak mendapatkan ASI
eksklusif karena puting susu ibu
terbenam dan imunisasi yang di dapat
juga belum lengkap hanya sampai DPT
HB1.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan Hasil pemeriksaan fisik pada By.F


data GCS 9 (E4V2M3), TD 110/70 adalah sebagai berikut; di peroleh GCS
mmHg (Normal 120/80 mmHg), HR 10 (E4V2M4), berat badan 8,2 Kg,
87 x/i (Normal 60-100x/i), T 37,80 C tinggi badan 70 cm, TD 160/120
(Normal 36-37,5oC), RR 30 x/i. Hasil mmHg (normal 120/80 mmHg), suhu
pengukuran BB 14,5 kg dan TB 105 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i
Cm. Pada pemeriksaan kepala di (normal 60-100 x/i) RR 28 x/i, bentuk
temukan bentuk kepala normal, mata kepala makrosepal, lingkar kepala 45
simetris kiri dan kanan, refleks pupil cm (41,5-48 cm), fontanela anterior
positif, sklera tidak ikterik, konjungtiva menonjol, terdapat bekas luka
tidak anemis. Pada pasien tidak dekubitus pada oksipital, kelopak mata
ditemukannya pernapasan cuping tidak simetris, konjungtiva tidak
hidung. pasien terpasang NGT serta O2 anemis, sklera tidak ikterik, reflek
binasal kanul dengan kosentrasi 2L/i. pupil lambat dan tidak sama, mata
Pemeriksaan bibir ditemukan bibir tampak stabismus (mata juling), Pada
kering dan pecah-pecah, lidah kotor pemeriksaan hidung tidak
dan rongga mulut kurang bersih ditemukannya pernapasan cuping
sedangkan pada telinganya tidak ada hidung, pasien terpasang NGT dan O2
infeksi, dari telinga tidak ada keluar binasal kanul 2 L/i, mukosa bibir
cairan dan pada leher tidak kering, tidak ada keluar cairan dari
ditemukannya kaku kuduk. telinga dan pada leher tidak di
temukan kaku kuduk.

Hasil inspeksi pada paru-paru di Hasil Pemeriksaan paru-paru di


dapatkan thoraks simetris kiri dan dapatkan thoraks simetris kiri dan
kanan, terdapat tarikan dinding dada, kanan, saat di perkusi terdengar sonor,
saat di palpasi premitus kiri dan kanan saat di palpasi fremitus kiri dan kanan
sama, saat di perkusi terdengar redup sama, di auskultasi terdengar vesikuler.
dan di auskultasi terdengar bronkial Pemeriksaan jantung tidak ada masalah.
dan ronkhi. Pemeriksaan jantung tidak Pada Abdomen pasien tidak ditemukan
ada masalah, iramanya reguler. asites, turgor kulitnya kembali cepat

Poltekkes Kemenkes Padang


47

Pemeriksaan abdomen di dapatkan dan bising usus normal.


tidak ada asites dan bising usus
normal.
Pada Ekstremitas atas kanan terpasang Pemeriksaan ekstremitas ditemukan
infus, sedangkan pada ekstremitas kedua anggota gerak kaku,
bawah tampak kaku, spastik dan mengalami spastik. Pemeriksaan
ekstensi abnormal. Pemeriksaan kulit kulit ditemukan ruam kemerahan di
ditemukannya ruam kemerahan di seluruh tubuh, kulit teraba panas,
seluruh tubuh, teraba panas, akralnya akral teraba hangat, mukosanya lembab
hangat dan CRT kembali dalam 3 dan CRT kembali dalam 3 detik Pada
detik, tanda Kernig sign dan pemeriksaan ransangan meningeal
brdudzinski tidak ditemukan. kernig sign dan Brudzinski hasilnya
Pemeriksaan genitalia tidak ada negatif sedangkan pemeriksaan refleks
kelainan, bentuk normal dan lengkap. babinsky hasilnya positif. Pemeriksaan
genitalia bentuk normal dan lengkap.

Kegiataan aktivitas An.Z memiliki Kegiataan aktivitas By.F memiliki


kebiasaan makan 3 x sehari, jenis nasi, kebiasaan makan 8 kali sehari,
lauk dan sayur. Pola makan teratur dan konsistensi makanan biasa, jenis susu
habis. Jenis minum air putih, frekuensi formula, pola makan teratur, selama di
minum lebih dari 5 gelas/ hari. Tn.F rumah sakit ibu mengatakan bayi
mengatakan selama di rawat di rumah makan 8x120 cc/hari diberikan secara
sakit An.Z makan melalui NGT dengan teratur seperti biasanya. Kebiasaan
Jenis MC 6x200 cc dan di berikan tidur siang teratur dengan lama tidur
secara teratur. Ketika sehat An.Z lebih kurang 2 jam, dan tidur malam
jarang tidur siang, tidur malam ± 10 tidur 10 jam, selama di rumah sakit ibu
jam/ hari dan teratur. Saat di rawat pasien mengatakan tidur By.F sama
anak tidur siang ± 2 jam dan tidur seperti biasanya. Ketika sehat By.F
malam selama ± 7 jam, anak sering BAK dan BAB memakai pumpers,
terbangun. eliminasi BAB dan BAK di warna normal, tidak ada masalah.
rumah sakit memakai pempers. BAK Sedangkan selama di RS tidak ada
warna normal, frekuensi 3-4x/hari masalah dengan BAB dan BAK pasien.
cc/hari, tidak ada masalah BAK. Kebiasaan mandi 2 kali sehari, selama
sedangkan BAB frekuensi 2x/ hari, di rumah sakit ibu mengatakan By.F
warna kuning, konsistensi lunak dan mandi 1 kali sehari, hanya di lap.
tidak ada masalah. ketika sehat An.Z
mandi 2x sehari. Sedangkan selama di
RS An.Z mandi lap 1x/hari, tidak
pernah cuci rambut dan sikat gigi.

Hasil pemeriksaan diagnostik di Hasil pemeriksaan diagnostik di


peroleh data sebagai berikut: Pada dapatkan hasil, pada tanggal 17 Mei
tanggal 16 Mei 2017 didapatkan hasil 2017 Hb 10,1 (Normal 14-18) gr/dl,
Hb 10,7 gr/dl (Normal 12-16), leukosit leukosit 5300/mm3 (Normal 6000-
8.620/mm3 (Normal 6000-18.000), 18.000), trombosit 458.000/mm3
trombosit 229.000/mm3 (Normal (Normal 150.000-400.000), Ht 29 % (
150.000-400.000), dan hematokrit 30 Normal 35-51 %). Tanggal 18 Mei
% (Normal 37-43%). Tanggal 18 Mei 2017 dilakukan pemeriksaan elektrolit

Poltekkes Kemenkes Padang


48

2017 di dapatkan hasil pemeriksaan serum di dapatkan natrium 131 mmol/L


kalsium 8 mg/dl (Normal 8,1-10,4), (Normal 136-145), kalium 3,5 mmol/L
natrium 132 mmol/L (Normal 136- (Normal 3,5-5,1), klorida serum 93
145), kalium 3,1 mmol/L (Normal 3,5- mmol/L (Normal 97-111).
5,1) dan korida serum 107 mmol/L
(Normal 97-111).

Hasil pemeriksaan Lumbal Pungsi Pemeriksaan Lumbal Pungsi yang di


pada tanggal 4 Mei 2017 di dapatkan lakukan pada tanggal 11 April 2017 di
hasil volume ± 2 CC, kekeruhan dapatkan hasil volume ± 1 cc,
negatif, warna bening, jumlah sel kekeruhan negatif, warna bening,
8/mm3 dan glukosa 44 mg/dl. jumlah sel 10/mm3 dan glukosa 38
mg/dl.

Terapi pengobatan yang di dapatkan Terapi pengobatan yang di dapatkan


oleh pasien adalah INH 1x150 mg, By.F adalah streptomisin 1x340 mg,
luminal 2x30 gr, etambutol 1x250 mg, luminal 2x2,5 mg, etambutol 3x50 mg,
diazepam 3x1 mg, rifampisin 1x225 diazepam 3x1,5 mg, phenitoin 2x20
mg, Prednison 3x10 mg, pirazinamid mg, nifedipin 3x2,5 mg, metil dopa
1x300 mg, Asam folat 1x1 mg, 3x45 gr, curcuma syrup 3x1/2 sdt,
Ambroxol sirup 3x1/2 sdt, Bicnat Vit.B6 1x10 mg, urdafalf 3x65 mg,
3x3/4 tablet, Vit B6, diamox 3x150 gr, Paracetamol 3x100 mg (IV), , IVFD
paracetamol 4x150 mg, , IVFD KaEN KaEN 1 B 18 tts/i.
1 B 22 tts/i.

2. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian dari Setelah dilakukan pengkajian dari
tanggal 24 sampai 28 Mei 2017, maka tanggal 25 Mei sampai 29 Mei 2017,
selanjutnya peneliti melakukan analisa maka selanjutnya peneliti melakukan
data dan dapat dirumuskan diagnosa analisa data dan dapat dirumuskan
keperawatan sebagai berikut : diagnosa keperawatan sebabagai
berikut:

1)Resiko ketidakfektifan perfusi 1) Resiko ketidakefektifan perfusi


jaringan serebral berhubungan jaringan serebral beruhubungan
dengan proses inflamasi di selaput dengan proses inflamasi di selaput
otak, dengan data subjektif: ayah otak, dengan data subjektif: ibu
mengatakan anak demam, batuk mengatakan kelopak mata bayinya
berdahak, refleks batuk lemah, tidak tidak simteris, badan panas, bayi hanya
mampu bicara dan hanya mengerang. mampu merintih. Data objektif: GCS
Data objektif: GCS 9 (E4V2M3), 10 (E4V2M4), ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah kaku, ransangan bawah kaku, TD 160/120 mmHg, suhu
meningeal negatif, badan teraba panas 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i
T 37,8oC, TD 110/70 mmHg, HR (normal 60-100 x/i) RR 28 x/i dan
87x/i, P 30x/i, Hb 10,7 gr/dl, dan hasil CRT < 3 detik, Hb 10,1 (Normal 14-18)
pemeriksaan LP volume ± 2 CC, gr/dl. Pemeriksaan Lumbal Pungsi di
kekeruhan negatif, warna bening, dapatkan hasil volume ± 1 cc,
jumlah sel 8/mm3 dan glukosa 44 kekeruhan negatif (-), warna bening,

Poltekkes Kemenkes Padang


49

mg/dl. jumlah sel 10/mm3 dan glukosa 38


mg/dl.

2) Ketidakefektifan bersihan jalan 2) Hipertermi berhubungan dengan


nafas berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme dengan
penumpukan sekret di jalan nafas data subjektif: ibu mengatakan anak
dengan data subjektif: ayah demam dan gelisah. Data objektif:
mengatakan anak batuk berdahak, didapatkan badan teraba panas, kulit
refleks batuk lemah dan tampak sesak. memerah, TD 160/120 mmHg, suhu
Data objektif: terdapat tarikan dinding 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i, RR
dada, saat auskultasi terdengar bronkial 28x/i.
dan ronkhi, TD 110/70 mmHg, P 30
x/i, T 37,80C, HR 87x/i.
3) Resiko kekurangan volume cairan
3)Hipertermi berhubungan dengan berhubungan dengan kegagalan
peningkatan laju metabolisme, mekanisme regulasi yang ditandai
dengan data subjektif: ayah dengan data subjektif: ibu mengatakan
mengatakan anak demam dan anaknya demam dan tampak gelisah.
badannya panas. Data objektif: kulit Data objektif: di dapatkan TD 160/120
pasien teraba panas, TD 110/70 mmHg, suhu 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) ,
mmHg, P 30 x/i, T 37,80C, HR 87x/i. nadi 92 x/i, RR 28x/i. Pemeriksaan
elektrolit serum di dapatkan natrium
131 mmol/L (Normal 136-145), kalium
3,5 mmol/L (Normal 3,5-5,1), klorida
serum 93 mmol/L (Normal 97-111).

4) defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya
informasi dengan data subjektif: ibu
mengatakan sangat khawatir dengan
kondisi anaknya dan kurang
mengetahui tentang penyakit anaknya,
ia tidak tahu cara yang benar dalam
merawat anaknya . Data Objektif: ibu
tidak cuci tangan sebelum menyentuh
dan memberikan makan By.F, tidak
menggunakan masker saat di dekat
pasien.
3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan masing-masing diagnosa Setelah dirumuskan diagnosa
yang telah peneliti rumuskan maka keperawatan, selanjutnya peneliti
dibuat intervensi keperawatan sebagai menyusun intervensi untuk mengatasi
berikut: Rencana keperawatan untuk masalah pada pasien sebagai berikut:
diagnosa pertama Resiko rencana keperawatan untuk diagnosa
ketidakfektifan perfusi jaringan pertama Resiko ketidakfektifan
serebral berhubungan dengan perfusi jaringan serebral
proses inflamasi, tujuannya, berhubungan dengan proses
mencegah peningkatan TIK dan inflamasi, tujuannya untuk mencegah

Poltekkes Kemenkes Padang


50

terjadinya kejang. Intervensinya adalah peningkatannya tekanan darah,


1) terapi oksigen dengan aktivitas; mencegah terjadinya kejang dan
Periksa mulut, hidung, dan sekret peningkatan TIK. Intervensi yang akan
trakea, pertahankan jalan napas yang di lakukan adalah 1) Terapi oksigen
paten, berikan oksigen sesuai dengan aktivitas kegiatan; Periksa
kebutuhan, monitor aliran oksigen. 2) mulut, hidung, dan sekret trakea,
manajemen edema serebral, dengan pertahankan jalan napas yang paten,
kegiatan; monitor tanda-tanda vital, monitor aliran oksigen. 2) manajemen
monitor status pernapasan, Monitor edema serebral, dengan kegiatan;
karakteristik cairan serebrospinal monitor tanda-tanda vital, monitor
(warna, kejernihan, konsistensi), karakteristik cairan serebrospinal
Berikan anti kejang sesuai kebutuhan (seperti warna, kejernihan dan
dorong keluarga/orang yang penting konsistensi), monitor status pernapasan
untuk bicara pada pasien dan posisikan (seperti frekuensi, irama, kedalaman
tinggi kepala 30o atau lebih. 3) pernapasan), anjurkan keluarga untuk
monitoring peningkatan intrakranial, bicara pada pasien dan posisikan tinggi
dengan kegiatan; Monitor jumlah, nilai kepala 30o atau lebih. 3) monitoring
dan karakteristik pengeluaran cairan peningkatan intrakranial, dengan
serebrispinal (CSF), monitor intake kegiatan; Monitor jumlah, nilai dan
dan output, monitor suhu dan jumlah karakteristik pengeluaran cairan
leukosit dan berikan antibiotik. serebrispinal (CSF), monitor intake dan
output, monitor suhu dan jumlah
leukosit, berikan antibiotik.

Rencana tindakan untuk diagnosa Rencana tindakan untuk diagnosa


kedua, ketidakefektifan bersihan hipertermi berhubungan dengan
jalan nafas berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, tujuan
penumpukan sekret di jalan nafas, untuk mencegah peningkatan frekuensi
tujuannya Frekuensi pernapasan napas, tidak terjadi perubahan warna
normal , irama pernapasan reguler, kulit, mencegah terjadinya kejang dan
adanya kemampuan untuk sakit kepala. Intervensi nya adalah; 1)
mengeluarkan sekret dan tidak ada Perawatan demam, kegiatannya
penggunaan otot bantu pernapasan. meliputi; Pantau suhu dan tanda-tanda
Rencana keperawatannya adalah 1) vital lainya, monitor warna kulit dan
Kepatenan jalan nafas dengan suhu, beri obat atau cairan IV, berikan
kegiatan; Pastikan kebutuhan oral oksigen yang sesuai. 2) Pengaturan
suctioning, Monitor status oksigen suhu dengan kegiatan, monitor suhu
pasien, Berikan oksigen dengan setiap 3 jam sesuai kebutuhan, monitor
menggunakan nasal untuk dan laporkan adanya tanda gejala
memfasilitasi suction. 2) Manajemen hipotermia dan hipertermia, tingkatka
jalan nafas, dengan kegaiatan; intake cairan dan nutrisi adekuat dan
Posisikan pasien untuk berikan pengobatan antipiretik sesuai
memaksimalkan ventilasi, Auskultasi kebutuhan.
suara nafas dan catat adanya suara
tambahan, perhatikan gerakan dada
saat inspirasi-ekspirasi, monitor
respirasi dan status O2.

Poltekkes Kemenkes Padang


51

Rencana keperawatan untuk diagnosa Rencana keperawatan untuk diagnosa


ketiga hipertermi berhubungan ketiga resiko kekurangan volume
dengan peningkatan laju cairan berhubungan kegagalan
metabolisme tujuannya pernapasan mekanisme regulasi, tujuannya agar di
pasien normal, tidak terjadi perubahan dapatkan tekanan darah dalam batas
warna kulit, mencegah terjadinya normal, Keseimbangan intake output
kejang dan Sakit kepala. Intervensi nya dalam 24 jam, berat badan stabil,
adalah; 1) Perawatan demam, dengan Turgor kulit kembali cepat,
aktivitas; Pantau suhu dan tanda-tanda Kelembaban membran mukosa, serum
vital lainya, monitor warna kulit dan elektrolit dalam batas normal, dan tidak
suhu, beri obat atau cairan IV, berikan terjadi peningkatan suhu tubuh.
oksigen yang sesuai dan turunkan suhu Intervensinya adalah 1) Manajemen
tubuh dengan kompres air hangat (2) cairan, kegiatannya yaituJaga dan catat
Pengaturan suhu dengan aktivitas, intake dan output, Monitor hasil
monitor suhu setiap 3 jam sesuai laboratorium yang relevan dengan
kebutuhan, monitor dan laporkan dengan retensi cairan, Monitor status
adanya tanda gejala hipotermia dan hemodinamik, Monitor tanda-tanda
hipertermia, tingkatkan intake cairan vital, Berikan terapi IV seperti yang
dan nutrisi adekuat dan berikan ditentukan, Berikan cairan dengan
pengobatan antipiretik sesuai tepat, dukung pasien dan keluarga
kebutuhan. untuk membantu dalam pemberian
makan dengan baik. 2) Manajemen
elektrolit, kegiatannya adalah Monitor
nilai serum elektrolit abnormal,
Monitor manifestasi ketidakseimbangan
elektrolit, Pertahankan kepatenan akses
IV, ambil spesimen sesuai order untuk
dapat melakukan analisis level
elektrolit (ABG, urine, dan level serum)
dengan tepat dan monitor respon
pasien terhadap terapi elektrolit yang
diberikan.

Rencana Keperawatan untuk diagnosa


defisiensi pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi kriteria
hasil yang diharapkan adalah
berinteraksi positif dengan anak,
menyediakan kebutuhan fisik anak,
memberikan nutrisi sesuai kebutuhan,
menggambarkan perilaku yang
mengurangi resiko tinggi tujuannya
untuk meningkatkan pengetahun pasien
dan keluarga. Intervensinya adalah a)
pendidikan kesehatan, b) fasilitas
kesehatan, dan c) pengurangan
kecemasan.

Poltekkes Kemenkes Padang


52

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan pada Implementasi yang dilakukan pada
pasien selama pengelolaan kasus pasien selama pengelolaan kasus adalah
adalah sebagai berikut: untuk diagnosa sebagai berikut: pada masalah
pertama Resiko ketidakfektifan ketidakfektifan perfusi jaringan
perfusi jaringan serebral serebral berhubungan dengan proses
berhubungan dengan proses inflamasi, tindakan yang dilakukan
inflamasi, tindakan yang dilakukan mengatur posisi kepala 30o arah
mengatur posisi kepala 30o arah kebelakang, memberikan O2 2 liter/i
kebelakang, memberikan O2 binasal dan memonitor alirannya, mengukur
kanul 2 liter/i, memonitor alirannya, dan memonitor tanda-tanda vital,
mengukur dan memonitor tanda-tanda menganjurkan keluarga untuk bicara
vital, menganjurkan keluarga untuk pada pasien, memonitor dan mencatat
bicara pada pasien, menghitung dan intake dan output, memberikan terapi
mencatat jumlah masukan dan obat streptomisin 1x340 mg, luminal
pengeluaran (NGT, cairan infus, BAB 2x2,5 mg, phenitoin 2x20 mg, nifedipin
dan BAK) dan memberikan terapi obat 3x2,5 mg, diazepam 3x1,5 mg,
diazepam 3x1 mg, Prednison 3x10 mg, etambutol 3x50 mg, metil dopa 3x45
luminal 2x30gr dan diamox 3x150 gr. gr. Setelah dilakukan tindakan di
Setelah dilakukan tindakan di dapatkan dapatkan hasil ibu mengatakan anak
hasil GCS 9 (E4V2M3), pasien tampak masih mengalami penurunan kesadaran
sesak, terpasang O2 binasal 2 liter/i, GCS 10 (E4V2M4), pasien masih
aliran lancar, T 38,4o C, HR 93 x/i, P demam,terpasang O2 binasal 2 liter/i,
30 x/i. aliran oksigen lancar, TD 160/ 120
mmHg, T 38o C, HR 120 x/i, P 28 x/i.

Tindakan keperawatan yang dilakukan Tindakan yang dilakukan untuk


pada diagnosa kedua ketidakefektifan masalah hipertermi berhubungan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan laju
dengan penumpukan sekret di jalan metabolismeyaitu mengukur dan
nafas adalah; melakukan suction, memantau TTV pasien, memonitor
memonitor aliran O2, mengauskultasi warna kulit dan suhu, memberikan
suara nafas dan mencatat adanya suara oksigen binasal 2 liter/i, memonitor
tambahan, memperhatikan gerakan suhu setiap 3 jam dan memberikan
dada saat inspirasi-ekspirasi dan terapi obat Paracetamol 3x100 mg.
memeberikan terapi obat INH 1x150 Setelah dilakukan implementasi di
mg, rifampisin 1x225 mg, pirazinamid dapatkan hasil ibu mengatakan demam
1x300 mg, etambutol 1x250 mg dan sudah turun (T 37,8), HR 120 x/i, P 28
ambroxol sirup 3x1/2 sendok makan. x/i.
Setelah dilakukan tindakan di dapatkan
hasil sekret dijalan nafas sudah
berkurang, pasien masih sesak, tarikan
dinding dada masih ada, tampak
penggunaan otot bantu pernafasan, T
38,4o C, HR 93 x/i, P 28 x/i.

Poltekkes Kemenkes Padang


53

Tindakan yang dilakukan untuk Tindakan yang dilakukan untuk


mengatasi diagnosa hipertermi diagnosa resiko kekurangan volume
berhubungan dengan peningkatan cairan berhubungan kegagalan
laju metabolismeadalah; mengukur mekanisme regulasi, adalah
dan memantau TTV (Tekanan darah, memberikan makan dan minum sesuai
nadi, suhu dan pernapasan), memonitor dengan tepat, meonitor tanda-tanda
warna kulit dan suhu, memonitor suhu vital, memberikan terapi cairan infus
setiap 3 jam, melakukan pengompresan KaEN 1B, memotivasi keluarga untuk
air hangat di dahi, ketiak dan lipatan membantu dalam pemberian makan
paha dan memberikan terapi obat dengan baik. memonitor respon pasien
paracetamol 4x150 mg dan terapi terhadap terapi elektrolit yang
cairan infus KaEN 1B 22 tts/i. Setelah diberikan. Setelah dilakukan tindakan
dilakukan implementasi di dapatkan di dapatkan hasil pasien tampak lemah,
hasil pasien masih demam, ada mukosa bibir kering, kulit lembab,
penurunan suhu tubuh, kulit teraba turgor baik, intake seimbang 1.600
panas, tampak sesak, T 37,8o C, HR 93 cc/hari.
x/i, P 28 x/i.
Tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi diagnosa defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi adalah
memberikan pendidikan kesehatan
kepada ibu tentang meningitis ,
penyebab menigtis TB, cara
pencegahan menghindari penularan
kuman TB. Setelah dilakukan tindakan
di daptkan hasil ibu pasien antusias
mendengarkan penjelasan, ibu mampu
menjelaskan kembali tentang
meningitis dan bagaimana cara
penularan dan pencegahannya.

5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama lima hari, maka di keperawatan selama lima hari, maka di
dapatkan hasil progress kesehatan dapatkan hasil progress kesehatan
pasien sebagai berikut; Pada diagnosa pasien sebagai berikut; pada diagnosa
resiko ketidakefektifan perfusi resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan jaringan serebral berhubungan
dengan proses inflamasi dengan data dengan proses inflamasi di dapatkan
Subjektif: ayah mengatakan An.Z data subjektif: ibu mengatakan By.F
sudah mampu menggerakkan suaranya sudah mulai terdengar keras,
ekstremitas nya, melihat ketika gerak mulai akif, demam naik turun.
dipanggil, anak masih demam. Data Data objektif: GCS 12 (E4V3M5),
objektif: GCS 11 (E4V2M5), kulit terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar,
teraba panas, terpasang O2 binasal 2 intake 1500 cc, output ± 1300 cc, posisi
liter/i dan lancar, intake 1500 cc, kepala ditinggikan 15o dan pemberian
output ± 1300 cc, posisi kepala antibiotik masih di lanjutkan. Masalah

Poltekkes Kemenkes Padang


54

ditinggikan 300. Masalah teratasi teratasi sebagian karena semua kriteria


sebagian karena semua kriteria hasil hasil dan tujuan belum tercapai
dan tujuan belum tercapai sepenuhnya sepenuhnya, sehingga semua intervensi
(terjadinya peningkatan kesadaran, masih dilanjutkan.
Kesadaran, Fungsi sensorik dan
motorik kranial, orientasi kognitif dan
Sakit kepala) sehingga semua
intervensi masih dilanjutkan.

Evaluasi pada diagnosa Pada diagnosa hipertermi


ketidakefektifan bersihan jalan berhubungan dengan peningkatan
nafas berhubungan dengan laju metabolisme, di dapatkan hasil
penumpukan sekret di jalan nafas data subjektif: ibu mengatakan anak
didapatkan data Subjektif: ayah pasien masih demam dan badan teraba panas.
mengatakan sesak pada anak sudah Data objektif: kulit memerah dan teraba
berkurang, Data objektif: tampak panas, T 39o c, P 25x/i. Masalah belum
penggunaan otot bantu saat bernafas, teratasi karena kriteria hasil dan tujuan
tarikan dinding dada sudah tidak ada, belum tercapai, sehingga semua
sputum masih ada, frekuensi intervensi masih dilanjutkan anak
pernapasan 28x/i, suara nafas bronkial. masih harus dilakukan pengompresan
Masalah belum teratasi, sehingga di dahi, ketiak, dan lipatan paha serta
intervensi dilanjutkan. pemberian terapi obat.

Evaluasi pada diagnosa hipertermi Evaluasi pada diagnosa resiko


berhubungan dengan peningkatan kekurangan volume cairan
laju metabolisme, dengan data berhubungan dengan kegagalan
subjektif: ayah mengatakan anak mekanisme regulasidi dapatkan hasil
masih demam naik turun, badan teraba data subjektif: ibu mengatakan anak
panas. Data objektif: T 38,4 o c, P masih demam. Data objektif: di
28x/i, anak masih dilakukan dapatkan badan By.F teraba panas,
pengompresan di dahi, ketiak, dan turgor kulit baik dan lembab, mukosa
lipatan paha serta pemberian obat bibir lembab, TD 140/100, intake dan
antipiretik. masalah belum teratasi. output seimbang ± 1500 cc. Masalah
semua intervensi dilanjutkan. tidak terjadi sehingga intervensi masih
dilanjutkan untuk mencegah kekurangan
cairan pada pasien.

Evaluasi pada diagnosa defisiensi


pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi di dapatkan hasil
data subjektif: ibu mengatakan ia sudah
paham tentang penyakit anaknya dan
tahu bagiamana cara penularan dan
pencegahannya. Data Objektif: ibu bisa
menjelaskan kembali tentang meningitis
TB, cara penularan dan pencegahnnya.
Ibu tampak belum menggunakan APD
saat merawat anaknya dan tidak cuci

Poltekkes Kemenkes Padang


55

tangan saat menyentuh By.F. Masalah


belum teratasi. Sehingga intervensi
dilanjutkan.

Poltekkes Kemenkes Padang


56

C. Pembahasan Kasus
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas kolerasi antara teori
dengan laporan kasus asuhan keperawatan antara An.Z dan By.F dengan
meningitis di ruang Akut IRNA Kebidanan dan Anak yang dilakukan sejak
tanggal 24-29 Mei 2017. Kegaiatan yang dilakukan meliputi mendeskripsikan
pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat intervensi
keperawatan, mendeskripsikan implementasi dan evaluasi keperawatan.

1. Pengakajian Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian didapatkan Partisipan I(An.Z) perempuan
berusia 7 tahun datang dengan keluhan utama 1 demam selama 2 minggu,
kejang seluruh tubuh sejak 6 jam sebelum masuk, frekuensi 1 kali,
lamanya 10 menit dan mengalami penurunan kesadaran setelah kejang.
Sedangkan PartisipanII (By.F) laki-laki berusia 9 bulandatang dengan
keluhan demam disertai muntah dan diare selama 3 hari, frekuensi 3-4
kali, konsistensi encer. Bayi mengalami kejang pada sebagian tubuh,
frekuensi 1x lamanya 3 jam dan penurunan kesadaran setelah kejang.

Meningitis dapat menyerang semua kelompok umur, meskipun pada


kenyataannya kelompok umur yang paling rawan terkena penyakit ini
adalah anak- anak, usia balita dan orang tua (Andareto 2015). Insidens 90
% dari semua kasus meningitis bakterial terjadi pada anak yang berusia
kurang dari 5 tahun, insiden puncak terdapat pada rentang usia 6 sampai
12 bulan. Rentang usia dengan angka morbiditas tertinggi adalah dari lahir
sampai 4 tahun (Betz & Sowden 2009).

Alasan anak dengan meningitis di bawa ke rumah sakit karena mengalami


demam tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
(Muttaqin, 2008). Pasien dengan meningitis pada Stadium transisi gejala
lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kaku kuduk,
seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon
menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat

Poltekkes Kemenkes Padang


57

kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan


mistagismus. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih
menurun hingga timbul stupor (Ngastiyah, 2012).

Menurut analisa peneliti tanda dan gejala yang ada pada teori juga di
temukan pada anak seperti demam, penurunan kesadaran dan kejang.
penurunan kesadaran terjadi pada pasien disebabkan oksigen ke otak
kurang dari 15-20% kebutuhan tubuh, sehingga akan terjadi hipoksia
jaringan otak yang menyebabkan metabolisme anaerob dan ditandai
dengan letargi atau penurunan kesadaran. Selain itu adanya lendir yang
terkumpul dapat menghalangi kelancaran lalu lintas udara (O2).Untuk
membantu pemasukan O2 perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit.

Hasil pengkajian riwayat kesehatan sekarang pada partisipan I di dapatkan


anak mengalami penurunan kesadaran, ekstremitas bawah kaku dan nafas
sesak, Ayah mengatakan anak demam, batuk berdahak, refleks batuk
lemah, tidak mampu bicara dan hanya mengerang. Pada pemeriksaan fisik
di dapatkan GCS 9 (E4V2M3), pemeriksaan rangsangan meningeal tidak
ditemukan pada An.Z ,TTV di dapatkan TD 110/70 mmHg (Normal
120/80 mmHg), HR 87 x/i (Normal 60-100x/i), T 37,80 C, RR 30 x/i.
ekstremitas bawah mengalami spastik, dan terdapat ruam
kemerahan.Sedangkan pada partisipan II bayi tampak spastik, otot kaku
pada kedua ekstremitas, kelopak mata sebelah kiri tidak simetris, Ibu
mengatakan anak demam, badan teraba panas, gelisah dan bayi hanya
mampu merintih.Pada pemeriksaan fisik di dapatkan GCS 10 (E4V2M4),
pemeriksaan ransangan meningeal negatif, hasil pengukuran TD 160/120
mmHg, suhu 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i (normal 60-100 x/i) RR
28 x/i, mata strabismus, ekstremitas atas dan bawah mengalami spastik
dan terdapat ruam kemerahan di seluruh tubuh.

Poltekkes Kemenkes Padang


58

Tanda-tanda peningktatan TIK sekunder akibat eksudet purulen dan edema


serebri terdiri atas perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya
tekanan pulsate dan bradikardi), pernapasan tidak teratur, sakit kepala,
muntah dan adanya penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin, 2008).

Menurut analisa peneliti pada kedua partisipan terjadi peningkatan TIK


(Tekanan IntraKranial) dengan ditemukannya penurunan kesadaran dan
sakit kepala yang ditandai dengan pasien sering merintih. Nyeri
terjadiakibat penekanan langsung akibat pelebaran pebuluh darah saat
kompensasi. Adanya perubahan tba-tiba pada kondisi pasien seperti
gelisah (tanpa penyebab yang nyata), terlihat konfusi, atau menunjukkan
peningkatan mengantuk. Tanda-tada ini dapat diakibatkan dari kompresi
otak karena edema atau meluasnya lesi intarakranial.

Sikap desebrasi merupakan suatu keadaan yang terjadi saat suatu lesi otak
atau akibat peningkatan ICP (IntraCranial Pressure) mengganggu sinyal
dari struktur yang lebih tinggi ke pons dan medula oblangata dan ke
struktur di bawahnya. Akibatnya terjadi hambatan masukan eksitatorik
yang kuat dari ukleus rubra korteks serebral, dan genitalia basalis ke
sistem inhibitorik medular. Sistem eksitatorik pontine menjadi dominan,
menyebabkan kekakuan generalisata pada ekstremitas bagian atas dan
bawah (Price & Wilson, 2006).

Menurut analisa peneliti pada Partisipan II kekakuan kedua ekstremitas


disebabkan karena sinyal antigravitasi pontine secara khusus mengeksitasi
neuron motorik gamma dan medula spinalis, memepererat gelondong otot
dan mengaktifkan refleks regangan. Sehingga akan terjadi kekakuan
menyeluruh otot ekstensor antigravitasi pada leher, batang tubuh dan
tungkai. Sedangkan pada partisipan I kekakuan hanya pada ekstremitas
bawah di sebabkan karena lesi pada korteks bagian atas, dengan cidera
yang lebih ringan pada satu atau kedua hemisfer otak.

Poltekkes Kemenkes Padang


59

Menurut Ngastiyah (2012), pada pemeriksaan hitologis, meningitis


tuberkulosa merupakan meningoensefalitis. Peradangan di temukan
sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat terdapat
eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat
menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan
hidrosefalus.

Berdasarkan analisa peneliti Pada Partisipan II belum tejadi hidrosefalus.


Hal ini di sebabkan karena hidrosefalus dapat terjadi apabila masuknya
mikroorganisme kesusunan saraf pusat melalui ruang sub arachnoid dan
menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel,
dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada
ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel yang akan
menyebabkan obstruksi pada CSF.

Riwayat kesehatan dahulu pada Partisipan I di dapatkan anak pernah


kontak dengan penderita Tb paru yaitu saudara laki-laki ayah yang
menderita Tb selama 2,5 tahun dan mendapatkan obat OAT. Sedangkan
pada partisipan II orang tua tidak mengetahui apakah anak pernah kontak
dengan penderita Tb.

Meningitis dapat di sebabkan oleh bakteri, virus, Faktor maternal, Faktor


imunologi, anak dengan kelainan sistem saraf pusat , dan pembedahan atau
injury yang berhubungan dengan sistem persarafan. Sebagian besar kasus
meningitis pada neonatus disebabkan oleh flora dalam saluran genitalia
ibu. Streptokokkus grup B dan Escherichia colli merupakan patogen yang
sangat penting bagi kelompok usia ini. Pada anak berusia 6 bulan atau
lebih haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae merupakan
penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan mycobacterium
tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC (Suriadi & Yuliani, 2010).

Poltekkes Kemenkes Padang


60

Menurut Muttaqin (2008),Pasien meningitis biasanya pernah memiliki


riwayat penyakit yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, anemia sel sabit, tindakan bedah saraf, riwayat trauma
kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis
tuberkulosis perlu dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga
perlu di ketahui seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada
anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu diperlukan
untuk melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi pada saat
hamil

penyakit meningitis dapat terjadi pada anak dengan kelainan sistem saraf
pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem
persarafan (Suriadi & Yuliani, 2010).

Analisa dari peneliti penyebab dari meningitis yang terjadi pada Partisipan
I dan Partisipan II sesuai dengan teori di sebabkan Mycobacterium
tuberculosa, dari riwayat kesehatan dahulu dinyatakan bahwa Partisipan I
pernah kontak dengan pamannya yang sudah menderita Tb Paru selama
2,5 tahun. Sedangkan pada partisipan II, memiliki riwayat post Vp
Shunting. Penularan TB dapat terjadi baik pada masa bayi di dalam
kandungan (inutero), persalinan, maupun pasca persalinan. Rute yang
diyakini sebagai transmisi mycobacterium tuberculosa dari ibu hamil
kepada bayi adalah secara hematogen dari lesi TB di plasenta ibu, menelan
cairan amnion yang terinfeksi mycobacterium tuberculosadan melalui
droplet infection(infeksi percik renik) dari penderita TB dewasa setelah
bayi lahir. Pada Partisipan II penularan Mycobacterium tuberculosa dapat
terjadi melalui tindakan pembedahan yang dilakukan.

Pemeriksaan Lumbal Pungsipada partisipan I di dapatkan hasil volume ± 2


CC, kekeruhan (-), warna bening, jumlah sel 8/mm3 dan glukosa 44 mg/dl.
Sedangkan pada partisipan II pemeriksaan Lumbal Pungsi di dapatkan

Poltekkes Kemenkes Padang


61

hasil volume ± 1 cc, kekeruhan negatif (-), warna bening, jumlah sel
10/mm3 dan glukosa 38 mg/dl.

Hasil pemeriksaan Pungsi lumbal berguna untuk menentukan


mikroorganisme penyebab. Dari hasil Hitung sel darah putih, biasanya
meningkat sampai lebih dari 100/mm3 (normal : < 6/µL), Kadar glukosa
cairan otak menurun pada meningitis bakterial dan pada meningitis dengan
penyebab virus kadar glukosa biasanya normal. (normal kadar glukosa
cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa), dan Protein, tinggi (bakterial,
tuberkular, infeksi kongenital) dan pada meningtis virus protein sedikit
meningkat (Suriadi dan Yuliani, 2010). Dugaan bahwa seorang pasien
menderita meningitis tuberkulosa dengan melihat hasil lumbal pungsi
berupa cairan serebro spinal yang jernih (Ngastiyah, 2012).

Asumsi dari peneliti bahwa hasil lumbal pungsi pada kedua partisipan
ditemukan cairannya jernih dan terjadi peningkatan jumlah protein, hal ini
sesuai dengan teori yang ada. Peningkatan protein maupun
penurunanglukosa LCS bisa disebabkan oleh infeksi bacterial,
fungal,maupun TB. Penurunan glukosa disebabkan karenapemakaian
glukosa oleh bakteri dan metabolisme olehleukosit. Pemeriksaan leukosit
diperlukan untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri berat
dan leukopenia yang merupakan tanda prognosis yang buruk terutama
pada penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya
dengan memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang di
sertai trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata.

Hasil pemeriksaan elektrrolit serum pada partisipan I di dapatkan kalsium


8 mg/dl (Normal 8,1-10,4), natrium 132 mmol/L (Normal 136-145),
kalium 3,1 mmol/L (Normal 3,5-5,1) dan korida serum 107 mmol/L
(Normal 97-111). Sedangkan pada partisipan II di dapatkan natrium 131
mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,5 mmol/L (Normal 3,5-5,1), klorida
serum 93 mmol/L (Normal 97-111).

Poltekkes Kemenkes Padang


62

Pemeriksaan diagnostik pada pasien meningitis disertai dengan


peningkatan leukosit dan penanda inflamasi, dan kadang disertai
hipokalsemia, hiponatremia, serta gangguan fungsi ginjal dengan asidosis
metabolik (Meisadona, ddk, 2015).Kadar elektrolit serum, meningkat jika
anak dehidrasi, natrium serum (Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+
normal: 136-145mmol/L, K+ normal: 3,5-5,1 mmol/L). Osmolaritas urine
meningkat dengan peningkatan sekresi ADH (Betz & Sowden, 2009).

Berdasarkan analisis peneliti rendahnya konsentrasi natrium karena


kelenjar hipofise di dasar otak mengeluarkan terlalu banyak hormon
antidiuretik. Hormon antidiuretik menyebabkan tubuh menahan air dan
melarutkan sejumlah natrium dalam darah. Otak sangat sensitif terhadap
perubahan konsentrasi natrium darah. Karena itu gejala awal dari
hiponatremia adalah letargi (keadaan kesadaran yang menurun seperti
tidur lelap, dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur kembali).

2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang muncul pada
Partisipan I adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan proses inflamasi di selaput otak, ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubugan dengan penumpukan sekret di jalan nafas dan
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Sedangkan pada partisipan II diagnosa keperawatan yang muncul adalah
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses
inflamasi di selaput otak, Hipertermia berhubungan dengan peningkatan
laju metabolisme, resiko kekurangan volume cairan berhubungan
kegagalan mekanisme regulasi dan defesiensi pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi.

Berdasarkan Diagnosis Keperawatan Nanda 2015-2017, terdapat delapan


diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain: Resiko

Poltekkes Kemenkes Padang


63

ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses


inflamasi, kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan
mekanisme regulasi, ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan akumulasi sekret, penurunan kesadaran, ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan di otak, nyeri akut
berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak, Hipertermi
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses inflamasi,
resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran dan
resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang
optimal.

Menurut Ngastiyah (2012), Pasien meningitis walaupun mula-mula hanya


selaput otaknya saja yang mendapat infeksi tetapi pada umumnya meluas
kebagian otak lainnya sehingga menjadi meningoensefalitis dan
menyebabkan gangguan kesadaran hingga koma. Pasien yang koma
memerlukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena
pernapasanya sering Cheyne Stokes sehingga terdapat gangguan
kebutuhan Oksigen.

Berdasarkan analisa peneliti Pada partisipan I dan II sama-sama muncul


diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan dengan etiologi proses inflamasi
di otak. Inflamasi yang terjadi di selaput otak ditandai dengan adanya
tanda gejala demam dan anak sering merintih yang mungkin sebagai tanda
nyeri pada anak. Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkan
iskemik jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan kejang
atau bahkan penurunan kesadaran.

Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel


host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi
karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara
fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi perifer
sehingga suhu tubuh meningkat (Suriadi & Yuliani, 2010).

Poltekkes Kemenkes Padang


64

Menurut Analisis munculnya diagnosa hipertermi pada kedua partisipan


berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme sudah sesuai dengan
teori. Alasan ditegakkan diagnosa ini sesuai dengan batasan dan
karakteristik yang ada yaitu gelisah, Kulit kemerahan, kulit terasa hangat,
latergi dan vasodilatasi. Demam merupakan respon tubuh terhadap kuman,
bakteri, atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Ketika kuman, bakteri,
atau virus masuk ke tubuh kita, sel-sel darah putih dalam tubuh
memproduksi hormon interleukin yang kemudian berjalan ke otak untuk
memberi perintah kepada hypothalamus (pusat pengatur suhu di otak) agar
menaikkan suhu tubuh. Hal ini terjadi karena dengan suhu tubuh yang
tinggi, sistem pertahanan tubuh akan meningkat dan lebih mampu
memerangi infeksi.Hipertermi yang terjadi pada pasien disebabkan karena
peningkatan laju metabolisme akibat proses inflamasi yang terjadi di
selaput otak.

Menurut Nanda (2015), ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah


ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
napas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Peningkatan tekanan
intrakranial dapat menggangu fungsi sensori maupun motorik serta fungsi
memori yang terdapat pada serebrum sehingga penderita mengalami
penurunan respon (penurunan kesadaran). Penurunan kesadaran ini dapat
menurunkan pengeluaran sekresi trakeobronkial yang berakibat pada
penumpukan sekret di trakea dan bronkial. Kondisi ini berdampak pada
penumpukan sekret di trakea dan bronkus sehingga bronkus dan trakea
menjadi sempit (Riyadi & Sukarmin. 2009).

Menurut asumsi peneliti, berdasarkan pada data yang diperoleh saat


penelitian, pada partisipan I dirumuskan diagnosa ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan penumpukan sekret di jalan nafas sudah
sesuai dengan teori dengan batasan karakteristik seperti batuk yang tidak
efektif, Perubahan pola nafas, sputum dalam jumlah yang berlebihan dan

Poltekkes Kemenkes Padang


65

suara nafas tambahan terdapat pada pasien. selain itu pasien juga
mengalami penurunan kesadaran. Pasien dengan penurunan kesadaran
menyebabkan refleks batuk lemah. Terbentuknya sekret di jalan nafas
disebabkan karena proses infeksi di paru-paru oleh bakteri Tuberculosa.
Imunitas sangat berpenagaruh dalam penyebaran kuman TB. bila daya
tahan tubuh penjamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi
dan menjadi penyakit TB di organ terkait salah satunya meningitis.

Resiko ketidakseimbangan volume cairan adalah beresiko mengalami


dehidrasi vaskuler, selular atau intraseluler (Nanda (2015). Pasien yang
koma jika tidak diberikan cairan intravena dapat terjadi dehidrasi asidosis.
Untuk memenuhi kebutuhan kalori mungkin dapat dengan memeberikan
makan per sonde tetapi untuk kebutuhan elektrolit tidak akan tercukupi.
Bila terjadi dehidrasi akan memeperberat keadaan umum pasien
(Ngastiyah, 2012).

Menurut Asumsi peneliti pada Partisipan II ditegakkannya diagnosa resiko


kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi tidak sesuai dengan teori. Berdasarkan Nanda diagnosa yang
mungkin muncul pada pasien meningitis adalah kekurangan volume cairan
sedangkan Pada pasien masih belum terjadi masih beresiko, dari
pengkajian di dapatkan data ibu mengatakan anaknya di berikan makan SF
8x120 CC secara teratur dan turgor kulit kembali dengan cepat. Selain itu
hasil pemeriksaan elektrolit serum di dapatkan natrium 131 mmol/L
(Normal 136-145), kalium 3,5 mmol/L (Normal 3,5-5,1), klorida serum
93 mmol/L (Normal 97-111). Namun walaupun belum menunjukkan tanda
dan gejala, kebutuhan cairan pasien juga perlu diperhatikan karena
mengalami penurunan kesadaran dan demam.

Analisa dari peneliti Pada Partisipan I tidak dapat ditegakkan diagnosa


resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
secara aktif, karena ayah pasien mengatakan selama di rawat di rumah

Poltekkes Kemenkes Padang


66

sakit An.Z makan melalui NGT dengan Jenis MC 6x200 cc dan makan
secara teratur, dari pemeriksan fisik di dapatkan turgor kulit baik dan
lembab, dan dari hasil pemeriksaan elektrolit serum normal, sehingga
diagnosa tidak dapat ditegakkan.

Menurut analisa peneliti di rumuskan diagnosa defisiensi pengetahuan


berhubungan dengan kurangnya informasi ini sangat perlu. Kurangnya
pengetahuan orangtua disebabkan sediktinya informasi pendidikan
kesehatan yang didapatkan dari pihak pelayanan kesehatan. Sehingga
orang tua kurang mengetahui tentang kondisi anaknya yang menyebabkan
hampir sebagian anak dengan meningitis datang dengan kondisi yang
gawat.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan kepada diagnosa
keperawatan yang muncul pada partisipan I dan partisipan II. Berdasarkan
kasus, tindakan yang dilakukan selama 5 hari sesuai dengan intervensi
yang telah peneliti susun.

Pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Intervensi


yang akan di lakukan tujuannya, meningkatnya kesadaran pasien,
mencegah peningkatan TIK dan terjadinya kejang. Intervensinya adalah 1)
terapi oksigen dengan aktivitas; Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea,
pertahankan jalan napas yang paten, berikan oksigen sesuai kebutuhan,
monitor aliran oksigen. Tindakan ini bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen diotak. 2) manajemen edema serebral, dengan kegiatan;
monitor tanda-tanda vital, monitor status pernapasan, Monitor
karakteristik cairan serebrospinal (warna, kejernihan, konsistensi), Berikan
anti kejang sesuai kebutuhan dorong keluarga/orang yang penting untuk
bicara pada pasien dan posisikan tinggi kepala 30o atau lebih. 3)
monitoring peningkatan intrakranial, dengan kegiatan; Monitor jumlah,
nilai dan karakteristik pengeluaran cairan serebrispinal (CSF), monitor

Poltekkes Kemenkes Padang


67

intake dan output, monitor suhu dan jumlah leukosit dan berikan
antibiotik.

Rencana tindakan untuk diagnosa kedua, ketidakefektifan bersihan jalan


nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas, tujuannya
Frekuensi pernapasan normal , irama pernapasan reguler, adanya
kemampuan untuk mengeluarkan sekret dan tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan. Rencana keperawatannya adalah 1) Kepatenan jalan
nafas dengan kegiatan; Pastikan kebutuhan oral suctioning, Monitor status
oksigen pasien, Berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suction. 2) Manajemen jalan nafas, dengan kegaiatan;
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, Auskultasi suara nafas
dan catat adanya suara tambahan, perhatikan gerakan dada saat inspirasi-
ekspirasi, monitor respirasi dan status O2.

Rencana keperawatan untuk diagnosa ketiga hipertermi berhubungan


dengan peningkatan laju metabolisme tujuannya agar pernapasan pasien
normal, tidak terjadi perubahan warna kulit, mencegah terjadinya kejang
dan Sakit kepala. Intervensi nya adalah; 1) Perawatan demam, dengan
aktivitas; Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainya, monitor warna kulit
dan suhu, beri obat atau cairan IV, berikan oksigen yang sesuai dan
turunkan suhu tubuh dengan kompres air hangat (2) Pengaturan suhu
dengan aktivitas, monitor suhu setiap 3 jam sesuai kebutuhan, monitor dan
laporkan adanya tanda gejala hipotermia dan hipertermia, tingkatkan
intake cairan dan nutrisi adekuat dan berikan pengobatan antipiretik sesuai
kebutuhan.

Pada dignosakekurangan volume cairan berhubungan kegagalan


mekanisme regulasi tujuannyaagar di dapatkan tekanan darah dalam batas
normal, Keseimbangan intake output dalam 24 jam, berat badan stabil,
Turgor kulit kembali cepat, Kelembaban membran mukosa, serum
elektrolit dalam batas normal, dan tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

Poltekkes Kemenkes Padang


68

Intervensinya adalah 1) Manajemen cairan, kegiatannya yaituJaga dan


catat intake dan output, Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
dengan retensi cairan, Monitor status hemodinamik, Monitor tanda-tanda
vital, Berikan terapi IV seperti yang ditentukan, Berikan cairan dengan
tepat, dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian
makan dengan baik. 2) Manajemen elektrolit, kegiatannya adalah Monitor
nilai serum elektrolit abnormal, Monitor manifestasi ketidakseimbangan
elektrolit, Pertahankan kepatenan akses IV, ambil spesimen sesuai order
untuk dapat melakukan analisis level elektrolit (ABG, urine, dan level
serum) dengan tepat dan monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit
yang diberikan.

Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan tanda-


tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes
sehingga terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan O2perlu
diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Terapi dehidrasi intravena
diberikan untuk mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit. Pengawasan
tetesan infus perlu dilakukan secara cermat untuk mencegah komplikasi
kelebihan cairan seperti edema serebri (Betz dan Sawden, 2009).

Berdasarkan analisa peneliti tindakan keperawatan yang dibuat sudah


sesuai dengan kondisi pasien. Intervensi untuk ketidakefektifan bersihan
jalan nafas sangat perlu dilakukannya suction karena anak mengalami
penurunan kesadaran dan refleks batuk lemah. Selain itu dengan adanya
penumpukan lendir dapat mempengaruhi pasokan O2 di otak. Hipertermi
perlu diatasi sesegera mungkin karena dapat menyebabkan kehilangan
cairan secara tidak diketahui. Oleh sebab itu dilakukan pemberian cairan
infus untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.

Poltekkes Kemenkes Padang


69

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi untuk mengatasi masalah resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral yaitu mengatur posisi kepala 30oarah kebelakang,
memberikan O2binasal kanul 2 liter/i, memonitor alirannya, mengukur dan
memonitor tanda-tanda vital, menganjurkan keluarga untuk bicara pada
pasien, menghitung dan mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT,
cairan infus, BAB dan BAK) dan memberikan terapi obatdiazepam 3x1
mg, Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan diamox 3x150 gr.

Meningitis menyebabkan terjadinya kebocoran protein plasma ke dalam


CSS yang akan memicu inflamasi dan menghasilkan eksudat purulen di
dalam ruang subaraknoid. Eksudat akan menumpuk dengan cepat dan akan
terakumulasi di bagian basal otak serta meluas ke selubung saraf-saraf
kranial dan spinal. Selain itu, eksudat akan menginfiltrasi dinding arteri
dan menyebabkan penebalan tunika intima serta vasokonstriksi, yang
dapat mengakibatkan iskemia serebral (Meisadona, ddk, 2015).

Berdasarkan analisa peneliti tindakan keperawatan yang telah di lakukan


untuk mengatasi masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral sudah
sesuai dengan teori yang ada. Pasien dengan meningitis perlu dilakukan
pemasangan O2 untuk membantu kebutuhan oksigen di otak. Pengaturan
posisi kepala di tinggikan 300 hiperektensi kebelakang berguna untuk
mengurangi terjadinya edema serebri. Pengaturan posisi sangat penting
dilakukan untuk membuat jalan nafas lurus sehingga memudahkan oksigen
masuk. Posisi kepala sedikit miring tujuannya mencegah aspirasi benda
asing seperti muntahan kesaluran pernapasan.

Implementasi yang di lakukan untuk mengatasi diagnosaketidakefektifan


bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan
nafas adalah; melakukan suction, memonitor aliran O2, mengauskultasi
suara nafas dan mencatat adanya suara tambahan, memperhatikan gerakan
dada saat inspirasi-ekspirasi dan memeberikan terapi obat INH 1x150 mg,

Poltekkes Kemenkes Padang


70

rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol 1x250 mg dan


ambroxol sirup 3x1/2 sendok makan.

Pasien meningitis walaupun mula-mula hanya selaput otaknya saja yang


mendapat infeksi tetapi pada umumnya meluas kebagian otak lainnya
sehingga menjadi meningoensefalitis dan menyebabkan gangguan
kesadaran hingga koma. Adanya lendir yang terkumpul dalam rongga
mulut dapat menyebabkan terjadinya aspirasi jika tidak sering di hisap
(Ngastiyah, 2012).

Menurut asumsi peneliti melakukan tindakan suction sudah tepat dan


sesuai dengan teori. Pasien dengan penurunan kesadaran refleks batuk
lemah. Meningitis tuberkulosa terjadi karena akibat komplikasi
penyebaran tuberkulosis secara primer dari paru. Infeksi di paruakan
menghasilkan tuberkel. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah
ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber
produksi sputum (dahak). Jika sekret dibiarkan menumpuk di jalan nafas
dapat mengakibatkan gangguan difusi antara O2 dan CO2 sehingga pasien
akan tampak sianosis dan bahkan mengalami apnue.

Tindakan keperawatan untuk masalah hipertermi adalah; mengukur dan


memantau TTV (Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan), memonitor
warna kulit dan suhu, monitor suhu setiap 3 jam, melakukan
pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha dan memberikan
terapi obat paracetamol 4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN 1B 22
tts/i.

Analisa peneliti tindakan yang dilakukan sudah baik, pengompresan yang


dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh bertujuan untuk mengurangi
beban pemakaian oksigen pada jantung dan otak. Mekanisme tubuh secara
fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi perifer
sehingga suhu tubuh meningkat. Peningkatan suhu tubuh yang tinggi dapat

Poltekkes Kemenkes Padang


71

menyebabkan terjadinya kejang. Memonitor suhu dilakukan untuk


mengetahui perubahan kondisi pasien sehingga dapat dilakukan tindakan
dengan cepat.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi resiko kekurangan volume


cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi,adalah
memberikan makan dan minum sesuai dengan tepat, memonitor tanda-
tanda vital, memberikan terapi cairan infus KaEN 1B, memotivasi
keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik.
memonitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan.

Terapi hidrasi intravena diberikan untuk mengoreksi ketidakseimbangan


elektrolit. Dalam pemberian cairan ini perlu dilakukan pengakajian yang
sering untuk memantau volume cairan yang dinfuskan untuk mencegah
komplikasi kelebihan cairan. Pasien meningitis pada umumnya dalam
kesadaran yang menurun dan seringkali disertai muntah-muntah atau diare.
Oleh karenanya untuk menghindarkan kekurangan cairan/elektrolit pasien
perlu langsung dipasang cairan intravena. Jika terdapat gejala asidosis
harus dilakukan koreksi darah atau plasma bila di perlukan
(Ngastiyah,2012).

Menurut analisa peneliti tindakan untuk mengatasi masalah resiko


kekurangan volume cairan sudah sesuai dengan teori, dimana pasien perlu
di monitor intake dan output serta perlunya dilakukannya pemeriksaan
elektrolit serum yang bertujuan melihat status dehidrasi pasien dan
mencegah komplikasi pada pasien.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa defisiensi


pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi adalah
memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu tentang meningitis,
penyebab meningtis TB, cara pencegahan dengan cara imunisasi dan cara
penularan kuman TB.

Poltekkes Kemenkes Padang


72

Pencegahan Penyakit meningitis TB dapat dilakukan secara dini dengan


melakukan pemberian imunisasi BCG kepada bayi, Menurut Ni’mah
Nurida Ulin, dkk (2013), di dalam penelitiannya menyatakanbahwa ada
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu terhadap efek samping imunisasi
dengan sikap ibu tentang imunisasi dasar lengkap, dimana terdapat
sebanyak 26 responden memiliki pengetahuan yang baik tentang efek
samping imunisasi. Sedangkan pada sikap sebanyak 56.3% ibu atau
responden memiliki sikap yang setuju atau mendukung terhadap imunisasi
dasar lengkap.

Menurut analisa peneliti dengan memberikan informasi kepada orangtua


dapat meningkatkan rasa waspada orangtua untuk segera menyadari
tentang kondisi kesehatan anaknya dan mencegah timbulnya kondisi yang
tidak di inginkan. Selain itu orang tua juga memerlukan informasi yang
kontineu mengenai kondisi kemajuan anak dan semua prosedur serta
pengobatan yang dilakukan. Hal ini tujuannya untuk menghilangkan rasa
cemas yang di rasakan orang tua pasien.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan dari tanggal 24 mei sampai dengan 30 Mei 2017
dengan metode penilaian Subjektiv, Objektiv, Assasment, Planning
(SOAP) untuk mengetahui keefektifan dari tindakan yang telah dilakukan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada partisipan I dengan diagnosa


resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
proses inflamasi di otak, sudah terdapat kemajuan, di tandai dengan S:
ayah pasien mengatakan An.Z sudah mampu menggerakkan ekstremitas
nya, melihat ketika dipanggil, anak masih demam, O:GCS E4V2M5, pasien
masih demam, kulit teraba panas, terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar,
intake 1500 cc, output ± 1300 cc, posisi kepala ditinggikan 30o dan
pemberian antibiotik masih di lanjutkan. A: masalah teratasi sebagian
dengan kriteria hasil: tingkat kesadaran normal, tidak terjadi sakit kepala

Poltekkes Kemenkes Padang


73

dan kejang serta fungsi sensorik dan motorik dalam batas normal. I:
tindakan di lanjutkan.

Sedangkan pada partisipan II dengan Diagnosa Resiko ketidakefektifan


perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di otak
teratasi sebagian, di temukan S:ibu pasien mengatakan By.F suaranya
sudah mulai terdengar keras, gerak mulai akif, pasien masih demam naik
turun, O:GCS E4V3M5, terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar, intake
1500 cc, output ± 1300 cc, posisi kepala ditinggikan 15o dan pemberian
antibiotik masih di lanjutkan.A: masalah teratasi sebagian. P:Intervensi
dilanjutkan.

Mortalitas bergantung pada virulensi kuman penyebab, daya tahan tubuh


pasien, terlambat atau cepatnya mendapat pengobatan yang tepat dan cara
pengobatan dan perawatan yang diberikan.Pasien meningitis yang
mengalami koma memerlukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat
karena pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan
O2(Ngastiyah, 2012).

Menurut asumsi peneliti masalah teratasi sebagian pada diagnosa


ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses
inflamasi di sebabkan karena maih adanya infeksi pada selaput otak.
Tanda yang muncul yaitu mengalami penurunan kesadaran. Penurunan
kesadaran akan mengakibatkan peningkatan sekresi trakeobronkial dan
spasme otot bronkial sehingga asupan oksigen menjadi berkurang. Pada
kondisi pasien pemberian antibitik masih harus diberikan sampai
mikroorganisme penyebab tidak ditemukan lagi. Kriteria hasil dan tujuan
yang di inginkan masih belum tercapai yaitu tidak terjadi penurunan
kesadaran, mencegah terjadinya kejang dan fungsi sensorik motorik yang
normal sehingga tindakan keperawatan masih harus dilakukan.

Poltekkes Kemenkes Padang


74

Pada partisipan I dengan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas


berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas di dapatkan hasil
S:ayah pasien mengatakan sesak pada anak sudah berkurang, O:tampak
penggunaan otot bantu saat bernafas, tarikan dinding dada sudah tidak ada,
sputum masih ada, frekuensi pernapasan 28x/i, suara nafas tambahan
sudah tidak terdengar, An.Z terpasang O2 binasal 2 liter/i dan infus KaEN
1 B 22 tts/i. A: masalah belum teratasi, P: Intervensi dilanjutkan

Menurut asumsi peneliti masalah belum teratasi karena Infeksi yang terjadi
di paruoleh Mycobacterium tuberculosa menghasilkan tuberkel yang
banyak dan membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah
yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Selain itu
penurunan kesadaran yang terjadi pada anak juga membuat refleks batuk
lemah sehingga tidak ada upaya untuk mengeluarkan sekret di jalan nafas.
Oleh sebab itu tindakan masih harus dilanjutkan untuk memperbaiki
kondisi tubuh pasien.

Diagnosa resiko kekurangan volume cairan pada partisipan II di dapatkan


hasil S: orang tua mengatakan anak masih demam naik turun, O:dari
pemeriksaan di dapatkan badan By.F teraba panas, turgor kulit baik dan
lembab, mukosa bibir lembab, TD 140/100, intake dan output seimbang ±
1500 cc Hb 10,1 (Normal 14-18) gr/dl, Ht 29 % ( Normal 35-51 %).
Pemeriksaan elektrolit serum di dapatkan natrium 131 mmol/L (Normal
136-145), kalium 3,5 mmol/L (Normal 3,5-5,1), klorida serum 93 mmol/L
(Normal 97-111), A: masalah tidak terjadi, P: Intervensi dilanjutkan.

Menurut asumsi peneliti masalah ini belum teratasi karena anak


mengalami penurunan kesadaran dan demam. Kekurangan cairan melalui
evavorasi akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat
kesadaran yang menurun menjadi indikasi masih perlunya dilakukan
tindakan keperawatan pada pasien walaupun masalah belum terjadi.

Poltekkes Kemenkes Padang


75

Masalah hipertermi pada partisipan I belum dapat teratasi, di dapatkan


hasil S: ayah pasien mengatakan anak masih demam naik turun, badan
teraba panas, O: T 38,4 o c, P 28x/i, anak masih dilakukan pengompresan
di dahi, ketiak, dan lipatan paha serta pemberian obat antipiretik, A:
masalah belum teratasi, P: Intervensi dilanjutkan. Sedangkan Pada
partisipan II dengan masalah yang sama hipertermi belum dapat teratasi, di
dapatkan hasil anak masih demam naik turun, badan teraba panas, T 39oc,
anak masih dilakukan pengompresan di dahi, ketiak, dan lipatan paha serta
pemberian obat antipiretik, A: masalah belum teratasi, P: Intervensi
dilanjutkan.

Demam merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri, atau virus yang
masuk ke dalam tubuh. Ketika kuman, bakteri, atau virus masuk ke tubuh
kita, sel-sel darah putih dalam tubuh memproduksi hormon interleukin
yang kemudian berjalan ke otak untuk memberi perintah kepada
hypothalamus (pusat pengatur suhu di otak) agar menaikkan suhu tubuh
(Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

Menurut analisa peneliti masalah hipertermi belum teratasi karena toksik


yang dihasilkan mikroorganisme melalui hematogen sampai ke
hipotalamus yang kemudian menaikkan suhu sebagai tanda bahaya.
Kenaikan suhu ini akan diikuti dengan peningkatan mediator kimiawi
akibat peradangan seperti prostaglandi, epinefrin dan norepinefrin.
Kenaikan mediator tersebut dapat merangsang peningkatan metabolisme
sehingga dapat terjadi kenaikan suhu di seluruh tubuh, rasa sakit kepala,
peningkatan respon gastrointestinal yang memunculkan rasa mual dan
muntah. Pada pasien masih mengalami demam, sehingga belum
tercapainya kriteria hasil dan tujuan yang diinginkan. Oleh sebab itu
intervensi masih dilanjutkan.

Poltekkes Kemenkes Padang


76

Evaluasi pada diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan


kurangnya informasi di dapatkan hasil data subjektif: ibu mengatakan ia
sudah paham tentang penyakit anaknya dan tahu bagiamana cara penularan
dan pencegahannya. Data Objektif: ibu bisa menjelaskan kembali tentang
meningitis TB, cara penularan dan pencegahnnya. Ibu tampak belum
menggunakan APD saat merawat anaknya dan btidak cuci tangan saat
menyentuh By.F.

Poltekkes Kemenkes Padang


77

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada An.Z dan
By.F dengan kasus meningitis diruang Akut IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP DR. M. Djamil Padang, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil pengkajian didapatkan data bahwa An.Z mengalami penurunan
kesadaran dan nafas sesak, demam, batuk berdahak, refleks batuk lemah,
tidak mampu bicara dan hanya mengerang, pemeriksaan GCS 9
(E4V2M3), pemeriksaan rangsangan meningeal tidak ditemukan,TTV di
dapatkan TD 110/70 mmHg (Normal 120/80 mmHg), HR 87 x/i (Normal
60-100x/i), T 37,80 C, RR 30 x/i. Ekstremitas bawah spastik dan kaku,
kaku serta terdapat ruam kemerahan di seluruh tubuh. Sedangkan pada
By.F Ibu mengatakan anak demam, badan teraba panas, gelisah dan bayi
hanya mampu merintih.GCS 10 (E4V2M4), pemeriksaan kaku kuduk (-),
kernig sign (-), brudzinski (+), hasil pengukuran TD 160/120 mmHg, suhu
38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i (normal 60-100 x/i) RR 28 x/i, pada
mata strabismus, ekstremitas bawah mengalami spastik dan terdapat ruam
kemerahan di seluruh tubuh.

2. Diagnosa keperawatan pada An.Z yaitu: ketidakefektifan perfusi jaringan


serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubugan dengan penumpukan
sekret di jalan nafas dan Hipertermia berhubungan dengan peningkatan
laju metabolisme. Sedangkan pada By.F diagnosa keperawatan yang
muncul adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan proses inflamasi di selaput otak, Hipertermia berhubungan dengan
peningkatan laju metabolisme, resiko kekurangan volume cairan

Poltekkes Kemenkes Padang


78

berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi dan defisiensi


pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
3. Tindakan keperawatan yang direncakan untuk diagnosa utama adalah
Terapi oksigen, manajemen edema serebral dan monitoring peningkatan
intrakranial
4. Implementasi keperawatan yang telah dilakukan utuk diagnosa utama
ktidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses
inflamasi di selaput otak adalah mengatur posisi kepala 30o arah
kebelakang, memonitor aliran oksigen, memonitor tanda-tanda vital,
menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien, menghitung dan
mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT, cairan infus, BAB dan
BAK) dan menilai tingkat kesadaran pasien.
5. Evaluasi dilakukan oleh peneliti selama 5 hari rawatan yang di buat dalam
bentuk SOAP. Hasil evaluasi didapatkan pada An.Z dan By.F masalah
teratasi sebagian dengan kriteria hasil kesadaran dalam keadaan normal
(Compos Mentis), respon sensorik dan motorik normal dan tidak terjadi
kejang serta sakit kepala. Pasien mengalami penurunan kesadaran dan
ekstensi abnormal pada ekstremitas sehingga Intervensi masih dilanjutkan.

B. Saran
1. Bagi Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang
Melalui pimpinan diharapkan dapat memberikan motivasi kepada
semua staf agar memberikan pelayanan kepada pasien secara optimal
dan meningkatkan mutu dalam pelayanan di rumah sakit.
2. Bagi Ruang Rawat Inap Anak
Studi kasus yang peneliti lakukan dapat menjadi sumbangan pemikiran
bagi perawat di ruang Rawat Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr. M. Djamil Padang dalam melakukan asuhan keperawatan secara
profesional dan melaksanakan prinsip rawatan yang benar pada pasin
dengan kasus meningitis.

Poltekkes Kemenkes Padang


79

3. Bagi institusi pendidikan


Dapat meningkatkan mutu pendidikan sehingga terciptanya lulusan
perawat yang profesional, terampil, dan bermutu yang mampu
memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode
etik keperawatan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan peneliti mendeskripsikan pengkajian, diagnosa
mendeskripsikan intervensi dan implementasi keperawatan secara
tepat dengan harus terlebih dahulu memahami masalah dengan
baik, serta mendokumentasikan hasil tindakan yang telah dilakukan
dengan benar.
b. Diharapkan peneliti dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu
seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang baik pada pasien dengan kasus meningitis.

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR PUTAKA

Andareto, Obi. 2015. Katalog Dalam Terbitan (KDT) Kesehatan Obi Andareto
Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta

Arydina, dkk. 2014. Bacterial Meningeal Score (BMS) Sebagai Indikator


Diagnosis Meningitis Bakterialis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Sari
Pediatri, vol 5.
http://id.portalgaruda.org/?Ref=browse&mod=viewarticle&article=473972
Diakses pada tanggal 7 januari 2017 pukul 14.46

Balitbangkes Departemen Kesehatan RI. 2008. Riskesdas


2007.http://www.k4health.org/system/files/laporanNasional%20Riskesdas
%202007.pdf. Diakses pada tanggal 19 desember 2016, Pukul 11.05

Betz, Cecily Lynn & Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku keperawatan Pediatri:
Edisi 5. Jakarta: EGC

Brunner & Suddart. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Edisi 12. Jakarta: EGC.

Bulechek, et.al. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi Ke-6.


Singapore: Elsevier

Data Rekam Medik RSUP. Dr. M. Djamil padang tahun 2014 sampai 2015

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta: Salemba Medika

Kemenkes. 2015. Buku Ajar Imunisasi Cetakan II. Jakarta selatan: Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

Meadow, Sir Roy & Newell, Simon J. 2005, Pediatrika. Jakarta: Erlangga

Meisadona, dkk, 2015. Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis Bakterialis.


http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_224Diagnosis%20dan%20Tatalak
sana%20Meningitis%20Bakterialis.pdf. Diakses pada tanggal 12 Juni
2017, pukul 24.17 WIB

Monita, dkk. 2015. Profil Pasien Pneumonia Komunitas di Bagian Anak RSUP
DR. M. Djamil Padang Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan Andalas.
http://id.portalgaruda.org/?Ref=browse&mod=viewarticle&article=299944
Diakses pada tanggal 8 januri 2017, Pukul 19.37

Moorhead,et.al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Ke-5.


Singapore: Elsevier
Muttaqin, Arif. 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
persarafan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA. 2014. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017. (Budi


Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2012, Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC

Ni’mah, dkk. 2013.Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Efek Samping


Imunisasi BCG Dengan Sikap Ibu Tentang Imunisasi Dasar Lengkap Di
Puskesmas Ngesrep Semarang. jurnal.unimus.ac.id
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=98422.
Diakses pada tanggal 10 Juni 2017, pukul 14.17 WIB

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Poses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada anak/ Sujono
Riyadi & Sukarmin – Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Rolentina, dkk. 2014. Karakteristik Penderita Meningitis Anak yang Dirawat Inap
di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-
2014.http://id.portalgaruda.org/?Ref=browse&mod=viewarticle&article=4
38120. Diakses pada tanggal 19 Desember 2016, Pukul 10.58

Suariadi & Yuliani, Rita. 2010, Asuhan Keperawatan Pada Anak: Edisi 2.
Jakarta: CV Sagung Seto.

Sugiyono. 2014. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta

Supardi, Sudibyo & Rustika. 2013. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: TIM

Wong, Donna L., dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik: Volume 2.
Jakarta: EGC

World Health Organization (WHO). 2015.


http://www.who.int/gho/epidemic_diseases/meningitis/en/. Diakses pada
tanggal 23 Maret 2017, pukul 19.13.
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
1. Pengkajian
Hari Tanggal Jam
Waktu Pengkajian
Rabu 24 Mei 2017 14.30 WIB

Rumah Sakit / : RSUP. Dr. M. Djamil Padang


Klinik/Puskesmas
Ruangan : Ruang Akut Anak IRNA Kebidanan dan Anak
Tanggal Masuk RS : 27 April 2017 pukul 24.56 WIB
No. Rekam Medik : 976979
Sumber informasi : Ayah kandung
I. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA
1. IDENTITAS ANAK
Nama / Panggilan An.Z
Tanggal lahir / Umur 7 tahun
Jenis kelamin ฀ Laki-laki ฀ Perempuan
Agama Islam
Pendidikan SD
Anak ke / jumlah I/4 saudara
saudara
Diagnosa Medis Meningitis TB
2. IDENTITAS IBU AYAH
ORANGTUA
Nama Ny.Y Tn.F
Umur 36 tahun 43 tahun
Agama Islam Islam
Suku bangsa Minang Minang
Pendidikan MTS MAN
Pekerjaan Ibu RT Wiraswasta
Alamat Jorong Tandikek Bukit Tinggi Jorong Tandikek Bukit Tinggi
3. IDENTITAS ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH
Nama Usia Jenis Pendi
No Hub.dg KK Status kesehatan Ket
(Inisial) (bl/th) Kelamin dikan
1 An.N 5 th Pr Anak - Tidak ada masalah
2 An.F 2,5 th Lk Anak - Tidak ada masalah
3 By.A 7 bl Pr Anak - Tidak ada masalah
II. RIWAYAT KESEHATAN

Ayah pasien mengatakan anaknya kejang seluruh tubuh dan anak


KELUHAN mengalami penurunan kesadaran setelah kejang selama 6 jam sebelum
UTAMA masuk RS. kejang berhenti setelah di berikan diazepam secara injeksi.
An.Z di rawat di ruang Akut IRNA Kebidanan dan anak dengan diagnosa
medis Meningitis Tb.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat di lakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 14.30 WIB pada An.Z dengan hari
rawatan ke-28, Ayah pasien mengatakan anaknya masih mengalami penurunan kesadaran, demam,
kejang (-), anak batuk berdahak, refleks batuk lemah, tampak sesak, tidak bisa bicara dan hanya
mengerang
2. Riwayat kesehatan dahulu
Ayah pasien mengatakan anaknya sering mengeluh sakit kepala yang hilang timbul, kemudian di
belikan obat di warung namun sakit kepala tidak hilang. pasien juga mengalami demam selama 2
minggu. Badan sudah tampak kurus 3 bulan sebelum masuk RS dan tidak ditimbang. Anak
memiliki riwayat kontak dengan penderita Tb (saudara laki-laki ayah), menderita Tb selama 2,5
tahun dan sudah mendapat obat OAT. Riwayat trauma kepala pada anak (-), riwayat keluar cairan
dari telinga (-) dan anak tidak megalami batuk pilek. Anak tidak memiliki riwayat kejang dengan
atau tanpa demam.

a. Prenatal
Riwayat gestasi G4P4A0 H4
HPHT -
Pemeriksaan kehamilan ฀RS/Puskesmas Bidan฀dokter฀dll
Frekuensi Teratur ฀ Tidak teratur฀ Tidak pernah
Masalah waktu hamil ฀ Ada, sebutkan............................ Tidak ada
Sikap ibu terhadap kehamilan Positif ฀ Negatif
Emosi ibu pada saat hamil ฀ Stabil Labil
Obat-obatan yang digunakan ฀ Ada, sebutkan............................................... Tidak ada
Perokok ฀ Ya ฀ Tidak
Alkohol ฀ Ya ฀ Tidak
b. Intranatal
Tanggal persalinan 07 januari 2017
BBL / PBL 2300 gr / 40 cm
Usia gestasi saat lahir 36 mg
Tempat persalinan ฀ Rumah Sakit ฀ Puskesmas ฀ Klinik ฀Rumah
Penolong persalinan ฀ Dokter ฀ Bidan ฀ Paraji
Jenis persalinan ฀ spontan ฀ alat ฀Sectio Caesaria (SC)
Penyulit persalinan ฀ ada, sebutkan............................................... ฀ tidak ada
c. Post natal (24 jam)
APGAR skor Menit ke-1 = 8 Menit ke-5 = 10
Pemberian Vit K ฀ Ada฀ Tidak
Koord. reflek hisap dan reflek ฀ Baik ฀ Buruk
menelan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ฀ ada ฀ tidak
Kelainan kongenital ฀ ada, sebutkan............................................... ฀ tidak ada
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga pernah sakit ฀ Tidak ฀ Ada, : saudara laki-lakinya menderita Tb paru
ada selama 2,5 tahun dan sudah mendapat obat OAT
Riwayat penyakit keturunan ฀ Tidak ฀ Ada, sebutkan penyakitnya:
ada
III. RIWAYAT IMUNISASI
BCG ฀ Simpulan :
DPT ฀1 ฀2 ฀3
Polio ฀1 ฀2 ฀3 ฀4 ฀ lengkap sesuai usia
Hepatitis B ฀0 ฀1 ฀2 ฀3 ฀ tidak lengkap
Campak ฀
V. Lingkungan Ventilasi rumah memadai, sumber air minum air sumur, sampah
di bakar di depan rumah, tidak ada anggota keluarga yang
merokok di dalam rumah.

VI. PENGKAJIAN KHUSUS


A. ANAK
1) Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran ฀ CM ฀ Apatis ฀ Soporus ฀ Somnolen ฀ Coma
GCS : E4V2M3 Jumlah : 9
b. Tanda Vital Suhu : 37,8 oC RR : 30 x/m HR : 87 x/m TD : 110/70 mmHg

c. Posture BB : 14,5 kg PB/TB : 05 cm


d. Kepala Bentuk : ฀ Normal ฀ Makrocepal ฀ Mikrocepal ฀ Hidrocepal
Kebersihan : ฀ Bersih ฀ Kotor
Lingkar kepala : ....................cm
Fontanel anterior : ฀ Ada ฀ tidak
Fontanel posterior : ฀ menutup ฀ belum
Benjolan : ฀ ada, lokasi..........................ukuran ............ ฀ tidak ada
Data lain : ..pemeriksaan kaku kuduk negatif (-).
e. Mata ฀ Simetris ฀ Tidak simetris ฀ Menonjol
Sklera : ฀ ikterik ฀ tidak Konjungtiva : ฀ anemis ฀ tidak
Reflek cahaya : ฀ positif ฀ negatif Palbebra : ฀ edema ฀ tidak
Pupil : ฀ isokor ฀ anisokor

f. Hidung Letak : ฀ Simetri ฀ Asimetris


Pernapasan cuping hidung : ฀ Ada ฀ Tidak
Kebersihan : ฀ Bersih ฀ Kotor
Data lain : terpasang NGT serta O2 binasal kanul kosentrasi 2L/i
g. Mulut Warna bibir merah muda, mukosa bibir kering dan pecah-pecah.
Kebersihan rongga mulut :฀ bersih ฀ tidak
h. Telinga Bentuk : ฀ Simetris ฀ Asimetris
Kebersihan : ฀ Bersih ฀ Kotor
Posisi puncak pina : ฀ Sejajar kantus mata ฀ Tidak sejajar kantus mata
Pemeriksaan pendengaran : ฀ baik ฀ tidak, pada telinga ................
Data lain : Telinga tampak bersih, tidak ada sekret keluar cairan.
i. Leher Pembesaran kelenjer getah bening : ฀ ada ฀ tidak ada
j. Dada
- Toraks Inspeksi : simetris kiri dan kanan dan terdapat tarikan dinding dada
Auskultasi : bronkial dan ronkhi
Palpasi : premitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor

- Jantung Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat


Auskultasi : pekak
Palpasi : ictus cordis teraba di RIC 5
k. Abdomen Inspeksi : tidak ada asites
Auskultasi : bising usus (+) dan normal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hepar dan limfa tidak teraba

Perkusi : timpani

l. Kulit Turgor : ฀ Kembali cepat ฀ Lambat ฀ Sangat lambat


Kelembaban: ฀ Lembab ฀ Kering
Warna: ฀ Merah muda ฀ Pucat
Data lain : terdapat ruam kemerahan di seluruh tubuh
m. Ekstremitas Lingkar lengan atas : cm
Atas Capillary refill : ฀< 3 dtk ฀> 3 dtk
Data lain yang ditemukan : terpasang infus pada ekstremitas kanan, otot kaku
n. Ekstremitas Ekstensi abnormal, otot kaku dan spastik.
Bawah
o. Genitalia dan Perempuan
anus Labia minora&mayora : ฀ Normal ฀ Tdk
Kebersihan : ฀ bersih ฀ kotor
p. Pemeriksaan 1. Kaku kuduk : ฀ positif negatif
tanda 2. Kernig sign : ฀ positif negatif
rangsangan 3. Brudzinsky sign : ฀ positif negatif
meningeal 4. Refleks babyski : ฀ positif negatif
2) Kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi dan cairan Jenis : Makanan Cair
Jumlah : 200 cc Frek : 8kali /hari
Pola makan : ฀ teratur ฀ tidak teratur
Minum : Jenis : air putih
Jumlah : 50 cc Frek : 8 kali/hari
Masalah :tidak ada masalah
b. Istirahat dan Siang Malam
tidur Pola tidur : ฀ teratur ฀ tidak Pola tidur : ฀ teratur ฀ tidak teratur
teratur Jumlah jam tidur : 7 jam/hari
Jumlah jam tidur : 2 jam/hari Masalah : anak sering terbangun
Masalah : tidak ada masalah tanpa tahu apa penyebabnya.
c. Eliminasi BAK : Frek 3-4x /hari Jumlah 1000 Warna jernih
Masalah : tidak ada masalah
BAB : Frek 1-2x /hari Jumlah 800 Warna kuning
Konsistensi lunak
Masalah : tidak ada masalah
Bayi mengunakan diapers : ฀ ya ฀ tidak
Latihan BAK/BAB di toilet : ฀ ya ฀ tidak
d. Personal higiene Frek. Mandi : 1 x/hr Cuci rambut : tidak pernah Sikat gigi :
tidak pernah
Masalah : Pasien hanya mandi lap karena pasien penurunan kesadaran.
e. Aktivitas bermain ฀ sendiri ฀ saudara/teman ฀ dalam rumah ฀ luar rumah
f. Rekreasi Pola rekreasi keluarga : ฀ teratur ฀ tidak teratur
VI. DATA PENUNJANG
Laboratorium Tanggal 16 Mei 2017 : Hb 10,7 gr/dl (Normal 12-16), leukosit 8.620/mm3
(Normal 6000-18.000), trombosit 229.000/mm3 (Normal 150.000-400.000), dan
hematokrit 30 % (Normal 37-43%). Tanggal 18 Mei 2017 : kalsium 8 mg/dl
(Normal 8,1-10,4), natrium 132 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,1 mmol/L
(Normal 3,5-5,1) dan korida serum 107 mmol/L (Normal 97-111).
Lumbal Pungsi pada tanggal 4 Mei 2017 di dapatkan hasil volume ± 2 CC,
kekeruhan (-), warna bening, jumlah sel 8/mm3 dan glukosa 44 mg/dl.
Terapi medis INH 1x150 mg, rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol
1x250 mg, diazepam 3x1 mg, Asam folat 1x1 mg, Ambroxol sirup 3x1/2,
Bicnat 3x3/4 tablet, Prednison 3x10 mg, Vit B6, diamox 3x150 gr,
paracetamol 4x150 mg, luminal 2x30 gr, IVFD KaEN 1 B 22 tts/i.

Perawat Yang Melakukan


Pengkajian

( Alfinia Yulita )

Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1. Data subjektif: proses Resiko
- ayah mengatakan anak demam, inflamasi di ketidakfektifan
- batuk berdahak, selaput otak perfusi jaringan
- refleks batuk lemah, serebral
- tidak mampu bicara dan
- hanya mengerang.
Data objektif:
- GCS 9 (E4V2M3),
- badan teraba panas
- T 37,8oC, TD 110/70 mmHg, HR 87x/i,
P 30x/i,
- Hb 10,7 gr/dl, dan
- hasil pemeriksaan LP volume ± 2 CC,
kekeruhan negatif, warna bening, jumlah
sel 8/mm3 dan glukosa 44 mg/dl.
2. Data subjektif: penumpukan Ketidakefektifan
- ayah mengatakan anak batuk berdahak, sekret di bersihan jalan
- refleks batuk lemah dan jalan nafas nafas
- tampak sesak.
Data objektif:
- terdapat tarikan dinding dada,
- saat auskultasi terdengar bronkial dan
ronkhi,
- TD 110/70 mmHg, P 30 x/i, T 37,80C,
HR 87x/i.

3. Data subjektif: peningkatan Hipertermi


- ayah mengatakan anak demam dan laju
- badannya panas. metabolisme
Data objektif:
- kulit pasien teraba panas,
- TD 110/70 mmHg, P 30 x/i,
- T 37,80C, HR 87x/i.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
proses inflamasi di selaput otak
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret di jalan nafas
c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
3. Intervesi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1.Resiko a. Status sirkulasi Terapi oksigen
ketidakefektifan 1) Tekanan darah 1. Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea
perfusi jaringan sistol 2. Pertahankan jalan napas yang paten
serebral 2) Tekanan darah 3. Atur peralatan oksigenasi
berhubungan diastol 4. Monitor aliran oksigen
dengan proses 3) Tekanan nadi 5. Pertahankan posisi pasien
inflamasi di 4) PaO2 (tekanan 6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
selaput otak parsial oksigen 7. Monitor adanya kecemasan pasien
dalam darah terhadap oksigenasi.
arteri)
5) PaCO2 (tekanan Manajemen edema serebral
parial 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan
karbondioksida pikiran, keluhan pusing, pingsan
dalam darah 2. Monitor tanda-tanda vital
arteri 3. Monitor karakteristik cairan
6) Saturasi oksigen serebrospinal : warna,
7) Urine output kejernihan,konsistensi
8) Capillary refill. 4. Monitor status pernapasan: frekuensi,
irama, kedalaman pernapasan,
b. Status neurologi PaO2,PaCO2, pH, Bicarbonat
1) Kesadaran 5. Catat perubahan pasien dalam berespon
2) Fungsi sensorik terhadap stimulus
dan motorik 6. Berikan anti kejang sesuai kebutuhan
kranial 7. Batasi cairan
3) Tekanan 8. Dorong keluarga/orang yang penting
intrakranial untuk bicara pada pasien
4) Ukuran pupil 9. Posisikan tinggi kepala 30o atau lebih.
5) Pola istirahat-
tidur Monitoring peningkatan intrakranial
6) Orientasi kognitif 1. Monitor tekanan perfusi serebral
7) Aktivitas kejang 2. Monitor jumlah, nilai dan karakteristik
8) Sakit kepala. pengeluaran cairan serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan output
4. Monitor suhu dan jumlah leukosit
5. Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan leher pasien dalam
posisi netral, hindari fleksi pinggang
yang berlebihan
8. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk
mengoptimalkan perfusi serebral
9. Berikan agen farmakologis untuk
mempertahankan TIK dalam jangkauan
tertentu.

Monitor tanda-tanda vital


1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
status pernapasan dengan cepat
2. Monitor kualitas dari nadi
3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
4. Monitor pola pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
6. Monitor adanya cushling triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign.
2. Ketidakefektifan a. Status pernapasan: Kepatenan jalan nafas
bersihan jalan kepatenan jalan 1. Pastikan kebutuhan oral suctioning
nafas nafas 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
berhubungan Kriteria hasil: sesudah suctioning
dengan 1) Frekuensi 3. Informasikan pada klien dan keluarga
penumpukan pernapasan tentang suctioning
sekret di jalan 2) Irama pernapasan 4. Monitor status oksigen pasien
nafas 3) Kemampuan untuk 5. Berikan oksigen dengan menggunakan
mengeluarkan nasal untuk memfasilitasi suction
Batasan sekret nasotrakeal
karakteristik 4) Penggunaan otot
a. Batuk yang bantu pernapasan Manajemen jalan nafas
tidak efektif 5) Batuk. 1. Buka jalan nafas.
b. Gelisah 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
c. Dispnea b. Status ventilasi.
d. Mata terbuka pernapasan 3. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
lebar Kriteria hasil: 4. Auskultasi suara nafas , catat adanya
e. Perubahan 1) Kedalaman suara tambahan
pola nafas inspirasi 5. Monitor respirasi dan status O2
f. Sianosis 2) Suara auskultasi
g. Sputum nafas Manajemen batuk
dalam 3) Kepatenan jalan 1. Bantu pasien untuk mengatur posisi
jumlah yang nafas duduk.
berlebihan 4) Kapasitas vital 2. Dorong pasien untuk melakukan latihan
h. Suara nafas nafas dalam
tambahan 3. Dorong pasien untuk tarik nafas dalam
selama dua detik dan batukkan, lakukan
dua atau tiga kali berturut turut

Monitor tanda-tanda vital


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan kelembapan
kulit.
8. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign.
3. Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam
berhubungan Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainya
dengan 1) Merasa merinding 2. Monitor warna kulit dan suhu
peningkatan laju saat dingin 3. Monitor asupan dan keluaran, sadari
metabolisme 2) Berkeringat saat perubahan kehilangan cairan yang tak di
panas rasakan
Batasan 3) Tingkat 4. Beri obat atau cairan IV
karakteristik pernapasan 5. Tutup pasien dengan selimut atau
a. Apnea 4) Melaporkan pakaian ringan
b. Bayi tidak kenyamanan suhu 6. Dorong konsumsi cairan
dapat 5) Perubahan warna 7. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan
mempertahan kulit aktivitas jika di perlukan
kan menyusu 6) Sakit kepala 8. Berikan oksigen yang sesuai
c. Gelisah 9. Tingkatkan sirkulasi udara
d. Hipotensi 10. Mandikan pasien dengan spon hangat
e. Kulit dengan hati-hati.
kemerahan
f. Kulit terasa Pengaturan suhu
hangat 1. monitor suhu paling tidak setiap 2 jam
g. Latergi sesuai kebutuhan
h. Kejang 2. monitor dan laporkan adanya tanda
i. Koma gejala hipotermia dan hipertermia
j. Stupor 3. tingkatka intake cairan dan nutrisi
k. Takikardia adekuat
l. Takipnea 4. berikan pengobatan antipiretik sesuai
m. Vasodilatasi kebutuhan.

Manajemen pengobatan
3. Tentukan obat apa yang di perlukan, dan
kelola menurut resep dan/atau protokol
4. Monitor efektivitas cara pemberian obat
yang sesuai.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan nafas
2. Balikkan badan pasien ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-obatan anti epilepsi
dengan benar.

4. Implementasi Keperawatan

Hari/ Diagnosa Implementasi Paraf


Tanggal
Rabu/2 Resiko 1. mengatur posisi kepala hiperkestensi 30
4 Mei ketidakfektifan 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i,
2017 perfusi jaringan memonitor alirannya
serebral 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda
berhubungan vital
dengan proses 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada
inflamasi di pasien
selaput otak 5. menghitung dan mencatat jumlah
masukan dan pengeluaran (NGT, cairan
infus, BAB dan BAK) dan
6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg,
Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan
diamox 3x150 gr.
Ketidakefektifan 1. melakukan suction
bersihan jalan 2. memonitor aliran O2
nafas 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat
berhubungan adanya suara tambahan
dengan 4. memperhatikan gerakan dada saat
penumpukan inspirasi-ekspirasi dan
sekret di jalan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg,
nafas rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300
mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol
sirup 3x1/2 sendok makan.

Hipertermi 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan


berhubungan darah, nadi, suhu dan pernapasan)
dengan 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor
peningkatan laju suhu setiap 3 jam
metabolisme 3. melakukan pengompresan air hangat di
dahi, ketiak dan lipatan paha
4. memberikan terapi obat paracetamol
4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN
1B 22 tts/i.
Kamis/ Resiko 1. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i,
25 Mei ketidakfektifan memonitor alirannya
2017 perfusi jaringan 2. mengukur dan memonitor tanda-tanda
serebral vital
berhubungan 3. menganjurkan keluarga untuk bicara pada
dengan proses pasien
inflamasi di 4. menghitung dan mencatat jumlah
selaput otak masukan dan pengeluaran (NGT, cairan
infus, BAB dan BAK) dan
5. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg,
Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan
diamox 3x150 gr.
Ketidakefektifan 1. melakukan suction
bersihan jalan 2. memonitor aliran O2
nafas 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat
berhubungan adanya suara tambahan
dengan 4. memperhatikan gerakan dada saat
penumpukan inspirasi-ekspirasi dan
sekret di jalan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg,
nafas rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300
mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol
sirup 3x1/2 sendok makan.
Hipertermi 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan
berhubungan darah, nadi, suhu dan pernapasan)
dengan 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor
peningkatan laju suhu setiap 3 jam
metabolisme 3. melakukan pengompresan air hangat di
dahi, ketiak dan lipatan paha
4. memberikan terapi obat paracetamol
4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN
1B 22 tts/i.
Jumat/2 Resiko 1. mengatur posisi kepala 30o arah
6 Mei ketidakfektifan kebelakang
2017 perfusi jaringan 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i,
serebral memonitor alirannya
berhubungan 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda
dengan proses vital
inflamasi di 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada
selaput otak pasien
5. menghitung dan mencatat jumlah
masukan dan pengeluaran (NGT, cairan
infus, BAB dan BAK) dan
6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg,
Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan
diamox 3x150 gr.
Ketidakefektifan 1. melakukan suction
bersihan jalan 2. memonitor aliran O2
nafas 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat
berhubungan adanya suara tambahan
dengan 4. memperhatikan gerakan dada saat
penumpukan inspirasi-ekspirasi dan
sekret di jalan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg,
nafas rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300
mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol
sirup 3x1/2 sendok makan.
Hipertermi 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan
berhubungan darah, nadi, suhu dan pernapasan)
dengan 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor
peningkatan laju suhu setiap 3 jam
metabolisme 3. melakukan pengompresan air hangat di
dahi, ketiak dan lipatan paha
4. memberikan terapi obat paracetamol
4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN
1B 22 tts/i.
Sabtu/2 Resiko 1. mengatur posisi kepala 30o arah
7 Mei ketidakfektifan kebelakang
2017 perfusi jaringan 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i,
serebral memonitor alirannya
berhubungan 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda
dengan proses vital
inflamasi di 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada
selaput otak pasien
5. menghitung dan mencatat jumlah
masukan dan pengeluaran (NGT, cairan
infus, BAB dan BAK) dan
6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg,
Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan
diamox 3x150 gr.
Ketidakefektifan 1. melakukan suction
bersihan jalan 2. memonitor aliran O2
nafas 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat
berhubungan adanya suara tambahan
dengan 4. memperhatikan gerakan dada saat
penumpukan inspirasi-ekspirasi dan
sekret di jalan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg,
nafas rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300
mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol
sirup 3x1/2 sendok makan.
Hipertermi 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan
berhubungan darah, nadi, suhu dan pernapasan)
dengan 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor
peningkatan laju suhu setiap 3 jam
metabolisme 3. melakukan pengompresan air hangat di
dahi, ketiak dan lipatan paha
4. memberikan terapi obat paracetamol
4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN
1B 22 tts/i.
Minggu Resiko 1. mengatur posisi kepala 30o arah
/28 Mei ketidakfektifan kebelakang
2017 perfusi jaringan 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i,
serebral memonitor alirannya
berhubungan 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda
dengan proses vital
inflamasi di 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada
selaput otak pasien
5. menghitung dan mencatat jumlah
masukan dan pengeluaran (NGT, cairan
infus, BAB dan BAK) dan
6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg,
Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan
diamox 3x150 gr.
Ketidakefektifan 1. melakukan suction
bersihan jalan 2. memonitor aliran O2
nafas 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat
berhubungan adanya suara tambahan
dengan 4. memperhatikan gerakan dada saat
penumpukan inspirasi-ekspirasi dan
sekret di jalan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg,
nafas rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300
mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol
sirup 3x1/2 sendok makan.
Hipertermi 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan
berhubungan darah, nadi, suhu dan pernapasan)
dengan 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor
peningkatan laju suhu setiap 3 jam
metabolisme 3. melakukan pengompresan air hangat di
dahi, ketiak dan lipatan paha
4. memberikan terapi obat paracetamol
4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN
1B 22 tts/i.
Senin/ Resiko 1. mengatur posisi kepala 30o arah
29 Mei ketidakfektifan kebelakang
2017 perfusi jaringan 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i,
serebral memonitor alirannya
berhubungan 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda
dengan proses vital
inflamasi di 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada
selaput otak pasien
5. menghitung dan mencatat jumlah
masukan dan pengeluaran (NGT, cairan
infus, BAB dan BAK) dan
6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg,
Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan
diamox 3x150 gr.
Ketidakefektifan 1. melakukan suction
bersihan jalan 2. memonitor aliran O2
nafas 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat
berhubungan adanya suara tambahan
dengan 4. memperhatikan gerakan dada saat
penumpukan inspirasi-ekspirasi dan
sekret di jalan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg,
nafas rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300
mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol
sirup 3x1/2 sendok makan.
Hipertermi 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan
berhubungan darah, nadi, suhu dan pernapasan)
dengan 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor
peningkatan laju suhu setiap 3 jam
metabolisme 3. melakukan pengompresan air hangat di
dahi, ketiak dan lipatan paha
4. memberikan terapi obat paracetamol
4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN
1B 22 tts/i.
Selasa/ Resiko 1. mengatur posisi kepala 30o arah
30 Mei ketidakfektifan kebelakang
2017 perfusi jaringan 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i,
serebral memonitor alirannya
berhubungan 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda
dengan proses vital
inflamasi di 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada
selaput otak pasien
5. menghitung dan mencatat jumlah
masukan dan pengeluaran (NGT, cairan
infus, BAB dan BAK) dan
6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg,
Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan
diamox 3x150 gr.
Ketidakefektifan 1. melakukan suction
bersihan jalan 2. memonitor aliran O2
nafas 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat
berhubungan adanya suara tambahan
dengan 4. memperhatikan gerakan dada saat
penumpukan inspirasi-ekspirasi dan
sekret di jalan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg,
nafas rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300
mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol
sirup 3x1/2 sendok makan.
Hipertermi 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan
berhubungan darah, nadi, suhu dan pernapasan)
dengan 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor
peningkatan laju suhu setiap 3 jam
metabolisme 3. melakukan pengompresan air hangat di
dahi, ketiak dan lipatan paha
4. memberikan terapi obat paracetamol
4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN
1B 22 tts/i.

5. Evaluasi Keperawatan

Hari/ Diagnosa Evaluasi Paraf


Tanggal
Rabu/24 Resiko S: Ayah mengatakan anak tampak sesak dan
Mei ketidakfektifan demam
2017 perfusi jaringan
serebral O: - GCS 9 (E4V2M3)
berhubungan - terdapat sekret di jalan nafas, dan
dengan proses - pasien masih demam.
inflamasi di - Pasien terpasang O2 binasal 2 liter/i,
selaput otak - aliran oksigen lancar,
- T 38,4o C, HR 93 x/i, P 30 x/i,
- leukosit 8.620/mm3 (Normal 6000-
18.000),
- terapi pengobatan diberikan dengan tepat
waktu dan sesuai order.
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Ketidakefektifan S: Ayah mengatakan anak tampak sesak dan
bersihan jalan reflek untuk batuk lemah.
nafas O: - hasil sekret dijalan nafas sudah berkurang,
berhubungan - pasien masih sesak,
dengan - tampak penggunaan otot bantu nafas,
penumpukan - irama nafas reguler,
sekret di jalan - T 38,4o C, HR 93 x/i, P 30 x/i.
nafas A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Hipertermi S: Ayah mengatakan anaknya demam dan badan
berhubungan teraba panas
dengan O: - hasil pasien masih demam,
peningkatan laju - ada penurunan suhu tubuh,
metabolisme - kulit teraba panas, tampak sesak,
- T 38,4o C, HR 93 x/i, P 30 x/i.
Kamis/2 Resiko S: Ayah mengatakan anak tampak sesak dan
5 Mei ketidakfektifan demam
2017 perfusi jaringan
serebral O: - GCS 9 (E4V2M3)
berhubungan - terdapat sekret di jalan nafas, dan
dengan proses - pasien masih demam.
inflamasi di - aliran oksigen lancar,
selaput otak - T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i,
- terapi pengobatan diberikan dengan tepat
waktu dan sesuai order.
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

Ketidakefektifan S: Ayah mengatakan anak tampak sesak dan


bersihan jalan reflek untuk batuk lemah.
nafas O: - hasil sekret dijalan nafas sudah berkurang,
berhubungan - sesak sudah berkurang
dengan - tampak penggunaan otot bantu nafas,
penumpukan - suara nafas tambahan sudah tidak terdengar
sekret di jalan - T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i,
nafas A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Hipertermi S: Ayah mengatakan badan anaknya teraba panas
berhubungan O: hasil pasien masih demam, ada penurunan suhu
dengan tubuh, kulit teraba panas, tampak sesak, T 37,8o
peningkatan laju C, HR 96 x/i, P 24 x/i.
metabolisme A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Jumat/26 Resiko S: Ayah mengatakan anak tampak sesak dan
Mei ketidakfektifan demam, kejang (-)
2017 perfusi jaringan O: - GCS 9 Pasien terpasang O2 binasal 2 liter/i,
serebral aliran oksigen lancar,
berhubungan - T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i,
dengan proses A: masalah belum teratasi
inflamasi di P: Intervensi dilanjutkan
selaput otak

Ketidakefektifan S: Ayah mengatakan anak sudah tidak tampak


bersihan jalan sesak
nafas O: sekret dijalan nafas sudah berkurang, sesak
berhubungan sudah berkurang, tampak penggunaan otot
dengan bantu nafas, suara nafas tambahan sudah
penumpukan tidak terdengar, T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24
sekret di jalan x/i.
nafas A: Masalah belum teratasi
P: aintervensi dilanjutkan
Hipertermi A: ayah mengatakan demam anak sudah turun
berhubungan O: - pasien masih demam,
dengan - ada penurunan suhu tubuh, kulit teraba
peningkatan laju panas, dan tampak memerah
metabolisme - T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i.
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Sabtu/27 Resiko S: Ayah mengatakan anak masih demam, kejang
Mei ketidakfektifan (-)
2017 perfusi jaringan O: - GCS 9 Pasien terpasang O2 binasal 2 liter/i,
serebral aliran oksigen lancar,
berhubungan - T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i,
dengan proses A: masalah belum teratasi
inflamasi di P: Intervensi dilanjutkan
selaput otak

Ketidakefektifan S: Ayah mengatakan anak sudah tidak tampak


bersihan jalan sesak
nafas O: sekret dijalan nafas sudah berkurang, sesak
berhubungan sudah berkurang, tampak penggunaan otot
dengan bantu nafas, suara nafas tambahan sudah
penumpukan tidak terdengar, T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24
sekret di jalan x/i.
nafas A: Masalah belum teratasi
P: aintervensi dilanjutkan
Hipertermi A: ayah mengatakan demam anak sudah turun
berhubungan O: - ada penurunan suhu tubuh, kulit teraba panas,
dengan dan tampak memerah
peningkatan laju - T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i.
metabolisme A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Minggu/ Resiko S: ayah mengatakan An.Z sudah mampu
28 Mei ketidakfektifan menggerakkan ekstremitas nya, melihat ketika
2017 perfusi jaringan dipanggil, anak masih demam,
serebral O: GCS 11 (E4V2M5), kulit teraba panas,
berhubungan terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar,
dengan proses intake 1500 cc, output ± 1300 cc, posisi
inflamasi di kepala ditinggikan 300.
selaput otak A: Masalah tidak terjadi
P: intervensi masih dilanjutkan.
Ketidakefektifan S: ayah pasien mengatakan sesak pada anak sudah
bersihan jalan berkurang,
nafas O: tampak penggunaan otot bantu saat bernafas,
berhubungan tarikan dinding dada sudah tidak ada, sputum
dengan masih ada, frekuensi pernapasan 28x/i, suara
penumpukan nafas bronkial.
sekret di jalan A: Masalah belum teratasi,
nafas P : intervensi dilanjutkan.

Hipertermi S: ayah mengatakan anak masih demam naik


berhubungan turun, badan teraba panas,
dengan O: T 38,4 o c, P 28x/i, anak masih dilakukan
peningkatan laju pengompresan di dahi, ketiak, dan lipatan paha
metabolisme serta pemberian obat antipiretik.
A: masalah belum teratasi. Semua
P: intervensi dilanjutkan.

Senin/ Resiko S: ayah mengatakan An.Z sudah mampu


29 Mei ketidakfektifan menggerakkan ekstremitas nya, melihat ketika
2017 perfusi jaringan dipanggil, anak masih demam,
serebral O: GCS 11 (E4V2M5), kulit teraba panas,
berhubungan terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar,
dengan proses intake 1200 cc, output ± 1300 cc, posisi
inflamasi di kepala ditinggikan 300.
selaput otak A: Masalah tidak terjadi
P: intervensi masih dilanjutkan.
Ketidakefektifan S: ayah pasien mengatakan sesak pada anak sudah
bersihan jalan berkurang,
nafas O: tampak penggunaan otot bantu saat bernafas,
berhubungan tarikan dinding dada sudah tidak ada, sputum
dengan masih ada, frekuensi pernapasan 25x/i, suara
penumpukan nafas bronkial.
sekret di jalan A: Masalah belum teratasi,
nafas P : intervensi dilanjutkan.

Hipertermi S: ayah mengatakan anak masih demam naik


berhubungan turun, badan teraba panas,
dengan O: T 38 o c, P 25x/i, anak masih dilakukan
peningkatan laju pengompresan di dahi, ketiak, dan lipatan paha
metabolisme serta pemberian obat antipiretik.
A: masalah belum teratasi. Semua
P: intervensi dilanjutkan.
Selasa/ Resiko S: ayah mengatakan An.Z sudah mampu
30 Mei ketidakfektifan menggerakkan ekstremitas nya, melihat ketika
2017 perfusi jaringan dipanggil, anak masih demam,
serebral O: GCS 11 (E4V2M5), kulit teraba panas,
berhubungan terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar,
dengan proses intake 1500 cc, output ± 1300 cc, posisi
inflamasi di kepala ditinggikan 300.
selaput otak
Hasil pemeriksaan elektrolit serum kalium
2,2 Mmol/L (3,5-5,1), natrium 125 Mmol/L
(136-145), klorida serum 92 Mmol/L (97-
111). Anak dilakukan koreksi KCl untuk
meningkatkan kadar kalium dalam darah.

A: Masalah tidak terjadi


P: intervensi masih dilanjutkan.
Ketidakefektifan S: ayah pasien mengatakan sesak pada anak sudah
bersihan jalan berkurang,
nafas O: tampak penggunaan otot bantu saat bernafas,
berhubungan tarikan dinding dada sudah tidak ada, sputum
dengan masih ada, frekuensi pernapasan 28x/i, suara
penumpukan nafas bronkial.
sekret di jalan A: Masalah belum teratasi,
nafas P : intervensi dilanjutkan.

Hipertermi S: ayah mengatakan anak masih demam naik


berhubungan turun, badan teraba panas,
dengan O: T 375 o c, P 28x/i, anak masih dilakukan
peningkatan laju pengompresan di dahi, ketiak, dan lipatan paha
metabolisme serta pemberian obat antipiretik.
A: masalah belum teratasi. Semua
P: intervensi dilanjutkan.

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK


1. Pengkajian

Hari Tanggal Jam


Waktu Pengkajian
Kamis 25 Mei 2017 16.00 WIB

Rumah Sakit / Klinik/Puskesmas : RSUP Dr. M. Djamil Padang


Ruangan : ruang Akut IRNA Kebidanan dan anak
Tanggal Masuk RS : 5 April 2017
No. Rekam Medik : 975016
Sumber informasi : Ibu Kandung
J. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA
4. IDENTITAS ANAK
Nama / Panggilan By.F
Tanggal lahir / Umur 9 bulan
Jenis kelamin ฀ Laki-laki ฀ Perempuan
Agama Islam
Pendidikan Belum sekolah
Anak ke / jumlah 1 (satu)
saudara
Diagnosa Medis Meningitis Tb
5. IDENTITAS IBU AYAH
ORANGTUA
Nama Ny.M Tn.I
Umur 33 tahun 36 tahun
Agama Islam Islam
Suku bangsa Minang Minang
Pendidikan S1 D3
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga wiraswasta
Alamat Padang Padang
III. RIWAYAT KESEHATAN

Pasien datang dengan keluhan demam disertai muntah dan diare


KELUHAN selama 3 hari, frekuensi 3-4 kali, konsistensi encer. Bayi
UTAMA mengalami kejang pada sebagian tubuh, frekuensi 1x lamanya 3
jam dan penurunan kesadaran setelah kejang.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat pengkajian pada tanggal 25 Mei 2017 pukul 16.00 WIB dengan hari rawatan ke-47,
bayi tampak spastik, otot kaku, kelopak mata sebelah kiri tidak simetris, Ibu mengatakan
anak demam, badan teraba panas, gelisah dan bayi hanya mampu merintih.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu pada By.F adalah pernah di rawat di klinik selama 8 hari
dengan diare dan memiliki riwayat Post VP-shunting 2 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Paman dari By.F memiliki riwayat kejang tanpa demam, kakek menderita hipertensi
serta ayahnya memiliki riwayat alergi. Orang tua tidak mengetahui apakah anak pernah
kontak dengan penderita Tb Paru.
d. Prenatal
Riwayat gestasi G1P1A0 H1
Pemeriksaan kehamilan ฀RS/Puskesmas฀ Bidan฀dokter฀dll
Frekuensi ฀ Teratur ฀ Tidak teratur฀ Tidak pernah
Masalah waktu hamil ฀ Ada, sebutkan............................฀ Tidak ada
Sikap ibu terhadap kehamilan ฀ Positif ฀ Negatif
Emosi ibu pada saat hamil ฀ Stabil ฀ Labil
Obat-obatan yang digunakan ฀ Ada, sebutkan : tablet fe yang di berikan bidan ฀
Tidak ada
Perokok ฀ Ya ฀ Tidak
Alkohol ฀ Ya ฀ Tidak
e. Intranatal
Tanggal persalinan 22 Agustus 2016
BBL / PBL 3500 gr, gr / 51 cm cm
Usia gestasi saat lahir 36 mg
Tempat persalinan ฀ Rumah Sakit ฀ Puskesmas ฀ Klinik ฀Rumah
Penolong persalinan ฀ Dokter ฀ Bidan/Perawat ฀ Paraji
Jenis persalinan ฀ spontan ฀ alat ฀Sectio Caesaria (SC)
Penyulit persalinan ฀ ada, sebutkan ibu mengalami partus lama ฀ tidak ada
f. Post natal (24 jam)
APGAR skor Menit ke-1 = 7 Menit ke-5 = 10
Pemberian Vit K ฀ Ada฀ Tidak
Koord. reflek hisap dan reflek ฀ Baik ฀ Buruk
menelan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ฀ ada ฀ tidak
Kelainan kongenital ฀ ada, sebutkan............................................... ฀ tidak
ada
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga pernah sakit ฀ Tidak ฀ Ada, sebutkan siapa dan penyakitnya :
ada Paman dari By.F memiliki riwayat kejang
tanpa demam, kakek menderita hipertensi
serta ayahnya memiliki riwayat alergi.
Riwayat penyakit keturunan ฀ Tidak ฀ Ada, sebutkan penyakitnya: hipertensi,
ada asma dan kejang tanpa demam.
III. RIWAYAT IMUNISASI
BCG ฀ Simpulan :
DPT ฀1 ฀2 ฀3
Polio ฀1 ฀2 ฀3 ฀4 ฀ lengkap sesuai usia
Hepatitis B ฀0 ฀1 ฀2 ฀3 ฀ tidak lengkap
Campak ฀
IV. Lingkungan Ventilasi rumah memadai, sumber air minum air galon, membuang
sampah di belakang rumah dan dibakar dan memiliki WC dengan
septi tank.

V. PENGKAJIAN KHUSUS
A. ANAK
2) Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran ฀ CM ฀ Apatis ฀ Soporus ฀ Somnolen ฀ Coma
GCS : E4V2M4 Jumlah : 10
o
b. Tanda Vital Suhu : 38,4 C RR :28 x/m HR : 92 x/m TD :
160/120mmHg
c. Posture BB : 8,2 kg PB/TB : 70 cm
d. Kepala Bentuk : ฀ Normal ฀ Makrocepal ฀ Mikrocepal ฀
Hidrocepal
Kebersihan : ฀ Bersih ฀ Kotor
Lingkar kepala : .45.cm
Fontanel anterior : ฀ Ada ฀ tidak
Fontanel posterior : ฀ menutup ฀ belum
Benjolan : ฀ ada, lokasi..........................ukuran ............ ฀
tidak ada
Data lain : bekas luka dekubitus pada bagian oksipital
e. Mata ฀ Simetris ฀ Tidak simetris ฀ Menonjol
Sklera : ฀ ikterik ฀ tidak Konjungtiva : ฀ anemis ฀
tidak
Reflek cahaya : ฀ positif ฀ negatif Palbebra : ฀ edema
฀ tidak
Pupil : ฀ isokor ฀ anisokor
Data lain : mata strabismus
f. Hidung Letak : ฀ Simetri ฀ Asimetris
Pernapasan cuping hidung : ฀ Ada ฀ Tidak
Kebersihan : ฀ Bersih ฀ Kotor
Data lain : terpasang NGT dan O2 binasal 2 liter/i
g. Mulut Warna bibir, lidah, palatum : .merah muda
Gigi : Kebersihan rongga mulut :฀ bersih ฀ tidak
h. Telinga Bentuk : ฀ Simetris ฀ Asimetris
Kebersihan : ฀ Bersih ฀ Kotor
Posisi puncak pina : ฀ Sejajar kantus mata ฀ Tidak sejajar kantus
mata
Pemeriksaan pendengaran : ฀ baik ฀ tidak, pada telinga ................
i. Leher Pembesaran kelenjer getah bening : ฀ ada ฀ tidak ada
Pemeriksaan Kaku kuduk negatif
j. Dada
- Toraks Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Auskultasi : vesikuler
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor,

- Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat


Auskultasi : Reguler
Palpasi : Ictus cordis teraba
k. Abdomen Inspeksi : Simetris, kulit tidak mengkilat
Auskultasi : bising usus (+) dan normal
Palpasi : hepar dan limfe tidak teraba

Perkusi : timpani

l. Kulit Turgor : ฀ Kembali cepat ฀ Lambat ฀ Sangat


lambat
Kelembaban: ฀ Lembab ฀ Kering
Warna: ฀ Merah muda ฀ Pucat
Data lain : .terdapat ruam kemerahan di seluruh tubuh
m. Ekstremitas Lingkar lengan atas : cm
Atas Capillary refill : ฀< 3 dtk ฀> 3 dtk
Data lain yang ditemukan :. Otot kaku dan mengalami spastik.
Terpasang ifus KaEN 1B 18 tts/i
n. Ekstremitas Spastik dan ekstensi abnormal. Pemeriksaan babainsky (+), kernig
Bawah sign (-) dan Brudzinsky (-)
o. Genitalia dan Laki-laki
anus Bentuk : ฀ Normal ฀ Tidak
Ukuran penis : ฀ Normal ฀
Tidak
Testis : ฀ Turun ฀ Belum
p. Pemeriksaan 1. Kaku kuduk : ฀ positif ฀ negatif
tanda 2. Kernig sign : ฀ positif ฀ negatif
rangsangan 3. Brudzinsky sign : ฀ positif ฀ negatif
meningeal 4. Refleks babyski : ฀ positif ฀ negatif
2) Kebiasaan sehari-hari
g. Nutrisi dan > 6 bl : Makanan yang diberikan :
cairan Jenis : Susu Formula
Jumlah : .120 cc Frek : 8x/ hari
Pola makan : ฀ teratur ฀ tidak teratur
Minum : Jenis : air putih
Jumlah : 30 cc Frek : 9
Masalah :tidak ada masalah
h. Istirahat dan Siang Malam
tidur Pola tidur : ฀ teratur ฀ tidak Pola tidur : ฀ teratur ฀ tidak
teratur teratur
Jumlah jam tidur :.2 jam/hari Jumlah jam tidur 10. jam/hari
Masalah :.tidak ada masalah Masalah :tidak ada masalah
i. Eliminasi BAK : Frek 5 kali/hari Jumlah 700 Warna: jernih
Masalah :tidak ada masalah
BAB : Frek 1-2 x/hari Jumlah : 1200 cc Warna: kuning
Konsistensi: lunak
Masalah :.tidak ada masalah
Bayi mengunakan diapers : ฀ ya ฀ tidak
Latihan BAK/BAB di toilet : ฀ ya ฀ tidak
j. Personal Frek. Mandi : 1 x/hr Cuci rambut : tidak pernah Sikat
higiene gigi : tidak dilakukan
Masalah : tidak ada masalah
k. Aktivitas ฀ sendiri ฀ saudara/teman ฀ dalam rumah ฀ luar
bermain rumah
l. Rekreasi Pola rekreasi keluarga : ฀ teratur ฀ tidak teratur
VI. DATA PENUNJANG
Laboratorium
Hasil pemeriksaan diagnostik di dapatkan hasil, pada tanggal 17 Mei
2017 Hb 10,1 (Normal 14-18) gr/dl, leukosit 5300/mm3 (Normal 6000-
18.000), trombosit 458.000/mm3 (Normal 150.000-400.000), Ht 29 % (
Normal 35-51 %).
Tanggal 18 Mei 2017 dilakukan pemeriksaan elektrolit serum di dapatkan
natrium 131 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,5 mmol/L (Normal 3,5-
5,1), klorida serum 93 mmol/L (Normal 97-111).
Pemeriksaan Lumbal Pungsi yang di lakukan pada tanggal 11 April 2017
di dapatkan hasil volume ± 1 cc, kekeruhan negatif, warna bening, jumlah
sel 10/mm3 dan glukosa 38 mg/dl.
Terapi medis Terapi pengobatan yang di dapatkan By.F adalah streptomisin 1x340 mg,
luminal 2x2,5 mg, etambutol 3x50 mg, diazepam 3x1,5 mg, phenitoin
2x20 mg, nifedipin 3x2,5 mg, metil dopa 3x45 gr, curcuma syrup 3x1/2
sdt, Vit.B6 1x10 mg, urdafalf 3x65 mg, Paracetamol 3x100 mg (IV), ,
IVFD KaEN 1 B 18 tts/i.

Perawat Yang Melakukan


Pengkajian

(______Alfinia Yulita________)

Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Data subjektif: proses Resiko
- ibu mengatakan kelopak mata inflamasi di ketidakefektifan
bayinya tidak simteris, selaput otak, perfusi jaringan
- badan panas, serebral
- bayi hanya mampu merintih.
Data objektif:
- GCS 10 (E4V2M4),
- TD 160/120 mmHg, suhu 38,4 ºC
(36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i
(normal 60-100 x/i) RR 28 x/i
dan
- CRT < 3 detik,
- Hb 10,1 (Normal 14-18) gr/dl.
- Pemeriksaan Lumbal Pungsi di
dapatkan hasil volume ± 1 cc,
kekeruhan negatif (-), warna
bening, jumlah sel 10/mm3 dan
glukosa 38 mg/dl.

Data subjektif: peningkatan Hipertermi


- ibu mengatakan anak demam dan laju
gelisah. metabolisme
Data objektif:
- badan teraba panas, kulit
memerah,
- TD 160/120 mmHg, suhu 38,4 ºC
(36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i, RR
28x/i.

Data subjektif: kehilangan Resiko


- ibu mengatakan anaknya demam cairan secara kekurangan
dan tampak gelisah. aktif volume cairan
Data objektif:
- TD 160/120 mmHg, suhu 38,4 ºC
(36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i, RR
28x/i.
- Pemeriksaan elektrolit serum di
dapatkan natrium 131 mmol/L
(Normal 136-145), kalium 3,5
mmol/L (Normal 3,5-5,1), klorida
serum 93 mmol/L (Normal 97-
111).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral beruhubungan dengan


proses inflamasi di selaput otak,
b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
secara aktif.

3. Intervensi Keperawatn
No Diagnosa NOC NIC
1.Resiko a. Status sirkulasi Terapi oksigen
ketidakefektifan 1) Tekanan darah 1. Periksa mulut, hidung, dan
perfusi jaringan sistol sekret trakea
serebral 2) Tekanan darah 2. Pertahankan jalan napas yang
berhubungan diastol paten
dengan proses 3) Tekanan nadi 3. Atur peralatan oksigenasi
inflamasi di 4) PaO2 (tekanan 4. Monitor aliran oksigen
selaput otak parsial oksigen 5. Pertahankan posisi pasien
dalam darah 6. Observasi tanda-tanda
arteri) hipoventilasi
5) PaCO2 (tekanan 7. Monitor adanya kecemasan
parial pasien terhadap oksigenasi.
karbondioksida
dalam darah arteri
6) Saturasi oksigen Manajemen edema serebral
7) Urine output 1. Monitor adanya kebingungan,
8) Capillary refill. perubahan pikiran, keluhan
pusing, pingsan
b. Status neurologi 2. Monitor tanda-tanda vital
1) Kesadaran 3. Monitor karakteristik cairan
2) Fungsi sensorik serebrospinal : warna,
dan motorik kejernihan,konsistensi
kranial 4. Monitor status pernapasan:
3) Tekanan frekuensi, irama, kedalaman
intrakranial pernapasan, PaO2,PaCO2, pH,
4) Ukuran pupil Bicarbonat
5) Pola istirahat- 5. Catat perubahan pasien dalam
tidur berespon terhadap stimulus
6) Orientasi kognitif 6. Berikan anti kejang sesuai
7) Aktivitas kejang kebutuhan
8) Sakit kepala. 7. Batasi cairan
8. Dorong keluarga/orang yang
penting untuk bicara pada pasien
9. Posisikan tinggi kepala 30o atau
lebih.

Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai dan
karakteristik pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan output
4. Monitor suhu dan jumlah
leukosit
5. Periksa pasien terkait ada
tidaknya gejala kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan leher
pasien dalam posisi netral,
hindari fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala tempat tidur
untuk mengoptimalkan perfusi
serebral
9. Berikan agen farmakologis
untuk mempertahankan TIK
dalam jangkauan tertentu.

Monitor tanda-tanda vital


1. Monitor tekanan darah, nadi,
suhu dan status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari nadi
3. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
4. Monitor pola pernapasan
abnormal (misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia dan
bernapas berlebihan)
5. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
6. Monitor adanya cushling triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
2. Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam
berhubungan Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan tanda-tanda
dengan 1) Merasa vital lainya
peningkatan laju merinding saat 2. Monitor warna kulit dan suhu
metabolisme dingin 3. Monitor asupan dan keluaran,
2) Berkeringat saat sadari perubahan kehilangan
Batasan panas cairan yang tak di rasakan
karakteristik 3) Tingkat 4. Beri obat atau cairan IV
a. Apnea pernapasan 5. Tutup pasien dengan selimut
b. Bayi tidak 4) Melaporkan atau pakaian ringan
dapat kenyamanan suhu 6. Dorong konsumsi cairan
mempertahan 5) Perubahan warna 7. Fasilitasi istirahat, terapkan
kan menyusu kulit pembatasan aktivitas jika di
c. Gelisah 6) Sakit kepala perlukan
d. Hipotensi 8. Berikan oksigen yang sesuai
e. Kulit 9. Tingkatkan sirkulasi udara
kemerahan 10. Mandikan pasien dengan spon
f. Kulit terasa hangat dengan hati-hati.
hangat
g. Latergi Pengaturan suhu
h. Kejang 1. monitor suhu paling tidak setiap
i. Koma 2 jam sesuai kebutuhan
j. Stupor 2. monitor dan laporkan adanya
k. Takikardia tanda gejala hipotermia dan
l. Takipnea hipertermia
m. Vasodilatasi 3. tingkatka intake cairan dan
nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan antipiretik
sesuai kebutuhan.

Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa yang di
perlukan, dan kelola menurut
resep dan/atau protokol
2. Monitor efektivitas cara
pemberian obat yang sesuai.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan nafas
2. Balikkan badan pasien ke satu
sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien selama
kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-obatan
anti epilepsi dengan benar.

3. Resiko a. Keseimbangan Manajemen cairan


cairan 1. Timbang BB setiap hari dan
kekurangan
Kriteria hasil : monitor status pasien
volume cairan 1) Tekanan darah 2. Hitung atau timbang popok
2) Keseimbangan dengan baik
berhubungan
intake output 3. Jaga dan catat intake dan output
dengan kehilangan dalam 24 jam 4. Monitir status hidrasi
3) Berat badan 5. Monitor hasil laboratorium
cairan secara aktif
stabil yang relevan dengan dengan
4) Turgor kulit retensi cairan
5) Kelembaban 6. Monitor status hemodinamik
membran mukosa 7. Monitor tanda-tanda vital
6) Serum elektrolit 8. Berikan terapi IV seperti yang
7) Hematokrit ditentukan
8) Edema perifer 9. Berikan cairan dengan tepat
9) Bola mata 10. Tingkatkan asupan oral
cekung dan 11. Dukung pasien dan keluarga
lembek untuk membantu dalam
10) Kehausan pemberian makan dengan baik
11) Pusing. 12. Berikan produk-produk darah.

b. Dehidrasi Manajemen elektrolit


Kriteria hasil : 1. Monitor nilai serum elektrolit
1) Warna urine abnormal
keruh 2. Monitor manifestasi
2) Fontanela cekung ketidakseimbangan elektrolit
3) Nadi cepat dan 3. Pertahankan kepatenan akses
lambat IV
4) Peningkatan BUN 4. Berikan cairan sesuai resep, jika
blood urea diperlukan
Nitrogen) 5. Ambil spesimen sesuai order
5) Peningkatan suhu untuk dapat melakukan analisis
tubuh. level elektrolit (ABG, urine,
dan level serum) dengan tepat
6. Konsultasikan dengan dokter
jika tanda-tanda dan gejala
ketidakseimbangan cairan
dan/elektrolit menetap atau
memburuk
7. Monitor respon pasien terhadap
terapi elektrolit yang diberikan.

Manajemen muntah
1. Identifikasi faktor-faktor yang
dapat menyebabkan atau
berkontribusi terhadap muntah
(obat-obatan dan prosedur)
2. Posisikan untuk mencegah
aspirasi
3. Tunggu minimal 30 menit
setelah episode mutah sebelum
menawarkan cairan kepada
pasien
4. Tingkatkan pemberian cairan
secara bertahap jika tidak ada
muntah yang terjadi selama 30
menit.

4. Implementasi Keperawatan

Hari/tanggal Diagnosa Implementasi Paraf


Kamis/ 25 Resiko 1. mengatur posisi kepala 30o
Mei 2017 ketidakefektifan arah kebelakang,
perfusi jaringan 2. memberikan O2 2 liter/i dan
serebral memonitor alirannya,
beruhubungan 3. mengukur dan memonitor
dengan proses tanda-tanda vital,
inflamasi di selaput 4. menganjurkan keluarga
otak, untuk bicara pada pasien,
5. memonitor dan mencatat
intake dan output,
6. memberikan terapi obat
streptomisin 1x340 mg,
luminal 2x2,5 mg, phenitoin
2x20 mg, nifedipin 3x2,5
mg, diazepam 3x1,5 mg,
etambutol 3x50 mg, metil
dopa 3x45 gr.

Hipertermi 1. mengukur dan memantau


berhubungan dengan TTV pasien,
peningkatan laju 2. memonitor warna kulit dan
metabolisme suhu,
3. memberikan obat
4. memberikan oksigen binasal
2 liter/i,
5. memonitor suhu setiap 3 jam
dan
6. melakukan pengompresan
air hangat di dahi, ketiak dan
lipatan paha
7. memberikan terapi obat
Paracetamol 3x100 mg
Resiko kekurangan 1. memberikan makan dan
volume cairan minum sesuai dengan tepat,
berhubungan dengan 2. memonitor tanda-tanda vital,
kehilangan cairan 3. memberikan terapi cairan
secara aktif infus KaEN 1B,
4. memotivasi keluarga untuk
membantu dalam pemberian
makan dengan baik.
5. memonitor respon pasien
terhadap terapi elektrolit
yang diberikan.
Jumat/ 26 Resiko 1. mengatur posisi kepala 30o
Mei 2017 ketidakefektifan arah kebelakang,
perfusi jaringan 2. memonitor aliran oksigen
serebral 3. mengukur dan memonitor
beruhubungan tanda-tanda vital,
dengan proses 4. menganjurkan keluarga
inflamasi di selaput untuk bicara pada pasien,
otak, 5. memonitor dan mencatat
intake dan output,
6. memberikan terapi obat
streptomisin 1x340 mg,
luminal 2x2,5 mg, phenitoin
2x20 mg, nifedipin 3x2,5
mg, diazepam 3x1,5 mg,
etambutol 3x50 mg, metil
dopa 3x45 gr.
Hipertermi 1. mengukur dan memantau
berhubungan dengan TTV pasien,
peningkatan laju 2. memonitor warna kulit dan
metabolisme suhu kulit,
3. memonitor suhu setiap 3 jam
dan
4. melakukan pengompresan
air hangat di dahi, ketiak dan
lipatan paha
5. memberikan terapi obat
Paracetamol 3x100 mg
Resiko kekurangan 1. memberikan makan dan
volume cairan minum sesuai dengan tepat,
berhubungan dengan 2. memonitor tanda-tanda vital,
kehilangan cairan 3. memberikan terapi cairan
secara aktif infus KaEN 1B,
4. memotivasi keluarga untuk
membantu dalam pemberian
makan dengan baik.
5. memonitor respon pasien
terhadap terapi elektrolit
yang diberikan.
Sabtu/ 27 Resiko 1. mengatur posisi kepala 30o
Mei 2017 ketidakefektifan arah kebelakang,
perfusi jaringan 2. mengukur dan memonitor
serebral tanda-tanda vital,
beruhubungan 3. menganjurkan keluarga
dengan proses untuk bicara pada pasien,
inflamasi di selaput 4. memonitor dan mencatat
otak, intake dan output,
5. memberikan terapi obat
streptomisin 1x340 mg,
luminal 2x2,5 mg, phenitoin
2x20 mg, nifedipin 3x2,5
mg, diazepam 3x1,5 mg,
etambutol 3x50 mg, metil
dopa 3x45 gr.
Hipertermi 1. mengukur dan memantau
berhubungan dengan TTV pasien,
peningkatan laju 2. memonitor warna kulit dan
metabolisme suhu,
3. memonitor suhu setiap 3 jam
dan
4. melakukan pengompresan
air hangat di dahi, ketiak dan
lipatan paha
5. memberikan terapi obat
Paracetamol 3x100 mg
Resiko kekurangan 6. memberikan makan dan
volume cairan minum sesuai dengan tepat,
berhubungan dengan 7. memonitor tanda-tanda vital,
kehilangan cairan 8. memberikan terapi cairan
secara aktif infus KaEN 1B,
9. memotivasi keluarga untuk
membantu dalam pemberian
makan dengan baik.
10.
Minggu/ 28 Resiko 1. dan memonitor aliran
Mei 2017 ketidakefektifan oksigen,
perfusi jaringan 2. mengukur dan memonitor
serebral tanda-tanda vital,
beruhubungan 3. menganjurkan keluarga
dengan proses untuk bicara pada pasien,
inflamasi di selaput 4. memonitor dan mencatat
otak, intake dan output,
5. memberikan terapi obat
streptomisin 1x340 mg,
luminal 2x2,5 mg, phenitoin
2x20 mg, nifedipin 3x2,5
mg, diazepam 3x1,5 mg,
etambutol 3x50 mg, metil
dopa 3x45 gr.
Hipertermi 1. mengukur dan memantau
berhubungan dengan TTV pasien,
peningkatan laju 2. memonitor warna kulit dan
metabolisme suhu,
3. memonitor suhu setiap 3 jam
dan
4. melakukan pengompresan
air hangat di dahi, ketiak dan
lipatan paha

Resiko kekurangan 1. memberikan makan dan


volume cairan minum sesuai dengan tepat,
berhubungan dengan 2. memonitor tanda-tanda vital,
kehilangan cairan 3. memberikan terapi cairan
secara aktif infus KaEN 1B,
4. memotivasi keluarga untuk
membantu dalam pemberian
makan dengan baik.
5. memonitor respon pasien
terhadap terapi elektrolit
yang diberikan.
Senin/ 29 Resiko
Mei 2017 ketidakefektifan 1. mengukur dan memonitor
perfusi jaringan tanda-tanda vital,
serebral 2. memonitor dan mencatat
beruhubungan intake dan output,
dengan proses 3. memberikan terapi obat
inflamasi di selaput streptomisin 1x340 mg,
otak, luminal 2x2,5 mg, phenitoin
2x20 mg, nifedipin 3x2,5
mg, diazepam 3x1,5 mg,
etambutol 3x50 mg, metil
dopa 3x45 gr.
Hipertermi 1. memonitor warna kulit dan
berhubungan dengan suhu,
peningkatan laju 2. memberikan oksigen binasal
metabolisme 2 liter/i,
3. memonitor suhu setiap 3 jam
dan
4. melakukan pengompresan
air hangat di dahi, ketiak dan
lipatan paha
5. memberikan terapi obat
Paracetamol 3x100 mg
Resiko kekurangan 1. memberikan makan dan
volume cairan minum sesuai dengan tepat,
berhubungan dengan 2. memberikan terapi cairan
kehilangan cairan infus KaEN 1B,
secara aktif 3. memotivasi keluarga untuk
membantu dalam pemberian
makan dengan baik.
4. memonitor respon pasien
terhadap terapi elektrolit
yang diberikan.
Selasa/ 30 Resiko 1. mengukur dan memonitor
Mei 2017 ketidakefektifan tanda-tanda vital,
perfusi jaringan 2. menganjurkan keluarga
serebral untuk bicara pada pasien,
beruhubungan 3. memonitor dan mencatat
dengan proses intake dan output,
inflamasi di selaput 4. memberikan terapi obat
otak, streptomisin 1x340 mg,
luminal 2x2,5 mg, phenitoin
2x20 mg, nifedipin 3x2,5
mg, diazepam 3x1,5 mg,
etambutol 3x50 mg, metil
dopa 3x45 gr.
Hipertermi 1. memonitor warna kulit dan
berhubungan dengan suhu,
peningkatan laju 2. memberikan obat
metabolisme 3. memberikan oksigen binasal
2 liter/i,
4. memonitor suhu setiap 3 jam
dan
5. melakukan pengompresan
air hangat di dahi, ketiak dan
lipatan paha
6. memberikan terapi obat
Paracetamol 3x100 mg
Resiko kekurangan 1. memberikan makan dan
volume cairan minum sesuai dengan tepat,
berhubungan dengan 2. meonitor tanda-tanda vital,
kehilangan cairan 3. memberikan terapi cairan
secara aktif infus KaEN 1B,
4. memotivasi keluarga untuk
membantu dalam pemberian
makan dengan baik.
5. memonitor respon pasien
terhadap terapi elektrolit
yang diberikan.
Rabu/ 31 Resiko 1. memberikan O2 2 liter/i dan
Mei 2017 ketidakefektifan memonitor alirannya,
perfusi jaringan 2. mengukur dan memonitor
serebral tanda-tanda vital,
beruhubungan 3. memonitor dan mencatat
dengan proses intake dan output,
inflamasi di selaput 4. memberikan terapi obat
otak, streptomisin 1x340 mg,
luminal 2x2,5 mg, phenitoin
2x20 mg, nifedipin 3x2,5
mg, diazepam 3x1,5 mg,
etambutol 3x50 mg, metil
dopa 3x45 gr.
Hipertermi 1. memonitor warna kulit dan
suhu,
berhubungan dengan
2. memberikan oksigen binasal
2 liter/i,
peningkatan laju 3. memonitor suhu setiap 3 jam
dan
metabolisme
4. melakukan pengompresan
air hangat di dahi, ketiak dan
lipatan paha
5. memberikan terapi obat
Paracetamol 3x100 mg
Resiko kekurangan 1. memberikan makan dan
minum sesuai dengan tepat,
volume cairan
2. meonitor tanda-tanda vital,
berhubungan dengan 3. memberikan terapi cairan
infus KaEN 1B,
kehilangan cairan
4. memotivasi keluarga untuk
secara aktif membantu dalam pemberian
makan dengan baik.
5. memonitor respon pasien
terhadap terapi elektrolit
yang diberikan.

5. Evaluasi Keperawatan

Hari/ Diagnosa Evaluasi Paraf


tanggal
Kamis/ Resiko ketidakefektifan S: ibu mengatakan anak mengalami
25 Mei perfusi jaringan serebral penurunan kesadaran dan demam.
2017 beruhubungan dengan O: GCS 10 (E4V2M4), pasien masih
proses inflamasi di demam,terpasang O2 binasal 2 liter/i,
selaput otak, aliran oksigen lancar, TD 160/ 120
mmHg, T 38o C, HR 120 x/i, P 28
x/i.

A: masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan

Hipertermi S: Ibu mengatakan badan anaknya pansa


berhubungan dengan O: badan teraba panas, kulit memerah, (T
peningkatan laju 37,8), HR 120 x/i, P 28 x/i.
metabolisme A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anaknya demam
volume cairan O: pasien tampak lemah, mukosa bibir
berhubungan dengan kering, kulit lembab, turgor baik,
kehilangan cairan intake seimbang 1.600 cc/hari.
secara aktif A: Masalah tidak terjadi
P: Intervensi dilanjutkan

Jumat/ Resiko ketidakefektifan S: ibu mengatakan anak mengalami


26 Mei perfusi jaringan serebral penurunan kesadaran dan demam.
2017 beruhubungan dengan O: GCS 10 (E4V2M4), pasien
proses inflamasi di demam,ekstremitasekstensi abnormal,
selaput otak, terpasang O2 binasal 2 liter/i, aliran
oksigen lancar, T 39,o C, HR 100 x/i,
P 25 x/i (Normal < 40x/i).
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Hipertermi S: Ibu mengatakan badan anaknya pansa


berhubungan dengan O: kulit teraba panas dan memerah, T
peningkatan laju 39,o C, HR 100 x/i, P 25 x/i
metabolisme (Normal < 40x/i).

A: Masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan
Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anaknya demam
volume cairan O: pasien tampak lemah, mukosa bibir
berhubungan dengan kering, kulit lembab, turgor baik,
kehilangan cairan BAB 1-2x/hari, BAK 5-6x/hari.
secara aktif A: Masalah tidak terjadi
P: Intervensi dilanjutkan
Sabtu/ Resiko ketidakefektifan S: ibu mengatakan anak mengalami
27 Mei perfusi jaringan serebral penurunan kesadaran dan demam.
2017 beruhubungan dengan O: GCS 10 (E4V2M4), pasien masih
proses inflamasi di demam,terpasang O2 binasal 2 liter/i,
selaput otak, aliran oksigen lancar, T 38,o C, HR
90 x/i, P 25 x/i
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Hipertermi S: Ibu mengatakan badan anaknya pansa


berhubungan dengan O: badan teraba panas, kulit memerah, (T
peningkatan laju 38,o C, HR 90 x/i, P 25 x/i
metabolisme A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anaknya demam
volume cairan O: turgor kulit kering, mukosa bibir
berhubungan dengan kering, Intake 1700 cc, output 1500 cc
kehilangan cairan A: Masalah tidak terjadi
secara aktif P: Intervensi dilanjutkan

Minggu/ Resiko ketidakefektifan S: ibu mengatakan anak mengalami


28 Mei perfusi jaringan serebral penurunan kesadaran dan demam.
2017 beruhubungan dengan O: GCS 10 (E4V2M4), pasien masih
proses inflamasi di demam,terpasang O2 binasal 2 liter/i,
selaput otak, aliran oksigen lancar, TD 160/ 120
mmHg, T 38o C, HR 120 x/i, P 28
x/i.

A: Masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan

Hipertermi S: Ibu mengatakan badan anaknya pansa


berhubungan dengan O: badan teraba panas, kulit memerah, (T
peningkatan laju 37,8), HR 120 x/i, P 28 x/i.
metabolisme A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anaknya demam
volume cairan O: pasien tampak lemah, mukosa bibir
berhubungan dengan kering, kulit lembab, turgor baik,
kehilangan cairan intake seimbang
secara aktif A: Masalah tidak terjadi
P: Intervensi dilanjutkan

Senin/ Resiko ketidakefektifan Data subjektif:


29 Mei perfusi jaringan serebral S: ibu mengatakan By.F suaranya sudah
2017 beruhubungan dengan mulai terdengar keras, gerak mulai
proses inflamasi di akif, demam naik turun.
selaput otak, O: - GCS 12 (E4V3M5),
- terpasang O2 binasal 2 liter/i dan
lancar,
- intake 1500 cc, output ± 1300 cc,
- posisi kepala ditinggikan 15o dan
- pemberian antibiotik masih di
lanjutkan.
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan.

Hipertermi S: ibu mengatakan anak masih demam


berhubungan dengan dan badan teraba panas.
peningkatan laju O: - kulit memerah dan teraba panas,
metabolisme - T 39o c, P 25x/i.
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi masih dilanjutkan
Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anak masih demam.
volume cairan O: - badan By.F teraba panas,
berhubungan dengan - turgor kulit baik dan lembab,
kehilangan cairan - mukosa bibir lembab,
secara aktif - TD 140/100,
- intake dan output seimbang ± 1500
cc.
A: Masalah tidak terjadi
P: intervensi dilanjutkan

Selasa/ Resiko ketidakefektifan S: ibu mengatakan By.F anak hanya


30 Mei perfusi jaringan serebral merintih, gerak mulai akif, demam
2017 beruhubungan dengan naik turun.
proses inflamasi di O: - GCS 12 (E4V3M5),
selaput otak, - terpasang O2 binasal 2 liter/i dan
lancar,
- posisi kepala ditinggikan 15o dan
- pemberian antibiotik masih di
lanjutkan.
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan.

Hipertermi S: ibu mengatakan anak masih demam


berhubungan dengan dan badan teraba panas.
peningkatan laju O: - kulit memerah dan teraba panas,
metabolisme - T 38o c, P 27x/i.
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi masih dilanjutkan

Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anak masih demam.


volume cairan O: - badan By.F teraba panas,
berhubungan dengan - turgor kulit baik dan lembab,
kehilangan cairan - mukosa bibir kring,
secara aktif - TD 140/100,
- intake dan output seimbang
A: Masalah tidak terjadi
P: intervensi dilanjutkan
Rabu/ 31 Resiko ketidakefektifan S: ibu mengatakan By.F suaranya sudah
Mei perfusi jaringan serebral mulai terdengar keras, gerak mulai
2017 beruhubungan dengan akif, demam naik turun.
proses inflamasi di O: - GCS 12 (E4V3M5),
selaput otak, - terpasang O2 binasal 2 liter/i dan
lancar,
- intake 1500 cc, output ± 1300 cc,
- posisi kepala ditinggikan 15o dan
- pemberian antibiotik masih di
lanjutkan.
A: Masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan.

Hipertermi S: ibu mengatakan anak masih demam


berhubungan dengan dan badan teraba panas.
peningkatan laju O: - kulit memerah dan teraba panas,
metabolisme - T 39o c, P 25x/i.
A: Masalah belum teratasi
P: intervensi masih dilanjutkan
Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anak masih demam.
volume cairan O: - badan By.F teraba panas,
berhubungan dengan - turgor kulit baik dan lembab,
kehilangan cairan - mukosa bibir lembab,
secara aktif - TD 140/100,
- intake dan output seimbang ± 1500
cc.
A: Masalah tidak terjadi
P: intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai