Anda di halaman 1dari 19

PEMBINAAN KEHIDUPAN AGAMA BAGI REMAJA

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama

Dosen Pengampu: Dr. H. Rumbang Sirojudin, M.A

Jurusan PAI-3B

Disusun Oleh Kelompok III:

1. Nadia Haryanti (161210064)


2. Desi Susanti (161210068)
3. Indah Nur Fathiyah (161210070)
4. Hufaidoh (161210079)
5. Mirojuddin (161210065)
6. Adha Mubarok (161210059)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTAN

MAULANA HASANUDIN BANTEN

2017/1438H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat, sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas berupa makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang mungkin sangat sederhana. Makalah ini berisikan tentang
“Pembinaan Kehidupan Agama bagi Remaja”.

Selanjutnya, kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Rumbang


Sirojudin M,A selaku Dosen mata kuliah Psikologi Agama, yang telah memberikan
arahan kepada kami dalam membuat makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para
pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini kami mohon maaf karena masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Serang, Nopember 2017


i

A. Pendahuluan
Pembinaan agama bagi kehidupan remaja tidak lepas dari pembinaan
kepribadian anak itu sendiri, karena kehidupan agama itu merupakan bagian
dari kehidupan itu sendiri. Setiap atau perlakuan seseorang dalam kehidupan
tidak lain merupakan cerminan atau pantulan dari pada kepribadiannya yang
tumbuh dan berkembang sejak ia lahir bahkan sejak ia berada dalam
kandungan. Dimana semua pengalaman yang dialaminya itu memiliki
pengaruh yang besar dalam pembinaan kepribadiaannya, bahkan para ahli
jiwa mengemukakan bahwa “pribadi itu merupakan kumpulan pengalaman
pada umur-umur pertumbuhan (dari umur nol sampai dengan masa remaja
terakhir)”. Baik itu pengalaman yang melalui pendengaran, pengelihatan,
bahkan perlakuan yang dialaminya sejak lahir.
Oleh karena itu, ketika kita membicarakan tentang pembinaan agama
dalam kehidupan remaja perlu kita ingat bahwa mereka telah banyak memiliki
pengalaman-pengalaman yang telah membawa kepribadian mereka masing-
masing. Dapat kita bayangkan betapa besarnya keragaman sikap dan kelakuan
itu, karena masing-masing mereka telah terbina dalam berbagai kondisi dan
situasi keluarga, sekolah dan lingkungan yang berlawanan antara satu dengan
yang lainnya.
B. Pembahasan
1. Ciri-Ciri Masa Remaja

Sebenarnya masa remaja itu tidaklah pasti kapan secara tegasnya dimulai
dan kapan pula berakhirnya, semua itu tergantung pada faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut. Misalnya
faktor perorangan (ada yang capat pertumbuhannya dan ada yang lambat),
faktor sosial yang cepat memberikan kepercayaan dan penghargaan kepada
mereka sehingga mereka segera diterima sebagai anggota masyarakat yang di
dengar pendapatnya. Di samping itu ada juga faktor ekonomi, di dalam
masyarakat miskin atau kurang mampu, anak-anaknya segera di beri tanggung
jawab dan ikut mencari nafkah, sedangkan dalam masyarakat maju dan
mampu biasanya anak-anak itu tidak di bebani dengan tugas mencari nafkah
sehingga dengan adanya tugas yang diberkan kepada mereka membuat
mereka cepat berkembang dan tumbuh menjadi dewasa.

Banyak lagi faktor lain yang ikut menentukan masa remaja itu, tapi secara
umum dapat dikatakan bahwa masa remaja itu kira-kira di mulai pada umur
12 atau 13, dimana pada masa remaja itu disebut dengan masa pubertas,
meskipun masih terlihat adanya tingkah laku atau sifat kekanak-kanakan, akan
tetapi muncul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan
batiniah sendiri dan juga rasa akunya semakin kuat serta mencari pedoman
hidup untuk bekal kehidupannya mendatang.

Dengan demikian dapat kita katakan bahwa mereka yang akan menjadi
sasaran dalam pembinaan agama dalam kehidupan remaja adalah mereka yang
berada dalam masa remaja akhir, yang memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain:

a. Pertumbuhan Remaja Cepat telah Selesai


Dalam arti mereka telah matang dalam segi jasmani yang fungsi
jasmaniah telah dapat bekerja. Kekuatan atau tenaga jasmani sudah dapat
dikatakan dengan orang dewasa. Sikap dan tindakan tersebut berbeda-beda
antara yang satu dengan yang lain, sesuai dengan kontruksi pribadi yang
mereka lalui serta faktor lingkungan dimana mereka hidup. Pendidikan
agama dan pengalaman dalam keluarga dan lingkungan yang dilalui pada
masa-masa pertumbuhan sebelum itu, akan mewarnai sikap dan tindakan
mereka, oleh karena itu berbagai usaha untuk menghadapi membina dan
mengarahkan mereka kepada cara hidup yang baik sesuai dengan ajaran
agama, tidaklah mudah kita harus melihat latar belakang kehidupan
mereka.
b. Pertumbuhan Kecerdasan Hampir Selesai.
Yang berarti telah mengalami kematangan kecerdasan, sehingga
mereka dapat memahami hal-hal yang abstrak serta mampu pula
mengambil kesimpulan abstrak dari kenyataan yang dilihatnnya. Dari
urusan agama mereka selalu menuntut penjelasan-penjelasan yang masuk
akal setiap ketentuan hukum agama.
Oleh karena itulah banyak guru-guru agama merasa terdesak oleh
pertanyaan-pertanyaan yang diajarkan kepada para remaja yang merasa
kurang puas terhadap penjelasan-penjelasan guru atau dosen-dosen agama
tersebut.
c. Pertumbuhan Pribadi Belum Selesai.
Meskipun dari segi jasmaniah mereka merasa telah hidup matang
dan dari segi kecerdasan mereka sudah merasa mampu berfikir efektif dan
dapat mengambil keputusan yang abstrak dari kenyataan yang ada, akan
tetapi mereka belum mampu untuk berdiri sendiri, belum sanggup mencari
nafkah untuk membiayai diri sendiri untuk memenuhi segala
kebutuhannya.
Pada masa ini perhatian jenis lain sangat diharapkan apabila dari
teman-temannya dari jenis lain kurang menaruh perhatian maka ia akan
merasa sedang dan cenderung akan menyendiri atau akan mencoba hal-hal
yang menarik perhatian.
d. Pertumbuhan Jiwa Sosial Masih Berjalan.
Pada umur ini sangat terasa pentingnya pengakuan sosial bagi para
remaja, mereka akan sangat sedih apabila mereka diremehkan atau
dikucilkan dari masyarakat teman-temannya, perhatian dan minatnya
terhadap kepentingan masyarakat sangat besar kesusahan dan penderitaan
orang dalam masyarakat atau menyebabkan mereka merasa terpanggil
untuk membantu atau memikirkannya.
e. Keadaan Jiwa Agama yang Tidak Stabil
Tidak jarang kita melihat remaja pada umur ini mengalami
kegoncangan atau ketidakstabilan dalam beragama, misalnya mereka
terkadang sangat tekun beribadah, tapi pada waktu lain enggan untuk
melaksanakannya, bahkan mungkin menunjukkan sikap seolah-seolah
mereka anti dengan agama. 1
Pada buku psikologi perkembangan oleh Abu Ahmadi dan
Munawir Shaleh dituliskan bahwa, ada beberapa sifat yang pada umumnya
dimiliki remaja, antara lain:
a) Menemukan pribadinya
b) Menentukan cita-citanya
c) Menggariskan jalan hidupnya
d) Bertanggung jawab
e) Menghimpun norma-norma sendiri

2. Problema Remaja

Seperti yang telah dikemukakan bahwa umur remaja adalah umur


peralihan dari anak menjelang dewasa yang merupakan masa
perkembangan terakhir bagi pembinaan kepribadian atau masa persiapan
untuk memasuki umur dewasa. Problema yang dihadapinya tidak sedikit
telah banyak penelitian yang dilakukan orang dalam mencari problema
yang umum di hadapai oleh remaja, antara lain:

a. Masalah hari depan


Setiap remaja akan memikirkan hari depannya, ia ingin mendapat
kepastian akan jadi apakan ia nanti setelah tamat, terutama bagi

1
Ny. Singgih Gunarsa dan Singgih Gunarsa. Psikologi Remaja. (Jakarta: Gunung Mulia,
2003).
mereka yang duduk di bangku universitas atau mereka yang berada
dalam kampus, tidak jarang kita mendengar kata-kata yang mempuyai
makna kecemasan akan hari depan. Kecemasan akan hari depan yang
kurang pasti itu telah membuatkan berbagai problema lain yang
mungkin menambah suramnya masa depan remaja itu, misalnya
semangat belajar menurun kemampuan berfikir berkurang, rasa
tertekan timbul, bahkan dengan mudah dapat terpengaruh dengan hal-
hal yang kurang baik, kenakalan bahkan penyalahgunaan narkoba.
Dengan demikian, perhatian mereka dengan agama semakin berkurang
bahkan tidak jarang terjadi keguncangan hebat terhadap kepercayaan
kepada Tuhan.
b. Masalah hubungan dengan orang tua.
Hubugan dengan orang tua termasuk masalah yang dihadapi
remaja dari dulu sampai sekarang seringnya terjadi pertentangan
pendapat antara orang tua dan anak, anaknya yang remaja ataupun
dewasa. Kadang-kadang hubungan yang kurang baik timbul karena
remaja mengikuti arus dan mode. Seperti rambut gondrong, pakaian
yang kurang sopan, tutur kata kepada orang tuan kurang baik, dan lain-
lain. Relasy (hubungan) antara orang tua dengan anak dipengaruhi dan
ditekan pula oleh sikap orang tua itu terhadap remaja (internal) dari
keadaan eksternal (lahiriah) keluarga.
Berbagai sikap orang tua terhadap remaja (relasi internal keluarga):
1. Sikap-sikap yang berhubugan dengan afeksi dan dominansi
1) Afeksi yang berlebihan akan mengakibatkan orang tua:
a. Over-possesive yaitu: sikap orang tua yang ingin menguasai
anak-anaknya.
b. Over-indulgent yaitu: sikap orang tua yang sangat menjangkau
dan menuruti kehendakan anak
2) Afeksi yang kurang akan mengakibatkan orang tua bersikap:
a. Acuh tak acuh kepada anak mereka.
b. Senang menggoda anak dengan mencemohkan atau mengejek
anaknya dengan menonjolkan kelemahan anak.
3) Afeksi (kasih sayang) yang di dasari oleh rasa persahabatan yang
sewajarnya antara orang tua dan anak.

2. Sikap orang tua yang berhubungan dengan ambisi dan minat

a. Sikap orang tua yang mengutamakan sukses sosial


b. Sikap yang mementingkan untuk keduniaan
c. Sikap yang mementingkan suasana keagamaan
d. Sikap yang mengutamakan nilai-nilai artistik, kesastraan dan
sebagainya.
3. Sikap terhadap turut sertanya remaja dalam kegiatan bersama-
sama.

Sikap orang tua secara eksternal (lahiriah) dan keadaan struktur sosial
mempengaruhi suasana keluarga yang tersedia. Perbedaan struktual sosial
dapat menyebabkan perbedaan dalam relasi orang tua dengan anak

a) Masyarakat industri modern, biasanya anak sering kurang melakukan


relasi dengan ayahnya (mungkin juga dengan ibunya)
b) Masyarakat pertanian, mayarakat ini memiliki kelasi yang erat antara
anak bahkan tetangga yang dekat.
c) Masyarakat yang mengenal pemisahan antara orang dewasa dan anak-
anak relasi antara orang tua dan anak secara efektif sangat sedikit.
d) Kehidupan di rumah sewaan dari orang-orang kota besar. Disini
terdapat suatu kehidupan yang terbuka dalam segala segi kehidupan.

Sikap-sikap dan tindakan orang tua yang di senangi atau tidak di senangi
para remaja. Sikap yang di senangi para remaja terhadap orang tua yang
memberi waktu yang banyak untuk bersama-sama mereka, dapat menahan
keadaan mereka, sikap yang tidak di senangi remaja pada orang tua yaitu
cerewet, tidak mau memahami keadaan-keadaan mereka, tidak memberi
waktu untuk bersama dan sebagainya.

c. Masalah Moral dan Agama


Mengenai permasalahan ini, sangat jelas kita lihat tertutama di kota-
kota besar, kemungkinan besar ini di pengaruhi oleh hubungan dengan
kebudayaan asing yang semakin meningkat baik itu melalui film, bacaan,
gambaran-gambaran dan hubungan langsung dengan orang asing (Tourist)
yang datang dengan berbagai sikap dan kelakuan.
Kemerosotan moral biasanya di sertai dengan adanya sikap menjauh
dari agama, nilai-nilai moral yang didasarkan kepada agama akan terus
berubah sesuai dengan keadaan waktu dan tempat, keadaan nilai yang
tidak bisa berubah-ubah adalah nilai-nilai agama, karena nilai agama itu
absolut dan berlaku sepanjang zaman, tidak dipengaruhi oleh waktu,
tempat dan keadaan.
Oleh karena itu orang-orang yang kuat keyakinan beragamanyalah
yang mampu mempertahankan nilai agama yang absolut itu dalam
kehidupannya sehari-hari dan tidak akan terpengaruh oleh arus
kemerosotan moral yang terjadi dalam masyarakat.
Sebenarnya masih banyak lagi problem-problem yang sering di hadapi
oleh remaja kita, baik itu ketika mereka berada di sekolah-sekolah atau
universitas maupun pada di luar sekolah.
3. Membina Kehidupan Beragama Pada Remaja
Seperti yang telah di kemukakan diatas bahwa yang mendapat sasaran
dalam pembinaan agama adalah mereka yang berada dalam masa remaja
terakhir yang biasanya mereka berada di kampus, yang mana mereka
bukan anak-anak lagi yang bisa hanya dengan menasehati, di ajari saja dan
bukan pula orang-orang dewasa yang bisa di lepas begitu saja untuk
bertanggung jawab sendiri atas pembinaan pribadinya.
Tidaklah mudah menentukan cara atau metode yang tepat dan baik bagi
mereka itu, namun sekedar pegangan disini ada beberapa hal yang perlu
mendapat perhatikan antara lain:
a. Tunjukkan Kepada Mereka bahwa Kita dapat Memahami
Mereka
Seseorang yang ingin membina jiwa harus dapat memahami orang
yang akan di binanya, seperti ciri-ciri, sifat dan problema yang sedang
dihadapainya serta dapat mengetahui apa yang tengah mereka rasakan.
b. Pembinaan Secara Konsultasi
Seharusnya setiap pembina kehidupan beragama itu menyadari bahwa
yang dibina itu adalah jiwa yang bersifat abstrak tidak dapat dipegang atau
di ketahui secara langsung, oleh karena itu hendaklah pembina tersebut
terbuka untuk manampung atau mendengar ungkapan-ungkapan perasaan
yang dialami oleh masing-masing mereka.
Dengan demikian, yang sangat diperlukan dalam hal ini adalah
kemampuan untuk mendengar secara baik dan aktif, inilah yang
dinamakan seni mendengar, dengan tantangannya segala apa yang
dirasakan oleh remaja tersebut maka akan terbukalah hati mereka sesudah
itu untuk menerima saran atau alternatif-alternatif penyelesaian bagi
problem tersebut.
c. Dekatkan Agama Pada Hidup
Hukum dan ketentuan agama itu perlu mereka ketahui, yang lebih
penting lagi yang menggerakan hati mereka untuk secara otomatis
terdorong untuk memenuhi hukum dan ketentuan agama. Jangan sampai
pengertian dan pengetahuan mereka tentang agama hanya sekedar
pengetahuan yang tidak berpengaruh apa-apa dalam kehidupan mereka
sehari-sehari.
Untuk itu diperlukan usaha pendekatan agama dengan segala
ketentuan kepada kehidupan sehari-hari dengan jalan mencari hikmah dan
menfaat setiap ketentuan agama itu. Jangan sampai mereka menyangka
bahwa umum dan ketentuan agama merupakan perintah Tuhan yang
terpaksa mereka patuhi tanpa merasakan manfaat dari kepatuhan itu. 2

d. Menanamkan Nilai-Nilai Ibadah

Penanaman nilai-nilai ibadah baru akan bisa efektif menumbuhkan


kecintaan remaja kepada ibadah tersebut jika penanamannya bisa masuk
hingga ke dalam hati sanubarinya. Karena segala sesuatu yang tersimpan
ke hati sanubari, itulah yang menjadi impian dan kecintaannya selanjutnya
akan menentukkan arah dan keinginan seseorang.
Tentu memiliki cara khusus, tidak sekedar melalui penyampaian
nasihat dan ilmu pengetahuan secara teoritis belaka. Beberapa cara
tersebut antara lain:
a) Melalui Kegiatan Incidental yang Kreatif, Menarik, dan Istimewa.

Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan rutinitas dan pasti akan
cenderung monoton dan membosankan. Itulah yang menyebabkan hal
tersebut sulit untuk masuk ke hati sanubari. Sebaliknya, dibutuhkan
kegiatan yang bersifat incidental-sesekali saja dilakukan, tetapi unik dan
menarik yang sangat berbeda dari yang biasanya rutin dilakukan. Semakin
unik dan kreatif bentuk kegiatannya, semakin mudah untuk masuk ke hati
sanubari.

Sesekali bisa dicoba mengajak remaja untuk melakukan shalat


ditempat yang istimewa, seperti di perkemahan bersama teman-temannya,
dipantai saat rekreasi engan keluarga. Maka kegembiraan mereka saat
shalat ditempat-tempat istimewa tersebut bisa jadi membekas dalam hati
yang terdalam, membuahkan kenangan positif terhadap shalat.
b) Memanfaatkan Multimedia secara Optimal.

Otak manusia ternyata tidak bersifat linear, melainkan memancar ke


segala arah. Ia juga akan lebih mudah menerima informasi masuk jika

2
http://Irpanharahap.blogspot.com//diakses pada tanggal 23-10-2017, 21.25.
metode masuknya sesuai dengan karakter otak tersebut, yaitu mengarah ke
berbagai arah.

Multimedia adalah fasilitas telekomunikasi yang bisa menyampaikan


informasi melalui tulisan, suara, gambar dan cerita sehingga sesuai dengan
karakter otak. Apalagi ditambah dengan imajinasi yang begitu hidup,
membuat multimedia seperti televise dan layar lebar menjadi sebuah
sarana yang efektif untuk media pembelajaran dan penyampaian pesan.
c) Melibatkan Emosi Remaja.

Apakah anda bisa mengingat kembali peristiwa-peristiwa penting


yang anda pernah alami saat masih duduk dibangku TK atau SD? Anda
juga kesulitan mengingat guru-guru pengajar sewaktu SD, kecuali
beberapa orang saja, biasanya mereka adalah guru yang paling ramah atau
paling galak.

Mengapa hal-hal tersebut masih terus teringat hingga sekarang?


Jawabannya adalah karena hal-hal tersebut terjadi dengan melibatkan
emosi anda. Segala sesuatu yang melibatkan emosi seperti inilah yang
nantinya akan lebih teringat sampai dewasa karena masuk ke dalam hati
sanubari.3

4. Agama dan Pengaruhnya dalam Kehidupan

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang


bersifat Adikodrati (Supernatural) ternyata seakan menyertai manusia
dalam ruang lingkup kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai
bagi kehidupan manusia sebagai orang per orang maupun dalam
hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. Selain itu agama juga
memberi dampak bagi kehidupan sehari-hari. Dengan demikian secara
psikologis, agama dapat berfungsi sebagia motif intristik (dalam diri) dan
motif eksteinstik (luar diri). Dan motif yang didorong keyakinan agama

3
Irawati Istadi, Membimbing Remaja dengan Cinta,(Yogyakarta:Pro-UMedia,2016),
hlm. 228-230.
yang dinilai memiliki kekuatan yang mengagumkan dan sulit ditandingi
oleh keyakinan non agama, baik doktrin maupun ideologi yang bersifat
profan. Agama memang unik, hingga sulit didefinisikan secara tepat dan
memuaskan.

a) Agama dalam Kehidupan Individu


Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu system
nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma
tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar
sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai system nilai
agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta
dipertahankan sebagai bentuk ciri khas.
Menurut Mc Guire, diri manusia memiliki bentuk system nilai
tertentu. System nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi
dirinya. System ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi.
Perangkat system nilai ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi
pendidikan dan masyarakat luas. (Meredith B. Mc Guire, 1981:24)
Selanjutnya tulis Mc Guire, berdasarkan porangkat informasi yang
diperoleh seseorang dari hasil belajar dan sosialisasi tadi meresp dalam
dirinya. Sejak itu perangkat nilai itu menjadi system yang menyatu dalam
membentuk identitas seseorang. Ciri khas ini terlihat dalam kehidupan
sehari-hari, sebagaimana sikap, penampilan maupun untuk tujuan apa yang
turut berpartisipasi dalamk suatu kegiatan tertentu. Menurut pandangan
Mc Guire, dalam membentuk suatu system nilai dalam diri individu aalah
agama. Segala bentuk symbol-simbol keagamaan, mukjizat, magis maupun
upacara ritual sangat berperan dalam proses dalam pembentukan system
nilai dalam diri seseorang. Sestelah terbentuk, maka orang secara serta
merta mampu menggunakan system ini dalam memahami, mengevaluasi
serta menafsirkan situasi dan pengalaman. Dengan kata lain system nilai
yang dimiliknya terwujud dalam bentuk norma-norma tentang bagaimana
sikap diri.
Nilai adalah daya pendorong dalam hidup yang memberi makna
dan pengasahan pada tindakan seseorang. Karena itu nilai menjadi penting
dalam kehiduipan seseorang, sehingga tidak jarang dalam pada tingkat
tertentu orang siap untuk mengorbankan hidup mereka demi
mempertahankan nilai. Dalam kaitannya dalam kehidupan beragama. Nilai
mempunyai dua segi, yaitu segi intelektual dan segi emosional. Dan
gabungan dari kedua aspek ini yang menetukan sesuatu nilai besrta
fungsinya dalam kehidupan. Bila dalam kombinasi pengabsahan terhadap
suatu tindakan unsure intelektual yang dominan , maka kombinasi nilai itu
disebut norma atau prinsip (E.M.K. Kaswardi:25).
Dilihat dari fungsi dan peran agama dalam memberi pengaruhnya
terhadap individu, baik dalam bentuk system nilai, motivasi maupun
pedoman hidup, maka pengaruh yang palin g penting adalah sebagai
pembentuk kata hati (conscience). Kata hati menurut Erich Fromm adalah
panggilan kembali manusia kepada dirinya (Erich Fromm,1988:110).
Berdasarkan pendekatan ini, maka pengaruh agama dalam
kehidupan individu adalah memeberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa
terlindung, rasa sukses dan rasa puas. Perasaan positif ini lebih lanjut akan
menjadi pendorong untuk berbuat. Agama dalam kehidupan individu
selain menjadi motivasi dan nilai etik jua merupakan harapan.
Agama berepengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu
untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan
latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsure kesucian.
Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat
sesuatu. Sedangkan agama sebagaio nilai etik karena dalam melakukan
sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana
yang boleh dan tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya.
Sedangkan motivasi mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat
kebajikan maupun berkorban. Sedangkan nilai etik dan nilai etik
mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji menjaga amanat
dan sebagainya. Sedangkan harapan mendorong sesorang untuk untuk
bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat ataupun berdo’a. Sikap
seperti itu akan lebih terasa secara mendalam jika bersumber dari
keyakinan terhadap agama.4
b). Agama dalam Kehidupan Masyarakat
Masyarakat adalah gabungan dari kelompok individu yang
terbentuk berdasarkan tatanan sosial tertentu. Dalam kepustakaan ilmu-
ilmu social dikenal tiga bentuk masyarakat, yaitu: 1) masyarakat homogen;
2) masyarakat majemuk; dan 3) masyarakat heterogen.
Nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat tipe ini menempatkan
fokus utamanya pada pengintegrasian tingkah laku perorangan dan
pembentukan citra pribadinya (Elizabeth Nottingham:58). Elizabeth
berpendapat, bahwa walaupun tidak sekental masyarakat tipe pertama,
maka pada masyarakat tipe kedua ini agama ternyata masih difungsikan
dalam kehidupan masyarakat. Namun terlihat ada kecenderungan peran
agama kian bergeser ke pembentukan sikap individu.
Kemudian pada masyarakat industri sekuler, oeranisasi keagamaan
terpecah-pecah dan bersifat majemuk (Elizabeth Nottingham:60). Ia
melihat di masyarakat modern yang kompleks ini, ikatan antar organisasi
keagamaan dan pemerintahan duniawi tidak ada sama sekali. Karna itu
agama cenderung dinilai sebagai bagian dari kehidupan manusia yang
berkaitan dengan persoalan akhirat, sedangkan pemerintrahan
berhubungan dengan kehidupan duniawi.
Terlepas dari bentuk ikatan antara agama dengan masyarakat, baik
dalam bentuk organisasi maupun fungsi agama, maka yang jelas dalam
setiap masyarakat agama masih tetap memiliki fungsi dalam kehidupan
masyarakat. Agama sebagai anutan masyarakat, terlihat masih berfungsi
sebagai pedoman yang dijadikan sumber untuk mengatur norma-norma
kehidupan. Masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam

H. Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2012). Hlm, 318


4
kehidupan bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam
masyarakat:
1. Berfungsi Edukatif
Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka
anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara
yuridis berfungsi menyuruh dan melarang dan melarang. Kedua unsur
suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan
bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan
yang baik menurut ajaran agama masing-masing.
2. Berfungsi Penyelamat
Di manapun manusia berada dia selalu mengiginkan dirinya selamat.
Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamaatan yang
meliputi dua alam yaitu: dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan
itu agama mengajarkan para penganutnya melalui: pengenalan masalah
sacral, berupa keimanan kepada Tuhan.
3. Berfungsi sebagai perdamaian
Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai
kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah
akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seorang pelanggar telah
menebus dosanya melalui: obat, pensucian atau penebusan dosa.5

4. Berfunsi sebagai social control


Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang
dipeluknyaterikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut , baik secara
pribadi maupun secara kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya
dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi
sebagai pengawasan social secara individu maupun kelompok.

5. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas

5
Jalaluddin. Psikologi Agama. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998).
hlm, 230-235.
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa
memiliki kesamaan dalam satu kesatuan: Iman dan kepercayaan. Rasa
kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun
perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan
yang kokoh.
6. Berfungsi transformatif
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau
kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya. Kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama
yang dipeluknya itu kadangkala mampu mengubah kesetiaannya kepada
adat atau norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu.
7. Berfungsi kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak pada penganutnya untuk
bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga
untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja
secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk
melakukan inovasi dan penemuan baru.
8. Berfungsi sublimatif
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia , bukan saja yang
bersifat agama ukhrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi, segala
usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama,
bila dilakukan dengan niat yang tulus, karena dan untuk beribadah kepada
Allah SWT.6

6
H. Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2012), hlm, 322
C. Penutup

Ada beberapa sifat yang pada umumnya dimiliki remaja, antara lain:

1. Menemukan pribadinya
2. Menentukan cita-citanya
3. Menggariskan jalan hidupnya
4. Bertanggung jawab
5. Menghimpun norma-norma sendiri

Sasaran dalam pembinaan agama adalah mereka yang berada dalam masa
remaja terakhir yang biasanya mereka berada di kampus-kampus, yang mana
mereka bukan anak-anak lagi yang bisa hanya dengan menasehati, di ajari saja
dan bukan pula orang-orang dewasa yang bisa di lepas begitu saja untuk
bertanggung jawab sendiri atas pembinaan pribadinya.

Sebagai kesimpulan dapat di katakan bahwa pembinaan kehidupan


keagamaan remaja bukanlah suatu usaha yang dapat di lakukan dengan mudah
dan sederhana, tapi perlu memahami dan menguasai berbagai ilmu alat
sebagai bekal untuk membawa mereka kepada agama dan membawa agama
pada kehidupan mereka sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Istadi, Irawati. Membimbing Remaja dengan Cinta,Yogyakarta: Pro-


UMedia,2016.
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 20012.
Gunarsa, Ny. Singgih D dan Gunarsa. Singgih D. Psikologi Remaja. Jakarta:
Gunung Mulia, 2003.
http://Irpanharahap.blogspot.com//diakses pada tanggal 23-10-2017, 21.25.

Anda mungkin juga menyukai