Anda di halaman 1dari 2

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap penyebab gempa bumi

Ambon bermagnitudo 6,8 yang kemudian dimutakhirkan menjadi 6,5 pada Kamis (26/9).
Gempa bumi diketahui disebabkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan
dari struktur sesar mendatar (strike slip fault).

Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan hasil 
permodelan menunjukkan bahwa gempa bumi tidak berpotensi tsunami.

"Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa yang terjadi
merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas sesar aktif lokal," kata Daryono saat
dihubungi 
Episenter gempa bumi terletak pada koordinat 3,43 derajat LS dan 128,46 derajat BT, atau
tepatya berlokasi di darat pada jarak 15,3 km arah Tenggara kota Kairatu atau berjarak 43
km arah Timur Laut kota Ambon, Provinsi Maluku di kedalaman 10 km.

"Menurut informasi dirasakan dari masyarakat dan shakemap BMKG dampak gempa bumi
dirasakan di daerah Kairatu, Haruku, Tihulae, Latu,  dan Ambon dalam skala intensitas V-VI
MMI.  Wilayah ini berpotensi terjadi kerusakan," ujarnya.

Daryono mengatakan hasil monitoring BMKG menunjukkan ada 10 aktivitas gempa bumi
susula (afterschocks) yang terjadi pukul 06.46 WIB hingga pukul 07.45 dengan magnitudo
terbesar 5,6.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban gempa 6,8 SR
yang mengguncang Ambon, Maluku pada Jumat (26/9) per pukul 08.50 WIB mencapai 23
orang.

Pasca gempa, korban meninggal teridentifikasi di Kabupaten Maluku Tengah yang


terbanyak berjumlah 14 orang.

Penyediaan Sarana Mitigasi Terus Dilakukan 


Ahsanul mengatakan, sebagai daerah dengan cukup banyak potensi jenis bencana, NTB sudah
dan akan terus melakukan upaya mitigasi. Selain rutin melakukan edukasi dan mitigasi ke
sejumlah elemen masyarakat di kawasan rawan bencana, penyediaan sarana pendukung
mitigasi juga sudah banyak dilakukan. Ia mencontohkan, untuk sarana evakuasi bencana
Tsunami, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama dengan Badan nasional
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB, sudah memasang sekitar 80 titik rambu-rambu
jalur evakuasi jika terjadi tsunami. Rambu rambu penunjuk arah atau titik kumpul tersebut
dipasang tersebar di sejumlah lokasi yang berpotensi rawan.Titik-titik lokasi itu antara lain,
sepanjang pesisir pantai di wilayah Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, kawasan Tiga Gili (Gili
Trawangan, Meno dan Gili Air) di Kabupaten Lombok Utara (KLU), di Lombok Tengah, Lombok
Barat, Sumbawa Barat, Dompu, Kabupaten Bima dan di Labuhan Haji Kabupaten Lombok
Timur.
“Ada sekitar kurang lebih 80 titik yang sudah  dipasang dan tersebar sejak empat tahun lalu di
sepanjang pantai dari Ampenan, Tiga Gili hingga Labuhan Haji," jelas Ahsanul.

Dipaparkan, rambu jalur evakuasi ini dibuat untuk memudahkan masyarakat untuk mengungsi
atau menentukan di mana titik kumpul manakala terjadi bencana atau hal-hal yang tidak
diinginkan. 

"Nantinya, masyarakat akan diarahkan ke tempat lebih tinggi sebagai bagian dari upaya
penyelamatan sementara. Artinya sudah ada upaya mitigasi yang dilakukan," katanya.

Menurutnya, khusus di kawasan Tiga Gili, Lombok Utara, titik kumpulnya ada di Pelabuhan
Bangsal di Pemenang. Sementara, di wilayah lainnya difokuskan pada daerah ketinggian yang
sudah ada rambu terpasangnya. Ditambahkan, BPBD NTB bekerjasama dengan BMKG juga
telah memasang sirene peringatan dini tsunami. 

"Dalam waktu dekat BMKG juga akan menyerahkan alat EWS (Early Warning System) yang
sudah dipasang di beberapa lokasi yang menjadi bagian dari peringatan bagi masyarakat
sehingga ada pencegahan terhadap jatuhnya korban yang lebih banyak," imbuhnya.

Pembentukan Desa Tangguh Bencana


Selain sarana mitigasi, Ahsanul menambahkan, saat ini di NTB juga sudah terbentuk sedikitnya
36 Desa Tangguh Bencana. Desa Tangguh Bencana itu tersebar di pulau Lombok dan
Sumbawa, terutama di kawasan-kawasan yang berpotensi dalam 11 jenis kebencanaan.
Ia merincikan, 36 Desa Tangguh Bencana itu antara lain dua Kelurahan di pesisir Kota Mataram,
yakni Kelurahan Jempongbaru di Kecamatan Sekarbela dan Kelurahan Ampenan Selatan di
Kecamatan Ampenan. Di Lombok Utara, ada di Desa Pemenang Barat, Desa Gili Indah, Desa
Pemenang, dan Desa Bentek di Kecamatan Gangga.  Di Kabupaten Lombok Barat, desa
tangguh bencana terdapat di Desa Senteluk, Desa Lembar Selatan, Labuan Terang, desa
Guntur Macan, Kecamatan Gunungsari, desa Lembuak dan Badrain di Kecamatan Narmada. Di
Lombok Timur, ada Desa Lenting di Kecamatan Sakra Timur, Desa Timbanuh di  Kecamatan
Pringgasela, Kelurahan Selong dan Desa Mekar Sari di kecamatan Suela. Sementara di
Kabupaten Lombok Tengah desa pesisirnya terdapat di desa Mertak, Kecamatan Pujut dan tiga
desa lainnya. 

“Khusus di Pulau Sumbawa, terdapat tiga desa di Sumbawa Barat, tiga desa di Kabupaten Bima,
tiga kelurahan di Kota Bima, tiga kelurahan di Kabupaten Dompu dan satu desa di Kabupaten
Sumbawa, yakni desa Pelat di Kecamatan Unter  Iwes,” papar Ahsanul.

Menurutnya, seluruh desa dan kelurahan yang tangguh bencana itu sudah mendapatkan
edukasi, sosialisasi dan pemahaman tentang bencana sejak tahun 2011 hingga tahun 2018 lalu. 

"Mereka juga dilatih dengan berbagai kegiatan untuk penanganan bencana," katanya. (*)

Anda mungkin juga menyukai