Anda di halaman 1dari 34

2.

3 Sanitasi Air
A. Pengertian Sanitasi Air
Air merupakan salah satu bahan utilitas. Dalam industri, air digunakan untuk
memenuhi kebutuhan industri khususnya sanitasi Air. sanitasi Air digunakan
untuk memenuhi kebutuhan karyawan, laboratorium dan kebutuhan lainnya.Air
memegang perananpenting dalam sebuah industri dan harus memenuhi
persyaratan tertentu sesuai dengan keperluan di dalam pabrik. (Said dan
Wahjono, 1999)
Pengertian air minum dan air bersih (sanitasi Air) tidaklah berbeda karena
keduanya diperlukan untuk kebutuhan manusia dimana hendaknya aman atau
tidak menimbulkan gangguan pada manusia sendiri, mengungat bahwa pada
dasarnya tidak ada air yang 100% di alam ini. Air memiliki syarat-syarat
tertentu yang sudah ditentukan maka syarat-syarat tersebut harus dipenuhi.
(Depkes RI, 1985)
Sanitasi Air yang digunakan harus memenuhi syarat kualitas sebagai berikut:
1. Syarat fisik
- Warnaya jernih
- pH netral
- Di bawah suhu udara
- Tidak berbusa
- Kekeruhan kurang dari 1 ppm SiO2
- Tidak berbau
- Tidak berasa.
2. Syarat kimia
- Tidak mengandung logam berat seperti Pb, As, Cr, Cd, Hg.
- Tidak mengandung zat-zat kimia beracun.
3. Syarat mikrobiologis
Tidak mangandung kuman maupun bakteri, terutama bakteri patogen
yang dapat merubah sifat air. (Said dan Wahjono, 1999)

Sumber air (air baku) untuk kegiatan industri tersedia dalam:


1. Air sungai
Sungai merupakan sumber air baku yang potensial bagi industri-
industri berdiri sepanjang sungai. Karakteristik tergantung pada :
- Asal aliran
- Penggunaan disepanjang aliran sungai.
- Struktur tanah disepanjang aliran sungai.
2. Air Rawa/ Danau/ Waduk
Pada umumnya kualitas air ini hampir sama dengan air sungai,
Fluktuatif kualitasdan debit airnya lebih kecil daripada air sungai.
3. Air Tanah
Air tanah merupakan cadangan air yang cukup besar,
Keberadaannya merupakan siklusalam. Fluktuasi kualitas dan debit
airnya stabil (Said dan Wahjono, 1999). Air tanah dapat digolongkan
sebagai berikut:
a. Air tanah bebas yaitu air tanah yang tidak tertutup oleh lapisan
yang kedua air disebut air tanah dangkal ≤ 7 meter.
b. Air terkekang yaitu lapisan air tanah yang terdapat diantara dua
lapisan kedap air disebut air tanah dalam 15 – 30 meter.
Air tanah tumpangan yaitu air yang tertampung di atas lapisan
kedap air, dimana lapisan itu terbentuk di daerah tidak jenuh air
disebut mata air.(Wagner dan Lenoix, 1958)
Keuntungan air tanah bila dipakai sebagai sumber air bersih (air
sanitasi) adalah bebas dari bakteri pathogen, umumnya dapat dipakai
tanpa pengolahan terlebih dahulu, serta dapat diperoleh di sekitar
pemukiman masyarakat, seringkali praktis dan ekonomis untuk
mendapatkan dan membagikannya, lapisan tanah yang mengandung
air dimana air itu diambil biasanya merupakan penampungan alamiah.
(Wagner dan Lenoix, 1958)
Kerugian air tanah bila dipakai sebagai sumber air bersih (air
sanitasi) adalah kandungan mineral tinggi dan biasanya membutuhkan
pemompaan. (Wagner dan Lenoix, 1958)
B. Hubungan Sanitasi Dan Kesehatan

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada


pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Sedangkan sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan
untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang
menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia. Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih,
pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah) dan
pembuangan air limbah (SPAL).

1. Penyediaan Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.
Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak
seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain
itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan
membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk
keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi,
transportasi, dan lain-lain. Penyakit- penyakit yang
menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui air. Ko
ndisi tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-
mana (Chandra,2007). Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah
memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).
Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air,
dimana sanitasi berhubungan langsung dengan :

1. Kesehatan. Semua penyakit yang berhubungan dengan air


sebenarnya berkaitan dengan pengumpulan dan pembuangan limbah
manusia yang tidak benar. Memperbaiki yang satu tanpa
memperhatikan yang lainnya sangatlah tidak efektif.
2. Penggunaan air. Toilet siram desain lama membutuhkan 19 liter air
dan bisa memakan hingga 40% dari penggunaan air untuk kebutuhan
rumah tangga. Dengan jumlah penggunaan 190 liter air per kepala
per hari, mengganti toilet ini dengan unit baru yang menggunakan
hanya 0,7 liter per siraman bisa menghemat 25% dari penggunaan air
untuk rumah tangga tanpa mengorbankan kenyamanan dan
kesehatan. Sebaliknya, memasang unit penyiraman yang memakai 19
liter air di sebuah rumah tanpa WC bisa meningkatkan pemakaian air
hingga 70%. Jelas, hal ini tidak diharapkan di daerah yang
penyediaan airnya tidak mencukupi, dan hal tersebut juga bisa
menambah jumlah limbah yang akhirnya harus dibuang dengan
benar.

2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan


media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media
dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut (Slamet,
2002). Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara
penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi
menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007)
Waterborne mechanism

Dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat


menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia
melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang
ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis
viral, disentri basiler, dan poliomielitis.

Waterwashed mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan


umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara
penularan, yaitu :

a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.

b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trachoma.

c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit


leptospiros

water-based mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent


penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh
vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air.
Contohnya skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus
medinensis
Water –related insect vector mechanism

Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang


berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme
penularan semacam ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yellow
fever.
Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian
anak berusia di bawah lima tahun. Laporan Riskesdas 2007
menunjukkan diare sebagai penyebab 31 persen kematian anak usia
antara 1 bulan hingga satu tahun, dan 25 persen kematian anak usia
antara satu sampai empat tahun. Angka diare pada anak-anak dari
rumah tangga yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum
tercatat 34 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari
rumah tangga yang menggunakan air ledeng, Selain itu, angka diare
lebih tinggi sebesar 66 persen pada anak-anak dari keluarga yang
melakukan buang air besar di sungai atau selokan dibandingkan
mereka pada rumah tangga dengan fasilitas toilet pribadi dan septik
tank.

Kebijakan Nasional untuk Persediaan Air Bersih dan Sanitasi


Lingkungan Berbasis Masyarakat memberikan kerangka kerja yang
memungkinkan. Kebijakan tersebut memanfaatkan dengan baik
pengalaman yang diperoleh di bidang air bersih dan sanitasi di
Indonesia dan negara-negara lain. Kebijakan ini mengikuti prinsip-
prinsip kuat yang responsif terhadap permintaan, menggunakan
pendekatan berbasis masyarakat, dan menekankan perlunya
keterlibatan perempuan serta memfokuskan pada prinsip-prinsip
operasional , pemeliharaan dan pembiayaan yang berkesinambungan.
Sanitasi melibatkan berbagai aksi, tetapi untuk kesehatan
lingkungan dan masyarakat yang berkelanjutan, prioritas utamanya
adalah mencegah kontak dengan tinja dan inang patogen biologisnya.
Menghentikan praktik BAB di tempat terbuka merupakan langkah
penting pertama. Pendekatan inovatif, seperti. Sanitasi Menyeluruh
yang Dipimpin Masyarakat, membantu menciptakan praktik bebas
BAB di dalam masyarakat dengan meningkatkan kesadaran dan
mendukung tanggung jawab di seluruh masyarakat. Untuk
mewujudkan manfaat kesehatan, sosial dan ekonomi yang menyeluruh,
teknik pengelolaan limbah tambahan harus dipertimbangkan, dengan
menyediakan pengelolaan berkelanjutan terhadap air limbah dan
endapan tinja di samping pengolahan air limbah. Hal ini tidak mesti
melibatkan investasi infrastruktur berskala besar; sistem kecil
terdesentralisasi bahkan dapat lebih efektif.

Sanitasi berkelanjutan menawarkan inovasi dalam sanitasi


produktif melalui penggunaan ulang nutrien yang terdapat pada air
limbah dan endapan. Penggunaan ulang tersebut memiliki sejumlah
keuntungan. Itu dapat digunakan sebagai pupuk di pertanian organik,
sehingga memungkinkan diproduksinya lebih banyak pangan dengan
sedikit lahan. Pendekatan ini dapat membantu mengurangi
penggunaan pupuk inorganik yang mahal. Menangkap energi dalam
endapan untuk produksi biogas membantu menghilangkan
ketergantungan pada sumber energi konvensional dan menyediakan
sumber energi terjangkau untuk memasak. Penggunaan ulang air
limbah yang sudah diolah untuk irigasi mengurangi penggunaan air
minum untuk tujuan ini. Semua praktik ini harus dilakukan secara
aman dan sesuai dengan standar seperti Pedoman Organisasi
Kesehatan Dunia untuk penggunaan ulang air limbah yang aman.
Bila ditangani secara benar, sanitasi yang baik dan
pembuangan limbah manusia yang produktif dapat menciptakan
lapangan kerja seraya meningkatkan kesehatan masyarakat dan
ekosistem. Alih-alih menjadi sumber masalah, limbah manusia,
apakah itu dikelola di tingkat rumah tangga atau dikumpulkan di
sistem pengolahan air limbah kota, dapat menadi aset lingkungan –
sehingga meningkatkan ketahanan pangan dan energi, kesehatan dan
aktivitas ekonomi.

Penyakit Yang Disebabkan Karena Sanitasi Kurang Sehat

Lingkungan dapat berperan menjadi penyebab langsung, sebagai


faktor yang berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya penyakit,
sebagai medium transmisi penyakit dan sebagai faktor yang
mempengaruhi perjalanan penyakit. Udara yang tercemar secara
langsung dapat mengganggu sistem pernapasan, air minum yang tidak
bersih secara langsung dapat membuat sakit perut, dan lain-lain. Udara
yang lembab dapat berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya
penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Air dan udara dapat
pula menjadi medium perpindahan penyakit dan menjadi faktor yang
mempengaruhi perjalanan penyakit. Berdasarkan hal tersebut, faktor
lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan penduduk. Limbah
cair dan padat dari hasil aktivitas manusia serta limbah dari tubuh
manusia (kotoran dan air seni) yang dibuang ke lingkungan dapat
mempengaruhi kesehatan manusia melalui beberapa jalur, yaitu:

1) melalui air minum yang terkena limbah.

2) masuk dalam rantai makanan seperti melalui buah-buahan,


sayuran, dan ikan.
3) mandi, rekreasi dan kontak lainnya dengan air yang tercemar

4) limbah menjadi tempat berkembangbiak lalat dan serangga yang


dapat menyebarkan penyakit.

Lingkungan yang tidak sehat akibat limbah yang dibuang ke


lingkungan pada akhirnya akan menimbulkan berbagai jenis penyakit.
Berjangkitnya berbagai Limbah berupa kotoran manusia yang dibuang
ke lingkungan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Air juga
merupakan komponen lingkungan yang berpotensi besar menjadi
penyebab berbagai jenis penyakit. Tidak cukupnya jumlah air dan
kualitasnya menyebabkan jutaan orang miskin meninggal setiap
tahunnya. Air dapat berkaitan dengan kesehatan melalui berbagai cara
berikut ini :

1) Air yang tercemar dan dikonsumsi oleh manusia dapat


mengakibatkan penyakit yang bersumber dari air seperti
hepatitis, tipes, kolera, disentri dan penyakit lainnya yang
menyebabkan diare.

2) Tanpa air yang cukup, maka infeksi mata dan kulit dapat
menyebar dengan mudah.

3) Air menjadi habitat bagi nyamuk dan parasit yang dapat


menyebabkan malaria, schistomsomiasi dan lain-lain.

4) Mengkonsumsi air yang mengandung komponen kimia


berbahaya dapat menimbulkan penyakit yang serius

Ancaman terhadap kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan


tidak hanya melalui air dan kotoran manusia, tetapi juga melalui besi,
material organik dan anorganik. Ketika limbah industri dibuang ke
lingkungan, khususnya ke sungai selama bertahun-tahun, maka air
sungai akan tercemar oleh limbah industri. Padahal sebagian penduduk
memanfaatkan air sungai tersebut untuk keperluan mandi, cuci dan
kakus. Bahkan, sebagian diantaranya masih memanfaatkannya untuk
air minum. Akibatnya, muncul berbagai penyakit seperti liver, kanker,
dan lain-lain. Limbah juga bisa menimbulkan eutrofikasi (pengkayaan
nutrien), sehingga lingkungan perairan terlalu subur untuk tumbuhnya
berbagai jenis alga dan munculnya bakteri yang dapat menimbulkan
iritasi kulit dan kerusakan hati.

Sanitasi yang buruk, kurangnya kebersihan diri dan lingkungan


yang buruk berkaitan dengan penularan beberapa penyakit infeksi
yaitu penyakit diare, kolera, typhoid fever dan paratyphoid fever,
disentri, penyakit cacing tambang, ascariasis, hepatitis A dan E,
penyakit kulit, trakhoma, schistosomiasis, cryptosporidiosis,
malnutrisi dan penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi. (Semba
et al, 2011, Do Thuy Trang et al, 2007, Rodgers et al, 2007,
Jacobsen, 2007)

Perkiraan kasus kesakitan pertahun di Indonesia akibat sanitasi


buruk adalah penyakit diare sebesar 72%, kecacingan
0,85%, scabies 23%, trakhoma 0,14%, hepatitis A 0,57%, hepatitis E
0,02% dan malnutrisi 2,5%, sedangkan kasus kematian akibat sanitasi
buruk adalah diare sebesar 46%, kecacingan 0,1%, scabies 1,1%,
hepatitis A 1,4% dan hepatitis E 0,04% . (WSP-EAP,2008)

Penyakit yang berhubungan dengan sanitasi buruk.

1. Berdasarkan Agen penyakit

a. Bakteri
1) Kolera adalah penyakit diare akut yang disebabkan oleh
infeksi usus karena bakteri vibrio cholera.

2) Demam Tifoid (Typhoid Fever) adalah penyakit yang


disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi, ditandai dengan
demam insidius yang berlangsung lama dan kambuhan.

3) Diare adalah suatu kondisi kesehatan yang disebabkan oleh


infeksi mikroorganisme termasuk bakteri, virus dan parasit
lainnya seperti jamur, cacing dan protozoa. Bakteri
penyebab diare yang sering menyerang adalah
bakteri Entero Pathogenic Escherichia Coli (EPEC).

4) Disenteri adalah diare berdarah yang disebabkan


oleh shigella.

Laporan WHO (World Health Organization) tahun


2004 menyebutkan sekitar 1,8 juta penduduk meninggal
dunia setiap tahunnya karena penyakit diare yang
umumnya balita terutama di negara-negara berkembang.
Sekitar empat milyar kasus diare per tahun menyebabkan
1,5 juta kematian yang sebagian besar adalah balita

b. Virus

1) Hepatitis A adalah penyakit yang ditandai dengan demam,


malaise, anoreksia, nausea dan gangguan abdominal serta
diikuti munculnya ikterik beberapa hari. Penyakit ini
disebabkan oleh virus Hepatitis A
kelompok Hepatovirus famili picornaviridae.
2) Hepatitis E adalah penyakit yang secara gejala klinis mirip
Hepatitis A, yang disebabkan oleh virus Hepatitis E
famili Caliciviridae.

3) Gastroenteritis adalah penyakit yang ditandai dengan


demam,muntah dan berak cair, disebabkan oleh Rotavirus
dan sering menyerang anak – anak.

c. Parasit

1) Cacing

a) Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Ascaris


lumbricoides dengan sedikit gejala bahkan tanpa gejala
sama sekali. Cacing yang keluar bersama kotoran adalah
sebagai tanda awal adanya infeksi. Ascariasis ditemukan
di berbagai belahan dunia. Penularan dengan frekuensi
kejadian tertinggi terjadi di negara-negara tropis dan
subtropis serta di wilayah yang sanitasinya buruk.
Ascariasis merupakan salah satu penyakit parasit yang
paling umum dijumpai. Penyakit Ascaris mengakibatkan
60.000 kematian setiap tahunnya terutama anak-anak

b) Hookworms atau penyakit cacing tambang adalah infeksi


parasit kronis yang muncul dengan berbagai gejala, gejala
terbanyak adalah anemia. Penyakit ini disebabkan
oleh Necator americanus atau Ancylostoma duodenale.

c) Schistosomiasis adalah infeksi oleh cacing trematoda


yang hidup pada pembuluh darah vena. Penyebab
penyakit adalah Schistisoma mansoni.
Infeksi trematode disebabkan oleh parasit yang
menginfeksi manusia dan binatang. Di banyak wilayah,
infeksi ini bersifat endemik. Tinja yang dibuang begitu saja
ke kolam, sungai, atau danau dari orang yang terinfeksi akan
dimakan oleh ikan, kerang-kerangan, dan lainnya. Manusia
terinfeksi oleh trematode melalui ikan dan kerang-kerangan
tersebut.

Diantara penyakit manusia yang disebabkan oleh


parasit schistosomiasis menempati peringkat kedua setelah
malaria. Penyakit tersebut bersifat endemik di 74 negara
berkembang dan menginfeksi 200 juta penduduk dan 20 juta
diantaranya sangat menderita sebagai akibat dari penyakit
tersebut.

2) Protozoa

Giardiasis adalah infeksi protozoa pada usus halus bagian


atas, yang disebabkan oleh Giardia intestinalis.

3) Jenis lain

a) Scabies adalah parasit pada kulit yang disebabkan


oleh Sarcoptes scabiei sejenis kutu.

b) Trachoma adalah Conjuncivitis yang disebabkan oleh


infeksi Chlamydia trachomatis, yang disebarkan oleh Musca
sorbens sejenis lalat. (Cairncross S, Valdmanis,
2006, Kandun IN, 2006, Bannister B, et al 2006)
Infeksi oleh trachoma dapat menyebabkan kebutaan.
Trakhoma sangat terkait dengan sanitasi yang buruk.
Trakhoma disebarkan oleh kombinasi dari:

1). sanitasi yang buruk, yang memberikan kesempatan


bagi lalat untuk berkembang biak.

2). kesehatan yang buruk akibat kelangkaan air dan


kualitas air yang rendah.

3). rendahnya pendidikan dan pemahaman tentang


mudahnya penularan berbagai penyakit di rumah
dan antar manusia.

2. Berdasarkan rantai penularan

a) Waterborne Disease adalah penyakit yang penularannya


melalui air yang terkontaminasi oleh pathogen dari penderita
atau karier. Contoh penyakit diare, disenteri, kolera, hepatitis
dan demam typhoid.

b) Water-washed Disease adalah penyakit yang ditularkan


melalui kontak dari orang ke orang karena kurangnya
kebersihan diri dan pencemaran air. Contoh penyakit skabies
dan trakhoma.

c) Water-based adalah penyakit yang ditularkan melalui air


sebagai perantara host. Contoh penyakit Shistosomiasis.

d) Water-related insect vector adalah penyakit yang ditularkan


oleh serangga yang hidup di air atau dekat air. Contoh
penyakit Dengue, malaria, Trypanosoma. (Cairncross S,
Valdmanis, 2006, Pfafflin J, Ziegler, E, 2006)
C. Program Sanitasi Nasional

Kebijakan Nasional untuk Persediaan Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan


Berbasis Masyarakat memberikan kerangka kerja yang memungkinkan.
Kebijakan tersebut memanfaatkan dengan baik pengalaman yang diperoleh di
bidang air bersih dan sanitasi di Indonesia dan negara-negara lain. Kebijakan
ini mengikuti prinsip-prinsip kuat yang responsif terhadap permintaan,
menggunakan pendekatan berbasis masyarakat, dan menekankan perlunya
keterlibatan perempuan serta memfokuskan pada prinsip-prinsip operasional ,
pemeliharaan dan pembiayaan yang berkesinambungan.

Program Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan lima


pilarnya merupakan kerangka kerja yang penting. Kelima pilar tersebut
adalah penghapusan buang air besar di tempat terbuka, mencuci tangan
dengan sabun, pengolahan air rumah tangga, pengelolaan sampah padat dan
pengelolaan limbah cair. Kepemimpinan Kementerian Kesehatan sangat
penting dalam meningkatkan STBM. Kabupaten dan provinsi perlu
mempercepat upaya-upayanya, sesuai dengan standar dan pedoman nasional.
Kelompok masyarakat termiskin perlu memiliki akses ke pembiayaan untuk
memulai STBM.

STBM memerlukan pendekatan pemasaran sosial yang memobilisasi


sejumlah besar penduduk dan meningkatkan permintaan fasilitas sanitasi yang
lebih baik. Revitalisasi air bersih dan sanitasi sekolah dengan tema-tema
kesehatan dan sosial akan memberikan beberapa peluang. Para siswa dapat
menjadi agen perubahan dalam masyarakat dalam hal STBM dan praktek-
praktek kesehatan dan kebersihan yang baik, yang sebaiknya juga mencakup
penanganan tempat penggunaan air bersih, penyimpanan air bersih yang
layak, penurunan diare, dan penanggulangan demam berdarah dan malaria.
Advokasi yang berhubungan dengan gizi, pengembangan anak usia dini dan
kinerja pendidikan akan lebih kuat daripada pesan-pesan tentang kesehatan
preventif saja. Studi di tempat lain menunjukkan tingkat sifat persuasive dari
alasan sosial, seperti keinginan untuk merasakan dan mencium sesuatu yang
bersih dan mengikuti norma-norma sosial, dan penggunaan sabun sebagai
produk konsumen yang diinginkan. Sistem data perlu diperkuat. Pemerintah
telah menunjukkan perhatiannya dalam mengembangkan program STBM
Nasional di Sekolah.

Program ini memerlukan sistem pengumpulan dan pemantauan data yang


lebih baik daripada yang ada saat ini untuk air bersih dan sanitasi sekolah.
Selain itu, sistem untuk pengujian dan pelaporan kualitas air perlu diperkuat
dan data tersebut diumumkan kepada masyarakat.Keterlibatan baik
pemerintah daerah maupun sektor swasta sangat penting untuk meningkatkan
sistem perkotaan dan pinggiran kota. Untuk daerah perkotaan, teknologi
inovatif dalam penyediaan sanitasi dan air bersih perlu dikaji. Sistem sanitasi
dan pembuangan kotoran di perkotaan memberikan tantangan yang lebih
besar, karena teknologi sanitasi standar tidak dapat bekerja karena kepadatan
penduduk yang berlebihan, kurangnya ruang, dan dekatnya jarak sumber air.
Dalam penyediaan air, desentralisasi teknologi dan pendekatan, seperti
pengolahan tempat penggunaan air bersih, akan jauh lebih efektif
dibandingkan dengan sistem sentralisasi, karena berbagai sumber yang
berbeda dan banyaknya penyedia.

Untuk memperkuat tata kelola dan kapasitas PDAM, diperlukan pengkajian


ulang terhadap berbagai tugas, proses dan akuntabilitas kelembagaan,
khususnya kepala PDAM. Tingkat pusat harus menetapkan standar minimal
kinerja untuk PDAM, dengan mekanisme pemantauan, penegakan dan
insentif. Lembaga-lembaga tingkat kabupaten memerlukan perencanaan dan
sasaran yang tepat untuk membuat sistem perdesaan lebih berkesinambungan.
Dalam proses perencanaan mereka, lembaga-lembaga tingkat kabupaten yang
berbeda (pekerjaan umum, pemberdayaan desa, dinas kesehatan kabupaten
dan dinas perencanaan kabupaten) harus menetapkan sasaran masyarakat yang
sama, sehingga mobilisasi masyarakat dan pelatihan berlangsung dalam
komunitas yang sama dimana infrastruktur dibangun. Ini akan
mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam perencanaan, pembangunan
dan pengelolaan pelayanan sanitasi dan pasokan air bersih. Kesinambungan
dan keberlanjutan persediaan air bersih perlu mendapatkan perhatian yang
lebih besar. Satu dari sepuluh rumah tangga mengalami kekurangan
persediaan air bersih, khususnya pada musim kemarau. Optimalisasi kualitas,
kuantitas dan kesinambungan air bersih memerlukan pengelolaan sumber air
yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah telah memulai
diskusi kebijakan tentang Rencana Keamanan Air Bersih, yang bertujuan
untuk memastikan kualitas, kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan
pelayanan air bersih.

Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen sangat kuat dalam mencapai


Millenium Development Goals (MDGs), yang dihasilkan pada Johanesburg
Summit pada tahun 2002. Salah satu kesepakatan dalam MGDs (target 9)
adalah menurunkan separuh proporsi penduduk yang tidak mempunyai akses
terhadap air bersih dan sanitasi dasar pada tahun 2015. Terkait dengan upaya
pencapaian target di atas pemerintah berusaha memadukan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional. pada
saat ini setidaknya terdapat beberapa tantangan menyangkut lingkungan hidup
di Indonesia di antaranya yang berkaitan dengan penyelamatan air dari
tindakan eksploitatif yang melewati batas-batas kewajaran dan pencemaran
air, baik air tanah maupun air sungai, danau dan rawa bahkan air laut,
Berbagai kegiatan terkait dengan pencemaran air ini misalnya pencemaran
akibat kegiatan manusia di antaranya adalah kegiatan rumah tangga dan juga
aktivitas manusia yang melakukan buang air besar di tempat terbuka.
D. Pengolahan Sanitasi Air
1. Pengolahan Sanitasi Air dari Air Tanah

(Sumber: Hardyanti dan Fitri, 2006)


a. Aerasi
Air dari sumur dalam dipompa dengan submersible langsung dialirkan
melalui pipa yang kemudian dipercikkan pada unit aerasi. Dengan
penambahan unit aerasi ini kandungan Fe dapat menurun hingga 32,39% bila
dibandingkan dengan sebelum ada aerasi (Hardyanti dan Fitri, 2006). Fe
dalam air baku akan teroksidasi apabila berkontak dengan udara menjadi
Fe2O3 yang dapat mengendap. Endapan Fe2O3 akan disaring melalui proses
filtrasi.

b. Bak Raw Water


Air dari bak aerasi dialirkan ke bak raw water secara gravitasi yang
berkapasitas 875 m3 dengan dimensi bangunan 35 m x 10 m x 2,5 m dan
freeboard 0,38 m dimana pada bagian atas terdapat 4 buah manhole yang
berfungsi sebagai lubang pemeriksaan. (Hardyanti dan Fitri, 2006)
c. Filtrasi
Unit filtrasi yang menggunakan media pasir kuarsa bertujuan untuk
menyaring kotoran dan partikel-partikel yang sangat halus, serta flok-flok
dari partikel tersuspensi, selain itu juga untuk mengurangi kadar Fe dan Mn.
Kadar Fe yang rendah akan mengurangi kemungkinan timbulnya karat pada
perlengkapan perpipaan dan lain-lain. Dengan sand filterini kandungan Fe
setelah aerasi dapat menurun hingga 86,81%. Tipe filter yang digunakan
adalah saringan pasir cepat (rapid sand filter) dengan jenis pressure filter.
Jumlah sand filter ada 3 buah, tetapi dalam pengoperasiannya bekerja secara
bergantian tergantung dari debit yang akan disaring. Pemilihan filter ini
karena akan memberi banyak keuntungan antara lain:
(1)Pemilihan pasir kuarsa sebagai media filter karena mudah didapat dan
harga terjangkau.
(2)Tipe saringan pasir cepat karena kecepatan filtrasinya berkisar 7 – 10
m/jam dan jenis pressure filter 15 – 20 m/jam lebih besar dibanding
dengan saringan pasir lambat 0,1 – 0,3 m/jam, (Darmasetiawan, 2001)
sehingga air yang dihasilkan oleh filter jenis ini lebih banyak. Selain
itu saringan pasir cepat jenis pressure filter tidak membutuhkan area
yang luas sehingga sangat efektif dan efisien. (Husain, 1978) Untuk
menjaga kualitas air yang dihasilkan oleh unit filtrasi ini maka
dilakukan perawatan berupa pencucian sistem backwash dan
pencucian media pasir. Backwash dilakukan setiap hari selama sekitar
15 menit. Air dari backwash ditampung pada bak penampung
backwash yang berkapasitas 250 m3 dengan dimensi 20 m x 5 m x 2,5
m dan freeboard 0,38 m yang kemudian dikembalikan ke bak raw
water setelah diendapkan. (Hardyanti dan Fitri, 2006)
d. Bak Hard Water
Air baku dari sand filterdipompakan ke bak hard water, yang
berkapasitas 1125 m3 yang berbentuk siku-siku (bentuk “L”) dimana pada
bagian atas terdapat 5 buah manhole yang berfungsi sebagai lubang
pemeriksaan. (Hardyanti dan Fitri, 2006)
2. Pengolahan Sanitasi Air dari Air Permukaan
(Sumber: Said dan Wahjono, 1999)

Tahap- tahap proses pengolahan sanitasi air :


a. Ekualisasi (Penampung awal)
Sumber air untuk keperluan sanitasi merupakan bak penampung.
Untuk mengalirkan air tersebut dipergunakan tiga pompa sentrifugal,
letak pompa ini berada dibawah permukaan bak penampung. Selanjutnya
air dialirkan ke bak pengendapan awal (primary settling). (Said dan
Wahjono, 1999)
b. Sedimentasi awal
Air dari bak penampung yang dialirkan ke bak pengendapan (primary
settling) mengandung partikel-partikel padat kecil (lumpur, pasir, dan
lain-lain). Sebagian partikel mudah mengendap karena adanya gaya
gravitasi, dan sebagian lagi tidak mudah mengendap sehingga dilakukan
proses koagulasi. (Said dan Wahjono, 1999)
c. Flokulasi dan Koagulasi
Air dari bak pengendapan awal (primary settling) dipompa ke
Clarifier lewat tangki aerasi, diberi larutan alum dan udara yang
berfungsi sebagai pengaduk. Sisa kotoran yang terlarut dalam air
dipisahkan dengan flokulasi menggunakan alum dan soda abu, dimana
proses koagulasi dilakukan di tangki aerasi tersebut. Pada proses ini
ditambahkan Poli Aluminium Klorida (PAC, pengganti tawas), SC-500
dan Kaporit. PAC sebagai bahan koagulan akan menggumpalkan koloid-
koloid pengotor air. Gumpalan koloid itu kemudian diperbesar dengan
flokulan SC-500 sehingga mudah mengendap. (Said dan Wahjono, 1999)
d. Pengolahan Secara Biologi
Air dari proses flokulasi dan koagulasi masih mengandung mikroba-
mikroba yang berbahaya, maka untuk membunuh kuman-kuman tersebut
diberi kaporit (kalsium hipoklorit) yang mengandung unsur Cl sebagai
desinfektan. Efek oksidasi dari klorin akan menghancurkan enzim yang
dibutuhkan oleh kuman-kuman tersebut dan mampu membunuh
mikroorganisme dalam air. (Said dan Wahjono, 1999)
Kebutuhan Alum sekitar 80 ppm - 100 ppm, tetapi jika menggunakan
PAC cukup dengan 30 ppm - 35 ppm dan apabila ditambahkan SC-500
sebagai flokulan akan menghasilkan air yang bersih. Volume yang sempit
pada tangki aerasi dan hembusan udara, menjadikan air mengalir
ke Clarifier dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi aliran turbulen dan
tidak terjadi pembentukan flok dalam perpipaan. Air kemudian dialirkan
ke bagian tengah (ruang flokulasi). Perbedaan diameter pipa inlet dengan
ruang flokulasi yang sangat besar menyebabkan laju aliran berubah dari
turbulen menjadi laminer dan dengan pengadukan lambat (7 rpm) akan
terbentuk inti flok Al(OH)3. Dari ruang flokulasi air dialirkan ke ruang
sedimentasi (diametetr 13,5 m) dimana pada ruang ini inti flok
membentuk flok yang lebih besar dan turun mengendap ke dasar
Clarifier. Inti flok dari ruang flokulasi sebelum masuk ke ruang
sedimentasi akan melewati lapisan endapan, sehingga sistem ini juga
disebut Sludge Blanket Clarifier. Lapisan endapan (sludge) berfungsi juga
sebagai filter untuk flok. Endapan di dasar Clarifier dikumpulkan ke
bagian pengeluaran sludge dengan menggunakan scraper. Scrapper yang
dipasang tersebut digerakkan oleh motor dengan putaran
tertentu. Supernatan(filtrat) dari Clarifier dialirkan ke Sand filter untuk
lebih menyempurnakan pemisahan flok. (Said dan Wahjono, 1999)
e. Filtrasi
Filtrat (air baku) dari Clarifier dialirkan secara gravitasi ke sand
filtersebanyak 7 buah sedangkan yang bekerja efektif 4 buah dengan
masing-masing debit maksimum 50 m3/jam sementara 3 buah yang
lainnya dilakukan pencucian (backwashing). Air dari Clarifier dialirkan
ke bagian inlet filter diatas media pasir. Secara gravitasi air akan
melewati pasir, sehingga flok yang masih terbawa akan terperangkap
(tersaring) diantara media pasir. Selama sand filter masih dalam
keadaan baik, tinggi air diatas lapisan pasir tidak melebihi tinggi air
yang sudah ditentukan. Air tersaring dialirkan dan ditampung
pada Clear Water Tank. Pada saat kotoran telah mengisi sebagian besar
rongga dari bed pasir sehingga menyebabkan turunnya efisiensi laju air
melalui bed. Untuk pencucian, dipergunakan air bersih dari Clear Water
Tank. Air dari bagian dasar, dialirkan ke arah atas (up-flow) dengan laju
aliran diatur agar lapisan pasir tidak terlalu terangkat sehingga melewati
pipa pembuangan. Proses pencucian dihentikan setelah keadaan air
cucian nampak sudah bersih atau pressure drop kembali seperti semula.
Setelah pencucian selesai kondisi semua katup dikembalikan seperti
semula untuk proses penyaringan. Air produk dari Clarifier sementara
ditampung dalam Bak penampung. (Said dan Wahjono, 1999)
Untuk alternatif menggantikan sand filter, digunakan filter amiad
dengan diameter screen 50 mikron dan mampu menyaring air dari
Clarifier pengendapan agar lebih jernih. Amiad adalah filter air yang
bekerja secara otomatis dan secara periodik dapat melakukan back wash
secara otomatis. Untuk otomatis back wash bisa disetting berdasarkan
kondisi tekanan atau waktu (0.5 bar atau 15 menit sekali). Dalam
perawatan diperlukan pembersihan screen, dan pengoperasiannya relatif
mudah. Filter ini akan bekerja secara baik jika tekanan masuk minimun
2 bar. (Said dan Wahjono, 1999)

Gambar: filtrasi amiad


Sumber : amiad water system
Air kemudian masuk ke Bak Ground dengan kapasitas 546 m3. Dalam
setiap harinya proses pengendapan air beroperasi 8 s/d 10 jam.Bak
Ground merupakan tempat penyimpanan sementara dan juga sebagai
tempat pengendapan lumpur-lumpur yang masih terikut. Bak air
bersih ini untuk menampung produk dari proses pengendapan (Clear
Water) atau air yang berasal dari sumur air bawah tanah (ABT). Bak air
bersih ini diberi atap untuk mencegah timbulnya ganggang, sehingga air
tetap terjaga kejernihannya. Kapasitas dari Bak air bersih ini adalah
1500 m3 dan terbuat dari betsson. Dengan menggunakan pompa, air
bersih di pompakan ke Elevated Tank dan selanjutnya didistribusikan
sebagai bahan baku air proses pelunakan dan sebagai persediaan air
bersih ke perkantoran dan unit-unit lain yang memerlukan air
bersih. Elevated ini memiliki ketinggian 27 meter diatas permukaan
tanah dan memiliki kapasitas total 500 m3 yang terdiri dari
400m3 adalah air bersih (sanitasi) dan yang 100 m3 adalah Air Proses
(Air Pendingin). (Said dan Wahjono, 1999)
3. PengolahanAir Bersih Sistem SaringanPasir Lambat
a. Saringan Pasir Lambat Konvensional (Down Flow)
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir
lambat konvensional terdiri atas unit proses yakni bangunan penyadap, bak
penampung, saringan pasir lambat dan bak penampung air bersih. Unit
pengolahan air dengan saringan pasir lambat merupakan suatu paket. Air
baku yang digunakan yakni air sungai atau air danau yang tingkat
kekeruhannya tidak terlalu tinggi. Jika tingkat kekeruhan air bakunya
cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka agar supaya beban
saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan
peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal dengan
atau tanpa koagulasi bahan dengan bahan kimia. Umumnya disain
konstruksi dirancang setelah didapat hasil dari survai lapangan baik
mengenai kuantitas maupun kualitas. Dalam gambar desain telah
ditetapkan proses pengolahan yang dibutuhkan serta tata letak tiap unit
yang beroperasi. Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai
macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. (Said dan
Wahjono, 1999)
Biasanya saringan pasir lambat hanya terdiri dari sebuah bak yang
terbuat dari beton, ferosemen, bata semen atau bak fiber glass untuk
menampung air dan media penyaring pasir dengan arah penyaringan dari
atas ke bawah. Bak ini dilengkapi dengan sistem saluran bawah, inlet,
outlet dan peralatan kontrol. (Said dan Wahjono, 1999)
Air baku dialirkan ke tangki penerima kemudian dialirkan ke bak
pengendap tanpa memakai zat kimia untuk mengendapkan kotoran yang
ada dalam air baku. Selanjutnya dilakukan penyaringan air bersih. Kotoran
yang mengendap pada media filter akan membentuk lapisan biologis yang
terdiri dari zat organik maupun anorganik. Dengan lapisan ini maka dapat
menghilangkan impurities secara biokimia. Biasanya ammonia konsentrasi
rendah, zat besi, mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau, dapat
dihilangkan dengan proses ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyaringan ;
a. Susunan lapisan pasir : luas permukaan lapisan pasir, ketebalan lapisan
pasir, diameter butiran, jenis pasir, dan lama pemakaian media saring.
b. Suhu air : mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahan.
c. Kecepatan penyaringan: mempengaruhi masa operasi filter sehingga
masa operasi dapat diperpanjang dan diperlukan tekanan pada lapisan
pasir.
d. Kualitas air baku
Untuk sistem saringan pasir lambat konvensional dengan arah
penyaringan dari atas ke bawah terdapat dua tipe saringan yakni:
(1) Saringan pasir lambat dengan kontrol pada inlet (Gambar 3.1).
(2) Saringan pasir lambat dengan kontrol pada outlet. (Gambar
3.2).
Gambar 3.1: Komponen dasar saringan pasir lambat sistem kontrol
inlet.
(Sumber: Said dan Wahjono, 1999)
Gambar 3.2 : Komponen dasar saringan pasir lambat sistem kontrol outlet.
(Sumber: Said dan Wahjono, 1999)

Gambar 3.3 skema saringan pasir lambat down flow yang digunakan unutk percobaan
(Sumber: Said dan Wahjono, 1999)
Kedua sistem saringan pasir lambat tersebut mengunakan sistem
penyaringan dari atas ke bawah ( down flow ). Kapasitas pengolahan dapat
dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan. Biasanya saringan pasir lambat hanya terdiri dari sebuah bak
yang terbuat dari beton, ferosemen, bata semen atau bak fiber glass untuk
menampung air dan media penyaring pasir. Bak ini dilengkapi dengan
sistem saluran bawah, inlet, outlet dan peralatan kontrol. (Said dan
Wahjono, 1999)
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sistem saringan pasir lambat
antara lain yakni:
1) Bagian Inlet
Struktur inlet dibuat sedemikian rupa sehingga air masuk ke
dalam saringan tidak merusak atau mengaduk permukaan media
pasir bagian atas. Struktur inlet ini biasanya berbentuk segi empat
dan dapat berfungsi juga untuk mengeringkan air yang berada di
atas media penyaring (pasir). (Said dan Wahjono, 1999)
2) Lapisan Air di Atas media Penyaring (supernatant)
Tinggi lapisan air yang berada di atas media penyaring (
supernatant ) dibuat sedemikian rupa agar dapat menghasilkan
tekanan ( head ) sehingga dapat mendorong air mengalir melalui
unggun pasir. Di samping itu juga berfungsi agar dapat
memberikan waktu tinggal air yang akan diolah di dalam unggun
pasir sesuai dengan kriteria disain. (Said dan Wahjono, 1999)
3) Bagian Pengeluaran (Outlet)
Bagian outlet ini selain untuk pengeluran air hasil olahan,
berfungsi juga sebagai weir untuk kontrol tinggi muka air di atas
lapisan pasir. (Said dan Wahjono, 1999)
4) Media Pasir (Unggun Pasir)
Media penyaring dapat dibuat dari segala jenis bahan
inert(tidak larut dalam air atau tidak bereaksi dengan bahan kimia
yang ada dalam air). Media penyaring yang umum dipakai yakni
pasir silika karena mudah diperoleh, harganya cukup murah dan
tidak mudah pecah. Diameter pasir yang digunakan harus cukup
halus yakni dengan ukuran 0,2-0,4 mm. (Said dan Wahjono, 1999)
5) Sistem Saluran Bawah (Drainage)
Sistem saluran bawah berfungsi untuk mengalirkan air olahan
serta sebagai penyangga media penyaring. Saluran ini tediri dari
saluran utama dan saluran cabang, terbuat dari pipa berlubang
yang di atasnya ditutup dengan lapisan kerikil. Lapisan kerikil ini
berfungsi untuk menyangga lapisan pasir agar pasir tidak menutup
lubang saluran bawah. (Said dan Wahjono, 1999)
6) Ruang Pengeluaran
Ruang pengeluaran terbagi menjadi dua bagian yang
dipisahkan dengan sekat atau dinding pembatas. Di atas dinding
pembatas ini dapat dilengkapi dengan weir agar limpasan air
olahannya sedikit lebih tinggi dari lapisan pasir. Weir ini berfungsi
untuk mencegah timbulnya tekanan di bawah atmosfir dalam
lapisan pasir serta untuk menjamin saringan pasir beroperasi tanpa
fluktuasi level pada reservoir. Dengan adanya air bebas yang jatuh
melalui weir, maka konsentrasi oksigen dalam air olahan akan
bertambah besar. (Said dan Wahjono, 1999)
Pengolahan air bersih dengan menggunakan sistem saringan
pasir lambat konvensional ini mempunyai keunggulan antara lain :
- Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya
operasinya sangat murah.
- Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta
kekeruhan.
- Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik,
karena proses penyaringan berjalan secara fisika dan
biokimia. Sangat cocok untuk daerah pedesaan dan
proses pengolahan sangat sederhana. (Said dan Wahjono,
1999)
Sedangkan beberapa kelemahan dari sistem saringan pasir
lambat konvensiolal tersebut yakni antara lain :
- Jika air bakunya mempunyai kekeruhan yang tinggi,
beban filter menjadi besar, sehingga sering terjadi
kebuntuan. Akibatnya waktu pencucian filter menjadi
pendek.
- Kecepatan penyaringan rendah, sehingga memerlukan
ruangan yang cukup luas.
- Pencucian media filter dilakukan secara manual, yakni
dengan cara mengeruk lapisan pasir bagian atas dan
dicuci dengan air bersih, dan setelah bersih dimasukkan
lagi ke dalam bak saringan seperti semula.
- Karena tanpa bahan kimia, tidak dapat digunakan untuk
menyaring air gambut.
Untuk mengatasi masalah sering terjadinya kebuntuan saringan
pasir lambat akibat kekeruhan air baku yang tinggi, dapat
ditanggulangi dengan cara modifikasi disain saringan pasir lambat
yakni dengan menggunakan proses saringan pasir lambat Up Flow
(penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas). (Said dan
Wahjono, 1999)
b. Sistem Saringan Pasir Lambat Up Flow
Teknologi saringan pasir lambat yang banyak diterapkan di Indonesia
biasanya adalah saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari
atas ke bawah ( down flow ), sehingga jika kekeruhan air baku naik,
terutama pada waktu hujan, maka sering terjadi penyumbatan pada
saringan pasir, sehingga perlu dilakukan pencucian secara manual dengan
cara mengeruk media pasirnya dan dicuci, setelah bersih dipasang lagi
seperti semula, sehingga memerlukan tenaga yang cucup banyak. Ditambah
lagi dengan faktor iklim di Indonesia yakni ada musim hujan air baku yang
ada mempunyai kekeruhan yang sangat tinggi. Hal inilah yang sering
menyebabkan saringan pasir lambat yang telah dibangun kurang berfungsi
dengan baik, terutama pada musim hujan. (Said dan Wahjono, 1999)
Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu
musim hujan, maka agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu
besar, maka perlu dilengkapi dengan peralatan pengolahan pendahuluan
misalnya bak pengendapan awal atau saringan " Up Flow " dengan media
berikil atau batu pecah, dan pasir kwarsa atau silika. Selanjutnya dari bak
saringan awal, air dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran dari
bawah ke atas ( Up Flow ). Air yang keluar dari bak saringan pasir Up
Flow tersebut merupakan air olahan dan di alirkan ke bak penampung air
bersih, selanjutnya didistribusikan ke konsumen dengan cara gravitasi atau
dengan memakai pompa. (Said dan Wahjono, 1999)
Diagram proses pengolahan bersih dengan sistem saringan pasir
lambat Up Flow ditunjukkan pada Gambar 3.4. Dengan sistem penyaringan
dari arah bawah ke atas ( Up Flow ), jika saringan telah jenuh atau buntu,
dapat dilakukan pencucian balik dengan cara membuka kran penguras.
Dengan adanya pengurasan ini, air bersih yang berada di atas lapisan pasir
dapat berfungsi sebagai air pencuci media penyaring (back wash). Dengan
demikian pencucian media penyaring pada saringan pasir lambat Up Flow
tersebut dilakukan tanpa mengeluarkan atau mengeruka media
penyaringnya, dan dapat dilakukan kapan saja. (Said dan Wahjono, 1999)
Saringan pasir lambat " Up Flow " ini mempunyai keunggulan dalam hal
pencucian media saringan (pasir) yang mudah, serta hasilnya sama dengan
saringan pasir yang konvesional. Kapasitas pengolahan dapat dirancang
dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
(Said dan Wahjono, 1999)

Gambar 3.4 : Diagram proses pengolahan bersih dengan sistem saringan pasir lambat
Up Flow . (Sumber: Said dan Wahjono, 1999)

Gambar 3.5 Skema saringan pasir lambat up flow yang digunakan uneuk percobaan
(Sumber: Said dan Wahjono, 1999)
c. Kriteria Perencanaan Saringan Pasir Lambat
Untuk merancang saringan pasir lambat beberapa kriteria
perencanaan yang harus dipenuhi antara lain :
- Kekeruhan air baku lebih kecil 10 NTU. Jika lebih besar dari
10 NTU perlu dilengkapi dengan bak pengendap dengan atau
tanpa bahan kimia.
- Kecepatan penyaringan antara 5 - 10 m 3 /m 2 /Hari.
- Tinggi Lapisan Pasir 70 - 100 cm.
- Tinggi lapisan kerikil 25 -30 cm.
- Tinggi muka air di atas media pasir 40 - 120 cm.
- Tinggi ruang bebas antara 25 - 40 cm.
- Diameter pasir yang digunakan kira-kira 0,2-0,4 mm Jumlah
bak penyaring minimal dua buah. (Said dan Wahjono, 1999)
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir
lambat Up Flow sama dengan saringan pasir lambat Down Flowterdiri
atas unitproses:

- Bangunan penyadap
- Bak Penampung / bak Penenang
- Saringan Awal.
- Saringan Pasir Utama.
- Bak Air Bersih.
- Perpipaan, kran, sambungan dll.
- Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam
ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. (Said dan
Wahjono, 1999)
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran. Hal. 124, dan 144-147.

Dr. Budiman, Chandra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan I. EGC : Jakarta.

Depkes RI.2005. pedoman peran kesehatan masyarakat nasional. Pusat promosi kesehatan
Depkes RI. Jakarta.

Hardyanti, Nurandani dan Fitri, Nurmeta Diana. 2006. Jurnal PresipitasiVol.1 No.1:
Studi Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik
Dan Non Domestik (Studi Kasus Perusahaan Tekstil Bawen Kabupaten
Semarang). Semarang: UNDIP Program Studi Teknik Lingkungan.

Said, Nusa Idaman dan Wahjono, Heru Dwi. 1999. Teknologi Pengolahan Air Bersih
dengan Proses Saringan Pasir Lambat Up Flow. Jakarta: Direktorat Teknologi
Lingkungan, Deputi Teknologi Informasi, Materi, Energi dan Lingkungan,
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Anda mungkin juga menyukai