Disusun oleh :
Vira Auliana
Arya Dwi Wijayanto
Zahrotul Awaliyah
Ahsolikul Hadi
Bayu Eka Prasetya
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
B. Tujuan penulisan
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “AQIDAH ISLAM”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Segala sesuatu yang Allah SWT ciptakan bukan tanpa sebuah tujuan. Allah SWT menciptakan
bumi beserta isinya, menciptakan sebuah kehidupan di dalamnya, bukanlah tanpa tujuan yang
jelas. Sama halnya dengan Allah SWT menciptakan manusia. Manusia diciptakan oleh Allah
SWT tidak sia-sia, manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi untuk mengatur atau mengelola
apa yang ada di bumi beserta segala sumber daya yang ada.
Di samping kita sebagai manusia harus pandai-pandai mengelola sumber daya yang ada, sebagai
seorang manusia juga tidak boleh lupa akan kodratnya yakni menyembah sang Pencipta, Allah
SWT, oleh karena itu manusia harus mempunyai aqidah yang lurus agar tidak menyimpang dari
apa yang diperintahkan Allah SWT.
Penyempurna aqidah yang lurus kepada Alla SWT tidak luput dari aqidah yang benar kepada
Malaiakat-Malaikat Allah, Kitab- kitab yang diturunkan oleh Allah kepada para Rosul-rosul
Allah untuk disampaikan kepada kita, para umat manusia.
A.AQIDAH ISLAM
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :
Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraam
(pengesahan), al-ihkam (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah
(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya
juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan.
Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan
perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari
aqidah adalah aqa-id.
Aqidah islam itu sendiri bersumber dari Al-Qur’an dan As Sunah, bukan dari akal atau pikiran
manusia. Akal pikiran itu hanya digunakan untuk memahami apa yang terkandung pada kedua
sumber aqidah tersebut yang mana wajib untuk diyakini dan diamalkan.
Aqidah menurut istilah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi
tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
"Aqa'id bentuk jamak rai aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya
oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang tidak bercampur sedikit dengan keraguan-
raguan".
"Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini
keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.
Untuk lebih memahami definisi diatas kita perlu mengemukakan beberapa catatan tambahan
sebagai berikut:
1. Ilmu terbagi dua:
Pertama ilmu dharuri yaitu Ilmu yang dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil.
Misalnya apabila kita melihat tali di hadapan mata, kita tidak memerlukan lagi dalil atau bukti
bahwa benda itu ada.
Kedua adalah ilmu nazhari yaitu. Ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian.
Misalnya ketiga sisi segitiga sama sisi mempunyai panjang yang sama, memerlukan dalil bagi
orang-orang yang belum mengetahui teori itu. Di antara ilmu nazhari itu, ada hal-hal yang karena
sudah sangat umum dan terkenal tidak memerlukan lagi dalil. Misalnya kalau sebuah roti
dipotong sepertiganya maka yang du pertiganya tentu lebih banyak dari sepertiga, hal itu tentu
sudah diketahui oleh umum bahkan anak kecil sekalipun. Hal seperti ini disebut badihiyah. Jadi
badihiyah adalah segala sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pemuktian, tetapi karena sudah
sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu tidak lagi perlu pembuktian.
2. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran (bertuhan), indera untuk mencari
kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman
menentukan mana yang benar dan mana yang tidak. Tentang Tuhan, musalnya, setiap manusia
memiliki fitrah bertuhan, dengan indera dan akal dia bisa membuktikan adanya Tuhan, tetapi
hanya wahyulah yang menunjukkan kepadanya siapa Tuhan yang sebenarnya.
3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. Sebelum seseorang sampai ke
tingkat yakin dia akan mengalami beberapa tahap.
Pertama: Syak. Yaitu sama kuat antara membenarkan sesuatu atau menolaknya.
Kedua: Zhan. Salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang
menguatkannya.
Ketiga: Ghalabatu al-Zhan: cenderung labih menguatkan salah satu karena sudah meyakini dalil
kebenarannya. Keyakinan yang sudah sampai ke tingkat ilmu inilah yang disebut dengan aqidah.
4. Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa. Artinya lahirnya seseorang bisa saja pura-pura
meyakini sesuatu, akan tetapi hal itu tidak akan mendatangkan ketenangan jiwa, karena dia harus
melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya.
5. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua
hal yang bertentangan.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
1. Ilahiyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilahi seperti wujud Allah
dan sifat-sifat Allah, dan lain-lain
2. Nubuwat
Yaitu pembahasan tentang segala seuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk
pembahasan tentang Kitab-Kitab Allah, mu'jizat, dan lain sebagainya.
3. Ruhaniyat
Yaitu pembahsasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti
malaikat, Jin, Iblis, Syaitan, Roh dan lain sebagainya.
4. Sam'iyyat
Yaitu pembahahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'I (dalil naqli
berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat,
surga neraka dan lainnya.
C. Kemahaesaan Allah
Allah adalah esa; satu dalam dzat, sifat dan karya-nya.Keesaan Allah merupakan gambaran
kemahakuasaan-Nya yang tidak tertandingi oleh apa dan siapapun, sebab selain Dia adalah
ciptaan-Nya belaka. Tauhid merupakan keyakinan akan keesaan Allah, yaitu keyakinan bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah.
Keyakinan akan keesaan Allah merupakan ciri utama dari agama Islam yang berbeda dengan
agama-agama lainnya di dunia.
Keesaan Allah dalam ajaran Islam berbeda dengan keyakinan monoteistik pada agama Yahudi
dan Nasrani. Tauhid merupakan keyakinan akan keesaan Allah yang meniadakan segala unsur
yang lain. Satu bukanlah terdiri dari unsur-unsur atau bagian dari bilangan, tetapi satu yang utuh.
Keesaan Allah dalam keyakinan muslim bukan hanya berupa pengetahuan dan pengakuan tetapi
mendorong dalam membentuk perilaku dan sikap tauhid yang diawali dengan persaksian melalui
syahadat. Syahadatain berbunyi:
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
Rasulullah Pengakuan dan keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah “
mengandung arti bahwa tidak ada bentuk apapun yang dipertuhankan selain Allah. Artinya
hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan bagi seorang muslim. Tuhan diartikan sebagai segala
sesuatu yang mendominasi diri, atau yang membuat orang tergantung kepadanya.
Apabila ada seseorang memiliki sesuatu baik orang maupun barang atau kedudukan, apabila
dominan dan membuat orang itu tergantung kepadanya, maka orang itu tidaklah bertauhid.
Karena itu, persaksian yang dinyatakan dalam syahadat itu tidak terbatas pada ucapan dua
kalimat syahadat (syahadatain), melainkan dibuktikan dalam berpikir, bertindak, dan bersikap.
Berpikir tauhid adalah berpikir utuh dan intgral, ia akan memandang alam maupun manusia
sebagai sesuatu sistem yang integral. Dengan demikian ia akan mampu memberikan penilaian
dan bertindak secara adil. Sementara dalam hubungannya dengan sikap, maka tauhid memiliki
implikasi dalam bentuk sikap hidup yang tidak tergantung pada siapapun selain pada Allah,
karena itu ia akan hidup berani, merdeka dan mandiri.
E. Peranan malaikat, dan makhluk ghaib lainnya serta pengaruhnya terhadap manusia
Di samping manusia dan makhluk lainnya yang bersifat fisik, Allah menciptakan makhluk yang
bersifat ghaib, yaitu jin, malaikat, dan setan. Jin adalah makhluk yang bersifat ghaib; tidak
tampak secara kasat mata dan menghuni dunianya sendiri yang bersifat ghaib pula. Jin memiliki
tugas yang sama dengan manusia, yaitu beribadah kepada Allah, karena itu kebaikan dan
keburukan pun terjadi di dunia jin. Jadi di dalam dunia jin terdapat jin yang baik dan yang jahat.
Di samping jin, terdapat pula setan yang lebih ditampilkan dalam bentuk kekuatan halus yang
membisikkan keburukan kepada manusia dan jin. Sedangkan makhluk lainnya adalah malaikat
yang lebih menggambarkan kekuatan baik. Baik setan maupun jin, gambaran secara pasti di
kalangan para hali tafsir, jadi bisa dalam bentuk makhluk yang bersifat halus dan ghaib atau
mungkin saja berupa kekuatan yang membisikkan yang buruk dan baik. Yang pasti bahwa kedua
makhluk tersebut berpengaruh kepada manusia dalam bentuk bisikan untuk berbuat baik dan
buruk ke dalam hati manusia yang dilakukan oleh jin dan manusia sebagaimana
dinyatakan. Dengan demikian setan bisa membentuk makhluk tertentu, yaitu dalam bentuk jin
atau manusia. Beriman kepada yang ghaib diartikan sebagai keyakinan akan kemahakuasaan
Allah yang menciptakannya yang mendorong manusia untuk selalu menyadari akan adanya
godaan dan tipu daya agar manusia terjerat dalam dosa. Kesadaran ini diharapkan akan
mendorong manusia untuk selalu meminta perlindungan Allah. Dan waspada akan segala
kemungkinan bisikan buruk yang datang setiap saat. Ingat kepada Allah dan terus menerus
konsisten untuk beribadah, berdo’a dan bekerja sesuai dengan perintah-Nya merupakan implikasi
nyata dari iman kepada yang ghaib.
F. Tugas dan peranan Nabi dan Rasul
Nabi dan Rasul adalah manusia-manusia pilihan yang bertugas memberi petunjuk kepada
manusia tentang keesaan Allah swt dan membina mereka agar melaksanakan ajaranNya.
Manusia dengan segala keterbatasan yang dimilikinya tidak mungkin mengetahui segala
informasi tentang Tuhan, kecuali diberitahu oleh Tuhan sendiri. Pencarian Tuhan oleh manusia
menyebabkan kesalahan yang sangat fatal, karena manusia menjadi penentu Tuhannya. Dalam
logika yang sehat, Tuhan sebagai pencipta haruslah Maha Kuasa dari segala sesuatu yang
diciptakannya. Oleh karena itu, manusia memerlukan informasi tentang Tuhan dari Tuhan
sendiri agar informasi yang diterimanya benar menurut Tuhan sendiri; bukan benar menurut
manusia.
Untuk berhubungan langsung dengan Tuhan, manusia tidak memiliki kemampuan sehingga
mustahil dapat bertanya langsung kepada Tuhan. Karena itu manusia memerlukan penjelasan
tentang Tuhan melalui orang yang dipercaya oleh Tuhan untuk menjelaskan segala sesuatu
tentang Tuhan. Di sinilah peranan dan fungsi Rasul sebagai orang yang dipercaya dan dipilih
Tuhan untuk menerangkan segala sesuatu tentang Tuhan.
Karena itu beriman kepada Tuhan mengharuskan orang untuk beriman kepada Rasul, karena
dengan perantaraan Rasullah orang dapat mengetahui segala sesuatu tentang Tuhan. Nabi dan
Rasul adalah pembawa berita dari Tuhan, mereka tidak berbicara atas dasar pikirannya,
melainkan atas dasar wahyu Sebagai pembawa berita, Rasul hanya menyampaikan pesan Allah.
Dengan demikian, Nabi dan Rasul memiliki peranan untuk memberitahukan kepada manusia
siapa Tuhan itu dan bagaimana rencana Tuhan, termasuk keinginan-keinginan Tuhan atas
manusia yang semua datang dari Tuhan sendiri.
Para Nabi dan Rasul memiliki 4 (empat) sifat wajib dan empat sifat mustahil serta satu sifat jaiz,
sebagai berikut ;
1. Shiddiq (benar), mustahil ia kizib (dusta).Artinya Nabi dan Rasul bersifat benar baik dalam
tutur kata maupun perbuatannya, yaitu sesuai dengan ajaran Allah swt.
2. Amanah (dapat dipercaya), mustahil khianat (curang). Artinya para Nabi dan Rasul itu bersifat
jujur dalam menerima ajaran Allah swt, serta memelihara keutuhannya dan menyampaikanya
kepada umat manusia sesuai dengan kehendakNya. Mustahilmereka menyelewengkan atau
berbuat curang atas ajaran Allah swt.
3. Tabligh (menyampaikan wahyu kepada manusia), mustahil kitman (menyembunyikan wahyu).
Artinya para Nabi atau Rasul itu pasti menyampaikan seluruh ajaran Allah swt sekalipun
mengakibatkan jiwanya terancam.
4. Fathonah (pandai/cerdas), mustahil jahlun (bodoh), Artinya, para Nabi atau Rasul itu bijaksana
dalam semua sikap, perkataan dan perbuatannya atas dasar kecerdasanya.Dengan demikian
mustahil mereka dapat dipengaruhi oleh orang lain.
G. Fungsi Kitab suci yang dibawa Rasul
Bagi umatnya Allah menurunkan petunjuk kepada manusia melalui wahyu yang dibawa oleh
para Rasul-Nya. Alquran mencatat empat kitab suci yang dibawa rasul-rasul Allah untuk
manusia, yaitu Zabur, Taurat, Inzil dan Alquran yang masing-masing dibawa oleh Nabi Daud,
Musa, Isa dan muhammad SAW. Kitab suci yang dibawa oleh para nabi tersebut merupakan
informasi dari Allah Swt untuk disampaikan kepada manusia. Keempat kitab suci tersebut
bersumber dari Allah Swt, karena itu dari segi keyakinan (aqidah) ketuhanannya sama, yaitu
tauhid atau mengesakan Tuhan. Sedangkan hukum-hukum (syariat) yang dibawanya memiliki
perbedaan, karena hukum-hukum itu terkait dengan kondisi dan situasi masyarakatnya, terlebih
lagi nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad diutus untuk suatu bangsa atau suku bangsa tertentu,
karena itu syariat masing-masing Nabi berbeda.
Kitab-kitab suci yang dibawa para nabi berfungsi memberikan penjelasan tentang kebenaran
Allah Yang Maha Esa sebagai Tuhan Semesta Alam serta memberikan petunjuk jalan yang benar
kepada umatnya. Dengan berpegang kepada kitab suci, maka umat para Nabi memperoleh jalan
yang terang dalam menempuh hidupnya dan sebaliknya umat yang tidak patuh kepada petunjuk
kitab suci memperoleh siksaan.
Hal ini tampak dalam sejarah para Nabi terdahulu yang menjadi cermin bagi umatnya yang ada
sekarang ini. Percaya kepada kitab-kitab Allah yang pernah diturunkan ke dunia merupakan
bagian dari keimanan yang harus dimiliki setiap muslim. Kepercayaan ini sebagai bukti
kepatuhan kepada Allah yang mengharuskan setiap muslim untuk beriman kepada kitab-kitab
Allah.
Keimanan terhadap kebenaran kitab-kitab itu terbatas kepada kitab-kitab atau wahyu yang turun
kepada Nabinya ketika mereka masih ada, yaitu kitab yang asli yang sekarang sudah tidak
ditemukan lagi. Sedangkan kitab-kitab lama yang sekarang masih ada telah mengalami
perubahan sebagaimana disebut dalam Alquran maupun hadis. Terhadap ktab-kitab ini tidak ada
perintah agama untuk mengimaninya, tetapi perlakuan terhadap mereka harus dijaga dengan
baik, tanpa membenarkan isi kitab mereka.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Aqidah adalah ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan, atau
sebuah keyakinan. Keyakinan yang kokoh kepada Allah SWT dimana tidak ada keraguan di
dalam dirinya. Yakin bahwa Allah itu Esa/ satu, dan tidak berbuat kafir atau menyekutukan
Allah.
Aqidah islam itu sendiri bersumber dari Al-Qur’an dan As Sunah, bukan dari akal atau pikiran
manusia. Akal pikiran itu hanya digunakan untuk memahami apa yang terkandung pada kedua
sumber aqidah tersebut yang mana wajib untuk diyakini dan diamalkan.
Atas dasar ini, akidah merzcerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu menciptakan mu'jizat
dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman permulaan Islam.
Keyakinan harus di dasari dengan mengesakan Allah, karena barang siapa yang menyakin
adanya Tuhan maka hendaknya harus yakin bahwa Allah itu esa/satu. Seperti di tuangkan pada
surat Al Ikhlas bermakna memurnikan ke esaan Allah SWT, diterangkan bahwa kandungan Al-
Qur’an ada tiga macam: Tauhid, kisah-kisah dan hukum-hukum. Dan dalam surat ini terkandung
sifat-sifat Allah yang merupakan tauhid. Dinamakan surat Al-Ikhlash karena didalamnya
terkandung keikhlasan (tauhid) kepada Allah dan dikarenakan membebaskan pembacanya dari
syirik (menyekutukan Allah )
DAFTAR PUSTAKA
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdu! Qadir
Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir
1425HIAgustus 2004M]
[1]. Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma' wa Shifat Allah.
[2]. Buhuuts fii `Aqiidah Ahtis Sunnah wat Jamaa'ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin `Abdul
Karim at `Aql, cet. !II Daarul `Ashimah/ th. 1419 H, `Aqiidah Ahiis Sunnah wal Jamaa'ah (hal.
13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim alHamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal
Jamaa'ah fil `Aqiidah oleh Dr. Nashir bin `Abdul Karim al-`Aql.
[Disalin dari kitab AI-Qadha wal Qadar, edisi Indonesia Qadha & Qadhar, Penyusun Syaikh
Muhammad Shalih AI-Utsaimin, Penerjemah A.Masykur Mz, Penerbit Daru( Haq, Cetakan
Rabi'ul Awwa( 1420HIJuni 1999M]