Pendahuluan
Gagal jantung kongestive merupakan sindrom klinik yang komplek yang disertai
dengan keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau
latihan. Penyebab dari gagal jantung sangat beragam. Untuk membantu menegakkan
diagnosis pada gagal jantung dapat dilakukan beberapa pemeriksaan tambahan seperti
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan elektrokardiografi, dan
pemeriksaan echocardiography. Penatalaksaan dan pencegahan yang tepat dalam gagal
jantung kongestive dapat mengurangi angka mortalitas pada penderita yang masih
tergolong tinggi.
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat.
Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari
pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian
Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.
Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan
setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada
untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan
bertambah setiap tahunnya.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga. Dari anamnesis akan didapatkan keluhan
utama dan perjalanan penyakit, serta faktor-faktor lain yang sering membantu tegaknya
diagnosis.1
● Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku, agama, alamat,
pendidikan, dan pekerjaan.1
● Keluhan utama1
● Riwayat penyakit sekarang1
- Kapan munculnya, saat seperti apa (saat beraktivitas, saat santai, atau setiap saat)
1
- Seberapa sering keluhan utama itu muncul?
- Mulai keluhan utama tiba-tiba atau perlahan-lahan muncul?
- Adakah factor yang memperberat dan memperingan?
- Riwayat Pengobatan atau terapi yang mungkin pernah dilakukan sebelumnya.
● Keluhan penyerta seperti nyeri dada, sesak, batuk, demam, lemas, dsb1
- Kalau ada keluhan penyerta tanyakan onset, durasi, factor yang
memperingan/memperberat.
● Riwayat Penyakit Dahulu1
1. Adakah riwayat sesak sebelumnya ?
2. Apa ada riwayat merokok ? jika ada sejak kapan, jumlah rokok yang dihisap
perhari ?
3. Apakah pernah menjalani operasi, radioterapi, kemoterapi ?
4. Adakah riwayat minum alcohol?
5. Ada tidaknya riwayat pengobatan ?
● Riwayat Penyakit Keluarga1
1. Apakah ada dalam keluarga yang menderita seperti ini?
2. yang merokok ?
3. Apakah ada penyakit menurun seperti DM, Hipertensi, dll?
● Riwayat Sosial Riwayat alergi, merokok, minum-minuma alcohol dan riwayat
social
Dalam kasus seorang laki-laki berusia 60 tahun, datang dibawa berobat ke IGD dengan
keluhan sesak nafas yang memberat sejak 1 minggu yang lalu. Dari hasil anamnesis
didapatkan pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu. Ia
mengaku keluhan yang dirasakan sering hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu, tetapi
semakin berat dalam 1 minggu terakhir. Durasi sesaknya sekitar 15-20 menit dan terjadi
secara perlahan-lahan. Sesaknya muncul terutama saat beraktivitas dan berbaring. Pasien
juga mengaku untuk mengurangi sesaknya tidur menggunakan 2 bantal kepala. Pasien juga
memiliki riwayat merokok sejak 30 tahun terakhir, dan memiliki hipertensi sejak 10 tahun
terakhir dan tidak berobat secara teratur.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah melihat keadaan umum dan juga
kesadaran pasien. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-
tanda vital yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu
2
tubuh yang normal adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36 oC, sedangkan pada
sore hari mendekati 37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan
angka normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan
palpasi a. radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam
keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.Pada pemeriksaan dada
dan jantung, pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan urutan: inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskulitasi.2
Inspeksi, secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung diamati,
misalnya tampak lelah, kelelahan karena cardiac output rendah, sesak yang menunjukkan
adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan clubbing finger dan kaki
berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu juga dengan ada tidaknya edem.
Khusus inspeksi organ jantung adalah dengan melihat pulsasi di area apeks, trikuspidal,
pulmonal, aorta. Perlu juga melihat bentuk dada dan pergerakan napas.2
Pada palpasi, dengan menggunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung
rasa sensitivitasnya, meraba area-area apeks, trikuspidal, septal, pulmonal, dan aorta. Yang
diperhatikan dalam pemeriksaan adalah.2
● Pulsasi
● Thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa.
● Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita.
● Lift yaitu dorongan terhadap tangan pemeriksa
● Ictus cordis yaitu pulsasi apeks, biasanya terletak pada 2 jari medial dari garis
midclavikula kiri.
Dalam melakukan perkusi, telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakkan di dinding
dada, dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak dan keempat jari lain
agak diangkat. Tujuannya agar tidak meredam suara ketukan. Hal yang dilakukan dalam
perkusi adalah mencari batas jantung kanan, kiri, atas, bawah, dan pinggang jantung. Batas
kanan jantung dicari dari batas paru-hati, lalu naik 2 jari dan diperkusi ke arah medial.
Batas kiri jantung ditentukan dari garis aksilaris anterior kiri, perkusi ke arah medial pada
sela iga tiga hingga enam, yang mana yang paling lateral. Batas atas jantung ditentukan
pada garis sternal kiri. Pinggang jantung ditentuan pada garis parasternal kiri.2
Dengan auskultasi akan didengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising jantung
bila ada kelainan. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi jantung (BJ) I dan II. Di area
apeks dan tirkuspidalis BJ I lebih keras daripada BJ II, sedangkan di area basal yaitu
3
pulmonal dan aorta, BJ I lebih lemah daripada BJ II. Lokasi-lokasi pemeriksaan auskultasi
sebagai berikut:2
● Apeks untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
● Sela iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi
jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
● Sela iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila
ada kelainan ASD dan VSD
● Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal
● Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup aorta
Hasil pemeriksaan keadaan umum pasien adalah sakit berat. Kesadaran pasien compos
mentis. Tanda-tanda vital menunjukkan tekanan darah 160/80mmHg, frekuensi nadi
90x/menit, frekuensi napas 24x/menit, dan suhu afebris. Pada hasil auskultasi didapatkan
gallop positif S3 dan murmur negatif. Pada hasil pemeriksaan dari kepala sampai kaki
ditemukan JVP 5+2 cm H2O, serta adanya pitting edema pada ekstremitas.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu menegakkan diagnosis pada gagal jantung dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi,
pemeriksaan elektrokardiografi, dan pemeriksaan echocardiography.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pasien dengan onset gagal jantung yang baru atau dengan gagal jantung kronis
dan dekompensasi akut sebaiknya melakukan pemeriksaan darah rutin lengkap,
elektrolit, blood urean nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan
urinalisis. Pasien tertentu sebaiknya memiliki pemeriksaan tertentu seperti pada
Diabetes Mellitus (gula darah puasa atau tes toleransi glukosa), dislipidemi (profil
lipid), dan abnormaltas thyroid ( kadar TSH).3
Pemeriksaan darah
Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung yaitu
pemeriksaan laboratorium BNP (Brain Natriuretic Peptide) dan NT-pro BNP (N
Terminal protein BNP). Protein NT-proBNP merupakanpenanda sensitif untuk fungsi
jantung. Menurut situsweb Endolab SelandiaBaru, kadar NT-proBNP orang sehat di
4
bawah 40 pmol/L. Peningkatankadar NT-proBNP di atas 220 pmol/L menunjukkan
adanya gangguanfungsi jantung dalam tahap dini yang perlu pemeriksaan lebih
lanjut. Tes NT-proBNP mampu mendeteksi gagal jantung tahap dini yang
belumterdeteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Hal ini
memungkinkandokter membedakan gagal jantung dengan gangguan pada paru
yangmemiliki gejala serupa, sehingga pengobatan lebih terarah. Kadar NT-proBNP
yang berkorelasi dalam darah itu bisa digunakan untukmengidentifikasi pasien gagal
jantung yang perlu pengobatan intensif sertamemantau pasien risiko tinggi. Di sisi
lain, kadar NT-proBNP bisa turunjika penderita minum obat, sehingga pemeriksaan
rutin NT-proBNP bisadigunakan untuk mengetahui kemajuan pengobatan.3
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan
bentuknya, begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi
penyebab nonkardiak pada gejala pasien.3
Pada rontgenthorax gambaranberikut dapat terlihat :
o Pembesaran jantung.3
o Penonjolan vaskuler pada lobus atas akibat meningkatnya tekanan vena
pulmonalis.3
o Efusi pleura : terlihat sebagai penumpulan sudut kostofrenikus, namun dengan
semakin luasnya efusi, terdapat gambaran opak yang homogen di bagian basal
dengan tepi bagian atas yang cekung.3
o Edema pulmonal interstisial : pada awalnya, merupakan penonjolan pembuluh
darah pada lobus atas dan penyempitan pembuluh darah pada lobus bawah. Seiring
meningkatnya tekanan vena, terjadi edema interstisial dan cairan kemudian
berkumpul di daerah interlobular dengan garis septal di bagian perifer (garis
Kerley ‘B’).3
o Edema pulmonal alveolus. Dengan meningkatnya tekanan vena, cairan melewati
rongga alveolus (bayangan alveolus) dengan kekaburan dan gambaran berkabut
pada regio perihilar; pada kasus yang berat, terjadi edema pulmonal di seluruh
kedua lapangan paru. Sepertiga bagian luar paru dapat terpisah, edema sentral
bilateral digambarkan sebagai ‘bat’s wing’ (sayap kelawar).3
3. Pemeriksaan Elektrokardigram (EKG)
5
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting, meliputi
frekuensi debar jantung, irama jantung, system konduksi dan kadang etiologi dari
Gagal jantung akut. Kelainan segmen ST, berupa ST segmen elevasi infark miokard
(STEMI) atau Non STEMI. Gelombang Q pertanda infark transmural sebelumnya.
Adanya hipertrofi, bundle branch block, disinkroni elektrikal, interval QT
yangmemanjang, disritmia atau perimiokarditis harus diperhatikan.2
Secara umum kelainan yang mungkin didapat pada ekg untuk suatu abnormalitas
jantung ialah sebagai berikut:2
Untuk abnormalitas atrium kanan:2
1. P tinggi, lancip di II, III, dan aVF. Tinggi ialah 2,5 mm ke atas, interval 0,11
detik keatas
2. Defleksi awal V1 1,5 mm ke atas. Bentuk P tersebut sering disebut P pulmonal
Atrium kiri; interval P di II sebesar 0,12 detik atau lebih (melebar). P berlekuk
disebut P mitral. Defleksi terminal V1 negatif dengan lebar 0,04 detik atau lebih, dan
dalam 1 mm atau lebih.2
Untuk hipertrofi ventrikel kiri:2
1. Kriteria voltase: S di V1, V2, yang dalam dan R di V5, V6 yang tinggi
2. Depresi ST dan inversi T di V6
3. Waktu aktivasi ventrikel memanjang di V6
Untuk hipertrofi ventrikel kanan
1. Rasio R/S terbalik yakni R/S di V1 (V2), dan di V6 (V5)
4. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal
jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan
6
abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit katup jantung dapat
disingkirkan. Regurgitasi mitral sering disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang
disebabkan dilatasi anulus mitral.2
Dalam kasus seorang laki-laki berusia 60 tahun, datang dibawa berobat ke IGD dengan
keluhan sesak nafas yang memberat sejak 1 minggu yang lalu.Hasil pemeriksaan
penunjang EKG: terdapat Left Ventricle Hypertrophy (LVH), amplitude gelombang SV1 +
gelombang R V5/V6 >35 Kotak. Pada EKG juga ditemukan Left Axis Deviation,
digambarkan pada lead I positif dan lead aVF negatif. Dan pada EKG juga didapatkan
heart rate pasien tersebut adalah ±100 x/menit. Pada rontgen throrax posteroanterior
terlihat kesan kardiomegali.
Diagnosis Kerja2,4
Dalam kasus seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak
napas yang memberat sejak 1 minggu yang lalu, diagnosis kerjanya adalah Gagal Jantung
Kongestive/Congestive Heart Failure (CHF). Gagal Jantung Kongestive adalah sindrom
klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam
keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam
keadaan istirahat. Diagnosis dari gagal jantung kronik ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Kriteria Framingham dapat
juga dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif yang terdiri dari :
NO KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR
1 Paroksimal noktunal dispnea Edema ekstremitas
2 Distensi vena leher Batuk malam hari
3 Ronki paru Dispnea d’effort
4 Kardiomegali Hepatomegali
5 Edema paru akut Efusi pleura
6 Gallop S3 Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7 Peninggian tekanan vena jugularis Takikardia (>120/menit)
8 Refluks hepatojugular
Tabel 1. Kriteria Framingham
Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor.
Berikut ini adalah klasifikasi fungsional gagal jantung kongestif berdasarkan New
York Association (NYHA) :
✔ Kelas 1: Gejala timbul pada saat aktivitas berat.
✔ Kelas 2: Gejala timbul saat aktivitas sedang.
7
✔ Kelas 3: Gejala timbul saat aktivitas ringan.
✔ Kelas 4: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus
tirah baring. Gejala baru akan muncul saat pasien beristirahat.
Berdasarkan American College of Cardiology danAmerican Heart Association
(AHA), gagal jantung telah diklasifikasikan menjadi beberapa tahap dan juga terapi yang
diberikan yaitu antara lain :
✔ Tahap A : mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi
tidak menunjukkan struktur abnormal dari jantung.
✔ Tahap B : adanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala.
✔ Tahap C : adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal
jantung.
✔ Tahap D : pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan
pengobatan standar.
8
Low output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup
dan perikard. High out put HF ditemukan pada penurunan resistensi vaskular
sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan
penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.2,4
d. Gagal Jantung Akut vs Gagal Jantung Kronik
Gagal jantung akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan cepat/rapid/onset atau
adanya perubahan pada gejala-gejala atau tanda-tanda (symtomps and signs) dari
gagal jantung (GJ) yang berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent.
GJA dapat berupa serangan pertama GJ, atau perburukan dari gagal jantung kronik
sebelumnya. Pasien dapat memperlihatkan kedaruratan medik seperti edema paru
akut. Sedangkan gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang
komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam
keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung
dalam keadaan istirahat. 4
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi
akut. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami
perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi
gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah
biasa digunakan. Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau
virus), bronkospasme, polusi udara, atau obat golongan sedatif. Pasien yang mengalami
eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas yang
semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum,
atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatique, dan
gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis PPOK eksaserbasi akut menjadi
gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi yaitu berupa sesak napas yang
semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang
semakin sering, dan napas yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi, serta gangguan status mental pasien.2
Perikarditis Kronik
9
Merupakan peradangan perikard parietalis, visceral, atau keduanya, atau disebut
sindrom pasca infark miokard. Biasanya disebabkan idiopatik, pasca perikardiotomi,
tuberkulosis, reumatoid artritis, lupus eritematosus sistemik, dan obat. Gejala klinisnya
pasien tersebut tampak seperti mengalami gagal jantung kronik dengan manifestasi
seperti lelah, takikardia, dan bengkak. Pada hasil pemeriksaan fisiknya tampak
peningkatan JVP dengan tanda kusmaule (saat inspirasi), dapat juga
ditemukanhepatomegali, asites, dan edema tungkai. Pada hasil pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan pemeriksaan foto thorax, EKG, ecochardiography dan CT-scan/MRI.
Hasil foto toraks ditemukan perkapuran pada setengah pasien (terutama etiologi TBC).
Sementara pada hasil EKG : voltase rendah / gelombang T yang datar (generalized T
wave flattering), pada Hasil echocardiography dapat ditemukan penebalan perikard, tidak
ada cairan perikard, dan gerak sputum interventrikel abnormal. Sementara pada Hasil CT-
scan/ MRI tampak penebalan dan kalsifikasi perikardium.2
Edema Paru
Edema paru merupakan suatu keadaan akut emergensi yang mengancam jiwa (life
threatning) dan memerlukan penanganan dengan segera dan tepat. Pada edema paru
terjadi akumulasi cairan pada jaringan interstisial paru yang disebabkan
ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik pembuluh darah kapiler paru
dengan jaringan sekitarnya. Penyakit ini disebabkan akibat dari kelainan pada jantung,
serta gangguan organ lain diluar jantung, serta timbul sebagai manifestasi klinis gagal
jantung (de novo) atau gagal jantung kongestif dengan eksaserbasi faktor pencetus seperti
infark miokard, anemia, obat-obatan, diet yang banyak mengandung air dan garam,
hipertensi, aritmia, tirotoksikosis, infeksi endokarditis atau emboli paru, gagal ginjal
maupun kehamilan. Edema paru menunjukkan gejala seperti gagal jantung kiri yaitu
sesak nafas secara mendadak, cemas, dan perasaan seperti ingin tenggelam, Dispneu dan
takipneu (karena edema interstisial), Hipoksemia (akibat penumpukan cairan di alveolus,
(+/-) sianosis, Batuk dengan Frothy sputum, Berkeringat dingin, dan untuk mengurangi
gejala sesak nafas, pasien biasanya akan duduk dalam posisi sedikit membungkuk
kedepan.2
Etiologi
Gagal jantung merupakan keadaan klinis dan bukan suatu diagnosis. Penyebabnya
harus selalu dicari.5
10
Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti
yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati. Namun, pada
kondisi tertentu, bahkan miokard dengan kontraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi
kebutuhan darah sistemik ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Kondisi ini disebabkan misalnya masalah mekanik seperti regurgitasi katup berat dan,
lebih jarang, fistula arteriovena, defisiensi tiamin (beri-beri), dan anemia berat. Keadaan
curah jantung yang tinggi ini sendiri dapat menyebabkan gagal jantung, tetapi bila tidak
terlalu berat dapat mempresipitasi gagal jantung pada orang-orang dengan penyakit jantung
dasar.5
Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit jantung
koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat Barat (>90%
kasus), sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi mungkin lebih penting di
negara berkembang. Faktor risiko independen untuk terjadinya gagal jantung serupa
dengan faktor risiko pada penyakit jantung koroner (peningkatan kolesterol, hipertensi, dan
diabetes) ditambah adanya hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy / LVH)
pada EKG istirahat. Bila terdapat pada hipertensi, LVH dikaitkan dengan 14 kali risiko
gagal jantung pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Selain itu, prevalensi faktor etiologi
telah berubah seiring perjalanan waktu. Data kohort dari studi Framingham
mengidentifikasi riwayat hipertensi pada >75% pasien dengan gagal jantung, sementara
penelitian lebih baru menyatakan prevalensi yang lebih rendah (10-15%), mungkin karena
terapi hipertensi yang lebih baik. Dari telaah studi klinis pada hipertensi, terapi efektif
dapat mengurangi insidensi gagal jantung sebesar 50%.5
Berbagai faktor dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi perkembangan gagal jantung
pada pasien dengan penyakit jantung primer:5
11
serta perburukan fungsi ventrikel. Aritmia sendiri merupakan konsekuensi gagal
jantung yang umum terjadi, apapun etiologinya, dengan AF dilaporkan pada 20-
30% kasus gagal jantung. Aritmia ventrikel merupakan penyebab umum kematian
mendadak pada keadaan ini.
Epidemologi
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek bila
dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung
akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung
berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.5
Patofisiologi
Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir
diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP).
Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya
LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung selamsa diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam
pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila
tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah,
akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan
melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan
lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema
paru.6
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru.
Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian
kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang
akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti istemik.6
12
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian.
Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau
perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.6
Respons Kompensatorik
Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat
dilihat ; (1) menigkatnya aktivitas adregenik simpatis, (2) meningkatkannya beban awal
akibat aktivitasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga
respons kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal
pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja
ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang elektif.6
13
bahwa cadangan noreepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung
kronis.6
Hipertrofi Ventrikel
14
Respons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium
atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium;sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis
beban hemodinamik yang meningkatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban
tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akandisertai dengan meningkatnya ketebalan
dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respons miokardium terhadao beban
volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasidan bertambahnya ketebalan
dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun
secara serial. Kedua pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris
(gambar 4). Apapun susunan pasti sarkomernya, hipertrofi miokardium akan meningkatkan
kekuatan kontraksi ventrikel.6
Mekanisme Kompensatorik Lainnya
Mekanisme lain bekerja pada tingkat jaringan untuk meningktkan hantaran oksigen
ke jaringan. Kadar 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) plasma meningkat sehingga mengurangi
afinitas hemglobin dengan oksigen. Akibatnya, kurva disosiasi oksigen-hemoglobin
bergeser kekanan, mempercepat pelepasan dan ambilan oksigen oleh jaringan. Ekstraksi
oksigen dari darah ditingkatkan untuk mempertahankan suplai oksigen ke aringan pada
saat curah jantung rendah.6
15
akhir peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus
berlangsungnya gagal jantung.6
Gejala Klinik
16
diperberat dengan melakukan aktivitas, seperti naik tangga dan mengangkat barang
yang berat.2,7
Ortopnea adalah kesulitan bernapas apabila berbaring terlentang. Pasien ini tidur
dengan tiga bantal atau setengah duduk. Kadang-kadang ortopnea timbul beberapa jam
setelah pasien tidur dan membuatnya terbangun dengan rasa panik karena merasa
seperti akan tenggelam. Rasa mau tenggelam disertai dengan dispnea berat dan batuk.
Dispnea yang timbul secara tiba-tiba waktu pasien tidur disebut dispnea nocturnal
paroksimal terjadi karena akumulasi cairan dalam paru ketika pasien tidur.2,7
Batuk yang tidak mau hilang. Batuk sering menyertai kegagalan jantung kiri.
Batuk ini produktif dengan banyak sputum yang berbuih, kadang-kadang bercampur
sedikit darah. Batuk ini disebabkan oleh kongesti cairan yang mengadakan rangsangan
pada bronki. Pada auskultasi terdapat krekels atau rales pada akhir inspirasi.2,7
Kelelahan. Pasien ini merasa lelah melakukan kegiatan yang biasanya tidak
membuatnya lelah. Kelelahan ini disebabkan otot-otot tidak menerima cukup darah
karena curah jantung yang kurang. Kurangnya oksigen membuat produksi ATP
berkurang. ATP adalah sumber energy utama untuk kontraksi otot-otot.2,7
Penatalaksanaan
Pendekatan terapi pada gagal jantung dalam hal ini disfungsi sistolik dapat berupa :2
a. Saran umum, tanpa obat-obatan
b. Pemakaian obat-obatan
c. Pemakaian alat, dan tindakan bedah
a. Saran umum, tanpa obat-obatan
17
- Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta
upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan.2
- Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta
rehabilitasi.2
- Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alcohol.2
- Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan badan yang tiba-tiba.2
- Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas.2
- Hentikan kebiasaan merokok.2
- Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas
memerlukan perhatian khusus.2
- Konseling mengenai obat-obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia klas I,
verapamil, diltiazem, dihiropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid
Oksigenasi invasive (ventilator), noninvasive (CPAP, NIPPV).2
- Pulse oksimetri.2
- Monitoring cairan (folley kateter, CVP).2
b. Terapi Farmakologi
Angiotensin-converting enzyme inhibitors/penyekat enzim konversi angiotensin
- Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan
fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom,
mengurangi kekerapan rawat inap dirumah sakit.2
- Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila
disertai retensi cairan harus diberikan bersama diuretik.2
- Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung, segera
sesudah infark jantung, untuk meningkatkan survival, menurunkan angka
reinfark serta kekerapan rawat inap.2
- Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti
klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala.2
18
Gambar 3. Dosis Penyekat Enzim Konversi Angiotensin pada Gagal Jantung
dan Disfungsi Ventrikel Kiri.2
1. Diuretik2
Loop diuretik, tiazid, metolazon (tabel 3)
- Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan,
kongesti paru dan edema perifer.
- Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival, dan harus dikombinasi dengan
penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.
19
- Direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang
stabil baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan
standar seperti diureti atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat
tidak ditemukan adanya kontraindikasi terhadap penyakit beta.
- Terbukti menurunkan angka masuk rumah sakit, meningkatkan klasifikasi
fungsi
- Pada disfungsi jantung sistolik sesudah suatu infark miokard baik simtomatik
atau asimtomatik, penambahan penyekat beta jangka panjang pada pemakaian
penyekat enzim konversi angiotensin terbukti menurunkan mortalitas.
- Sampai saat ini hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasikan yaitu
bisoprolol, karvedilol, metoprolol suksinat, dan nebivolol.
Gambar 6. Cara Pemakaian Penyekat Beta Berdasarkan Uji Coba Klinis yang Besar2
20
- Penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi
angiotensin pada gagal jantung kronik dalam menurunkan mortalitas dan
morbiditas.
- Pada infark miokard akut dengan gagal jatung atau disfungsi ventrikel,
penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi
angiotensin dalam menurunkan mortalitas.
- Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada pemakaian
penyekat enzim konversi angiotensin pada pasien yang simtomatik guna
menurunkan mortalitas.
6. Vasodilator2
- Tidak ada peran spesifik vasodilator direk pada gagal jantung kronik.
7. Hidralazin-isosorbid dinitrat2
- Dapat dipakai sebagai tambahan, pada keadaandimana pasien tidak toleran
terhadap penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II.
Dosis besar hidralazin (300 mg) dengan kombinasi isosorbid dinitrat 160 mg
tanpa penyekat enzim konversi angiotensin dikatakan dapat menurunkan
mortalitas. Pada kelompok pasien Afrika-Amerika pemakaian kombinasi
isosorbid dinitrat 20 mg dan hidralazin 37.5 mg, tiga kali sehari dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup.
8. Nitrat2
Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak, jangka panjang tidak terbukti
memperbaiki simtom gagal jantung. Dengan pemakaian dosis yang sering, dapat
terjadi toleran (takipilaksis), oleh larena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam, atau
kombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin.
21
9. Obat Penyekat Kalsium2
- Pada gagal jantung sistolik penyekat kalsium tidak direkomendasi, dan
dikontraindikasikan pemakaian kombinasi dengan penyekat beta.
- Felodipin dan amlodipin tidak memberikan efek yang lebih baik untuk survival
bila digabung dengan obat penyekat enzim konversi angiotensin dan diuretik.
Data jangka panjang menunjukkan efek netral terhadap suvival, dapat
dipertimbangkan sebagai tambahan obat hiertensi bila kontrol tekanan darah
sulit dengan pemakaian nitrat atau penyekat beta.
22
- Obat aritmia klas I tidak dianjurkan
- Obat anti aritmia klas II (penyekat beta) terbukti menurunkan kejadian mati
mendadak dapat dipergunakan sendiri atau kombinasi dengan amiodaron.
- Anti aritmia klas III, amiodaron efektif untuk supraventrikel danventrikel
aritmia amiodaron rutin pada gagal jantung tidak dianjurkan.
c. Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah
- Revaskularisasi (perkutan,bedah)
- Operasi katup mitral
- Aneurismektomi
- Kardiomioplasti
- External cardiac support
- Pacu jantung, konvensional, renkronisasi pacu jantung biventrikular
- Implantable cardioverter defibrillators (ICD)
- Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
- Ultrafiltrasi, hemodialisis2
Komplikasi
● Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada gagal jantung yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut merupakan indikasi pemantauam
denyut jantung (dengan pemberian digoksin b bloker) dan pemberian warfarin.8
● Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
yang ditinggikan. Transplantasi jantung merupakan pilihan pada pasien tertentu.8
● Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung
mendadak (25-50% kematian pada gagal jantung). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, b bloker, dan defibrilator yang ditanaqm mungkin turut
mempunyai peranan.8
Pencegahan
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi objektif primer terutama pada
kelompok risiko tinggi. Berikut cara pencegahannya:
● Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor risiko jantung coroner.2
● Pengobatan infark jantung segera di triase, serta ppenceggahan infark ulangan.2
23
● Pengobatan hipertensi yang agresif.2
● Koreksi kelainan kongenital serta penyakit jantung katup.2
● Memerlukan pembahasan khusus.2
● Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari,
selain modulasi progresi dari disfungsi asimptomatik menjadi gagal jantung.2
Prognosis
Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan
berkaitan dengan derajat keparahannya. Data Framinham yang dikumpulkan sebelum
penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung menunjukkan mortalitas 1 tahun rerata
sebesar 30% bila semua pasien dengan gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih
dari 60% pada NYHA kelas IV. Maka kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada sebagian besar kanker. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau
secara mendadak (diduga aritmia) dengan frekuensi yang kurang lebih sama. Sejumlah
faktor yang berkaitan dengan prognosis gagal jantung:
● Klinis: semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran klinis,
semakin buruk prognosis.5
● Hemodinamik: semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup, dan fraksi ejeksi
semakin buruk prognosisnya.5
● Biokimia: terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin,
vasopresin, dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremi dikaitkan dengan
prognosis yang lebih buruk.5
● Aritmia: fokus ektopik ventrkel yang sering atau takikardia ventrikel pada
pengawasan EKG ambulatori menandakan prognosis yang buruk. Tidak jelas
apakah aritmia ventrikel hanya merupakan peninda prognosis yang buruk atau
apakah aritmia merupakan penyebab kematian.5
24
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, kesimpulan yang dapat diambil Gagal jantung adalah suatu
sindroma klinis kompleks yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk
memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat akibat adanya gangguan
struktural dan fungsional dari jantung. Berdasarkan kasus yang di dapat, serta gejala-gejala
klinis yang timbul pada pasien, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien mengarah
kepada Gagal Jantung Kronis. Diagnosis tersebut tidak dapat dipastikan sampai melakukan
pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang
yang lainnya.
25
DAFTAR PUSTAKA
26