Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


KEBUTUHAN KHUSUS : ANAK KORBAN PEMERKOSAAN

KELOMPOK 2 :

ANISA AFRIANDANI 18301080


AYU WAHYUNI 18301082
WIDIYA ANGRAINI 18301113

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih kepada Allah Swt. Karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktunya. Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis banyak menemui hambatan
dan juga kesulitan. Namun, berkat bimbingan arahan serta bantuan dari banyak pihak
akhirnya makalah ini dpat terselesaikan dengan lancer dan tanpa melampaui batas
waktu yang telah ditentukan. Sehingga tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir
kata, penulis hanya berharap agar hasil makalah ini dapat berguna bagi semua pihak
serta menjadi sesuatu yang berarti dari usaha penulis selama ini.

Pekanbaru, 11 oktober 2020

Kelompk III
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
a. Latar belakang.........................................................................................1
b. Tujuan.....................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................3
a. Pengertian Pemerkosaan.....................................................................3
b. Klasifikasi Pemerkosaan..............................................................................3
c. Sebab Pemerkosaan ....................................................................................4
d. Hukum Pemerkosaan..............................................................................5
e. Fase Reaksi Psikologi Terhadap Pemerkosaan.............................................5
f. Efek Pemerkosaan.........................................................................6
g. Trauma Pemerkosaan..............................................................................8
h. Dampak Pemerkosaan............................................8
i. Pemeriksaan penunjang........................................................................8
j. Penatalaksanaan korban pemerkosaan ....................................................9
k. Pengkajian Korban Pemerkosaan
l. Diagnose Keperawatan Korban Pemerkosaan
m. Intervensi Keperawatan Korban Pemerkosaan
n. Implementasi Keperawatan Korban Pemerkosaan
o. Evaluasi Keperawatan Korban Pemerkosaan
BAB III PENUTUP.....................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pelecahan seksual pada dasarnya adalah setiap bentuk prilaku yang
memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun
tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga
menimbulkanakibat negative, seperti : rasa malu, tersinggung, terhina, marah,
kehilangan harga diri, kehilangan kesucian, dan sebagainnya, pada diri orang
yang menjadi korban (supardi,s & sadarjoen, 2006).
Walaupun sebagian besar korban peleceanseksual dan pemerkosaan
adalah wanita, akan tetapi dalam beberapa kasus, laki-lai juga dapat menjadi
korban pelecehan seksual yang umumnya dilakukan oleh laki-laki juga. Pada
sebagain besar kasus, perkosaan dilakukan oleh orang sudah sangat dikenal
korban, misalnya teman dekat, kekasih, saudara, ayah (tiri maupun kandung),
guru, pemuka agama, atasan, dan sebagainya. Sedangkan sebagian kasus
lainnya, pemerkosaan dilakukan oleh orang-orang yang baru dikenal dan semula
namapak sebagian orang baik-baik yang menawar bantuan, misalnya
mengantarkan korban kesuatu tempat(supardi, s & sadarjoen, 2006).
Menurut sadarjoen dalam tulisan yang dimuat dalam sebuah situs
internet, pelecehan seksual yang terjadi pada anak, memang tidak sesederhana
dampak psikologisnya. Anak akan diliputi perasaan dendam, marah, penuh
kebencian yang tadinya ditunjukkan kepada orang yang melecehkannya dan
kemudian menyebar kepada obyek-obyek atau orang-orang lain. Pelecehan
seksual dan perkosaan dapat menimbulkan efek trauma yang mendalam pada
para korbannya. Korban pelecehan seksual dan pemerkosaan juga dapat
mengalami gangguan stress akibat pengalaman traumatis yang telah dialaminya.
Gangguan stress pasca trauma .

B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, makalah ini bertujuan
sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan pengertian pemerkosaan ?
2. Untuk mendeskripsikan Klasifikasi Pemerkosaan ?
3. Untuk mendeskripsikan Sebab Pemerkosaan
4. Untuk mendeskripsikan Hukum PemerkosaanFase Reaksi Psikologi
Terhadap Pemerkosaan
5. Untuk mendeskripsikan Efek Pemerkosaan Trauma Pemerkosaan
6. Untuk mendeskripsikan Dampak PemerkosaanPemeriksaan penunjang
7. Untuk mendeskripsikan Penatalaksanaan korban pemerkosaan
8. Untuk mendeskripsikan Pengkajian Korban Pemerkosaan
9. Untuk mendeskripsikan Diagnose Keperawatan Korban Pemerkosaan
10. Untuk mendeskripsikan Intervensi Keperawatan Korban Pemerkosaan
11. Untuk mendeksripsikan Implementasi Keperawatan Korban Pemerkosaan
12. Untuk mendeskripsikan Evaluasi Keperawatan Korban Pemerkosaan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN PEMERKOSAAN
Perbuatan peemrkosaan merupakan perbuatan criminal yang berwatak
seksual yang terjadi ketika seseorang manusia memaksa manusia lain untuk
melakukan hubungan seksual dalam bentuk oenetrasi vagina dengan penis ,
secara paksa atau dengan kekerasan. Sedangkan pemerkosaan diartiakn
sebagai proses, cara, perbuatan perkosa atau melanggar dengan kekerasan.
Kata perkosa berasal dari bahasa latin repare yang berarti mencuri,
memaksa, merampas, atau membawa pergi.
Perkosaan (rape) merupakan bagian dari tindakan kekerasan (violence),
sedangkan kekerasan dapat berupa kekerasan secara fisik, mental,
emosionla, dan hal-hal yang sangat menkutkan pada korbn. Perkosaan
adalah suatu penetrasi penembusan penis ke vagina permpuan yang tidk
dikehendaki, tanpa persetujuan dan tindakan itu diikuti dengan pemaksaan
baik fisik maupun mental.
Pengertian pemerkosaan berdasarkan pasal 381 RUU KUHP :
1. Seseorang laki-laki dengan perempuan bersetubuh, bertentangan dnegan
kehendaknya, tanpa persetubuhan atau dnegan persetubuhan yang
dicapai melalui ancaman atau percaya ian suaminya atau wanita dibawah
umur 14 tahun dianggap perkosaan.
2. Dalam keadaan ayat (1) memasukkan alat kelaminnya dedalam anus atau
mulut perempuan, benda bukan bagian tubuhnya ke dalam vagina atau
anus perempuan.
Kalimat korban perkosaan menurut arti leksikal dan gramatikal
adalah suatu kejadian, perbuatan jahat, atau akibat suatu kejadian, atau
peruatan jahat. Perkosaan adalah menundukan dengan kekrasan,
memaksa dengan kekerasan, merogol (Mendikbud, 2010).

B. KLASIFIKASI PERKOSAAN
Menurut Kriminolog Mulyana W. Kusuma menyebutkan macam-macam
perkosaan sebagai berikut :
1. Sadistic Rape
Perkosaan sadistic, pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam
bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah Nampak menikmati
kesenangan erotic bukan melalui hubungan seksnya, tetapi melalui
serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.
2. Angea rape
Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi sarana
untuk menyatakan dan melampiaskan perasaan geramdan marah yang
tertahan. Disini tubuh korban seakan-akan merupakan objek terhadap
siapa pelaku yang memperoyeksikan pemecahan atas prustasi-prustasi,
kelemahan, kesulitan dan kekecewaan hidupnya.
3. Dononation rape
Yakni suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih
atas kekuasaan dan superioritas terhdap korban, namun tetapi memiliki
keinginan berhubungan seksual.
4. Seductive rape
Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang yang
tercipta oleh kedua bela pihak. Pada mulannya korban memutuskan
bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai sejauh
kesenggaman.
5. Victim preeipitatied rape
Yakni perkosaan yang terjadi (berlangsung) dengan menepatkan korban
sebagai pencetusnya.
6. Exploitation rape
Perkosaan yang menunjukan bahwa setiap kesempatan melakukan
hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengam mengambil
keuntungan yang berlawanan dengan posis wanita yang bergantung
padanya secara ekonomis dan social. Misalnya, istri yang diperkosa
majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan kasusnya ini
pada pihak yang berwajib.

C. SEBAB PEMERKOSAAN
D. HUKUMAN PEMERKOSAAN
Dalam pasal 423 RUU KUHP tegas disebutkan bahwa batas minimal
hukuman terhadap pelaku perkosaan adalah tiga tahun. Ini berbeda dengan
sistem yang dianut pasal 285 KUHP yang sekarang masih berlaku, yaitu
minimal satu hari. Ancaman hukuman maksimumnya tetap 12 tahun.

"Jadi, seorang hakim tidak mungkin menjatuhkan hukuman bagi pelaku


pemerkosaan lebih rendah dari tiga tahun," ujar Guru Besar Hukum Pidana
Universitas Indonesia Prof. Loebby Loqman, dalam seminar
di Jakarta (4/11). Tentu saja, itu jika majelis hakim tidak menjatuhkan vonis
bebas.

Ines Thioren Situmorang, pengacara publik yang belum lama ini


mendampingi satu kasus kejahatan susila, menyambut baik keputusan  tim
penyusun RUU KUHP. Pengacara dari LBH Jakarta ini menilai
pemberlakuan batas hukuman minimal dalam kasus perkosaan mempunyai
efek penjeraan yang lebih kuat dibanding aturan lama. "Hukuman yang lebih
berat terhadap pelaku perkosaan memang dibutuhkan," katanya.

Cakupan yang diperluas


Pasal 285 KUHP hanya mengandung satu ayat dan mengatur tindak pidana
perkosaan secara umum. Disebutkan bahwa "barangsiapa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia
di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana
penjara paling lama 12 tahun".

E. FASE REAKSI PSIKOLOGI TERHADAP PEMERKOSAAN


1. Fase disorganisasi
Fase yang dimanifestasikan dalam 2 cara yaitu :
a) Keadaan terekspresi yaitu syok, tidak percaya, takut, rasa
memalukan, marah dan bentuk emosi lainnya.
b) Keadaan terkontrol, dimana perasaan tertutup atau tersembunyi dan
korban tampak tenang
2. Fase menyangkal dan tanpa keinginan untuk bicara tentang kejadian,
diikuti tahap cemas yang meningkat, takut meningkat kembali, gangguan
tidur, terlalu waspada dan reaksi psikosomatik
3. Fase reorganisasi, diaman kejadian ditempatkan pada perspektif,
beberapa korban tidak benar-benar pulit fan mengembangkan gangguan
stress kronik.
F. EFEK PEMERKOSAAN
Kebanykan korban perkosaan merasakan criteria psyehological disorder
yang disebut post-traumatic stress disorder (PTSD), simtom-simtomnya
berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi, emosi yang
kakusetelah pristiwa traumatis. Korban yang mengalami kekerasan
membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain,
epet jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu:
1. Betrayal (penghianata)
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual.
Sebagai anak individu percaya kepada orang tua dan kepercayaan itu
dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas
orang tua menjadi hal yang mengancam anak.
2. Traumatic sexualisation (trauma secara seksual)
Perempuan yang mengalami kekerasan seksaul cenderung menolak
hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban
kekerasan seksual dalam rumah tangga.
3. Powerlessness (merasa tidak berdaya)
Rasa takut menembus hidup korban. Mimpi buruk, fobia, dan
kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan
tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa
dirinya tidak mampu dan tidak efektif dalam bekerja. Beberapa
korban juga merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban
lain memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya.
4. Stikmatization
Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran
diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat
ketidakberdayaan dan merasa bahwa tidak memiliki kekuatan untuk
mengontrol dirinya. Korban sering merasa berbeda dengan orang
lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan
yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan
minuman alcohol untuk menghukum dirinya, menumpulkan
inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut.

G. TRAUMA PEMERKOSAAN
H. DAMPAK PEMERKOSAAN
Tindak pemerkosaan pasti mendatangkan trauma bagi yang
mengalaminya. Secara psikologis, berikut beberapa hal yang dialami oleh
korban pemerkosaan.
 Menyalahkan diri sendiri
Menyalahkan diri sendiri menjadi bagian yang kerap dirasakan korban
pemerkosaan. Ketidakberdayaan dan merasa bahwa pemerkosaan yang
terjadi mungkin dipicu oleh tindakan atau perilakunya sendiri, kerap
menyebabkan korban menyalahkan diri. Misalnya, korban wanita mungkin
akan merasa gaya pakaiannyalah yang memicu terjadinya pemerkosaan.
 Bunuh diri
Tak jarang korban pemerkosaan memilih mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri. Adapun faktor yang kerap memicu seseorang melakukan
bunuh diri adalah merasa depresi dan tidak adanya harapan untuk menjalani
hidup. Selain itu, perasaan malu juga kerap kali menjadi alasan untuk
melakukan bunuh diri.
 Kriminalisisasi korban pemerkosaan
Kriminalisisasi korban pemerkosaan memang dapat terjadi. Seperti hal
yang diungkapkan sebelumnya, hingga saat ini, pakaian yang dikenakan oleh
wanita kerap kali dianggap memancing seorang pria untuk melakukan
pemerkosaan. Adanya kriminalisasi terhadap korban pemerkosaan ini
membuat wanita terkadang memilih untuk melupakan kejadian pemerkosaan
yang dialaminya, atau berpura-pura tidak pernah terjadi apa apa.
Selain itu, korban berisiko mengalami hal-hal lain seperti depresi, merasa
seakan-akan peristiwa tersebut terulang terus-menerus, sering merasa cemas
dan panik, mengalami gangguan tidur dan sering bermimpi buruk, sering
menangis, menyendiri, menghindari bertemu dengan orang lain, atau
sebaliknya tidak mau ditinggal sendiri. Ada kalanya mereka menarik diri dan
menjadi pendiam, atau justru menjadi pemarah. Wanita yang menjadi korban
pemerkosaan pun bisa mengalami fobia kehamilan atau tokophobia.
Efek terhadap Fisik Korban
Selain luka psikologis, korban pemerkosaan membawa luka pada
tubuhnya. Sebagian luka dapat terlihat langsung, namun sebagian lagi
barangkali baru dapat dideteksi beberapa waktu kemudian. Korban
pemerkosaan juga mungkin dapat terlihat mengalami perubahan pola makan
atau gangguan pola makan.
Selain itu, berikut beberapa kondisi yang umum terjadi pada korban
pemerkosaan:
 Penyakit menular seksual (PMS)
Penyakit menular seksual, seperti clamidia, herpes dan hepatitis, bisa
saja dialami oleh korban pemerkosaan. Penting untuk segera mendapatkan
pertolongan medis dan pemeriksaan pasca mengalami pemerkosaan, untuk
mencegah terjangkitnya penyakit menular seksual, termasuk HIV.
 Penyakit lain
Selain penyakit menular seksual, korban pemerkosaan juga dapat mengalami
berbagai gangguan kesehatan lain, seperti:
 Peradangan pada vagina atau vaginitis.
 Infeksi atau pendarahan pada vagina atau anus
 Nyeri saat berhubungan seksual, disebut juga dispareunia.
 Pada pemerkosaan oral, sakit tenggorokan ataupun luka pada area
mulut bisa saja terjadi.
 Gangguan hasrat seksual hipoaktif (hypoactive sexual desire
disorder/HSDD), yaitu keengganan esktrem untuk berhubungan
seksual atau bahkan menghindari semua kontak seksual.

Ada pula risiko kehamilan yang tidak diinginkan pada korban


pemerkosaan. Hal ini mungkin salah satu kondisi dan konsekuensi
terberat yang bisa terjadi pada korban pemerkosaan. Kehamilan pada
wanita korban pemerkosaan dapat terjadi bila pemerkosaan dilakukan
saat korban sedang dalam masa subur dan pemerkosa mengalami
ejakuasi di dalam vagina. Untuk mencegah terjadinya kehamilan pada
korban pemerkosaan, dokter akan memberikan kontrasepsi darurat yang
harus diminum dalam waktu beberapa hari setelah pemerkosaan terjadi.
Dampak fisik mungkin dapat sembuh dalam waktu lebih singkat. Namun
dampak psikologis dapat membekas lebih lama. Peran keluarga, kerabat,
dokter dan terapis, akan menjadi kunci dari kesembuhan dan ketenangan
bagi mereka yang menjadi korban pemerkosaan. Jika dirasa perlu, wanita
yang menjadi korban pemerkosaan bisa menjalani operasi selaput
dara untuk memperbaiki bentuk vagina dan selaput daranya.

I. PENATALAKSANA KORBAN PEMERKOSAAN


Tujuan penatalaksaana adalah memberikan dukungan simpatis untuk
menurunkan trauma, emosional pasien dan mengumpulkan bukti yang ada
untuk kemungkinan tindakan legal.
1. Hormati privacy dan sensitifitas pasien, bersikap baik dan memberi
dukungan
2. Yakinkan bahwa pasien cemas adalah sesuatu yang dialami
3. Terima reaksi emosi pasien, misalnya terlalu perasa
4. Jangan tinggalkan pasien sendiri

J. PENGKAJIAN
Menurut Doenges et. Al (2007) pengkajian anak yang mengalami
penganiayaan seksual antara lain :
1. Aktivitas atau istirahat : masalah tidur (misalnya tidak padat tidur atau
tidur berlebih, mimpi berukun, berjalan saat tidur, tidur ditempat yang
asing)
2. Integritas ego
a. Pencapaian diri negative, menyalahkan diri sendiri
K. DIAGNOSEA
Menurut Townsed (1998), dan Doenges et. Al (2007) diagnose yang
dirumuskan pada ank yang mengalami sexsual antara lain :
1. Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban
perkosaan seksual yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan
berlawanan dengan keinginan dan persetujuan pribadi seseorang
2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan harga diri rendah
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
pengasuhan yang tidak adekuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri
fisik atau cidera dengan tujuan untuk menyebabkan bahaya, biasanya
terjadi dalam waktu lama.
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut terhadap
kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan
ank yang tidak memuaskan
5. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak
efektif

L. INTERVENSI
M. Implementasi
N. Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai