Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teoritis

dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. “S” dari tanggal 06 sampai 08

mei 2019 dengan masalah utama halusinasi penglihatan dan pendengaran di ruang

Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan. Pembahasan pada kasus ini mulai

dari pengkajian, menetapkan diagnosa keperawatan, berdasarkan prioritas,

merencanakan tindakan implementasi, dan evaluasi

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dari proses keperawatan yang

menjadi dasar dalam menentukan tindakan. Dengan pengumpulan data yang

sistematis dan akurat, maka dapat diketahui masalah keperawatan yang

dihadapi klien. Adapun data yang ditentukan pada Ny. “S” penulis uraikan

sebagai berikut : Data subjektif klien mengatakan sering melihat bayangan

sosok kuntilanak, klien mengatakan melihat bayangan itu saat melamun, klien

mengatakan sering melihat bayangan itu 2-3 kali sehari, klien mengatakan

sering mendengar suara yang isinya suara gemuruh, suara pesawat, dan kadang

suara orang dikeramaian, klien mengatakan masih mendengar bisikan dan

suara yang menganggunya. Data objektif klien terlihat ketakutan pada sesuatu

yang tidak jelas, klien tampak menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, suara itu

muncul biasa 5 menit, klien terlihat berbicara sendiri, terkadang pembicaraan

klien kacau dan tidak masuk akal, dan terkadang klien terdiam di tengah

66
pembicaraan lalu menutup telinganya, afek klien terlihat tidak sesuai, klien

terlihat tertawa sendiri tanpa ada sesuatu yang lucu, ekspresi emosi yang

terlihat tidak sesuai dengan emosi yang dikatakan klien, dan terkadang klien

menunjukkan ekspresi mendengar sesuatu, klien terlihat kooperatif dan

terkadang tidak kooperatif, saat interaksi terkadang klien senyum-senyum

sendiri, saat di ajak bicara klien tidak mudah fokus, mudah beralih, klien tidak

dan memusatkan perhatian konsentrasi, klien terlihat senyum sendiri saat

sendiri dan saat klien ingin tidur malam.

Dari pengkajian tersebut didapat kesenjangan antara teori dan hasil

pengkajian pada Ny. “S” dengan halusinasi penglihatan dan pendengaran

karena klien sudah dengan resiko perilaku kekerasan dimana harga diri rendah

dan perasaan tidak berarti sehingga dapat menimbulkan perilaku kekerasan.

B. Diagnosa keperawatan

Menurut Damaiyanti (2012) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

pada klien dengan masalah haalusinasi, isolasi sosial dan Resiko perilaku

kekerasan. Sedangkan hasil pengkajian pada Ny. “S” didapatkan beberapa

daftar masalah keperawatan antara lain : Halusinasi penglihatan dan

pendengaran, Harga diri rendah, Isolasi sosial, Defisit perawatan diri, Resiko

perilaku kekerasan, Regiment therapeutik inefektif, koping keluarga tidak

efektif, koping individu tidak efektif, dan gangguan proses fikir. Dari beberapa

masalaj keperawatan di atas penulis mendapatkan lima diagnosa prioritas

yaitu : Halusinasi penglihatan dan pendengaran, Harga diri rendah, Isolasi

sosial, Defisit perawatan diri, dan Resiko perilaku kekerasan.

67
Adapun diagnosa yang terdapat pada kasus namun tidak dalam teori yaitu

Regiment therapeutic inefektif, koping keluarga tidak efektif, koping individu

tidak efektif, dan gangguan proses fikir dikarenakan pada saat pengkajian data

yang di dapatkan mendukung untuk diangkat diagnose tersebut. Perbedaan data

ini dapat didukung oleh data-data yang menunjang, dalam masalah ini penulis

mengangkat Halusinasi penglihatan dan pendengaran sebagai Core problem.

Penulis menemukan faktor lainnya seperti pendokumentasian yang baik dari

perawat ruangan, catatan medis, dan dari klien sehingga mendapatkan

pengumpulan data dalam menentukan diagnosa keperawatan.

C. Rencana Keperawatan

Pada tahap perencanaan tindakan keperawatan yang disusun pada Ny. “S”

meliputi tujuan, kriteria hasil, dan rencana tindakan sesuai dengan masing-

masing diagnosa keperawatan yang penulis dapatkan yaitu : Gangguan persepsi

sensori : Halusinasi pendengaran dan penglihatan, Harga diri rendah, Isolasi

sosial, Defisit perawatan diri, dan Resiko perilaku kekerasan. Penulis

menyusun rencana tindakan sesuai teori yang ada, kemudian sebelum sebelum

melakukan interaksi dengan klien disusun strategi pelaksanaan tindakan

keperawatan (SPTK) sesuai tujuan yang ingin dicapai sehingga tidak adannya

kesenjangan antara teori dan kasus dengan perencanaan yang dilakukan oleh

penulis.

Hanya saja terdapat hambatan dikarenakan saat dilakukan perawatan

tidak ada anggota yang membesuk klien. Namun penulis dapat faktor

pendukung yaitu perawat ruangan teratai yang bersedia memberi data-data

68
mengenai kondisi klien selama di rawat. Rencana keperawatan sesuai diagnosa

yang muncul pada klien dan di prioritaskan perumusan utama Halusinasi

pendengaran dan penglihatan pada Ny. “S”.

D. Implementasi

Pada tahap pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang

telah di buat selama 3 X 24 jam. Dan di dapatkan hasil SP 1 Halusinasi klien

dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi,

dan klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. SP 2

Halusinasi klien mampu mampu SP 2 Halusinasi klien mampu mengontrol

halusinasinya dengan cara bercakap-cakap. SP 3 Halusinasi klien mampu

melakukan kegiatan untuk mengontrol halusinasinya. SP 4 Halusinasi klien

mampu melakukan minum obat secara teratur, yang telah di persiapkan

perawat sebelumnya.

Hasil SP 1 Harga diri rendah, klien dapat memilih kemampuan yang

dimiliki yaitu merapikan tempat tidur, klien terlihat kurang bersemangat. SP 2

Harga diri rendah klien dapat merapikan tempat tidur, klien tampak menilai

kerjanya, klien tampak senang dengan kerjanya. SP 1 Isolasi sosial klien dapat

menjelaskan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain. SP 2

Isolasi sosial klien dapat berkenalan dengan perawat dan orang lain. SP 1

Defisit perawatan diri dapat menyebutkan alat dan cara perawatan diri, SP 1

Resiko perilaku kekerasan klien merasa lebih tenang setelah latihan nafas

dalam.

69
E. Evaluasi

Adapun hasil evaluasi pada Ny. “S” yaitu Halusinasi penglihatan dan

pendengaran pada diagnosa ini dilakukan sampai SP 4, adapun hasil dari SP 1

klien dapat mengenal halusinasinya, dan klien mampu menghardik. SP 2

klien mampu mengontrol halusinasinya dengan cara bercakap-cakap dengan

orang lain. SP 3 klien mampu melakukan kegiatan untuk mengontrol

halusinasinya. Sp 4 klien mampu minum obat teratur, yang sudah di

persiapkan perawat sebelumnya.

SP Halusinasi dilakukan 4 kali pertemuan adapun kendala SPTK yaitu

keadaan klien berubah-ubah karena pengaruh halusinasinya, sedangkan Harga

diri rendah dilakukan selama 2 kali pertemuan dari SP 1 hingga SP 2 tercapai

karena klien dapat merapikan tempat tidur, klien menilai kerjanya dan senang

dengan kerjanya. SP Isolasi sosial dilakukan selama 2 kali pertemuan dari SP

1 hingga SP 2 tercapai karena klien ingin berkenalan dengan orang lain lebih

banyak lagi. SP Defisit perawatan diri dilakukan 1 kali pertemuan SP 1

tercapai karena klien dapat menyebutkan alat dan cara perawatan diri. SP

Resiko perilaku kekerasan dilakukan 1 kali pertemuan tercapai karena klien

merasa tenang setelah latihan napas dalam.

70

Anda mungkin juga menyukai