Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan koperasi di Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah

yang panjang, Koperasi di Indonesia baru dikenal sekitar awal abad kedua puluh

dan mulai berkembang pesat setelah merdeka dari bangsa penjajah tahun 1945.

Begitupun dengan negara Asia lainnya yaitu Korea Selatan yang sama seperti

Indonesia, perkembangan koperasi dikenal sekitar awal abad kedua puluh dan

setelah merdeka dari bangsa penjajah tahun 1948.1 Sejarah singkat gerakan

koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari

usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat

kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan

ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin

memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan

ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama,

secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia

sesamanya.

Menurut Firdaus dan Susanto dalam sejarahnya koperasi di Indonesia

banyak mengalami hambatan untuk berkembang lebih maju salah satunya yaitu

banyak koperasi yang dibubarkan yang terjadi pada pergantian dari masa orde

lama ke orde baru, sehingga koperasi mengalami peningkatan dan penurunan atau

1
Revrisond Baswir, 1997, Koperasi Indonesia, BPFE-YOGYAKARTA, Yogyakarta, h. 22

1
2

fluktuasi dalam perkembangannya.2 yang mana didalamnya menjelaskan

perekonomian Indonesia harus berdasarkan asas kekeluargaan, bahkan badan

usahanya pun berdasarkan asas kekeluargaan.3

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

menyatakan bahwa “Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-

seorang atau badan hukum koperasi dengan berlandaskan kegiatan berdasarkan

prinsip koperasi juga sebagai gerakan ekonmi rakyat yang berdasar atas asas

kekeluargaan”. Dalam koperasi terdapat beberapa prinsip keanggotaan yang

bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaannya dilakukan secara demokratis,

pembagian sisa hasil usaha atau biasa disingkat (SHU) yang dilakukan secara adil

yang setara dengan jumlah jasa usaha setiap anggota dalam koperasi tersebut,

pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, kemandirian, pendidikan

perkoperasian serta kerjasama antar koperasi. Disamping itu hal yang paling

penting dalam operasionalnya suatu usaha, baik itu usaha perorangan, usaha

kecil atau usaha berskala besar. Surat Izin Usaha Perdagangan yang selanjutnya

disebut SIUP adalah Surat Izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha

perdagangan. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin untuk dapat

melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Setiap perusahaan, koperasi,

persekutuan maupun perusahaan perseorangan, yang melakukan kegiatan usaha

perdagangan wajib memperoleh SIUP yang diterbitkan berdasarkan domisili

perusahaan dan berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.

2
Muhammad Firdaus & Agus Edhi Susanto, 2004, Perkoperasian: Sejarah, Teori, & Praktek,
Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, h. 23
3
Didin S. Damanhuri, 1987, Mencari Paradigma Ekonomi Indonesia, Penerbit P.T. Alumni,
Bandung, h. 10
3

Koperasi Simpan Pinjam banyak dijumpai khususnya di Kota Denpasar.

Namun dari beberapa koperasi simpan pinjam yang ada belum sepenuhnya

mengantongi izin usaha. Berdasarkan berita harian yang dimuat dalam surat kabar

tertanggal 3 November 2019 oleh Kompas, menyatakan bahwa di Indonesia ada

158 Koperasi yang tidak berizin khususnya di Bali terdapat sebanyak 23 unit dan

sebagian besar merupakan unit simpan pinjam dan baru 20 persen yang

mengantongi izin usaha simpan pinjam. 4 Satu-satunya cara untuk menghidupkan

perekonomian daerah adalah dengan mendorong ekonomi koperasi. Koperasi

tidak dapat dilakukan tanpa melibatkan sektor swasta dan masyarakat luas,

mengingat keterbatasan pemerintah. Koperasi yang belum memiliki izin usaha ini

akan memiliki dampak yaitu sulit berkembangnya koperasi karena belum

memiliki legalitas yang sah dan menyulitkan para nasabah serta orang lainnya

untuk meminjam modal dengan rasa aman. Salah satu alasan mengapa pihak

koperasi tidak mencarikan izin ini adalah karena proses pembuatan izin memakan

waktu yang cukup panjang, persyaratan yang banyak terkesan berbelit, tidak

transparan dan biaya administrasi. Hal ini memberikan dasar pemikiran bagi

pemerintah daerah untuk melakukan pembenahan proses perizinan dalam bentuk

kelembagaan baru yang dikenal dengan One Stop Service. Proses perizinan yang

diterapkan di pemerintah kota Denpasar sehingga mempermudah proses

melakukan perizinan sehingga semua Koperasi dapat melaksanakan kegiatan

usaha sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan oleh pemerintah kota

Denpasar.

4
https://money.kompas.com/read/2019/11/03/201700326/pemerintah-temukan-158-koperasi-
tak diakses pada tanggal 9 April 2020 pada pukul 11.15
4

Inti dari masalah manajemen koperasi dan merupakan kunci maju atau

tidaknya koperasi di Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas koperasi, diperlukan

keterkaitan timbal balik antara manajemen profesional dan dukungan kepercayaan

dari anggota. Mengingat tantangan yang harus dihadapi koperasi pada waktu yang

akan datang semakin besar, maka koperasi perlu dikelola dengan menerapkan

manajemen yang profesional serta menetapkan kaidah efektivitas dan efisiensi.

Untuk keperluan ini, koperasi dan pembina koperasi perlu melakukan pembinaan

dan pendidikan yang lebih intensif untuk tugas-tugas operasional. Dalam

melaksanakan tugas tersebut, apabila belum mempunyai tenaga profesional yang

tetap, dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan

yang terkait.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan lebih membahas tentang

koperasi usaha simpan pinjam. Berdasarkan Peraturan Menteri Koperasi dan

Usaha Kecil dan Menengah Nomor 15/Per/M.KUKM/ix/2015 tentang Usaha

Simpan Pinjam oleh Koperasi Pasal 33 ayat (2) menyatakan bahwa “koperasi

yang pada saat pengesahan badan hukum belum memiliki izin usaha simpan

pinjam, wajib mengurus izin usaha selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak

tanggal berlakunya peraturan ini.” Disamping itu dalam Peraturan Gubernur Bali

Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Pelaksanaaan Peraturan Daerah Provinsi

Bali Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Perlindungan, Pemberdayaan, Dan Pembinaan

Koperasi, Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Pasal 32 ayat (1) menjelaskan

bahwa “koperasi yang mempunyai usaha simpan pinjam, wajib mengajukan surat

permohonan izin simpan pinjam koperasi kepada Gubernur/Bupati/Walikota.” Hal


5

tersebut menegaskan bahwa setiap koperasi usaha simpan pinjam wajib untuk

mengantongi izin usaha simpan pinjam. Pemerintah provinsi Bali berwenang

menyelenggarakan izin usaha bagi usaha mikro, kecil dan menengah yang

melaksanakan sebuah sistem pelayanan terpadu satu pintu sesuai izin usaha yang

dilakukan. Sehubungan dengan uraian diatas maka mengenai hal ini penulis

memiliki inisiatif untuk mengkaji dan meneliti lebih dalam lagi tentang

“IMPLEMENTASI IZIN USAHA KOPERASI SIMPAN PINJAM DI KOTA

DENPASAR”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang

diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai:

1. Bagaimanakah pelaksanaan izin usaha simpan pinjam pada koperasi

simpan pinjam di Kota Denpasar?

2. Apakah kendala yang dihadapi dalam melaksanakan izin usaha simpan

pinjam pada koperasi simpan pinjam di Kota Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, adapun ruang lingkup permasalahan yang

akan dibahas agar tidak terjadi penyimpangan terhadap pembahasan materi dari

pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, antara lain sebagai

berikut:
6

1. Ruang lingkup dalam permasalahan pertama meliputi pembahasan

mengenai pelaksanaan pendaftaran izin usaha terhadap koperasi simpan

pinjam di Kota Denpasar.

2. Ruang lingkup dalam permasalahan kedua meliputi pembahasan mengenai

kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pendaftaran izin usaha

terhadap koperasi simpan pinjam di Kota Denpasar.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul

“IMPLEMENTASI PENDAFTARAN IZIN USAHA KOPERASI SIMPAN

PINJAM DI KOTA DENPASAR” merupakan sepenuhnya tulisan dan hasil

pemikiran oleh penulis sendiri dengan menggunakan 2 skripsi refrensi yang

berbeda. Dari beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini

dapat dijabarkan sebagai berikut:

No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah


1. Pelaksanaan Perjanjian
Ayu Mei Triana 1. Apakah

Pinjaman Di pelaksanaan

Koperasi Credit perjanjian

Uninon Dharma pinjaman di

Hatiku cabang koperasi CU

Yogyakarta Dhara Hatiku

sudah sesuai

dengan Akta

Perjanjian ?
7

2. Bagaimana cara

penyelesiaian

apabila

wanprestasi ?
2. Kepastian Hukum
Yoga Alexandre Rosera 1. Bagaimana

Terhadap Koperasi akibat hukum

Yang Didirikan terhadap koperasi

Berdasarkan Undang- yang didirikan

Undang No 17 Tahun berdasarkan

2012 Tentang Undang-Undang

Perkoprasian Yang Nomor 17 Tahun

Telah Dibatalkan 2012 Tentang

Oleh Mahkamah Perkoperasian

Konstitusi yang melakukan

kegiatan

Perkoprasian dan

belum melakukan

penyesuaian

Anggaran dasar ?

2. Bagaimanakah

Pelaksanaan

kegiatan

perekonomian

yang didirkan
8

berdasarkan

Undang-Undang

Nomor 17 Tahun

2012 Tentang

perkoperasian

setelah putusan

Mahkamah

Konstitusi ?

Dalam uraian perbandingan terhadap penelitian diatas, terdapat perbedaan

dalam hal ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas. Perbedaan yang dapat

dilihat yaitu pada bagian judul, ruang lingkup permasalahan, serta lokasi

penelitian yang dibahas.

Pada penelitian pertama, ruang lingkupnya meliputi pelaksanaan

perjanjian pinjaman di koperasi CU Dhara Hatiku sudah sesuai dengan Akta

Perjanjian serta cara penyelesiaian apabila wanprestasi. Pada penelitian kedua

ruang lingkupnya meliputi akibat hukum terhadap koperasi yang didirikan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian yang

melakukan kegiatan Perkoprasian dan belum melakukan penyesuaian Anggaran

dasar serta pelaksanaan kegiatan perekonomian yang didirkan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang perkoperasian setelah putusan

Mahkamah Konstitusi. Sedangkan pada penelitian ketiga ruang lingkupnya

meliputi pelaksanaan perjanjian kredit atau pinjaman pada koperasi simpan


9

pinjam serta perlindungan hukum koperasi simpan pinjam terhadap anggota

koperasi yang wanprestasi serta upaya penyelesaianya.

Ruang lingkup permasalahan penulis dalam penulisan skripsi ini meliputi

pembahasan mengenai penerapan pendaftaran izin usaha simpan pinjam terhadap

koperasi simpan pinjam di kota denpasar.

1.5 Tujuan penelitian

Dalam penulisan skripsi ini tentunya penulis mempunyai tujuan yang

dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Terdapat dua tujuan diantaranya:

1.5.1 Tujuan umum

Secara umum penulisan dari penulisan skripsi ini bertujuan untuk

pengembangan ilmu hukum terkait dengan penerapan pendaftaran izin

usaha simpan pinjam terhadap koperasi simpan pinjam di kota denpasar.

1.5.2 Tujuan khusus

Adapun terdapat tujuan khusus dari penulisan skripsi ini yaitu untuk

mengetahui penerapan pendaftaran izin usaha simpan pinjam terhadap

koperasi simpan pinjam di kota denpasar dan kendala yang dihadapi dalam

melaksanakan pendaftaran izin usaha koperasi simpan pinjam di Kota

Denpasar.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis


10

Penulisan skripsi ini diharapkan nantinya dapat menambah wawasan dan

pola berfikir serta meningkatkan daya nalar terhadap permasalahan yang

menyangkut Hukum Pemerintahan, sehingga kedepannya lebih kritis dan aktif

dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang bersangkutan dengan hal

tersebut.

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai

pelaksanaan pendaftaran izin usaha simpan pinjam terhadap koperasi simpan

pinjam di kota Denpasar.

1.7 Landasan Teoritis

Dalam penyelesiaian skirpsi ini adapun landasan teori yang digunakan penulis

antara lain :

1.7.1 Teori Negara Hukum

Konsepsi Negara Hukum atau “Rechtstaat” secara Konstitusional

tercantum dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945, dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan :

“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Untuk dapat disebut sebagai negara

hukum maka harus memiliki dua unsur pokok yakni adanya perlindungan Hak

Asasi Manusia serta adanya pemisahan dalam negara. 5 Negara hukum Indonesia

merupakan wujud konkrit dari kontraksosial masyarakat, yang sulit kiranya

dipisahkan dari diskursus hukum, moral, dan politik. Bahkan literatur sejarah

5
Kusnardi dan Bintang R. Saranggih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet 4, Gaya Media
Pratama, Jakarta, h. 132
11

memposisikan aspek hukum, moral, dan politik sangat memberikan pengaruh

terbentuknya Negara hukum.6 Membicarakan konsep negara hukum yang

bergerak artinya disitu kita sedang bersepakat dengan pendapat Sajtjipto

Rahardjo, mengenai Negara Hukum Indonesia merupakan proyek yang belum

selesai melainkan terus menjadi dan berproses mengikuti perkembangan dinamika

masyarakatnya.7

Negara Hukum Indonesia adalah suatu negara dengan nurani atau negara

yang memiliki kesadaran dan kepedulian. Negara hukum Indonesia bukan negara

yang hanya berhenti pada tugasnya menyelengarakan berbagai fungsi publik,

melainkan negara yang ingin mewujudkan moral yang terkandung di dalamnya.

Negara hukum Indonesia lebih merupakan negara hukum moralitas pancasila

sehingga kesadaran dan kepedulian menjadi modalitas yang mulia dalam

memobilisasi kehendak politik negara hukum Indonesia untuk menjadi negara

yang sadar dan peduli terhadap nasib bangsanya.8

Negara hukum yang bergerak selalu diharapkan berwatak progresif,

responsif, bahkan untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu membahagiakan

rakyatnya. Untuk keperluan itu, persoalan manusia dan kemanusiaan menjadi

awal dari segalanya.9 Relevensinya dengan praktis bernegara hukum adalah

sewaktu-waktu kita perlu berani membebaskan diri dari logika strukturasi hukum

6
Faisal, 2015, Ilmu Hukum Sebuah Kajian Kritis, Filsafat, Keadilan, dan Tafsir, Thafa
Media, Yogyakarta, h. 86
7
Ibid, h. 89
8
Ibid, h. 97
9
Satjipto Rahardjo, 2006, Hukum Dalam Jagat ketertiban, UKI Press, Jakarta, h. 5
12

dan politik yang liniaer demi mencapai tujuan kemanusiaan yang lebih tinggi,

yaitu menjadikan negara hukum sebagai rumah yang membahagiakan rakyatnya.10

1.7.2 Teori Sistem Hukum

Sistem hukum merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa unsur

yang mempunyai interaksi satu sama lainnya dan bekerja sama untuk mencapai

suatu tujuan kesatuan tersebut.11 Teori Sistem Hukum Menurut Lawrence

M. Friedman, menurutnya berhasil atau tidak berhasilnya suatu penegakan hukum

bergantung pada:12

1. Struktur Hukum (Legal Structure)

2. Substansi Hukum (Legal Substance)

3. Budaya Hukum (Legal Culture)

Menurut Lawrence M. Friedman efektif dan berhasil tidaknya penegakan

hukum tergantung pada tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (legal

structure), substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal culture).

Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi

perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup

yang dianut dalam suatu masyarakat.

1. Struktur Hukum (Legal Structure)

Dalam teori Lawrence M. Friedman dikatakan sebagai sistem struktural

yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Hukum

10
Ibid, h. 92
11
Mokhammad Najih dan Soimin, 2014, Pengantar Hukum Indonesia, Setara Press, Malang,
h. 71
12
Lawrence M. Friedman, 2009, Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial (The Legal System A
Social Science Perspective), Nusamedia, Bandung, h. 32
13

tidak berjalan dengan baik apabila tidak ada aparat penegak hukum yang

kredibilitas, kompeten, dan independen.

2. Substansi Hukum (Legal Substance)

Dalam teori Lawrence Meir Friedman, substansi hukum dikatakan sebagai

sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.

Sebagai Negara yang menganut sistem civil law system atau sistem eropa

kontinental dikatakan hukum merupakan peraturan yang tertulis sedangkan aturan

yang tidak tertulis tidak bisa dinyatakan sebagai hukum.

3. Budaya Hukum (Legal Culture)

Menurut Lawrence M. Friedman kultur hukum adalah sikap manusia

terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta

harapannya.13 Dapat dikatakan budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran

hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka dapat

tercipta budaya hukum yang baik pula dan dapat merubah pola pikir masyarakat

mengenai hukum. Jika masyarakat sadar akan peraturan tersebut dan mau

mematuhi maka masyarakat akan menjadi faktor pendukung, jika sebaliknya

masyarakat akan menjadi faktor penghambat dalam penegakkan peraturan

tersebut.

1.7.3 Teori Perkoperasian

Secara etimologi, koperasi berasal dari kata dalam bahasa inggris, yaitu

cooperatives yang merupakan gabungan dua kata co dan operation. Dalam bahasa

Belanda disebut cooperatie, yang artinya adalah kerja bersama. Sedangkan, dalam

bahasa Indonesia dilafalkan menjadi koperasi. Menurut pendapat A. Chaniago,


13
Ibid
14

memberi definisi “koperasi sebagai perkumpulan yang beranggotakan orang-

orang atau badan hukum yang memberi kebebasan masuk dan keluar sebagai

anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk

mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya”. Pada umumnya

koperasi adalah jenis badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan

hukum yang kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang

berdasarkan asas kekeluargaan. Sedangkan, berdasarkan pasal 1 ayat (1) UU

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, menyebutkan bahwa : “koperasi

adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorangan atau badan hukum

koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus

sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”. Asas

adalah prinsip atau dasar atau suatu yang menjadi tumpuan berpikir.

Dalam bukunya Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia

Maulisa Benemay yang berjudul “Hukum Koperasi Indonesia”, juga ada beberapa

prinsip-prinsip koperasi yang hampir sama dengan prinsip koperasi diatas.

Adapun prinsip-prinsip koperasi tersebut, yaitu :

1. Voluntary and Open Membership (Sukarela dan Terbuka) Koperasi adalah

organisasi sukarela, terbuka kepada semua orang untuk dapat menggunakan

pelayanan yang diberikannya dan mau menerima tanggung jawab

keanggotaan, tanpa membedakan jenis kelamin, sosial, susku, politik, atau

agama.
15

2. Democratic Member Control (Kontrol Anggota Demokratis) Koperasi adalah

organisasi demokratis yang di kontrol oleh anggotanya yang berpartisipasi

dalam merumuskan kebijakan dan membuat keputusan.

3. Member Economic Participation (Partisipasi Ekonomi Anggota) Anggota

berkontribusi secara adil dan pengawasan secara demokrasi atas modal

koperasi.

4. Autonomy and Independence (Otonomi dan Independen) Koperasi adalah

organisasi mandiri yang dikendalikan oleh anggotaanggotanya. Walaupun

koperasi membuat perjanjian dengan organisasi lainnya termasuk pemerintah

atau menambah modal dari sumber luar, koperasi harus tetap dikendalikan

secara demokrasi oleh anggota dan mempertahankan ekonomi.

5. Education, Training, and Information (Pendidikan, Pelatihan, dan Informasi)

Koperasi menyediakan pendidikan dan pelatihan untuk anggotannya, wakil-

wakil yang dipilih, manager, dan karyawan sehingga mereka dapat

berkontribusi secara efektif untuk perkembangan koperasi.

6. Cooperation among Cooperatives (Kerja sama antar Koperasi) Koperasi

melayani anggota-anggotanya dan memperkuat gerakan koperasi melalui

gerakan kerja sama dengan struktur koperasi local, nasinal, dan internasional.

7. Concern for Community (Perhatian Terhadap Komunitas) Koperasi bekerja

untuk perkembangan yang berkesinambungan atas komunitasnya.14

1.8 Metode Penelitian


14
Andjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia Maulisa Benemay, 2008, Hukum
Koperasi Indonesia (Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha), Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, h. 23
16

Menurut Hamid Darmadi yang menyebutkan bahwa “metode penelitian

merupakan suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu”. 15

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu penelitian yuridis

empiris, hal tersebut dikarenakan mendekati masalah dari peraturan yang berlaku

dan kenyataan yang ada pada masyarakat. Yuridis empiris adalah suatu penelitian

yang beranjak dari kesenjangan-kesenjangan das solen (teori) dengan das sein

(kenyataan atau praktek), kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum

atau ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan akademik.16

1.8.2 Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain :

a. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach)

Pendekatan Perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan

legislasi dan regulasi.

b. Pendekatan Fakta (The Fact Approach)

Pendekatan Fakta adalah Pendekatan Fakta yaitu penelitian dengan

mengumpulkan fakta-fakta yang terdapat langsung pada praktek di

masyarakat yang penulis cari dan amati secara metodis untuk dijadikan

bahan dalam menunjang penulisan skripsi ini.17

1.8.3 Sifat Penelitian

15
Hamid Darmadi, 2014, Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial, Alfabeta, Bandung, h. 40
16
H. Zainuddin Ali, 2016, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Cet. VIII, Jakarta,
(selanjutnya disingkat Zainuddin Ali I), h. 30
17
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penulisan Hukum, Cetakan ke-4, Kencana, Jakarta, h. 97
17

Dalam penelitian ini, sifat penelitiannya adalah penelitian deskriptif

(descriptive research) yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di

daerah tertentu. Penelitian deskriptif ini dapat memperkuat teori yang sudah ada

bahkan dapat pula membentuk teori-teori baru.

1.8.4 Data dan Sumber Data

Data yang gunakan dalam penulisan skirpsi ini ialah bersumber dari :

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama,

dilapangan baik berupa responden maupun informan.18

2. Data Sekunder Data sekunder adalah suatu data yang diperoleh melalui

penelitian kepustakaan yaitu bahan-bahan hukum.

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas

(autoritatif) yang berupa Peraturan Perundang-Undangan.19

b. Bahan hukum sekunder yang datanya diperoleh melalui penelitian

kepustakaan yang berupa buku-buku literatur atau bahan hukum

sekunder yaitu publikasi tentang hukum yang berupa dokumen

yang tidak resmi.20 Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan

hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer. Meliputi buku-buku, literatur, makalah, skripsi, tesis, dan

bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan

permasalahan penelitian.21

18
Amiruddin & Zainal Asikin, 2014, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rajawali
Pers, h. 31
19
H. Zainuddin Ali I, op.cit, h. 47
20
Ibid, h. 54
21
Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h. 141
18

c. Bahan hukum tersier yang berupa kamus atau ensiklopedia

hukum.22

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Wawancara

Dalam penelitian hukum empiris, wawancara merupakan teknik yang

sering digunakan, Wawancara dilakukan dengan menyusun pertanyaan-

pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang relevan dari narasumber

yang berkaitan dengan penelitian skripsi ini.

2. Teknik Studi Dokumen/Kepustakaan

Studi dokumen ini dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan

dengan permasalahan penelitian.23

3. Teknik observasi/pengamatan

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan pengamatan

langsung dan pencatatan secara sistematis terh adap obyek yang akan

diteliti, didalam penelitian ini akan menggunakan observasi langsung

mengingat obyek permasalan memungkin penulis untuk mengamati secara

langsung.

1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan yaitu teknik non probality

sampling. Dimana proses pengambilanya tidak ada ketentuan pasti sampai sejauh

mana sample yang diambil, pengunaan teknik ini agar memperoleh subyek-

22
H. Zainuddin Ali I, op.cit, h. 54
23
Dermawan Wibisono, 2013, Panduan Menyusun Skripsi, Tesis dan Desertasi, Andi offset,
Yogyakarta, h. 51
19

subyek sesuai dengan tujuan penelitian dan populasi yang mempunyai

kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk ditetapkan menjadi sampel.

1.8.7 Teknik Analisis

Teknik analisis data baru dapat dilakukan apabila data primer dan

sekunder terkumpul, terdapat dua model analisis dalam penelitian ilmu hukum

empiris, yaitu analisis data kualitatif dan kuantitatif yang diterapkan pada

penelitian yang bersifat eksploratif dan diskriptif. Sementara itu, jika sifat data

yang dikumpulkan hanya sedikit dapat menggunakan analisis data kualitatif yang

bersifat monograis atau berbentuk kasus sehingga tidak dapat tersusun didalam

struktur klasifikasi, dimana dengan mengumpulkan bahan-bahan yang akan

dipakai untuk penerapan secara mendalam pada penelitian yang telah dibuat.
BAB II

TINJAUAN UMUM TERKAIT IZIN USAHA KOPERASI SIMPAN

PINJAM

2.1 Perizinan

2.1.1 Pengertian Perizinan

Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku

usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Izin

ialah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum

administrasi, untuk mengemudikan tingkah laku para warga.24 Selain itu izin juga

dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.

Terdapat juga pengertian izin dalam arti sempit maupun luas :25

a) Izin dalam arti luas yaitu semua yang menimbulkan akibat kurang

lebih sama, yakni bahwa dalam bentuk tertentu diberi perkenaan untuk

melakukan sesuatu yang mesti dilarang.

b) Izin dalam arti sempit yaitu suatu tindakan dilarang, terkecuali

diperkenankan, dengan tujuan agar ketentuan-ketentuan yang

disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-

batas tertentu bagi tiap kasus.

Pada umumnya sistem izin terdiri dari :26

1) Larangan

24
Philipus M. Hadjon, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, h. 2
25
Ibid
26
Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, Grasindo, Jakarta,
h. 17

20
21

2) Persetujuan yang merupakan dasar kekecualian (izin)

3) Ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin.

Terdapat istilah lain yang memiliki kesejajaran dengan izin yaitu :27

a) Dispensasi ialah keputusan administrasi Negara yang membebaskan suatu

perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut.

Sehingga suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku bagi

sesuatu yang istimewa (relaxation legis).

b) Lisensi adalah suatu suatu izin yang meberikan hak untuk

menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan untuk menyatakan

suatu izin yang meperkenankan seseorang untuk menjalankan suatu

perusahaan denngan izin khusus atau istimewa.

c) Konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang besar

di mana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya

pekerjaan itu menjadi tugas pemerintah, tetapi pemerintah diberikan hak

penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan

pejabat pemerintah. Bentuknya bisa berupa kontraktual atau kombinasi

antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban

serta syarat-syarat tertentu.

2.1.2 Sifat Izin

Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat/badan tata usaha negara

yang berwenang, yang isinya atau substansinya mempunyai sifat sebagai berikut :

27
Ridwan HR, 2010, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta h. 196
22

1. Izin bersifat bebas, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang

penerbitnya tidak terkait pada aturan dan hukum tertulis serta organ yang

berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang besar dalam

memutuskan pemberian izin.

2. Izin yang bersifat menguntungkan, merupakan izin yang isinya

mempunyai sifat menguntungkan pada yang bersangkutan. Izin yang

bersifat menguntungkan isi maka keputusan merupakan titik pusat yang

memberi anugerah kepada yang bersangkutan.

3. Izin bersifat terikat, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang

penerbitnya terikat pada aturan dan hukum tertulis dan tidak tertulis serta

organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya dan wewenagnya

tergantung pada kadar sejauh mana Peraturan Perundang-undangan

mengaturnya.

4. Izin yang segera berakhir, merupakan izin yang menyangkut tindakan-

tindakan yang akan segera berakhir atau izin yang masa berlakuknya

relative pendek.

5. Izin yang bersifat memberatkan, merupakan izin yang izinya mengandung

unsur-unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan- ketentuan yang

berkaitan kepadanya.

6. Izin yang bersifat kebendaan, merupakan izin yang isinya tergantung pada

sifat atau kualitas pribadi dan pemohon izin.

7. Izin yang bersifat kebendaan, merupakan izin yang isinya tergantung pada

sifat dan objek izin.


23

8. Izin yang berlangsung lama, merupakan izin yang menyangkut tidakan-

tindakan yang berakhirnya atau masa berlakunya relatif lama.28

2.1.3 Bentuk dan Izin

Sesuai dengan sifat nya, yang merupakan bagian dari keputusan, izin

selalu dibutat dalam bentuk tertulis. Sebagai keputusan tertulis, secara umum izin

memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Organ yang Berwenang

Dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya, biasanya dari kepala

surat dan penandataganan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin.

Pada umum nya pembuat aturan akan menunjuk organ berwenang dalam sistem

perizinan, organ yang paling bakal mengenai materi dan tugas bersangkutan, dan

hampir selalu yang terkait adalah Organ Pemerintah.

2. Yang di Alamatkan

Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan. Biasanya izin lahir setelah

yang berekpentingan mengajukan permohonan untuk itu, keputusan ynag memuat

izin dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin. Ini biasanya dialami

orang atau bdan hukum. Dalam hal-hal tertentu, keputusan tentnag izin juga

penting bagi pihak yang berkepentingan. Artinya pihak pemerintah selaku

pemebri izin harus pula mempertimbangkan kepentingan pihak ketiga yang

mungkin memiliki keterkaitan dengan pengunaan izin tersebut.

3. Diktum

28
Adrian Sutedi, 2011, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika,
Jakarta, h. 173
24

Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepasstian hukum, harus

memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan. Bagian keputusan

ini, dimana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusanm dinamakan

diktum, yang merupakan inti dari keputusan.

4. Ketentuan-ketentuan, Pembatasan-pembatasan, dan Syarat-syarat

Sebagaimana kebanyakan keputusan, didalamnya mengandunng

ketentuan, pembatasan dan syarat-syarat, demikian pula dengan keputusan yang

berisi izin ini. Ketentuan-ketentuan ialah kewajiban yang dapat dikaitkan pada

keputusan yang menguntungkan. Dalam hal ketentuan-ketentuan tidak dipatuhi,

terdapat pelangran izin. Tentang sanksi yang diberikanatasnya, pemerintah harus

memutuskannya tersendiri. Dalam pembuatan keputusan, termasuk keputusan

berisi izin, dimasukan pembatasan-pembatasan. Pembatsan-pembatsan dibentuk

dengan menunjukkan batas-batas dalam waktu, tempat atau dengan cara lain.

Disamping itu, dalam keputusan dimuat, syarat-syarat. Dengan menetapkan

syarat-syarat, akibat-akibat hukum tertentu digantungkan pada timbulnya suatu

peristiwa di kemudian hari yang belum pasti.

5. Pemberian Alasan

Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan

Undang-Undang pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta

6. Pemberitahuan-Pemberitahuan Tambahann
25

Pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamtkan

ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin, seperti sanksi-

sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan.29

2.1.4 Fungsi dan Tujuan Pemberian Izin

Fungsi dan Tujuan pemberian izin Selaku instrument pemerintah izin

berfugsi selaku ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah, perekayasa,

dan perancang masyarakat adil dan makur itu dijelmakan. Mengenai tujuan

perizinan secara umum adalah sebagai berikut :

a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan sturen) aktivitas-aktivitas terentu

(misalnya izin bangunan);

b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan);

c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang,izin membongkar

pada monumen-monumen);

d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah

padat penduduk);

e. Izin memberikan pengarahan,dengan menyeleksi orang-orang dan

aktivitasaktivitas (izin berdasarkan “drank en horecawet” dimana pengurus

harus memenuhi syarat-syarat tertentu).30

2.2 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

2.2.1 Pengertian Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

29
Ridwan HR, op.cit, h. 209
30
Y. Sri Pudyatmoko, op.cit, h. 11
26

Izin usaha perdagangan dikalangan wiraswasta merupakan hal yang

mutlak untuk dimiliki. Izin tersebut merupakan syarat bagi para pelaku usaha

didalam menjalankan kegiatan usaha perdagangannya, dengan adanya izin para

pelaku usaha akan memperoleh kepastian hukum dalam menjalankan usahanya,

sehingga tujuan tertentu untuk menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan

didalam usaha perdagangannya dapat tercapai. Usaha disini tentunya bersifat

suatu kegiatan khusus dalam lapangan perdagangan, yang salah satunya dapat

berbentuk perusahaan yaitu setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis

usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta

berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk memperoleh

keuntungan dan atau laba.31

Setiap orang yang ingin mendirikan usaha perdagangan wajib

mengantongi surat izin dari pemerintah. Menurut Siswosoediro Surat Izin Usaha

Perdagangan (SIUP) adalah izin yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan, baik

yang berbadan hukum resmi maupun perorangan yang melakukan kegiatan usaha

perdagangan. Tujuan dari kepemilikan SIUP ini adalah agar usaha perdagangan

kita dilegalisasi oleh pemerintah, sehingga tidak mendapatkan masalah pada

kemudian hari.32 Hal ini dilakukan sebagai legitimasi dari perusahaan yang

didirikan. Permohonan izin mendirikan usaha ini tidak hanya bagi perusahaan

yang melakukan perdagangan lintas batas dan usaha yang berskala besar, tetapi

juga bagi perusahaan regional dan berskala kecil. Dalam usaha perdagangan besar

31
Abdul Kadir Muhammad, 1995, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Cet. III, Citra
Aditya Bhakti, Bandung, h. 277
32
Siswosoediro, 2008, Panduan Praktis Mengurus Izin Usaha, Pustaka Grhatama,
Yogyakarta, h. 40
27

yang melampaui batas area negara maupun usaha perdagangan kecil, SIUP ini

wajib diurus sebelum pengusaha melakukan kegiatannya.33

Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Repubik Indonesia Nomor

39/MDAG/PER/12/2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri Nomor

22/M DAG/PER/12/2007 Tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan

(SIUP), Pasal 1 ayat (4) memberikan pengertian “Surat Izin Usaha Perdagangan

yang selanjutnya disebut SIUP adalah Surat Izin untuk dapat melaksanakan

kegiatan usaha perdagangan.” Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat

izin yang diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk kepada pengusaha

untuk melaksanakan usaha di bidang perdagangan dan jasa. Tujuan diterbitkan

Surat Izin Usaha Perdagangan adalah pemberian legalisasi kegiatan usaha

perdagangan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Dapat disimpulkan pengertian dari SIUP adalah Surat Izin untuk dapat

melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Setiap perusahaan, koperasi,

persekutuan maupun perusahaan perseorangan, yang melakukan kegiatan usaha

perdagangan wajib memperoleh SIUP yang diterbitkan berdasarkan domisili

perusahaan dan berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.

2.2.2 Klasifikasi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

Klasifikasi SIUP dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu “SIUP

kecil, SIUP menengah dan, SIUP besar”. Dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Daerah

33
Anton Yudi Setianto, 2008, Panduan Lengkap Mengurus Segala Dokumen (Perizinan,
Pribadi, Keluarga, dan Bisnis), Pranita Offset, Jakarta, h. 79
28

Kota Denpasar Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Surat Izin Usaha Perdagangan

(SIUP) Pengaturan Klasifikasi SIUP ditentukan berdasarkan :

a. Perusahan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (Netto) sampai

dengan nilai Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk

tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh SIUP Kecil ;

b. Perusahan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (Netto) diatas Rp.

200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,-

(lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,

wajib memperoleh SIUP Menengah ; dan

c. Perusahaan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (Netto) seluruhnya

diatas Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha, wajib memperoleh SIUP Besar.

2.2.3 Syarat- syarat Permohonan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 13

Tahun 2002 Tentang Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Syarat-syarat

permohonan SIUP tersebut ditetapkan sebagai berikut :

(1) Syarat permohonan SIUP bagi Perusahaan Perseroan Terbatas adalah :


a. Salian Akte Notaris Pendirian Perseroan;
b. Salinan Keputusan Pengesahan Badan Hukum dari Menteri
Kehakiman atau salinan data akte pendirian Perseroan dan copy bukti
setor BAP proses pengesahan Badan Hukum dari Departemen
Kehakiman
c. Salinan KTP Pemilik / dirut / Penanggung jawab perusahaan
d. Salinan NPWP perusahaan
e. Salinan SITU / surat keterangan domisili Perusahaan dari Kecamatan
f. Neraca awal perusahaan
g. Pas photo 4x 6 cm (2 lembar)
(2) Syarat permohonan SIUP bagi perusahaan Koperasi adalah :
a. Salinan Akte Notaris Pendirian Koperasi yang telah mendapatkan
pengesahan dari instansi berwenang;
29

b. Salinan KTP pemilik / dirut penanggung jawab koperasi;


c. Salinan NPWP perusahaan;
d. Salinan SITU / surat keterangan domisili Perusahaan dari Kecamatan;
e. Neraca awal perusahaan
f. Pas Photo 4x6 cm (2 lembar)
(3) Syarat-syarat permohonan SIUP bagi Perusahaan bukan PT dan Koperasi
adalah :
a. Perusahaan Persekutuan;
1) salinan akte notaris pendirian perusahaan yang telah didaftarkan
pada Pengadilan Negeri
2) salinan KTP pemilik / penanggung jawab perusahaan
3) salinan NPWP perusahaan
4) salinan SITU / surat keterangan domisili Perusahaan dari
Kecamatan
5) neraca awal perusahaan
6) pas photo 4x6 cm (2 lembar)
b. Perusahaan perorangan;
1) salinan KTP pemilik / penanggung jawab perusahaan
2) salinan NPWP perusahaan
3) salinan SITU surat keterangan domisili Perusahaan dari Kecamatan
4) neraca awal perusahaan
5) pas photo 4x6 cm (2 Lembar)

2.3 Koperasi

2.3.1 Pengertian Koperasi

Pengertian Koperasi menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012

Tentang Perkoperasian Pasal 1 angka 1 bahwa Koperasi adalah Badan hukum

yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hokum Koperasi, untuk

dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal menjalankan usaha,

yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan

budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.Dilihat dari segi bahasa, secara

umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan

aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata ini, dalam bahasa inggris dikenal istilah
30

co dan operation, yang mengandung arti bekerja bersama dengan orang lain untuk

mencapai suatu tujuan tertentu.34

Pengertian lainnya kata-kata Latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan

Aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata ini, dalam bahasa Inggris dikenal

dengan istilah Co dan Operation, yang dalam bahasa Belanda disebut dengan

istilah Cooperative Vereneging yang berarti bekerja dengan bersama orang lain

untuk mencapai suatu tujuan tertentu.35 Dalam bahasa Indonesia dilafalkan

menjadi koperasi.36 Kata Co Operation kemudian diangkat dan dikenal dengan

istilah ekonomi sebagai Kooperasi yang dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi

yang dikenal dengan istilah “Koperasi”, yang berarti organisasi ekonomi dengan

keanggotaan yang bersifat sukarela.37 Oleh karena itu koperasi dapat didefinisikan

sebagai berikut :

1. Koperasi bukan suatu organisasi perkumpulan modal (akumulasi

modal), tetapi perkumpulan orang-orang yang berasaskan sosial,

kebersamaan bekerjadan bertanggung jawab.

2. Keanggotaan koperasi tidak mengenal adanya paksaan apapun dan

oleh siapa pun, bersifat suka rela, netral terhadap aliran, isme dan

agama.

3. Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dengan cara

bekerja sama secara kekeluargaan.

34
Arifinal Chaniago, 1997, Perkoperasian Indonesia, PT. Angkasa, Bandung, h. 1
35
RT. Sutantya Rahardja Hadikusumah, 2001, Hukum Koperasi Indonesia, Rajagrafindo
Persada, Jakarta, h. 1
36
Andjar Pachta, 2008, Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan
Modal Usaha, Badan Penerbit FH UI, Jakarta, h. 15
37
Ibid
31

Koperasi sebagai usaha bersama, harus mencerminkan ketentuan-

ketentuan sebagaimana lazimnya dalam kehidupan suatu keluarga. Nampak dalam

suatu keluarga bahwa segala sesuatu yang dikerjakan secara bersama-sama adalah

ditujukan untuk kepentingan bersama seluruh anggota keluarga. Jadi dengan

demikian suatu usaha bersama untuk bisa disebut sebagai koperasi haruslah

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :38

1. Bukan merupakan kumpulan modal (akumulasi modal). Konsekuensi

dari hal ini adalah, koperasi harus benar-benar mengabdi kepada

kemanusiaan, bukan kepada sesuatu kebendaan.

2. Merupakan kerja sama, yaitu suatu bentuk gotong royong berdasarkan

asas kesamaan derajad, hak dan kewajiban. Sehingga koperasi benar-

benar sebagai wahana demokrasi ekonomi dan sosial. Koperasi adalah

milik anggota, sehingga kekuasaan tertinggi ada pada rapat anggota.

3. Semua kegiatan harus didasarkan atas kesadaran para anggotanya,

tidak boleh ada paksaan, tidak boleh ada intimidasi maupun campur

tangan luar yang tidak ada sangkut pautnya dengan soal dalam

koperasi.

4. Tujuan koperasi harus merupakan kepentingan bersama para

anggotanya dan tujuan tersebut hanya dapat dicapai dengan karya dan

jasa yang disumbangkan para anggotanya, dan pembagian sisa hasil

usaha koperasi harus dapat mencerminkan perimbangan secara adil

dari besar kecilnya karya dan jasa dari para anggotanya.

38
R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma, op.cit, h. 2
32

Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian,

pada Bab 1 ketentuan umum pasal 1 bagian 1, dinyatakan bahwa koperasi adalah

badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi

dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai

gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dari definisi

diatas, maka koperasi Indonesia mempunyai ciri-ciri seperti berikut : 39

1. Adalah suatu badan usaha yang pada dasarnya untuk mencapai suatu

tujuan memperoleh keuntungan ekonomis. Oleh karena itu koperasi

diberi peluang pula untuk bergerak disegala sektor perekonomian,

dimana saja, dengan mempertimbangkan kelayakan usaha.

2. Tujuannya harus berkaitan langsung dengan kepentingan anggota,

untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan. Oleh karena itu

pengelolaan usaha koperasi harus dilakukan secara produktif, efektif,

dan efien. Sehingga mampu mewujudkan pelayanan usaha yang dapat

meningkatkan nilai tambah dan manfaat sebesar-besarnya pada

anggota.

3. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela tidak boleh dipaksakan oleh

siapa pun dan bersifat terbuka, yang berarti tidak ada pembatasan

ataupun diskriminasi dalam bentuk apapun juga.

4. Pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para

anggota dan para anggota yang memegang serta melaksanakan

kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Karena pada dasarnya anggota

koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.


39
Ibid, h. 3
33

5. Pembagian pendapat atau sisa hasil usaha dalam koperasi ditentukan

berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota kepada koperasi, dan

balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota adalah

terbatas. Artinya, tidak melebihi suku bunga yang berlaku dipasar dan

tidak semata-mata didasarkan atas besarnya modal yang diberikan.

6. Koperasi berprinsip mandiri. Ini mengandung arti bahwa koperasi

dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada pihak lain, memiliki

kebebasan yang bertanggung jawab, memiliki otonomi, swadaya,

berani mempertanggung jawabkan perbuatan sendiri dan keinginan

mengelola diri sendiri.

2.3.2 Landasan Koperasi

Untuk mewujudkan tujuan nasional yaitu tercapainya masyarakat adil dan

makmur seperti tertuang dalam pembukuaan Undang-Undang Dasar 1945, salah

satu sasarannya adalah koperasi. Sebagai sarana untuk mencapai masyarakat adil

dan makmur, koperasi tidak lepas pula dari landasan hukum sebagai landasan

berpijaknya koperasi Indonesia. Landasan koperasi Indonesia adalah pancasila,

seperti tertuangdalam ketentuan Bab ll, bagian pertama, pasal 2 Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.

2.3.3 Asas Koperasi

Koperasi Indonesia berasaskan kekeluargaan. Hal ini secara jelas tertuang

didalam ketentuan BAB ll, bagian pertama, pasal 3 Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Asas kekeluargaan ini adalah asas yang

memang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia dan telah berurat
34

berakar dalam jiwa bangsa Indonesia. Usaha bersama berdasarkan asas

kekeluargaan ini biasanya disebut dengan istilah gotong royong, yang

mencerminkan semangat bersama. Gotong royong dalam pengertian kerja sama

pada koperasi mempunyai pengertian luas, yaitu :

a. Gotong royong dalam ruang lingkup organisasi

b. Bersifat terus menerus dan dinamis

c. Dalam bidang atau hubungan ekonomi

d. Dilaksanakan dengan terencana dan kesinambungan

2.3.4 Jenis Koperasi

Jenis Koperasi Dalam ketentuan pasal 18 ayat (1) UU No. 25 Tahun 1992

dinyatakan bahwa koperasi wajib mempunyai tujuan dan kegiatan usaha yang

sesuai dengan jenis Koperasi dan harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar.

Kemudian dalam penjelasan Pasal 83, mengenai jenis koperasi yang berdasarkan

pendekatan lapangan usaha dan tempat tinggal para anggotanya diuraikan seperti

antara lain :40

a. Koperasi Konsumen

Koperasi Konsumen adalah koperasi yang para anggotanya para konsumen

yang membutuhkan barang/jasa tertentu. Kedudukan anggota dalam koperasi

konsumen adalah sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan/konsumen.

Konsumen yang dimaksud ialah mereka yang membeli suatu barang/jasa tertentu

untuk dikonsumsi langsung oleh yang bersangkutan (konsumen

pemakai/konsumen langsung dan bukan untuk diolah lebih lanjut menjadi suatu

40
Pandji Anoraga, 2007, Dinamika Koperasi, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h. 22
35

produk yang akan diperdagangkan). Karena itu maka posisi badan usaha koperasi

adalah sebagai penjual barang/jasa tertentu yang dibutuhkan para anggotanya.

b. Koperasi Produsen

Koperasi produsen adalah koperasi yang anggotanya para produsen

barang/jasa tertentu, sehingga kedudukan ganda anggotanya sebagai pemilik dan

sekaligus sebagai pembeli input dan/ atau penjual output barang/jasa yang

dihasilkannya, atau sebagai pengguna atas pelayanan koperasi lainnya. Aktivitas

usaha koperasi produsen adalah penyediaan input produksi, pemasaran output dan

informasi.

c. Koperasi Jasa

Koperasi jasa adalah koperasi yang berusaha di bidang penyediaan jasa

tertentu bagi para anggota maupun masyarakat umum. Contohnya adalah

Koperasi Angkutan, Koperasi Jasa Audit, Koperasi Asuransi Indonesia, dan lain-

lain.

d. Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi Simpan Pinjam ialah Koperasi yang bergerak dalam lapangan

usaha pembentukan modal melalui tabungantabungan para anggota secara teratur

dan terus-menerus untuk kemudian dipinjamkan kepada para anggota dengan cara

mudah, murah, cepat, dan tepat untuk tujuan produktif dan kesejahteraan.
BAB III

PELAKSANAAN IZIN USAHA SIMPAN PINJAM PADA KOPERASI

SIMPAN PINJAM DI KOTA DENPASAR

3.1 Ketentuan Hukum Pemerintah Kota Denpasar Dalam Pelaksanaan Izin

Usaha Simpan Pinjam Pada Koperasi

Pemerintah Kota Denpasar dalam hal menegakkan pelaksanaan izin usaha

simpan pinjam pada koperasi yang berada di wilayah Denpasar maka dari itu

dibuatkanlah norma yang timbul dari pandangan mengenai apa yang dianggap

baik atau buruk.41 Menggunakan dasar hukum yang ada sebagai suatu upaya

menegakkan pelaksanaan izin usaha simpan pinjam ini. Dilihat dari Peraturan

Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 11

Tahun 2018 Tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi pada Pasal 3 ayat

(1) mengatur mengenai bentuk perizinan yang diatur, meliputi : Izin Usaha dan

Izin Operasional. Kemudian ayat (2) Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a yaitu Izin Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, yang terdiri atas :

a. Izin Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Unit Simpan Pinjam Koperasi

(USP); dan

b. Izin Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS)/Unit

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (USPPS).

41
Soerjono Soekanto Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo,
Jakarta, h. 2

36
37

Pada Pasal 4 Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2018 menjabarkan mengenai Pendaftaran

Izin Usaha, yang meliputi :

(1) Izin Usaha simpan pinjam Koperasi diberikan kepada KSP atau USP.

(2) Izin Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi

diberikan kepada KSPPS atau USPPS.

(3) KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi memperoleh Izin Usaha

simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. bukti setoran modal sendiri berupa rekening tabungan atas nama

Koperasi, pada bank uraura untuk KSP dan bank syariah untuk

KSPPS;

b. bukti setoran modal yang ditempatkan koperasi pada USP/USPPS

berupa rekening tabungan atas nama koperasi yang disediakan oleh

Koperasi kepada USP/USPPS Koperasi, pada bank umum untuk

USP dan bank syariah untuk USPPS;

c. rencana kerja selama 3 (tiga) tahun yang menjelaskan mengenai

rencana permodalan, rencana kegiatan usaha, serta rencana bidang

organisasi dan sumber daya manusia;

d. administrasi dan pembukuan usaha simpan pinjam pada KSP atau

USP/USPPS Koperasi yang dikelola secara khusus dan terpisah

dari pembukuan koperasinya;

e. nama dan riwayat hidup pengurus, pengawas dan calon pengelola;


38

f. memiliki kantor dan sarana kerja; dan

g. memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dengan rekomendasi

Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia atau Majelis

Ulama Indonesia provinsi / kabupaten / kota setempat atau

memiliki sertifikat pendidikan dan pelatihan DPS dari Dewan

Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia bagi KSPPS dan

USPPS Koperasi.

(4) Modal sendiri KSP/KSPPS Primer sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) huruf a dalam bentuk tabungan dengan rincian sebagai berikut :

a. modal KSP/KSPPS Primer dengan wilayah keanggotaan dalam

daerah kabupaten/kota ditetapkan paling sedikit Rp l5.000.000,00

(lima belas juta rupiah);

b. modal KSP/KSPPS Primer dengan wilayah keanggotaan lintas

daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi ditetapkan

paling sedikit Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah); dan

c. modal KSP/KSPPS Primer dengan wilayah keanggotaan lintas

daerah provinsi ditetapkan paling sedikit Rp 375.000.000,00 (tiga

ratus tujuh puluh lima juta rupiah).

(5) Modal sendiri KSP/KSPPS Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) huruf a dalam bentuk tabungan dengan rincian sebagai berikut :

a. modal KSP/KSPPS Sekunder dengan wilayah keanggotaan dalam

daerah kabupaten/kota ditetapkan paling sedikit Rp 50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah);


39

b. modal KSP/KSPPS Sekunder dengan wilayah keanggotaan lintas

daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi ditetapkan

paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah);

dan

c. modal KSP/KSPPS Sekunder dengan wilayah keanggotaan lintas

daerah provinsi ditetapkan paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah). (6) Setiap pembentukan USP/USPPS Koperasi

Primer atau USP/USPPS Koperasi Sekunder, wajib menyediakan

modal tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang

dipisahkan dari aset koperasi dalam bentuk tabungan, dengan

rincian sebagai berikut: a. modal pembentukan USP/USPPS

Koperasi Primer paling sedikit Rp l5.000.000,00 (lima belas juta

rupiah); dan b. modal pembentukan USP/USPPS Koperasi

Sekunder paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Dengan dibentuknya Peraturan Menteri tersebut, diharapkan mampu untuk

memberi petunjuk serta pemahaman kepada masyarakat terhadap aturan-aturan

dan larangan-larangan yang terkait dengan pelaksanaan pendaftaran izin usaha

simpan pinjam ini, sehingga dapat memberikan arahan kepada masyarakat

khususnya di Pasal 18 mengenai masa berlaku izin yang berbunyi Izin Usaha

dan/atau Izin Operasional berlaku selama badan hukum Koperasi berdiri dan

menjalankan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Jadi apabila masyarakat yang memiliki usaha koperasi tidak


40

mendaftarkan izin usaha simpan pinjamnya maka dapat dikatakan koperasinya

tersebut menjadi tidak aktif dan tidak dapat beroperasi.

3.2 Prosedur Perizinan Izin Usaha Simpan Pinjam Pada Koperasi

Dalam pelaksanaan prosedur pendaftaran izin usaha simpan pinjam ini

mengacu pada Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Perizinan Usaha Simpan

Pinjam Koperasi, berikut adalah syarat yang harus dipenuhi masyarakat yang

ingin mendaftarkan koperasinya agar memiliki izin usaha di Kota Denpasar

sebagai berikut :

1. Surat Permohonan ljin Simpan Pinjam ditujukan kepada Walikota Cq.

Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Denpasar,

bermaterai Rp. 6000,- (blangko terlampir)

2. Foto Copy Pengesahan Akte Pendirian / Perubahan Anggaran Dasar

Koperasi beserta surat keputusannya

3. Foto Copy Surat Setoran modal dalam bentuk Tabungan di Bank Umum

(untuk Koperasi Baru) atas nama koperasi dan atau salah satu pengurus

4. Daftar riwayat hidup pengurus dan pengawas

5. Foto copy KTP pengurus, dan pengawas

6. Foto Copy Nomor Rekening atas nama koperasi

7. Rencana Kerja selama 2 (dua) Tahun

8. Neraca yang sudah disahkan pada saat RAT Tahun Buku terakhir
41

9. Foto Copy BPJS Kesehatan Bagi Pengurus, Pengawas, Karyawan

Koperasi

10. Memiliki kantor dan sarana kerja

11. Memiliki dewan pengawas syariah dengan rekomendasi DSN-MUI atau

MUI Provinsi/Kabupaten/Kota Setempat atau meiliki sertifikat pendidikan

dan pelatihan DPS dari DSN MUI bagi KSPS dan USPS koperasi

12. Melampirkan surat pernyataan kesediaan ikut serta program BPJS

kesehatan dan ketenagakerjaan

13. Foto copy NIB (nomor induk)

14. ljin Lingkungan

15. ljin Lokasi

16. IMB

Adapun tata cara penerbitan izin sesuai Peraturan Menteri Koperasi Dan

Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2018 dilihat

dalam Pasal 8 ayat (1) Persyaratan Izin Usaha dan Izin Operasional sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 berlaku sebagai Komitmen yang

harus dipenuhi sebelum Izin Usaha simpan pinjam koperasi diterbitkan kemudian

pada ayat (2) Pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disampaikan berupa dokumen dalam bentuk hardcopy. Selanjutnya pada Pasal 9

ayat (2) Permohonan perizinan meliputi : pendaftaran, penerbitan Izin Usaha

dan/atau penerbitan Izin Operasional berdasarkan Komitmen dan pemenuhan

Komitmen Izin Usaha dan/atau pemenuhan Komitmen Izin Operasional. Setelah


42

lengkapnya berkas pendaftaran izin usaha simpan pinjam masuk pada tahap

pendaftaran dilihat pada Pasal 10 yaitu :

(1) Koperasi melalui kuasa pengurus melakukan Pendaftaran untuk

memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, dengan cara

mengakses laman OSS untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha.

(2) Cara mengakses laman OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan cara memasukkan nomor pengesahan badan hukum

koperasi.

(3) Koperasi melakukan pendaftaran dengan mengisi form sebagaimana

tercantum dalam laman OSS.

Untuk pendaftaran izin usaha simpan pinjam pada koperasi di kota

Denpasar laman OSS yang dimaksud http://perijinan.denpasarkota.go.id/online/

diakses secara online. Selanjutnya penerbitan izin usaha atau izin operasional ini

diperoleh sebagaimana bunyi Pasal 12 ayat (1) Izin Usaha dan/atau Izin

Operasional diperoleh setelah Koperasi memenuhi komitmen sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8. Pemenuhan komitmen ini terdapat dalam ayat (2)

disampaikan Koperasi kepada Menteri / gubernur / wali kota sesuai dengan

kewenangannya untuk dilakukan pemeriksaan dan mendapatkan persetujuan.

Tahap terakhir untuk dapat mengetahui proses pendaftaran izin usaha simpan

pinjam telah diverifikasi dapat dilihat pada laman OSS

http://perijinan.denpasarkota.go.id/online/. Sebagaimana maksud dalam ayat (3)

Izin Usaha dan/atau Izin Operasional diterbitkan oleh Lembaga OSS berdasarkan

persetujuan atas pemenuhan komitmen.


43

3.3 Kelembagaan Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota

Denpasar

Kelembagaan berasal dari kata "lembaga" yang bermakna aturan yang

terdapat dalam suatu organisasi untuk membantu anggotanya agar dapat

berinteraksi antara satu dengan lainnya dalam mencapai suatu tujuan bersama.

Kelembagaan adalah suatu hubungan dan tatanan antara organisasi atau

masyarakat yang melekat, berwadahkan dalam suatu jaringan organisasi yang

merupakan sebagai penentu hubungan antar manusia atau organisasi yang

ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, aturan formal

maupun non-formal dan kode etik untuk bekerja sama demi mencapai tujuan yang

diinginkan.

Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah memiliki peran penting

dalam pelaksanaan perekonomian masyarakat di Kota Denpasar, sesuai yang

tertuang dalam Peraturan Walikota Denpasar Nomor 13 Tahun 2017 tentang

Uraian Tugas Jabatan Dinas Daerah. Bagian yang menangani permasalahan

mengenai perizinan usaha simpan pinjam dalam koperasi adalah bagian dari

Kepala Bidang Bina Lembaga Koperasi dan. Kepala Bidang Bina Usaha Koperasi.

Berikut adalah Susunan Organisasi Kepala Bidang pada Dinas Koperasi, Usaha

Mikro Kecil dan Menengah terdiri dari :

a. Bidang Bina Lembaga Koperasi;


44

b. Bidang Bina Usaha Koperasi;

c. Bidang Pengawasan; dan

d. Bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

Terbentuknya Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah ini tentu

tidak dapat terlepas dari adanya kewenangan. Kewenangan adalah kekuasaan

yang mendapatkan keabsahan atau legitimasi, tindakan pemerintahan dan/atau

pejabat umum harus bertumpu pada kewenangan yang sah. Setiap perbuatan

pemerintah harus bertumpu pada suatu kewenangan yang sah, seorang pejabat

ataupun lembaga tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan pemerintah. Menurut

pendapat S. Prajudi Atmosudirjo, wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan

suatu tindakan hukum publik.42 Sedangkan menurut S.F. Marbun wewenang

adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku

untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.43 Oleh karena itu, kewenangan

yang sah merupakan atribut bagi setiap pejabat ataupun lembaga manapun. Dalam

pelaksanaan pemerintahan terbagi atas daerah-daerah provinsi dan kabupaten atau

kota, yang mempunyai pemerintah daerah untuk mengatur, mengurus, mengawasi

dan mengevaluasi sendiri urusan pemerintahannya berdasarkan asas otonomi

daerahnya.44

Tugas Bidang Bina Lembaga Koperasi diatur pada Pasal 236 ayat (1)

Peraturan Walikota Denpasar Nomor 13 Tahun 2017 tentang Uraian Tugas

Jabatan Dinas Daerah yaitu :

42
S. Prajudi Atmosudirjo, 1995, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 74
43
SF. Marbun, 1997, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, h. 154
44
Ridwan HR, op. cit, h. 72
45

a. menyusun rencana operasional di lingkungan Bidang Bina Lembaga

Koperasi berdasarkan rencana program Dinas Koperasi, Usaha Mikro

Kecil dan Menengah serta petunjuk pimpinan sebagai pedoman

pelaksanaan tugas;

b. mendistribusikan tugas kepada Kepala Seksi di lingkungan Bidang Bina

Lembaga Koperasi sesuai dengan tugas pokok dan tanggung jawab yang

ditetapkan agar tugas yang diberikan dapat dijalankan efektif dan efisien;

c. memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada Kepala Seksi di lingkungan

Bidang Bina Lembaga Koperasi sesuai peraturan dan prosedur yang

berlaku agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan tugas;

d. menyelia pelaksanaan tugas bawahan di lingkungan Bidang Bina Lembaga

Koperasi secara berkala sesuai dengan peraturan dan prosedur yang

berlaku untuk mencapai target kinerja yang diharapkan;

e. mengadakan koordinasi dengan dekopinda maupun lembaga lain yang

sebagai patner kerja Dinas koperasi dan Usaha Mikro Kecil Dan

Menengah dalam rangka meningkatkan peran serta koperasi untuk

meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi;

f. menentukan kebijakan penyuluhan dan proses Badan Hukum Koperasi,

Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dan pembubarannya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku agar Koperasi

mendapatkan legalitas dari Pemerintah;

g. menentukan kebijakan proses Nomor Induk Koperasi (NIK), izin usaha

simpan pinjam koperasi, Pembukaan kantor cabang koperasi ditingkat


46

kecamatan, pembukaan kantor kas  sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang – undangan yang berlaku agar pelayanan Usaha Simpan Pinjam

Koperasi agar pelayanan kepada anggota berjalan baik dan lancar;

h. melaksanakan bimbingan teknis penataan organisasi dan ketatalaksanaan

Koperasi sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku agar

Koperasi tertib administrasi;

i. melaksanakan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan sumberdaya

manusia koperasi bagi pengelola, Pengurus dan pengawas Koperasi sesuai

dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku untuk meningkatkan kinerja

pengelola, Pengurus dan pengawas Koperasi;

j. mengevaluasi pelaksanaan tugas Bidang Bina Lembaga Koperasi dengan

cara membandingkan antara rencana operasional dan tugas tugas yang

telah dilaksanakan sebagai bahan laporan kegiatan dan rencana yang akan

datang;

k. membuat laporan pelaksanaan tugas Bidang Bina Lembaga Koperasi

sesuai dengan tugas yang telah dilaksanakan secara berkala sebagai

akuntabilitas Bidang Bina Lembaga Koperasi; dan

l. melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan pimpinan baik lisan

maupun tertulis. 

Adapun Seksi pada Bidang Bina Lembaga Koperasi yang tercantum pada

Pasal 237 terdiri dari :

a. Seksi Penyuluhan Koperasi;

b. Seksi Organisasi dan Tata Laksana Koperasi; dan


47

c. Seksi Data dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Koperasi;

Tugas Bidang Bina Usaha Koperasi diatur pada Pasal 239 ayat (1)

Peraturan Walikota Denpasar Nomor 13 Tahun 2017 tentang Uraian Tugas

Jabatan Dinas Daerah yaitu :

a. menyusun rencana operasional di lingkungan Bidang Bina Usaha Koperasi

berdasarkan rencana program Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan

Menengah serta petunjuk pimpinan sebagai pedoman pelaksanaan tugas;

b. mendistribusikan tugas kepada Kepala Seksi di lingkungan Bidang Bina

Usaha Koperasi sesuai dengan tugas pokok dan tanggung jawab yang

ditetapkan agar tugas yang diberikan dapat dijalankan efektif dan efisien;

c. memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada Kepala Seksi di lingkungan

Bidang Bina Usaha Koperasi sesuai peraturan dan prosedur yang berlaku

agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan tugas;

d. menyelia pelaksanaan tugas bawahan di lingkungan Bidang Bina Usaha

Koperasi secara berkala sesuai dengan peraturan dan prosedur yang

berlaku untuk mencapai target kinerja yang diharapkan;

e. melaksanakan pemberdayaan dan bimbingan usaha koperasi serta fasilitasi

pengembangan koperasi sesuai dengan peraturan dan prosedur yang

berlaku untuk meningkatkan produktivitas usaha koperasi;

f. melaksanakan bimbingan teknis manajemen usaha koperasi dan fasilitasi

perkuatan permodalan koperasi sesuai dengan peraturan dan prosedur yang

berlaku agar dalam mengembangkan usaha Koperasi sesuai dengan

kepentingan dan kebutuhan anggotanya;


48

g. menyusun rumusan hubungan kerjasama usaha koperasi dengan pihak

lainnya sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku untuk

meningkatkan perkembangan usaha koperasi;

h. mengevaluasi pelaksanaan tugas Bidang Bina Usaha Koperasi dengan cara

membandingkan antara rencana operasional dan tugas tugas yang telah

dilaksanakan sebagai bahan laporan kegiatan dan rencana yang akan

datang;

i. membuat laporan pelaksanaan tugas Bidang Bina Usaha Koperasi sesuai

dengan tugas yang telah dilaksanakan secara berkala sebagai akuntabilitasi

Bidang Bina Usaha Koperasi; dan

j. melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan pimpinan baik lisan

maupun tertulis.  

Adapun Seksi pada Bidang Bina Usaha Koperasi yang tercantum pada

Pasal 240 terdiri dari : 

a. Seksi Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha;

b. Seksi Permodalan dan Pembiayaan Koperasi; dan

c. Seksi Produksi dan Pemasaran.


BAB IV

KENDALA YANG DIHADAPI DALAM MELAKSANAKAN IZIN USAHA

SIMPAN PINJAM PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM DI KOTA

DENPASAR

4.1 Faktor-Faktor Kendala Pemerintah Kota Denpasar Dalam Pelaksanaan

Izin Usaha Simpan Pinjam Pada Koperasi

Jika dilihat dari realita kehidupan dalam bermasyarakat, seringkali

penerapan dari suatu hukum tidak efektif sehingga tidak tercapainya tujuan dari

adanya norma tersebut. Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota

Denpasar menghadapi beberapa kendala, dalam melaksanakan tugasnya guna

menegakkan Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Perizinan Usaha Simpan

Pinjam Koperasi. Dalam hal ini masih terdapatnya masyarakat yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan ini sehingga belum bisa terwujudnya sebuah

perekonomian yang dapat memajukan masyarakat kelas bawah hingga menengah

di Kota Denpasar.

Bila membicarakan penegakan hukum dalam masyarakat berarti

membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan/atau memaksakan

masyarakat untuk hukum terhadap hukum. Efektivitas hukum yang disetujui,

artinya mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi persyaratan, yaitu berlaku

yuridis, berlaku sosiologis, dan berlaku filosofis. Oleh karena itu, faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi hukum itu bekerja dalam masyarakat, yaitu :

49
50

1. Hukum sendiri atau peraturan itu sendiri;

2. Petugas atau penegak hukum;

3. Sarana atau fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum;

4. Kesadaran masyarakat; dan

5. Kebudayaan.

Faktor-faktor di atas akan diuraikan secara berurut sebagai berikut :45

1. Hukum Sendiri

Dalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan tiga macam hal tentang

berlakunya hukum sebagai kaidah. Hal itu dilanjutkan sebagai berikut :46

1. Kaidah hukum yang berlaku atas dasar yuridis, apabila menentukan

pemilihannya atas dasar kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau

terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.

2. Kaidah hukum berlaku sosiologis, disetujui kaidah ini efektif. Artinya,

kaidah yang disetujui dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa

tetapi tidak diterima oleh masyarakat (teori kekuasaan) atau kaidah itu

berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.

3. Kaidah hukum berlaku filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum

sebagai nilai positif yang tertinggi.

2. Penegak Hukum

Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan hukum mencakup

ruang lingkup yang sangat luas, sebab menyangkut petugas pada strata atas,

menengah, dan bawah. Artinya, di dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan


45
H. Zainuddin Ali, 2010, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat H.
Zainuddin Ali II), h. 62
46
Ibid.
51

hukum, petugas seyogianya harus memiliki suatu pedoman, di antaranya

peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugas-tugasnya. Di dalam

hal penegakan hukum dimaksud, kemungkinan petugas penegak hukum

menghadapi hal-hal sebagai berikut :47

1. Sampai sejauh mana petugas terikat dari peraturan-peraturan yang

ada ?

2. Sampai batas - batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan ?

3. Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada

masyarakat ?

4. Sampai sejauh manakah derajat sinkronisasi penugasan-penugasan

yang diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas - batas

yang tegas pada wewenangnya ?

Berdasarkan keterangan singkat di atas, faktor petugas memainkan peran

penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas

penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian pula sebaliknya,

apabila peraturannya buruk, sedangkan kualitas petugasnya baik, mungkin akan

timbul masalah-masalah.

3. Sarana / Fasilitas

Fasilitas atau sarana yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan

hukum kalau peraturan perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitas

penegaknya baik, akan tetapi fasilitas kurang memadai, maka penegakan hukum

tidak akan berjalan dengan semestinya.48 Ruang lingkup sarana dimaksud,

47
Ibid, h. 63
48
Ridwan HR, op.cit, h. 294
52

terutama sarana fisik yang bertungs sebagai faktor pendukung. Misalnya,

bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan

kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Kalau peralatan dimaksud

sudah ada, faktor-faktor pemeliharaannya juga memegang peran yang sangat

penting. Memang sering terjadi bahwa suatu peraturan sudah difungsikan, padahal

fasilitasnya belum tersedia lengkap. Peraturan yang semula bertujuan untuk

memperlancar proses, mengakibatkan terjadinya kemacetan. Mungkin ada

baiknya, ketika hendak menerapkan suatu peraturan secara resmi ataupun

memberikan tugas kepada petugas dipikirkan mengenai fasilitas-fasilitas yang

berpatokan kepada :49

2 apa yang sudah ada, dipelihara terus agar setiap saat berfungsi;

3 apa yang belum ada, perlu diadakan dengan memperhitungkan jangka

waktu pengadaannya;

4 apa yang kurang, perlu dilengkapi;

5 apa yang telah rusak, diperbaiki atau diganti;

6 apa yang macet, dilancarkan;

7 apa yang telah mundur, ditingkatkan

4. Warga Masyarakat

Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga

masyarakat. Yang dimaksud di sini adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu

peraturan perundang-undangan, yang kerap disebut derajat kepatuhan. Secara

49
H. Zainuddin Ali II, op.cit, h. 64
53

sederhana dapat dikatakan, bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum

merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.50

5. Budaya

Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 51 Sama seperti faktor

masyarakat, oleh karena itu, masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti

kebudayaan spiritual dan non materiil.52

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Penyuluhan Koperasi

Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Denpasar yaitu Drs. I

Ketut Pulig menyatakan peraturan mengenai usaha simpan pinjam koperasi

dibentuk pada tahun 2015 yaitu Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan

Menengah Republik Indonesia Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Usaha

Simpan Pinjam Oleh Koperasi kemudian pada tahun 2016 serentak Dinas

Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Denpasar memulai

memberikan sosialisasi serta arahan dan himbauan bagi masyarakat yang memiliki

usaha koperasi agar segera mengurus izin simpan pinjamnya. Berdasarkan data

yang didapat pada tahun 2015 sampai 2019 ada 1082 koperasi di Kota Denpasar

kemudian yang memiliki izin usaha simpan pinjam 377 koperasi sedangkan

sisanya sebanyak 705 koperasi belum mengurus izin simpan pinjam. Adapun data

koperasi aktif di tahun 2019 ini sebanyak 898 koperasi dari 1082 koperasi yang

ada di Kota Denpasar sedangkan sisanya sebanyak 190 koperasi sudah tidak aktif

atau tidak beroperasi.


50
Ibid, h. 64
51
Soerjono Soekanto, op.cit, h. 8
52
I Gusti Ngurah Dharma Laksana, 2017, Sosiologi Hukum, Pustaka Ekspresi, Denpasar, h. 24
54

Berikut adalah Data Persentase Koperasi Aktif di Kota Denpasar Tahun

2014-2019 sebagai berikut :

Tahun
No Indikator Satuan
2014 2015 2016 2017 2018 2019

1 Jumlah Koperasi Aktif Unit 970 1004 1049 1062 1058 898

2 Jumlah Seluruh Koperasi Unit 1056 1090 1128 1064 1079 1082

3 Persentase Koperasi Aktif % 92,1 92,1 93,0 99,8 98,1 83,0


Sumber : Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Denpasar 2019

Hukum sebagai salah satu aspek kehidupan manusia yang tumbuh dan

berkembang seiring dengan berkembangnya masyarakat.53 Dimana perkembangan

masyarakat itu ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang akan

selalu menuntut dilakukannya atau diadakannya usaha-usaha pembaruan hukum

yang bertujuan, agar ketentuan hukum tersebut dapat berlaku memenuhi

kebutuhan masyarakat dan dalam penegakan hukumnya senantiasa konsisten dan

konsekuen di kehidupan masyarakat.54

Berdasarkan wasil wawancara dengan Kepala Seksi Restrukturisasi dan

Pengembangan Usaha Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota

Denpasar yaitu Ni Made Astiani, S.ST menyatakan pelaksanaan izin usaha simpan

pinjam ini baik dari dalam Peraturan Menteri dan Peraturan Perundang-Undangan

lainnya ini sudah sangat jelas mengenai peraturannya namun tidak memiliki

larangan yang mengikat dan memberi efek jera. Sehingga banyaknya masyarakat

yang masih malas untuk mengurus izin usaha simpan pinjamnya tersebut. Selain

itu banyaknya masyarakat belum mengetahui bahwa untuk mendaftarkan izin


53
I Dewa Gede Atmadja, 2014, Filsafat Hukum Dimensi Tematis Dan Histori, Setara Press,
Malang, h. 53
54
H. Muh. Jufri Dewa, 2011, Hukum Administrasi Negara Dalam Perspektif Pelayanan
Publik, Unhalu Press, Kendari, h. 25
55

usahanya ini bisa secara online. Untuk penegak hukumnya juga sudah berperan

aktif dalam membina dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat setempat

yang memiliki usaha koperasi namun tidak memiliki izin usaha simpan pinjam

koperasi. (Wawancara pada tanggal 9 Juli 2020).

Adanya beberapa faktor dari pendapat Soerjono Soekanto sendiri yang

menyebabkan banyak terjadinya pelanggaran mengenai Peraturan Menteri ini,

yaitu pada faktor hukumnya sendiri dan faktor masyarakat yaitu :

1. Berdasarkan faktor hukumnya sendiri dilihat dari pasal-pasal yang mengatur

sudah sangat jelas namun masyarakat belum memahami mengenai Peraturan

Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia

Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi

yaitu masih banyak koperasi yang belum mengurus izin usaha simpan pinjam

dari wawancara yang didapat dari 1082 koperasi yang ada di Kota Denpasar

yang baru memiliki izin usaha simpan pinjam hanya 377 koperasi sedangkan

sisanya sebanyak 705 koperasi belum mengurus izin usaha simpan pinjam.

2. Kemudian yang terakhir dilihat dari faktor masyarakat warga masyarakat

yang memiliki usaha koperasi. Disini masyarakat kurang memiliki wawasan

serta kesadaran akan hukum yang sudah ditetapkan. Contohnya masih banyak

koperasi yang belum memiliki izin usaha simpan pinjam sehingga dapat

dilihat masyarakat kurang sadar untuk mematuhi peraturan yang ada

dikarenakan masyarakat yang belum mengurus kelengkapan untuk

mendaftarkan izin usahanya seperti laporan keuangan, Surat Izin Usaha

Perdagangan (SIUP) dan Nomor Induk Koperasi (NIK). Sebenarnya peran


56

masyarakat dalam menegakkan hukum sangatlah penting karena aparat

penegak hukum tidak dapat menjalankannya sendiri melainkan harus dibantu

oleh masyarakat dengan memberikan laporan atau pengaduan apabila terjadi

pelanggaran dan tindak kejahatan.

4.2 Upaya Pemerintah Kota Denpasar Mengatasi Hambatan Dalam

Pelaksanaan Izin Usaha Simpan Pinjam Pada Koperasi

Fenomena yang timbul terhadap permasalahan ini dalam penegakan

pelaksanaan izin usaha simpan pinjam koperasi dianggap sebagai permasalahan

yang dapat memperlambat Pemerintah Kota Denpasar dalam mewujudkan sebuah

perekonomian yang memajukan masyarakat kelas bawah hingga menengah.

Walaupun pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Menteri dan

Peraturan Perundang-Undangan lainnya agar masyarakat yang memiliki usaha

untuk segera mengurus izin akan tetapi kenyataannya dilapangan masih banyak

yang belum mengurus izin usahanya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) upaya diartikan sebagai

usaha kegiatan yang mengarahkan tenaga, pikiran untuk mencapai suatu tujuan.

Upaya juga dapat berarti usaha, akal, ikhtiar untuk mencapai suatu maksud,

memecahkan persoalan mencari jalan keluar.55 Adapun jenis-jenis upaya yang ada

dalam mengatasi permasalahan, yang pertama Upaya bersifat Preventif yang

meliputi (negosiasi, supervise, penerangan, nasihat).56 Selanjutnya Upaya yang

55
Depdikbud, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h. 1250
56
Dyah Adriantini Sintha Dewi, (2012), Konsep Pengelolaan Lingkungan Hidup Menuju
Kemakmuran Masyarakat, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang,
https://www.neliti.com/publications/23268/konsep-pengelolaan-lingkungan-hidup-menuju-
kemakmuran-masyarakat, h. 6, diakses pada tanggal 26 Februari 2020 Pukul 07.35
57

sifatnya Represif meliputi penyelidikan, penyidikan sampai pada penerapan sanksi

baik administratif maupun pidana.57 Berdasarkan hasil wawancara Kepala Seksi

Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil

dan Menengah Kota Denpasar yaitu Ni Made Astiani, S.ST menuturkan bahwa

ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi kendala dalam

pelaksanaan izin usaha simpan pinjam pada koperasi di Kota Denpasar.

Upaya Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Denpasar

untuk mengatasi faktor masyarakat yaitu yaitu pemerintah turut aktif

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat yang berupa sosialisasi. Sosialisasi

dilakukan dalam pemberitahuan untuk segera mengurus izin usaha simpan pinjam

pada koperasi simpan pinjam secara berkesinambungan tentang ketentuan yang

diatur dan harus dipatuhi. Selanjutnya mengedukasi masyarakat dengan

mendaftarkan izin usaha koperasinya secara online

http://perijinan.denpasarkota.go.id/online/. Serta memberikan formulir langsung

dengan menampilkan syarat-syarat yang sudah ditentukan. Serta membantu

menjawab permasalahan mengenai pengurusan laporan keuangan, Surat Izin

Usaha Perdagangan (SIUP) dan Nomor Induk Koperasi (NIK). Selain itu

melakukan pengawasan terhadap keputusan-keputusan dari aparat pemerintah

yang telah dilaksanakan sebelumnya.58

Dengan adanya upaya-upaya tersebut, diharapkan mampu untuk

menanggulangi permasalahan terkait izin usaha simpan pinjam pada koperasi di

57
Dyah Adriantini Sintha Dewi, loc.cit
58
Phillipus M. Hadjon, 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada
University Press, Surabaya, h. 75
58

Kota Denpasar. Demi kepentingan bersama dalam memajukan perekonomian

masyarakat kelas bawah hingga menengah di wilayah Kota Denpasar.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab

sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan dari penulisan skripsi ini, antara lain

sebagai berikut :

1. Pemerintah Kota Denpasar dalam hal menegakkan pelaksanaan izin usaha

simpan pinjam pada koperasi yang berada di wilayah Denpasar

menggunakan dasar hukum yang ada sebagai suatu upaya menegakkan

pelaksanaan izin usaha simpan pinjam ini. Dilihat dari Peraturan Menteri

Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 11

Tahun 2018 Tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi pada Pasal

3 ayat (1) mengatur mengenai bentuk perizinan yang diatur, meliputi Izin

Usaha dan Izin Operasional. Adapun tata cara penerbitan izin sesuai

Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik

Indonesia Nomor 11 Tahun 2018 dilihat dalam Pasal 8 ayat (1)

Persyaratan Izin Usaha dan Izin Operasional sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 sampai dengan Pasal 7.

2. Adapun faktor-faktor kendala dalam melaksanakan izin usaha simpan

pinjam di Kota Denpasar. Berdasarkan faktor hukumnya sendiri dilihat

dari pasal-pasal yang mengatur sudah sangat jelas namun masyarakat

belum memahami mengenai Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil

59
60

Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2018 Tentang

Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi yaitu masih banyak koperasi

yang belum mengurus izin usaha simpan pinjam. Kemudian terakhir

dilihat dari faktor masyarakat. Disini masyarakat kurang memiliki

wawasan serta kesadaran akan hukum yang sudah ditetapkan. Contohnya

masih banyak koperasi yang belum memiliki izin usaha simpan pinjam

sehingga dapat dilihat masyarakat kurang sadar untuk mematuhi peraturan.

5.2 Saran

1. Sebaiknya masyarakat khususnya yang memiliki usaha koperasi

mempunyai kesadaran untuk turut dalam mensukseskan program

pemerintah yaitu mendaftarkan izin usaha simpan pinjam koperasinya dan

mengoperasikan koperasinya tersebut agar lebih aktif dan berkembang

dengan tujuan membangun perekonomian masyarakat kelas kecil dan

menengah di Kota Denpasar.

2. Pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil

dan Menengah Kota Denpasar dapat menggalakkan kembali dengan

memberikan lebih banyak sosialisasi dan pembagian formulir syarat-syarat

pendaftaran izin usaha simpan pinjam koperasi. Untuk pemerintah Kota

Denpasar dapat merubah Peraturan Walikotanya sendiri dengan adanya

penambahan sanksi dengan tujuan menyadarkan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai