Anda di halaman 1dari 8

Nama : Anak Agung Ngurah Dwi Juniadi

NIM : 1982411011
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

ILMU SEBAGAI METODE

Menurut Senn (1971), metode ilmiah merupakan prosedur atau cara-cara tertentu yang
digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang disebut dengan ilmu atau pengetahuan ilmiah.
Epistimologi (filsafat pengetahuan) merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan dalam
kajian filsafat. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan epistimologi ilmu yang mengkaji
sumber-sumber untuk memperoleh kajian yang benar.
Penelitian ilmiah berfokus pada metode yang kukuh untuk mengidentifikasi permasalah,
mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan yang valid. Penelitian ilmiah
bersifat lebih objektif karena tidak berdasarkan pada perasaan, pengalaman, dan intuisi peniliti
semata yang bersifat subjektif. Penelitian ilmiah melibatkan theory construction dan theory
verification. Konstruksi teori merupakan suatu proses untuk membentuk struktur dan kerangka
teori yang digunkan untuk mengembangkan suatu hipotesis yang relevan dengan struktur
teorinya. Selanjutnya dengan menggunakan fakta, maka hipotesis ini diuji secara empiris.
Sudjana (1982) mengatakan, berpikir ilmiah untuk menghasilkan metode ilmiah harus
menempuh tahapan sebagai berikut: pertama, merumuskan masalah, yakni mengajukan
pertanyaan untuk dicarikan jawabannya. Pertanyaan itu bersifat problematis, yaitu mengandung
banyak kemungkinan jawaban. Kedua, mengajukan hipotesis, yakni jawaban sementara atau
dugaan jawaban dari pertanyaan yang telah diajukan diatas. Dugaan jawaban hendaknya
mengacu dari kajian teoritis melalui penalaran deduktif. Ketiga, melakukan verifikasi data,
yakni: melakukan pengumpulan data secara empiris, mengolah data itu, dan menganalisis untuk
menguji kebenaran hipotesis. Apabila proses pengujian dilakukan berulang-ulang dan kebenaran
selalu ditujukkan melalui fakta/data empiris, maka hipoteses itu telah menjadi tesis. Keempat,
menarik kesimpulan, yaitu menentukan jawaban definitive dari setiap masalah yang diajukan
secara empiris untuk setiap hipotesis.
Adapun Schroeder et al. (2001) mengungkapkan, metode ilmiah dimulai dari identifikasi
dan perumusan masalah. Setelah masalah ditetapkan dan dibatasi, diambil suatu hipotesis untuk
dilakukan pengujian. Berdasarkan hipotesis yang ditetapkan, data dikumpulkan dan diolah, dari
hasil pengujian dapat ditarik kesimpulan sementara. Urutan langkah yang terdapat dalam
penelitian dengan metode ilmiah tidak selalu sekensial. Pada suatu langkah tertentu dapat
dimungkinkan kembali ke langkah sebelumnya apabila dirasakan perlu atau harus.
Davis dan Cosenza (2000) dalam Sekaran (2003) mengatakan, meskipun tidak ada
kosensus tentang urutan dalam metode ilmiah, metode ilmiah umumnya memiliki beberapa
karakteristik umum sebagai berikut: kritis dan analitis : mendorong suatu kepastian dan prses
penelitian untuk mengidentifikasi masalah dan metode untuk mendapatkan solusinya. Beberapa
karakteristik yang terdapat dalam metode ilmiah sebagai berikut :\
1. Logis artinya merujuk pada metode ilmiah tergantung dari argumentasi ilmiah.
Kesimpulan rasional diturunkan dari bukti yang ada.
2. Testability artinya penelitian ilmiah harus dapat menguji hipotesis dengan pengujian
statistic yang menggunakan dara yang dikumpulkan.
3. Objektif artinya hasil yang diperoleh ilmuwan yang lain akan sama apabila studi yang
sama dilakukan pada kondisi yang sama. Hasil penelitian dikatakan ilmiah apabila dapat
dibuktikan kebenarannya.
4. Konseptual dan teoritis artinya ilmu pengetahuan mengandung arti pengembangan suatu
struktur konsep dan teoritis untuk menuntun dan mengarahkan upaya penelitian.
5. Empiris artinya metode ilmiah pada prinsipnya berstandar pada realitas.
6. Sistematis artinya metode ilmiah mengandung arti suatu prosedur yang cermat.
Selanjutnya dikatakan Sekaran (2003) dan Indriantoro & Supomo (1999), suatu
penelitian dikatakan penelitian ilmiah yang baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Menyatakan tujuan secara jelas
2. Rigor (kukuh): penelitian ilmiah menunjukan proses penelitian yang dilakukan secara
hati-hati (prudent) dengan keakurasian yang tinggi. Basis teori dan rancangan penelitian
yang baik akan menambah kekukuhan dari penelitian ilmiah.
3. Menggunkan landasan teoritis dan metode pengujian data yang relevan.
4. Mengembangkan hipotesis yang dapat diuji dari telaah teoritis atau berdasarkan
pengungkapan data.
5. Mempunyai kemampuan untuk diuji ulang (replikasi).
6. Memilih data dengan presisi sehingga hasilnya dapat dipercaya. Tidak ada penelitian
yang sempurna dan ketepatannya tergantung pada keyakinan peneliti yang dapat diterima
umum. Kesalahan pengukuran data dapat menyebabkan ketetapan penelitian menurun.
Desain penelitian harus dilakukan dengan baik sehingga hasil penelitian dapat dekat
dengan kenyataan (precision) dengan tingkat probabilitas keyakinan (confident) yang
tinggi.
7. Menarik kesimpulan dilakukan secara objektif. Hasil penelitian ilmiah akan memberikan
hasi dan konklusi yang objektif jika tidak dipengaruhi oleh factor subyektif peneliti.
8. Melaporkan hasilnya secara parsimony (simple), yaitu penelitian ilmiah mempunyai
kemudahan didalam menjelaskan hasil penelitiannya.
9. Temuah penelitian dapat digeneralisasi. Hasil penelitian ilmiah mampu untuk diuji
dengan hasil yang konsisten dengan waktu, objek, dan situasi yang berbeda.
Menurut Umar (2002), dalam melalukan riset harus dirumuskan terdahulu empat hal
utama yaitu : pertama, riset yang akan dilakukan harus mengikuti metode ilmiah agar hasilnya
ilmiah. Kedua, riset ditujukan untuk menjawab pertanyaan riset, jadi tidak boleh menyimpang.
Ketiga, pemahaman atas seberapa luas dan dalam kajian yang akan dilakukan. Keempat, riset
harus disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia, baik tenaga SDM yang akan terlibat, waktu
dan biaya yang tersedia, dukungan teori dan alat ukur yang diperlukan, termasuk penggunaan
teknologi.
Pertimbangan resiko kemungkinan gagal dan penumpangan yang dapat terjadi. Metode
riset yang dipilih kendaknya dibuat dengan mempertimbangkan kondisi diatas dengan tujuan
khusus untuk mendukung tujuan riset. Banyak jenis metode penelitian ilmiah yang dapat
dilakukan bauk metode penelitian kuantitatif, kualitatif, maupun hermeneutika perpustakaan,
tergantung kemampuan penliti sendiri. Setiap metode tentu saja memiliki kelebihan dan
kelemahannya sendiri.
Selanjutnya, Umar (2002) memberikan penjelasan dan pertimbangan dalam memilih
suatu metode penelitian ilmiah :
Pertama, metode ilmiah studi kasus menghendaki suatu kajian yang perinci, mendalam,
menyeluruh atas objek tertentu yang biasanya relative kecil selama kurun waktu tertentu,
termasuk lingkungannya. Peneliti, bersama dengan pengambil keputusan manajemen (misalnya
didalam organisasi), harus berusaha menemukan hubungan atas factor yang dominan atas
permasalahan risetnya. Selain itu, peneliti dapat saja menemukan hubungan yang tadinya tidak
direncakan atau terpikirkan.
Kedua, metode ilmiah survey yaitu riset yang diadakan untuk memperoleh fakta tentang
gejala atas permasalahan yang timbul, kajiannya sampai pada tahap menyelidiki mengapa gejala
itu ada serta menganalisis hubungan atas gejala tersebut. Fakta yang ada lebih digunakan untuk
pemecahan masalah daripada digunakan untuk pengujian hipotesis.
Ketiga, metode ilmiah pengembangan (R&D) dengan metode pengembangan berguna
untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan suatu objek tertentu dalam kurun waktu
tertentu. Riset pembangan juga menekankan pada inovasi produk. Dalam konteks teknologi
pendidikan Gustafon (2004) mengungkapkan hasil penelitiannya, ada tiga model penelitian
pengembangan, yaitu aktivitas pembelajaran di kelas, system desain, dan model produk
pengambangan pembelajaran.
Keempat, metode ilmiah tindak lanjut (follow up study) dilakukan apabila peneliti hendak
mengetahui perkembangan lanjutan dari subjek setelah subjek diberikan perlakuan tertentu atau
setelah kondisi tertentu. Metode tindak lanjut ini misalnya dipakai untuk menilai kesuksesan
program tertentu yang diracangkan.
Kelima, metode ilmiah analisis isi (content analysis) dapat dilakukan misalnya untuk
mengetahui keaslian dokumen. Peneliti melakukan pengumpulan data dan informasi melalui
pengujian arsip dan dokumen untuk mengetahui kelengkapan, kesalaham, dan sebagainya.
Keenam, metode ilmiah kecendrungan (trend) dilakukan dalam riset yang ditunjukan
untuk melihat suatu kondisi tertentu yang akan datang dengan melakuakan proyeksi atau ramalan
(forecasting). Dalam melakukan proyeksi masa depan, biasanya ramalan jangka pendek
dianggap lebih dapat diandalkan daripada ramalan jangka panjang.
Ketujuh, metode ilmiah korelasional (correlational study) atau penelitian asosiatif
merupakan riset yang dirancang untuk menentukan tingkat variable yang berbeda dalam suatu
populasi. Perbedaaanya dibanding dengan metode yang lain adalah adanya usaha untuk menaksir
hubungan dan bukan sekedat dekskripsi. Peneliti dapa mengetahui berapa besar kontribusi
variable bebas terhadap variable yang terkait serta besarnya arah hubungan yang terjadi.
Kedelapan, metode ilmiah eksperimen, yakni suatu penelitian yang membutuhkan
langkah lengkap sebelum eksperimen dilakukan supaya data yang diperkukan dapat diperoleh,
yang hasilnya nanti dapat mengarahkan peneliti pada anlisis yang objektif. Penelitian eksperimen
ini dapat juga dikatan penelitian komparatif.
Pengetahuan dapat diperoleh dari informasi yang diberikan oleh orang lain kepada kita.
Yang dimaksudkan dengan informasi disini adalah wacana yang dapat berbentuk lisan atau
tulisan. Dengan demikian, pembentukan pengetahuan akan berbeda-beda bagi tiap individu
sebagaimana dikemukakan oleh pandangan konstruktivisme. Sesuai pandangan tersebut,
kecepatan seseorang membentuk pengetahuan juga berbeda-beda. Jadi meskipun informasi atau
stimulusnya sama, sebagai individu akan membentuk pengetahuan yang berbeda dengan
kecepatan yang tidak sama pula.
Bagi seorang guru misalnya, hal yang sangat penting untuk diperhatikan yaitu bahwa
dalam kegiatan mengajar harus diusahakan agar wacana yang dilakukan tidak mudah
disalahartikan oleh peserta didik. Pengetahuan yang anda kenal pada contoh ini merupakan
pengetahuan indriawi, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari suatu objek tertentu dan ingin kita
hayati melalui indra dan pemikiran. Pengetahuan ini biasa disebut pengetahuan saja atau dalam
bahasa Inggris disebut knowledge. Pengetahuan itu dapat diperoleh melalui pengalaman, selain
dia yang diperoleh melalui indra dan diperoleh melalui suatu metode penelitian ilmiah
eksperimen.
Para filsuf senantiasa ditantang untuk menjawab pertanyaan yang sangat mendasar
tentang segala sesuatu yang mereka amati atau peristiwa yang mereka alami. Pengetahuan yang
mereka peroleh sebagai hasil pemikiran yang rasional dan mendasar, kritis, dan logis, analitis
dan sistematis untuk menjawab, pertanyaan tentang hakikat, asas, atau prinsip dari seluruh
realitas, disebut filsafat atau filsafat. Dengan demikian, filsafat itu pada awalnya membahas
tentang hakikat segala hal dan dimulainya dengan pemikiran manusia mengenai alam dan segala
peristiwa yang ada yang kemudia berkembang lebih luas lagi. Jadi, bidang bahasanya sangat
luas, yaitu mencangkup semua ilmu yang dikenal orang pada masa tertentu.
Untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan ilmu, dapat dikemukakan contoh
bahwa hingga abad ke -18 fisika masih disebut sebagai filsafat alam. Demikian pula yang
sekarang kita kenal sebagai ilmu ekonomi, dahulu disebut sebagai filsafat moral. Sejak
pertengahan abad ke-19, fisika, kimiam dan biology disebut sebagai ilmu kealamann dan bukan
bagian dari filsafat alam. Dalam perkembangan selanjutnya pada abad ke-20 hingga 21 fisika,
kimiam biologi, psikologi, serta ilmu social seperti ilmu ekonomi, ilmu pendidikan, sosiologi,
ilmu hukum, dan ilmu politik telah dinyatakan sebagai ilmu empiris.
Seiring berjalannya waktu ilmu pun berkembang menjadi lebih banyak dan lebih luas,
sehingga banyak pula cabang ilmu yang lebih dalam pembahasannya. Dengan demikian, ilmu itu
lahir, berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu yang terlepas dari filsafat sebagai induknya. Pada
dasarnya ilmu itu lahir dan berkembang sebagai produk dari upaya manusia untuk memahami
realitas alam serta kehidupan didalamnya, serta upaya mengembangkan produk-produk yang
telah dihasilkan oleh manusia sebelumnya.
Meskipun dalam perkembangannya filsafat telah melahirkan imu yang bersifat mandiri,
tidak berarti bahwa hubungan ilmu dan filsafat telah putus, karena masih ada dan perlu ada
interaksi antara keduanya. Sebagai contoh, filsafat bertugas antara lain untuk membuat analisis
tentang konsep dan asumsi ilmu dalam hal arti dan validitasnya. Selain itu, filsafat juga mengatus
hasil berbagai ilmu dalam suatu pandangan hidup yang terintegrasi, komprehensif, dan konsisten.
Sebaliknya, sikap ilmiah yang merupakan landasan perkembangan ilmu dirasakan sangat
bermanfaat pula bagi berkembangan filsafat. Filsafat dan ilmu saling membutuhkan. Filsafat
ilmu yang salah satu tugas pokoknya yaitu menilai hasil ilmu ditinjau dari aspek eksistensi
manusia seutuhnya, merupakan jembatan penghubung antara filsafat dan ilmu.
Sains telah berkembang secara cepat sejalan dengan perkembangan teknologi. Misalnya
ilmu kealaman secara berangsur memiliki banyak cabang ilmu yang masing-masing ditelaah,
diteliti, dan dikembangkan oleh kelompok ilmuwan yang berminat terhadap cabang ilmu
tertentu. Pembagian ini disebabkan oleh keterbatasan manusia yang tidak mampu mempelajari
beberapa bidang ilmu sekaligus secara mendalam.
Filsafat yang menelaah tentang manusia dan hubungan antar manusia disebut moral
philosophy atau philosophy saja. Dalam perkembangannya, kelompok ilmu ini menjadi ilmu
social yang dalam bahasa Jerman disebut Geitseswissenschaften, ilmu social atau ilmu
kemasyarakatan meliputi berbagai cabang yang pada dasarnya mengkaji hubungan antar
manusia, baik antar individu maupun kelompok. Jadi, pengembangan ilmu tidak dapat hanya
dirumuskan atau ditentukan oleh ilmu itu sendiri, tetapi perlu dikaitkan dengan dasar budaya
masyarakat suatu bangsa. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya nilai suatu pengembangan
ilmu itu perlu ditinjau sejauh mana ilmu itu dapat menyumbangkan nilai tambah untuk
kesejahteraan masyarakat tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya mereka. Oleh karenanya
pemahaman tentang filsafat ilmu sangat diperlukan.
Proses terjadinya pengetahuan merupakan bagian penting dalam epistimologi, sebab hal
ini akan mewarnai corak pemikiran kefilsafatannya. Pandangan yang sederhana dalam
memikirkan proses terjadinya pengetahuan dapat dipahami berbagai macam. Ada yang
berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun
pengalaman bathin. Yang lain berpendapat bahwa pengetahuan terjadi tanpa adnya pengalaman.
Yang disebut pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas segaka pengamatan, yang disimpan
didalam ingatan dan digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan
apa yang telah diamati pada masa lampau.
Paham pertama, sebagaimana dikekemukakan oleh John Hospers dan Knight (1982),
meyakinkan bahwa didalam mengetahui memerlukan alat, yaitu pengalaman indera (sense of
experience), nalar (reason), wahyu (revelation), otoritas (authority), intuisi (intuition), dan
keyakinan (faith). Yang lain berkeyakinan bahwa pengetahuan didapatkan dari pengamatan.
Didalam pengamatan segala pengetahuan dimulai dengan gambaran-gambaran inderawi.
Gambaran-gambaran itu kemudian ditingkatkan hingga sampai kepada tingkatan-tingkatan yang
lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif.
Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda diluar kita menyebabkan adanya
suatu gerak didalam indera kita. Gerak ini diteruskan kepada otak dan dari otak diteruskan ke
jantung. Didalam jantung timbullah suatu reaksi, suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya.
Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.
Menurut Jan Hendrik Rapar (2005), pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan filsafati. Pertama, pengetahuan biasa
(ordinary knowledge), yaitu pengetahuan yang diperoleh dari hasil penyerapan indera terhadap
objek tertentu yang disaksikan dalam kehidupan sehari-hari. Pada jenis pengetahuan biasa ini
juga dapat diperoleh dengan cara pemikiran yang rasional yang mendalam mengenai segala
sesuatu, namun masih perlu dibuktukan kebenarannya dengan menggunakan metode-metode
ilmiah.
Kedua, pengetahuan ilmiah (science knowledge). Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan
yang diperoleh melalui penggunaan metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kepastian
kebenaran yang dicapai.
Ketiga, pengetahuan filsafati (philosophical knowledge). Pengetahuan jenis ini diperoleh
melalui pemikiran rasional yang didasarkan pada pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian
kritis, dan pemikiran-pemikiran yang logis, analitis, dan sistematis. Pengetahuan filsafati adalah
pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat, prinsip, dan asas dari seluruh realitas yang
dipersoalkan selaku objek yang hendak diketahui.

Daftar Pustaka
A. Susanto, 2017, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, Dan Aksiologis,
Bumi Akasara, Jakarta.
Mukthar Latif, 2016, Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu, Prenadamedia Grup, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai