NIM 2082411020
ABSEN 20
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
Diskusikanlah :
Perkawinan, :
2. Harta bawaan, adalah harta yang dibawa oleh suami atau istri ke dalam
perkawinan.
Dalam hukum adat Bali, warisan tidak saja bewujud benda-benda seperti
harta keluarga tetapi juga hak - hak kemasyarakatan seperti hak atas tanah karang
diterimanya hak-hak tersebut. Harta warisan keluarga yang berwujud benda dapat
pewarisan secara turun temurun yang meliputi harta yang tidak dapat
1
Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga
Dokumentasi dan Publikasi, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, hal. 115.
tetamian yang dapat dibagi-bagi yaitu harta warisan yang tidak
perkawinan berlangsung.
harta bawaan dan harta hadiah atau warisan diatur dalam Pasal 35 ayat (2) UU
Perkawinan. Menurut I Ketut Sudantra, dalam hukum adat Bali golongan harta
bersama lazim disebut pegunakaya atau gunakaya; sedangkan untuk harta bawaan
disebut dengan istilah-istilah berbeda tergantung asal atau cara perolehan harta
bawaan tersebut. Apabila harta bawaan tersebut berasal dari hasil usaha suami
atau istri tersebut sebelum kawin, disebut sekaya; sedangkan apabila diperoleh
jiwadana. Kedua jenis harta bawaan ini lazim disebut tetatadan. Harta benda
perkawinan yang dioperoleh karena pewarisan, dalam hukum adat Bali disebut
tetamian.2
selama perkawinan berlangsung sudah diatur cukup jelas. Menurut Pasal 35 ayat
(2) dan Pasal 36 ayat (1), harta-harta yang tergolong sebagai harta bawaan, harta
hadiah atau harta warisan berada dalam kekuasaan masing-masing suami atau istri
2
I Ketut Sudantra, 2011, Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali, Udayana University Press,
Denpasar, hal. 28.
sehingga suami atau istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan
hukum apapun terhadap harta bendanya itu. Hal berbeda berlaku terhadap harta
bersama. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) harta bersama dikuasai oleh suami dan
istri secara bersama-sama sehingga apabila salah satu pihak (suami atau istri)
dan istri
sumber (asal) harta dan penguasaan harta tersebut selama perkawinan berlangsung
adalah berbeda Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan mengatur bahwa “mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat
secara yuridis formal kedudukan dan peranan yang dapat dilakukan oleh suami
dan istri terhadap harta bersama adalah seimbang. Jelas sekali ditegaskan bahwa,
(semua) harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, tanpa
hanya suami dan istri hanya mengurus rumah, secara yuridis kedua pihak
dianggap mempunyai kontribusi yang sama terhadap pembentukan harta benda
perkawinan.
Harta Perkawinan dalam hukum adat, menurut Ter Haar, dapat dipisah
1. Pertama, Harta yang diperoleh suami atau istri sebagai warisan atau
2. Kedua, Harta yang diperoleh suami atau istri untuk diri sendiri serta
atas jasa diri sendiri sebelum perkawinan atau dalam masa perkawinan;
3. Ketiga, Harta yang dalam masa perkawinan diperoleh suami dan istri
Apabila mengacu kepada Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (1) maka
dapat ditafsirkan bahwa apabila terjadi perceraian, kedudukan suami dan istri
terhadap harta bawaan, harta hadiah dan harta warisan adalah tetap adanya, yaitu
suami dan istri masing-masing tetap menguasai hartanya itu. Dilihat dari Pasal 37
dengan "hukumnya" masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-
3
Muhammad Isna Wahyudi, 2006, Harta Bersama, Antara Konsepsi dan Tuntutan Keadilan,
Makalah Calon Hakim Agung RI, hal. 2.
pengaturan harta-harta tersebut selama perkawinan berlangsung berbeda dengan
Bali, yang dimaksud sebagai “hukumnya masing-masing” itu adalah hukum adat
terjadi perceraian. Menurut I Ketut Sudantra, nilai-nilai dan norma hukum adat
Bali berkaitan dengan kedudukan suami istri terhadap harta bersama dalam hal
dimungkinkan karena hukum adat Bali mempunyai sifat yang luwes dan dinamis. 4
ketika pengadilan adat Raad Kertha masih hidup dengan sikap pengadilan setelah
Raad Kertha dibubarkan. Pada jaman Raad Kertha, Pengertian Raad Kertha
adalah dilihat dari kata Raad berarti rapat, Kerta berarti damai, jadi Raad Van
Kerta mengandung arti sebuah rapat atau sidang dalam menyelesaikan suatu
sengketa dan dapat menghasilkan suatu keputusan bersifat adil yang dapat
harta bersama tergantung pada kondisi pihak mana yang bersalah dalam
perceraian. Apabila yang bersalah dalam perceraian itu adalah suami yang sudah
4
Luh Putu Diah Puspayanthi, 2017, Kedudukan Suami Istri Terhadap Harta Benda
Perkawinan Dalam Hal Terjadi Perceraian: Perspektif Undang-Undang Perkawinan Dan Hukum
Adat Bali, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana Ketha Desa, Vol. 04, No. 02, hal. 6,
diakses pada tanggal 22 November 2020 Pukul 20.00.
5
https://www.pn-semarapura.go.id/tentang-pengadilan/sejarah-pengadilan, diakses pada
tanggal 21 November 2020 Pukul 13.00.
menjadi dalam putusan pengadilan, maka harta perkawinan bersama dibagi
menjadi tiga : dua bagian menjadi hak suami, sedangkan istri mendapat hak satu
bagian. Apabila yang bersalah adalah istri, maka istri sama sekali tidak berhak
atas harta bersama. Setelah Raad Kertha dibubarkan dan posisinya diganti oleh
istri terhadap harta bersama dalam hal terjadi perceraian adalah seimbang, yaitu
ketentuan beberapa awig-awig desa adat yang sempat diteliti oleh I Ketut
Sudantra. Dalam penelitian tersebut ditemukan prinsip dalam awig-awig desa adat
bahwa apabila terjadi perceraian maka suami istri mempunyai hak yang sama
terhadap harta bersama “Prade palas perabiane patut pagunakaya polih pahan
sebagai wadah tunggal desa adat seluruh Bali juga telah mengambil sikap
terhadap persoalan ini. Melalui suatu forum musyawarah adat yang disebut
Pesamuhan Agung III MDP Bali, 15 Oktober 2010, diputuskan antara lain bahwa
harta gunakaya (harta bersama dalam perkawinan) dengan prinsip pedum pada
Pesamuan Agung III MUDP Bali, sebagaimana yang dijelaskan oleh Pakar
Bali berhak atas warisan berdasarkan Keputusan Pesamuan Agung III MUDP Bali
menerima setengah dari hak waris purusha setelah dipotong 1/3 untuk harta
pusaka dan kepentingan pelestarian. Hanya jika perempuan Bali yang pindah ke
agama lain, mereka tidak berhak atas hak waris. Jika orang tuanya ikhlas maka
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Muhammad Isna Wahyudi, 2006, Harta Bersama, Antara Konsepsi dan Tuntutan
Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali,
Udayana
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
I Ketut Sudantra, 2002, “Wanita Bali dan Harta Benda Perkawinan: Suatu
Luh Putu Diah Puspayanthi, 2017, Kedudukan Suami Istri Terhadap Harta Benda
INTERNET :
https://www.pn-semarapura.go.id/tentang-pengadilan/sejarah-pengadilan