Anda di halaman 1dari 3

PENGERTIAN BPHTB

·   Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah pajak yang dikenakan
atas   perolehan Hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak;
·   Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan;
·    Hak atas tanah dan bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta
bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.

Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah :
·         Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.Undang-undang
ini menggantikan Ordonasi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291.
  UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

OBYEK PAJAK
Obyek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak ATas
Tanah dan/atau Bangunan meliputi :
 Pemindahan hak karena :
1. jual beli ;
2. tukar menukar;
3. hibah;
4. hibah wasiat;
5. waris;
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8. penunjukan pembelian dalam lelang;
9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hak tetap;
10. penggabungan usaha;
11. peleburan usaha;
12. pemekaran usaha;
13. hadiah;
 Pemberian hak baru karena :
1. kelanjutan pelepasan hak; atau
2. di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah adalah :
1. hak milik;
2. hak guna usaha;
3. hak guna bangunan;
4. hak pakai;
5. hak milik atas satuan rumah susun; dan hak pengelolaan
6. hak pengelolaan
III. PENGECUALIAN OBYEK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
Obyek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah objek
pajak yang diperoleh :
1. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik;
2. negara untuk menyelenggarakan pemerintah dan/atau untuk
pelaksanaan pembanugnan guna kepentingan umum;
3. badan atau perwakilan lebaga internasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
4. orang pribadi atau badan karena koversi hak atau karena perbuatan
hukum lain dengan adanya perubahan nama;
5. orang pribadi atau badan karena wakaf; dan
6. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah;

IV. SUBYEK PAJAK


Subyek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan
yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

DASAR PENGENAAN PAJAK


Yang menjadi dasar pengenaan pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP).
NPOP ditentukan sebesar :
1. harga transaksi, dalam hal jual beli
2. nilai pasar objek pajak, dalam hal :
A. tukar menukar
B. hibah
C. hibah wasiat
D. waris
E. peleburan usaha
F. pemekaran usaha, dll
3. harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang, dalam hal penunjukan pembelian
dalam lelang
4. NJOP PBB, apabila besarnya NPOP harga transaksi dan NPOP nilai pasar objek pajak tidak
diketahui atau NPOP lebih rendah drpd NJOP PBB

MEKANISME PEMBAYARAN BPHTB.


Penjual dan pembeli yang sudah menyepakati harga jual beli rumah, mendatangi Notaris/PPAT
untuk dibuatkan akta jual beli. Pada umumnya, penjual dan pembeli kurang memahami aturan
BPHTB, sehingga mereka dating ke Notaris/PPAT tanpa membawa SSB. Akibatnya,
Notaris/PPAT tidak bersedia menandatangani akta jual beli. Tindakan Notaris/PPAT sesuai
dengan Pasal 24 ayat (1) UU BPHTB yang menentukan bahwa pejabat pembuat akta tanah
/notaries hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan
pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Setelah wajib pajak (pembeli) mengisi SSB dengan lengkap, jelas dan menandatanganinya,
maka ia dating ke bank/ kantor pos persepsi yang sudah ditentukan untuk melakukan
pembayaran BPHTB terhutang ke kas Negara. Pejabat bank/pos persepsi menandatangani
SSB, mengambil SSB lembar ke-2, dank e-4, kemudian menyerahkan kembali SSB lembar ke-
1, 3, dan 5 kepada wajib pajak.
Wajib pajak (pembeli) mendatangi kembali Notaris/PPAT tersebut, kemudian menyerahkan
SSB lembar ke-5. Setelah itu, barulah Notaris/PPAT bersedia menandatangani akta jual beli.
Wajib pajak (pembeli) menyerahkan SSB lembar ke-3 ke KPP Pratama (KP PBB) secara
langsung ataupun dikirim melalui pos. Sedangkan SSB lembar ke-1 sebagai Arsip untuk wajib
pajak.
Sumber:
https://id.scribd.com/document/361647973/BPHTB

Anda mungkin juga menyukai