Anda di halaman 1dari 2

Nama : Wahyu Sabtiya Darma

Nim : 3191111001
Kelas : Ppkn Reg B 2019
Mata Kuliah : Teori Politik Dan Demokrasi
Teori kekuasaan negara menurut aristoteles,plato, dan socrates
1. Menurut Aristoteles, negara adalah lembaga politik yang paling berdaulat,
meski bukan berarti negara tidak memiliki batasan kekuasaan. Kekuasaan
tertinggi terbentuk karena tujuan yang dimilikinya adalah untuk mensejahterakan
seluruh warga negara. Tujuan negara ini memberikan gambaran bahwa negara ada
untuk memberikan kebahagiaan bagi seluruh warganya. Negara lahir untuk
menjamin kebaikan bagi rakyatnya. Dengan kata lain, baagi Aristoteles, dia
menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Namun yang perlu digarisbawahi adalah Aristoteles tidak pernah
membenarkan untuk seseorang menumpuk kekayaannya. Milik baginya adalah
alat; alat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan alat supaya ada
kesenggangan waktu untuk mencurahkan perhatian kepada masalah masyarakat.
Dari segi kepemilikan ini, Aristoteles membagikan masyarakat menurut
kelompok kekayaannya yang akan berimbas pada konstitusi ideal. Menurut
Aristoteles, kemiskinan akan mengurangi perhatian seseorang untuk melihat pada
persoalan-persoalan masyarakat. Sedangkan kekayaan yang berlebih akan
berimbas pada seseorang melupakan persoalan-persoalan sekitarnya. Keduanya
akan memiliki keterbatasan waktu untuk mengurusi persoalan yang menyangkut
kehidupan bermasyarakat. Namun, terdapat kelompok menengah dalam jumlah
besar yang memiliki harta secukupnya namun tidak miskin, kelompok ini yang
menurut Aristoteles sebagai kelompok yang tepat memegang kekuasaan.
Berdasarkan hal ini Aristoteles membagi kekuasaan berdasarkan jumlah orang
yang memegang kekuasaan. Bentuk negara yang benar menurutnya yaitu
Monarki, Aristokrasi, dan Politea (Negara Konstitusional), sedangkan deviasi
negara yang benar yaitu Tirani, Oligarki, dan Demokrasi. Pada pendapatnya yang
paling ideal bagi Aristoteles adalah monarki, karena diperintah oleh seorang raja
filsuf yang dapat berkuasa untuk kepentingan rakyat. Namun pada kenyataannya
monarki dengan raja filsufnya seakan menjadi hal yang tidak pernah ada dalam
masyarakat. Sehingga dia lebih melihat bahwa aristokrasi lebih realistis untuk
diterapkan pada suatu negara. Ketiga bentuk kekuasaan yang dijabarkan
Aristoteles, baginya yang paling memungkinkan untuk diterapkan dalam realitas
adalah politea atau demokrasi. Walaupun demikian, dia mensyaratkan dengan
tegas bahwa penerapan demokrasi harus berdasarkan hukum.
2. Menurut Plato
Plato lahir pada tahun 429 Sebelum Masehi (SM) dan meninggal dunia pada
tahun 347 SM. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, Plato adalah murid
dari Socrates yang sangat dipengaruhi oleh pemikirannya. Dalam Republik
(Politeia) Plato sangat menjelaskan secara mendetail bagaimana pemikiran dari
Socrates. Plato memandang hal yang paling penting dalam kehidupan manusia
1
adalah keadilan. Politeia memberikan gambaran kepada kita bagaimana
seharusnya negara bertindak. Politeia membicarakan empat hal besar: pertama,
mengenai metafisika, yang mencari dan membicarakan apa sebenarnya hakekat
segala yang ada ini. kedua, mengenai etika, yaitu tentang sikap yang benar dan
baik dan sebaliknya. ketiga, mengenai pendidikan yang harus dijalani seseorang
dalam hidup ini, dan akhirnya mengenai pemerintahan yang seharusnya yang
ideal.
Menurut Plato, keadilan merupakan sesuatu yang harus ada dalam negara.
Segala sesuatu yang dilakukan oleh negara harus bertujuan untuk mencapai
kebajikan. Kebajikan hanya akan terwujud hanya ketika manusia berpengetahuan.
Pengetahuan adalah suatu kebajikan. Pengetahuan akan membawa kebajikan
kepada manusia. Melalui pengetahuan seseorang dapat mengetahui hal yang baik
maupun buruk. Dengan demikian orang tersebut dapat melihat kebajikan melalui
pengetahuan yang dimilikinya.
Pada sejarahnya, Plato mempelajari bentuk kekuasaan yang ideal pada saat
terjadi perebutan kepemimpinan di Yunani kuno antara dua negara utama, Sparta
dan Athena. Hal ini terjadi pada Perang Peloponnesos (431-404) yang pada
akhirnya memenangkan Sparta. Plato melihat kekalahan Athena tidak hanya
disebabkan oleh faktor eksternal yang disebabkan ketangguhan pasukan Sparta,
namun disebabkan faktor internal lemahnya pasukan Athena. Bentuk kekuasaan
Aristokratis Militeristis yang diterapkan Sparta menjadikannya lebih unggul
dalam mempersatukan negara dibandingkan dengan kekuasaan demokratis
Athena.

3. Menurut Socrates
Pemikiran Negara menurut Socrates
Socrates yang merupakan salah satu filusuf terkemuka yang lahir 469 SM,
merupakan seorang filusuf yang sangat kritis. Socrates sangat kritis dalam
mempertanyakan sesuatu yang dianggap benar dan tidak mudah percaya kepada
kebenaran tanpa melakukan penyelidikan. Menurut filusuf ini untuk mencapai
kebajikan (virtue) manusia harus memiliki pengetahuan dan tolok ukur mengenai
apa yang baik dan buruk. Tujuan tertinggi kehidupan manusia memnuat dirinya
atau jiwanya secara menyeluruh tumbuh dan berkembang serta menjadi sebaik
mungkin dan mampu diaraih bila manusia memiliki hakikat yang baik.
Menurut Socrates tugas Negara adalah memajukan kebahagiaan para warga
negaranya dan membuat jiwa mereka menjadi sebaik mungki. Seseorang
penguasa harus mempunyai pengertian tentang “yang baik”. Ada satu hal lagi
yang perlu kita tahu dengan pemikiran politik Socrates, beliau tidak menyetujui
konsep Demokrasi yang didasarkan pada suara Mayoritas karena menurut beliau
tidak semua orang (dalam mayoritas) memiliki pengetahuan baik. Manusia adalah
makhluk yang rasional, begitu Socrates mendefinisikan manusia. Ini adalah arête,
sebuah keutamaan yang dimiliki manusia. Manusia mempunyai arête sebagai
manusia. Pengetahuan ini disebutnya 'Theoria'. Semacam roh ilahi (Daimonion)
dalam setiap manusia merupakan sumber pengetahuan yang sejati itu.

Anda mungkin juga menyukai