Kelas : 3a keperawatan
Nim : 18301011
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem
peredaran orang lainnya. Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada
klien/pasien yang membutuhkan darah dan/atau produk darah dengan cara memasukkan darah melalui
vena dengan menggunakan set transfusi (Hidayat, 2004).
1. Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar, perdarahan postpartum,
kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb atau penyakit kelaianan darah).
3. Pasien dengan sepsis yang tidak berespon dengan antibody (khususnya untuk pasien dengan kultur
darah positif, demam persisten/ 38,3o C dan granulositopenia).
Transfusi darah juga dapat digunakan untuk mengobati anemia berat atau trombositopenia yang
disebabkan oleh penyakit darah. Orang yang menderita hemophilia atau penyakit sel sabit mungkin
memerlukan transfusi darah sering. Awal transfusi darah secara keseluruhan digunakan, tetapi praktek
medis modern umumnya hanya menggunakan komponen darah.Kontraindikasi dari transfusi darah :
1. Hb dan jumlah eritrosit dan leukosit pasien yang tidak normal
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien
anemia berat
3. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih (misal faktor pembekuan untuk
membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemophilia) (Hidayat, 2004).
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume darah secara nyata.
Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah penuh adalah :
4) Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload berkurang.
Tujuan transfusi suspensi trombosit adalah menaikkan kadar trombosit darah. Dosis suspensi trombosit
yang diperlukan dapat dihitung kira-kira sebagai berikut : 50 ml suspense trombosit menaikkan kadar
trombosit 7500-10.000/mm pada resipien yang beratnya 50 kg. Suspensi trombosit diberikan pada
penderita trombositopeni bila:
a. Didapat perdarahan
b. Untuk mencegah perdarahan pada keadaan dimana ada erosi yang dapat berdarah bila kadar <
35.000/mm
Plasma segar yang dibekukan mengandung sebagian besar faktor pembekuan di samping berbagai
protein yang terdapat di dalamnya, karena itu selain untuk mengganti plasma yang hilang dengan
perdarahan dapat dipakai sebagai pengobatan simptomatis kekurangan faktor pembekuan darah. Fresh
Frozen Plasma (FFP) tidak digunakan untuk mengobati kebutuhan faktor VIII dan faktor IX (Hemofilia),
untuk ini digunakan plasma Cryoprecipitate. Pada transfusi dengan FFP biasanya diberikan 48 kantong
(175225 ml) tiap 68 jam bergantung kebutuhan.
Transfusi dengan darah penuh diperlukan untuk mengembalikan dan mempertahankan volume darah
dalam sirkulasi atau mengatasi renjatan.
Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis utama tergantung pada sumber mereka yaitu :
a) Transfusi homolog atau allogenic : transfusi darah yang disimpan menggunakan orang lain.
Namun, hitungan yang lebih teliti perlu diperhatikan saat mentransfusi pasien anak (contohnya pasien
thalasemia). Untuk mencegah hipervolemia pada pasien anak dapat digunakan rumus berikut
Misalnya pada pasien thalasemia target Hb 11, Hb saat ini 7.5 dan berat badan 10 kg Maka dosis
pemberian PRC menjadi
(11-7.5) x 10 x 4 = 140 mL
Nah, sebuah guideline dari WHO yang menyarankan transfusion rate pada anak 5 mL/kgBB/jam. Jadi
pada anak dengan berat badan 10 kg maksimal diberikan 50 mL/jam. Sisa volume yang belum diberikan,
dapat diberikan keesokan harinya.
Pada dewasa biasanya lebih longgar, nanti pada guideline WHO di atas disarankan hannya memberikan
100-150 mL/jam PRC pada pasien dewasa.
Semua rumah sakit wajib mengikuti pedoman nasional penggunaan darah. Jika pedoman nasional masih
belum ada, maka tiap rumah sakit harus membuat pedoman sendiri dan membentuk komite transfusi
darah untuk mengawasi penggunaan darah dan menyelidiki jika terjadi reaksi transfusi.
Berikut beberapa prosedur umum pelaksanaan transfusi darah yang sebaiknya diikuti oleh setiap
petugas medis yang bertugas dalam pelaksanaan transfusi:
- Cocokkan identitas pasien dan label kantong darah dikerjakan oleh dua orang perawat senior.
- Ukur tanda vital dan catat di rekam medik transfusi, perawat pelaksana menulis nama terang dan
tanda tangan.
- Dalam 30 menit darah donor keluar dari lemari pendingin bank darah, transfusi harus sudah
dilaksanakan.
- Kantong darah donor dibolak-balikkan dan tidak perlu dihangatkan, kecuali pada transfusi masif.
- Perawat menerangkan tanda dan gejala reaksi transfusi, bila gejala muncul pasien atau keluarga lapor
kepada perawat.
- Dalam 15 menit pertama kecepatan 10 tetes per menit dan perawat tetap menunggu pasien untuk
mengamati gejala reaksi transfusi yang mungkin muncul.
- Bila muncul gejala reaksi transfusi, hentikan transfusi, periksa dan catat tanda vital di rekam medik, dan
lapor ke dokter.
- Bila aman, tidak ada hipovolemia dan jantung baik kecepatan 20-40 tetes per menit, 1 kantong darah
(PRC/WB) selesai dalam 2-3 jam, maksimal 4 jam.
4. Reaksi Transfusi Darah
Komplikasi yang terkait dengan Transfusi darah dapat berupa: reaksi Transfusi, komplikasi non
imunologi, dan transmisi penyakit infeksi.
Hipokalsemia (penggunaan sitrat untuk menyimpan produk darah dapat mengikat kalsium dalam
plasma)
Koagulopati (terjadi karena kalsium berikatan dengan sitrat, jalur koagualsi tidak dapat berjalan)
Haemosiderosis (terjadi sebagai akibat overload zat besi dari sel darah merah yang diTransfusikan,
kelebihan zat besi yang tersimpan pada organ penting. Biasanya muncul pada pasien yang menerima
Transfusi darah berulang)
Transfusi darah juga dapat menjadi rute penyebaran berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme patogen. Infeksi yang berisiko ditransmisikan melalui Transfusi darah antara lain:
- Malaria
- Penyakit Chagas
- Babesiosis
- Hepatitis B dan C
HIV
Infeksi bakteri, pada umumnya disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Escherichia, Yersinia,
Pseudomonas, dan lain-lain
- Parvovirus B19
- Cytomegalovirus
Reaksi Transfusi darah terjadi karena salah satu dari dua mekanisme yang mungkin menyebabkan reaksi
imun atau reaksi non imun. Reaksi imun membutuhkan interaksi antara antigen dan antibodi. Reaksi
non imun membutuhkan pencetuh dari karakteristik psikokimia pada darah donor atau resipien
(penerima).
Daftar pustaka
Galel SA, et al. Transfusion medicine. In: Greer JP, editor. Wintrobe’s clinical hematology, vol. 1. 12th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009. Part III, Chapter 23.
Longo DL, et al. Harrison’s principles of internal medicine, vol. 1. 18th ed. New York: The Mc-Graw Hill
Companies; 2012. Chapter 113, Transfusion biology and therapy.
Popovsky M, Chaplin Jr H, Moore SB. Transfusion-related acute lung injury: a neglected, serious
complication of hemotherapy. Transfusion. 1992;32(6):589–92.
Butch SH, Davenport RD, Cooling L. Blood transfusion policies and standard practices. 2004.
http://www.pathology.med.umich.edu/bloodbank/manual/bb_pref/index.html . Last accessed on 26
Mar 2015.