Anda di halaman 1dari 17

1.

BAHAN KIMIA BERBAHAYA


Bahan berbahaya adalah bahan-bahan yang pembuatan, pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan dan penggunaanya menimbulkan atau membebaskan debu, kabut, uap, gas,
serat, atau radiasi sehingga dapat menyebabkan iritasi, kebakaran, ledakan, korosi, keracunan
dan bahaya lain dalam jumlah yang memungkinkan gangguan kesehatan bagi orang yang
berhubungan langsung dengan bahan tersebut atau meyebabkan kerusakan pada barang-
barang
1.1 Penggunaan Bahan Kimia
Bahan kimia banyak digunakan dalam lingkungan kerja yang dapat dibagi dalam tiga
kelompok besar yaitu :

1. Industri Kimia, yaitu industri yang mengolah dan menghasilkan bahan-bahan kimia,
diantaranya industri pupuk, asam sulfat, soda, bahan peledak, pestisida, cat , deterjen,
dan lain-lain.  Industri kimia dapat diberi batasan sebagai industri yang ditandai
dengan penggunaan proses-proses yang bertalian dengan perubahan kimiawi atau
fisik dalam sifat-sifat bahan tersebut dan khususnya pada bagian kimiawi dan
komposisi suatu zat.
2. Industri Pengguna Bahan Kimia, yaitu industri yang menggunakan bahan kimia
sebagai bahan pembantu proses, diantaranya industri tekstil, kulit, kertas, pelapisan
listrik, pengolahan logam, obat-obatan dan lain-lain.
3. Laboratorium, yaitu tempat kegiatan untuk uji mutu, penelitian dan pengembangan
serta pendidikan.  Kegiatan laboratorium banyak dipunyai oleh industri, lembaga
penelitian dan pengembangan, perusahaan jasa, rumah sakit dan perguruan tinggi.

Dalam lingkungan kerja tersebut, banyak bahan kimia yang terpakai tiap harinya sehingga
para pekerja terpapar bahaya dari bahan-bahan kimia itu. Bahaya itu terkadang meningkat
dalam kondisi tertentu mengingat sifat bahan-bahan kimia itu, seperti mudah terbakar,
beracun, dan sebagainya.  Dengan demikian, jelas bahwa bekerja dengan bahan-bahan kimia
mengandung risiko bahaya, baik dalam proses, penyimpanan, transportasi, distribusi, dan
penggunaannya. Akan tetapi, betapapun besarnya bahaya bahan-bahan kimia tersebut,
penanganan yang benar akan dapat mengurangi atau menghilangkan risiko bahaya yang
diakibatkannya.
1.2 Klasifikasi Umum
Klasifikasi atau penggolongan bahan kimia berbahaya diperlukan untuk memudahkan
pengenalan serta cara penanganan dan transportasi.  Secara umum bahan kimia berbahya
diklasifikasikan menjadi beberapa golongan diantaranya sebagai berikut :
1. Bahan Kimia Beracun (Toxic)
Adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia atau
menyebabkan kematian apabila terserap ke dalam tubuh karena tertelan, lewat pernafasan
atau kontak lewat kulit.
Pada umumnya zat toksik masuk lewat pernafasan atau kulit dan kemudian beredar keseluruh
tubuh atau menuju organ-organ tubuh tertentu.  Zat-zat tersebut dapat langsung mengganggu
organ-organ tubuh tertentu seperti hati, paru-paru, dan lain-lain.  Tetapi dapat juga zat-zat
tersebut berakumulasi dalam tulang, darah, hati, atau cairan limpa dan  menghasilkan efek
kesehatan pada jangka panjang.  Pengeluaran zat-zat beracun dari dalam tubuh dapat
melewati urine, saluran pencernaan, sel efitel dan keringat.
2. Bahan Kimia Korosif (Corrosive)
Adalah bahan kimia yang karena reaksi kimia dapat mengakibatkan kerusakan apabila kontak
dengan jaringan tubuh atau bahan lain.
Zat korosif dapat bereaksi dengan jaringan seperti kulit, mata, dan saluran pernafasan. 
Kerusakan dapat berupa luka, peradangan, iritasi (gatal-gatal) dan sinsitisasi (jaringan
menjadi amat peka terhadap bahan kimia).
3. Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)
Adalah bahan kimia yang mudah bereaksi dengan oksigen dan dapat menimbulkan
kebakaran.  Reaksi kebakaran yang amat cepat dapat juga menimbulkan ledakan.
4. Bahan Kimia Peledak (Explosive)
Adalah suatu zat padat atau cair atau campuran keduanya yang karena suatu reaksi kimia
dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar serta suhu yang tinggi,
sehingga menimbulkan kerusakan disekelilingnya.
Zat eksplosif amat peka terhadap panas dan pengaruh mekanis (gesekan atau tumbukan), ada
yang dibuat sengaja untuk tujuan peledakan atau bahan peledak seperti trinitrotoluene (TNT),
nitrogliserin dan ammonium nitrat (NH4NO3).
5. Bahan Kimia Oksidator (Oxidation)
Adalah suatu bahan kimia yang mungkin tidak mudah terbakar, tetapi dapat menghasilkan
oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran bahan-bahan lainnya.
6. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)
Adalah bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air dengan mengeluarkan panas dan
gas yang mudah terbakar.
7. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances)
Adalah bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan asam menghasilkan panas dan gas
yang mudah terbakar atau gas-gas yang beracun dan korosif.
8. Gas Bertekanan (Compressed Gases)
Adalah gas yang disimpan dibawah tekanan, baik gas yang ditekan maupun gas cair atau gas
yang dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan.
9. Bahan Kimia Radioaktif (Radioactive Substances)
Adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan memancarkan sinar radioaktif dengan
aktivitas jenis lebih besar dari 0,002 microcurie/gram.
Suatu bahan kimia dapat termasuk diantara satu atau lebih golongan di atas karena memang
mempunyai sifat kimia yang lebih dari satu sifat.
1.3 Sistem Klasifikasi PBB
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) memberikan klasifikasi bahan berbahaya
seperti tabel berikut ini.
Tabel 1 :  Klasifikasi bahan berbahaya berdasarkan PBB
Klas Penjelasan
Klas I (Eksplosif) Dapat terurai pada suhu dan tekanan
tertentu dan mengeluarkan gas kecepatan
tinggi dan merusak sekeliling
Klas II (Cairan mudah 1. Gas mudah terbakar
terbakar) 2. Gas tidak mudah terbakar
3. Gas beracun

Klas III (Bahan mudah 1. Cairan : F.P <23oC


terbakar) 2. Cairan : F.P >23oC

( F.P = flash point)


Klas IV (Bahan mudah 1. Zat padat mudah terbakar
terbakar selain klas II 2. Zat yang mudah terbakar dengan
dan III) sendirinya
3. Zat yang bila bereaksi dengan air
dapat mengeluarkan gas mudah
terbakar

Klas V (Zat pengoksidasi) 1. Oksidator bahan anorganik


2. Peroksida organik

Klas VI (Zat racun) 1. Zat beracun


2. Zat menyebabkan infeksi

Klas VII (Zat radioaktif) Aktifitas : 0.002 microcury/g


Klas VIII (Zat korosif) Bereaksi dan merusak
1.4 Penyimpanan  Bahan Kimia Berbahaya
Mengelompokkan bahan kimia berbahaya di dalam penyimpanannya mutlak diperlukan,
sehingga tempat/ruangan yang ada dapat di manfaatkan sebaik-baiknya dan aman. 
Mengabaikan sifat-sifat fisik dan kimia dari bahan yang disimpan akan mengandung bahaya
seperti kebakaran, peledakan, mengeluarkan gas/uap/debu beracun, dan berbagai kombinasi
dari pengaruh tersebut.
Penyimpanan bahan kimia berbahaya sebagai berikut :
1. Bahan Kimia Beracun (Toxic)
Bahan ini dalam kondisi normal atau dalam kondisi kecelakaan ataupun dalam kondisi kedua-
duanya dapat berbahaya terhadap kehidupan sekelilingnya.  Bahan beracun harus disimpan
dalam ruangan yang sejuk, tempat yang ada peredaran hawa, jauh dari bahaya kebakaran dan
bahan yang inkompatibel (tidak dapat dicampur) harus dipisahkan satu sama lainnya.
Jika panas mengakibatkan proses penguraian pada bahan tersebut maka tempat penyimpanan
harus sejuk dengan sirkulasi yang baik, tidak terkena sinar matahari langsung dan jauh dari
sumber panas.
2.      Bahan Kimia Korosif (Corrosive)
Beberapa jenis dari bahan ini mudah menguap sedangkan lainnya dapat bereaksi dahsyat
dengan uap air.  Uap dari asam dapat menyerang/merusak bahan struktur dan peralatan selain
itu beracun untuk tenaga manusia.  Bahan ini harus disimpan dalam ruangan yang sejuk dan
ada peredaran hawa yang cukup untuk mencegah terjadinya pengumpulan uap. 
Wadah/kemasan dari bahan ini harus ditangani dengan hati-hati, dalam keadaan tertutup dan
dipasang label.  Semua logam disekeliling tempat penyimpanan harus dicat dan diperiksa
akan adanya kerusakan yang disebabkan oleh korosi.
Penyimpanannya harus terpisah dari bangunan lain dengan dinding dan lantai yang tahan
terhadap bahan korosif, memiliki perlengkapan saluran pembuangan untuk tumpahan, dan
memiliki ventilasi yang baik.  Pada tempat penyimpanan harus tersedia pancaran air untuk
pertolongan pertama bagi pekerja yang terkena bahan tersebut.
3. Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)
Praktis semua pembakaran terjadi antara oksigen dan bahan bakar dalam bentuk uapnya atau
beberapa lainnya dalam keadaan bubuk halus.  Api dari bahan padat berkembang secara
pelan, sedangkan api dari cairan menyebar secara cepat dan sering terlihat seperti meledak. 
Dalam penyimpanannya harus diperhatikan sebagai berikut :
a. Disimpan pada tempat yang cukup dingin untuk mencegah penyalaan tidak sengaja pada
waktu ada uap dari bahan bakar dan udara
b. Tempat penyimpanan mempunyai peredaran hawa yang cukup, sehingga bocoran uap akan
diencerkan konsentrasinya oleh udara untuk mencegah percikan api
c. Lokasi penyimpanan agak dijauhkan dari daerah yang ada bahaya kebakarannya
d. Tempat penyimpanan harus terpisah dari bahan oksidator kuat, bahan yang mudah menjadi
panas dengan sendirinya atau bahan yang bereaksi dengan udara atau uap air yang lambat
laun menjadi panas
e. Di tempat penyimpanan tersedia alat-alat pemadam api dan mudah dicapai
f. Singkirkan semua sumber api dari tempat penyimpanan
g. Di daerah penyimpanan dipasang tanda dilarang merokok
h. Pada daerah penyimpanan dipasang sambungan tanah/arde serta dilengkapi alat deteksi
asap atau api otomatis dan diperiksa secara periodik
4. Bahan Kimia Peledak (Explosive)
Terhadap bahan tersebut ketentuan penyimpananya sangat ketat, letak tempat penyimpanan
harus berjarak minimum 60[meter] dari sumber tenaga, terowongan, lubang tambang,
bendungan, jalan raya dan bangunan, agar pengaruh ledakan sekecil mungkin.  Ruang
penyimpanan harus merupakan bangunan yang kokoh dan tahan api, lantainya terbuat dari
bahan yang tidak menimbulkan loncatan api, memiliki sirkulasi udara yang baik dan bebas
dari kelembaban, dan tetap terkunci sekalipun tidak digunakan.  Untuk penerangan harus
dipakai penerangan alam atau lampu listrik yang dapat dibawa atau penerangan yang
bersumber dari luar tempat penyimpanan.  Penyimpanan tidak boleh dilakukan di dekat
bangunan yang didalamnya terdapat oli, gemuk, bensin, bahan sisa yang dapat terbakar, api
terbuka atau nyala api.  Daerah tempat penyimpanan harus bebas dari rumput kering, sampah,
atau material yang mudah terbakar, ada baiknya memanfaatkan perlindungan alam seperti
bukit, tanah cekung belukar atau hutan lebat.
5. Bahan Kimia Oksidator (Oxidation)
Bahan ini adalah sumber oksigen dan dapat memberikan oksigen pada suatu reaksi meskipun
dalam keadaan tidak ada udara.  Beberapa bahan oksidator memerlukan panas sebelum
menghasilkan oksigen, sedangkan jenis lainnya dapat menghasilkan oksigen dalam jumlah
yang banyak pada suhu kamar.  Tempat penyimpanan bahan ini harus diusahakan agar
suhunya tetap dingin, ada peredaran hawa, dan gedungnya harus tahan api.  Bahan ini harus
dijauhkan dari bahan bakar, bahan yang mudah terbakar dan bahan yang memiliki titik api
rendah.
Alat-alat pemadam kebakaran biasanya kurang efektif dalam memadamkan kebakaran pada
bahan ini, baik penutupan ataupun pengasapan, hal ini dikarenakan bahan oksidator
menyediakan oksigen sendiri.
6. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)
Bahan ini bereaksi dengan air, uap panas atau larutan air yang lambat laun mengeluarkan
panas atau gas-gas yang mudah menyala.  Karena banyak dari bahan ini yang mudah terbakar
maka tempat penyimpanan bahan ini harus tahan air, berlokasi ditanah yang tinggi, terpisah
dari penyimpanan bahan lainnya, dan janganlah menggunakan sprinkler otomatis di dalam
ruang simpan.
7. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances)
Bahan ini bereaksi dengan asam dan uap asam menghasilkan panas, hydrogen dan gas-gas
yang mudah menyala.  Ruangan penyimpanan untuk bahan ini harus diusahakan agar sejuk,
berventilasi, sumber penyalaan api harus disngkirkan dan diperiksa secara berkala.  Bahan
asam dan uap dapat menyerang bahan struktur campuran dan menghasilkan hydrogen, maka
bahan asam dapat juga disimpan dalam gudang yang terbuat dari kayu yang berventilasi.  Jika
konstruksi gudang trbuat dari logam maka harus di cat atau dibuat kebal dan pasif terhadap
bahan asam.
8. Gas Bertekanan (Compressed Gases)
Silinder dengan gas-gas bertekanan harus disimpan dalam keadaan berdiri dan diikat dengan
rantai atau diikat secara kuat pada suatu penyangga tambahan.  Ruang penyimpanan harus
dijaga agar sejuk , bebas dari sinar matahari langsung, jauh dari saluran pipa panas di dalam
ruangan yang ada peredaran hawanya.  Gedung penyimpanan harus tahan api dan harus ada
tindakan preventif agar silinder tetap sejuk bila terjadi kebakaran, misalnya dengan
memasang sprinkler.
9. Bahan Kimia Radioaktif (Radioactive Substances)
Radiasi dari bahan radioaktif dapat menimbulkan efek somatik dan efek genetik, efek
somatik dapat akut atau kronis.  Efek somatik akut bila terkena radiasi 200[Rad] sampai
5000[Rad] yang dapat menyebabkan sindroma system saraf sentral, sindroma gas
trointestinal dan sindroma kelainan darah, sedangkan efek somatik kronis terjadi pada dosis
yang rendah.  Efek genetik mempengaruhi alat reproduksi yang akibatnya diturunkan pada
keturunan.  Bahan ini meliputi isotop radioaktif dan semua persenyawaan yang mengandung
radioaktif.  Pemakai zat radioaktif dan sumber radiasi harus memiliki instalasi fasilitas atom,
tenaga yang terlatih untuk bekerja dengan zat radioaktif, peralatan teknis yang diperlukan dan
mendapat izin dari BATAN.  Penyimpanannya harus ditempat yang memiliki peralatan cukup
untuk memproteksi radiasi, tidak dicampur dengan bahan lain yang dapat membahayakan,
packing/kemasan dari bahan radioaktif harus mengikuti ketentuan khusus yang telah
ditetapkan dan keutuhan kemasan harus dipelihara.  Peraturan perundangan mengenai bahan
radioaktif diantaranya :

 Undang-Undang Nomor 31/64 Tentang Ketentuan Pokok Tenaga Atom


 Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja terhadap
radiasi
 Peraturan pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang izin Pemakaian Zat Radioaktif dan
atau Sumber Radiasi lainnya
 Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang Pengangkutan Zat Radioaktif

Maka Peta Keterkaitan Kegiatan untuk tata letak penyimpanan material kimia berbahaya


berdasarkan ketentuan safety tersebut di atas adalah sebagai berikut :

                                                   Gambar 1 : Peta keterkaitan kegiatan untuk


penyimpanan raw material.
 
1.5 Lembar Data Bahaya
Lembar data bahaya (Hazard Data Sheets/HDSs) terkadang disebut Material Safety Data
Sheets (MSDSs) atau Chemical Safety Data Sheet (CSDSs) adalah lembar informasi yang
detail tentang bahan-bahan kimia.  Umumnya lembar ini disiapkan dan dibuat oleh pabrik
kimia atau suatu program, seperti International Programme On Chemical Safety (IPCS) yang
aktifitasnya terkait dengan World Health Organization (WHO), International Labour
Organization (ILO), dan United Environment Programme (UNEP).  HDSs/MSDSs/CSDSs
merupakan sumber informasi tentang bahan kimia yang penting dan dapat diakses tetapi
kualitasnya dapat bervariasi.  Jika anda menggunakan HDSs, berhati-hatilah terhadap
keterbatasannya, sebagai contoh, HDSs sering sulit untuk dibaca dan dimengerti.
Keterbatasan lain yang serius adalah seringnya tidak memuat informasi yang cukup tentang
bahaya dan peringatan penting yang anda butuhkan ketika bekerja dengan bahan kimia
tertentu.  Untuk mengatasi keterbatasan ini, kapanpun dimungkinkan untuk menggunakan
sumber informasi lain secara bersama-sama dengan HDSs.  Suatu ide yang baik untuk
mewakili kasehatan dan keselamatan dengan menyimpan lembar data bahaya  pada setiap
penggunaan bahan kimia di tempat kerja.
Informasi berikut harus muncul pada semua lembar data bahaya, akan tetapi urutan dapat
berbeda dari yang dijelaskan dibawah ini.
Bagian 1 :  Identifikasi produk dan pabrik
Identifikasi produk :  nama produk tertera disini dengan nama kimia atau nama dagang, nama
yang tertera harus sama dengan nama yang ada pada label.  Lembar data bahaya juga harus
mendaftar sinonim produk atau substansinya, sinonim adalah nama lain dengan substansi
yang diketahui. Contohnya Methyl alcohol juga dikenal sebagai Metanol atau Alkohol kayu.
Identifikasi pabrik :  nama pabrik atau supplier, alamat, nomor telepon, tanggal HDSs dibuat,
dan nomor darurat untuk menelepon setelah jam kerja, merupakan ide yang baik bagi
pengguna produk untuk menelepon pabrik pembuat produk sehingga mendapatkan informasi
tentang produk tersebut sebelum terjadi hal yang darurat.
Bagian 2 :  Bahan-bahan berbahaya
Untuk produk campuran, hanya bahan-bahan berbahaya saja yang tercantum pada daftar
khusus bahan kimia, dan yang didata bila komposisinya ≥ 1% dari produk.  Pengecualian
untuk zat karsinogen yang harus di daftar jika komposisinya 0,1% dari campuran.  Batas
konsentrasi yaitu Permissible Exposure Limit (PEL) dan The Recommended Threshold Limit
Value (TLV ) harus didata dalam HDSs.
Bagian 3 :  Data Fisik
Bagian ini mendata titik didih, tekanan, density, titik cair, tampilan, bau, dan lain-lain. 
Informasi pada bagian ini membantu anda mengerti bagaimana sifat bahan kimia dan jenis
bahaya yang ditimbulkannya.
Bagian 4 :  Data Kebakaran Dan Ledakan
Bagian ini mendata titik nyala api dan batas mudah terbakar atau meledak, serta menjelaskan
kepada anda bagaimana memadamkan api.  Informasi pada bagian ini dibutuhkan untuk
mencegah, merencanakan dan merespon kebakaran atau ledakan dari bahan-bahan kimia.
Bagian 5 :  Data Reaktifitas
Bagian ini menjelaskan kepada anda apakah suatu substansi stabil atau tidak, bila tidak,
bahaya apa yang ditimbulkan dalam keadaan tidak stabil.  Bagian ini mendata
ketidakcocokan substansi, substansi mana yang tidak boleh diletakkan atau digunakan secara
bersamaan.  Informasi ini penting untuk penyimpanan dan penanganan produk yang tepat.
Bagian 6 :  Data Bahaya Kesehatan
Rute tempat masuk (pernafasan, penyerapan kulit atau ingestion), efek kesehatan akut dan
kronik, tanda-tanda dan gejala awal, apakah produknya bersifat karsinogen, masalah
kesehatan yang makin buruk bila terkena, dan pertolongan pertama yang
direkomendasikan/prosedur gawat darurat,  semuanya seharusnya terdaftar di bagian ini.
Bagian 7 :  Tindakan Pencegahan Untuk Penanganan
Informasi dibutuhkan untuk memikirkan rencana respon gawat darurat, prosedur
pembersihan, metode pembuangan yang aman, yang dibutuhkan dalam penyimpanan,  dan
penanganan tindakan pencegahan harus detail pada bagian ini.  Akan tetapi sering kali pabrik
pembuat produk meringkas informasi ini dengan satu pernyataan yang simple, seperti hindari
menghirup asap atau hindari kontak dengan kulit.
Bagian 8 :  Pengukuran Kontrol
Metode yang direkomendasikan untuk control bahaya termasuk ventilasi, praktek kerja dan
alat pelindung diri/Personal Protective Equipment (PPE) dirincin pada bagian ini.  Tipe
respirator, baju pelindung dan sarung tangan material yang paling resisten untuk produk
harus diberitahu.  Lebih dari rekomendasi perlindungan material yang paling resisten,  HDSs
boleh dengan simple menyatakan bahwa baju dan sarung tangan yang tidak dapat ditembus
harus digunakan.  Bagian ini cenderung menekankan alat pelindung diri daripada control
engineering.
1.6 Pemasangan Label dan Tanda Pada Bahan Berbahaya
Pemasangan label dan tanda dengan memakai lambang atau tulisan peringatan pada wadah
atau tempat penyimpanan untuk bahan berbahaya adalah tindakan pencegahan yang esensial. 
Tenaga kerja yang bekerja pada proses produksi atau pengangkutan biasanya belum
mengetahui sifat bahaya dari bahan kimia dalam wadah/packingnya, demikian pula para
konsumen dari barang tersebut, dalam hal inilah pemberian label dan tanda menjadi sangat
penting.
Peringatan tentang bahaya dengan label dan tanda merupakan syarat penting dalam
perlindungan keselamatan kerja, namun hal tersebut tidak dapat dianggap sebagai
perlindungan yang sudah lengkap, usaha perlindungan keselamatan lainnya masih tetap
diperlukan.  Lambang yang umum dipakai untuk bahan kimia yang memiliki sifat berbahaya
adalah sebagai berikut :

                              Gambar 2 Tanda bahaya dari bahan kimia


Keterangan :
E     =  Dapat Meledak                              T   =  Beracun
F+   =  Sangat Mudah Terbakar                 C   =  Korosif
F     =  Mudah Terbakar                            Xi   =  Iritasi
O    =  Pengoksidasi                                 Xn  =  Berbahaya Jika Tertelan
T+  =  Sangat Beracun                              N  =  Berbahaya Untuk Lingkungan
2. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BIDANG KIMIA
2.1 Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta tata cara melakukan
pekerjaan.
Tujuan keselamatan kerja adalah :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Sasaran keselamatan kerja adalah semua tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air, dan di udara yang menyangkut proses produksi dan distribusi
baik barang maupun jasa.
Asas pokok keselamatan kerja dicetuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dengan ketentuan yang mewajibkan pengusaha untuk mengatur dan memelihara ruangan, alat
perkakas di mana ia menyuruh pekerja melakukan pekerjaan, demikian pula mengenai
petunjuk-petunjuk, sehingga pekerja terlindung dari bahaya yang mengancam badan,
kehormatan, dan harta bendanya mengingat sifat pekerjaan yang selayaknya diperlukan.
Sanksi terhadap tidak dipenuhinya kewajiban tesebut, ialah pengusaha wajib mengganti
kerugian yang menimpa pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, kecuali pengusaha dapat
membuktikan bahwa tidak terpenuhinya kewajiban tersebut disebabkan oleh keadaan yang
memaksa atau kerugian yang dimaksud sebagian besar disebabkan karena kesalahan pekerja
sendiri
2.2 Pengertian Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah perlindungan bagi pekerja terhadap pemerasan/eksploitasi tenaga
kerja oleh pengusaha.  Larangan memperkerjakan anak dibawah umur, pembatasan
melakukan pekerjaan bagi orang muda dan wanita, pengaturan mengenai waktu kerja, waktu
isirahat, cuti haid, bersalin dan keguguran kandungan bagi wanita, dimaksudkan untuk
menjaga kesehatan, keselamatan dan serta moral kerja dari pekerja sesuai dengan harkat dan
martabatnya serta layak bagi kemanusiaan.
2.3 Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada suatu
perusahaan, hubungan kerja disini berarti bahwa kecelakaan dapat dikarenakan oleh
pekerjaan atau pada waktu pelaksanaan pekerjaan.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga karena
kejadian tersebut tidak terdapat unsur kesengajaan apalagi perencanaan, tidak diharapkan
karena kejadian tersebut disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang teringan
sampai yang terberat.
Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan
kecelakaan kerja.  Bahaya tersebut disebut bahaya potensial jika bahaya tersebut belum
mendatangkan kecelakaan, jika kecelakaan telah terjadi maka bahaya tersebut adalah bahaya
nyata.
2.4 Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi Bahan Kimia
Kebijakan pemerintah indonesia di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
salah satu bagian dari kebijakan pemerintah di bidang perlindungan tenaga kerja yang telah
digariskan oleh Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang antara lain berbunyi sebagai
berikut :
” Upaya perlindungan tenaga kerja perlu terus ditingkatkan melalui perbaikan syarat kerja
termasuk upah, gaji dan jaminan sosial, kondisi kerja termasuk kesehatan, keselamatan dan
lingkungan kerja, serta hubungan kerja dalam rangka peningkatan kesejahteraan para pekerja
secara menyeluruh.”
Berdasarkan GBHN tersebut oleh pimpinan Departemen Tenaga Kerja digariskan sebagai
kebijakan Derparteman Tenaga Kerja yang antara lain menyangkut keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai salah satu prioritas.
Penanganan bahan kimia khususnya bahan kimia berbahaya merupakan sasaran utama dalam
rangka penanganan keselamatan dan kesehatan kerja.  Hal ini disebabkan karena bahan kimia
merupakan sumber dari malapetaka yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja,
seperti kebakaran, peledakan, gangguan kesehatan yang merupakan penyakit akibat kerja.
Kebijakan penanganan bahan kimia khususnya dalam penggunaan dibidang
industri/perusahaan pada dasarnya meliputi kebijakan :

 Pembuatan peraturan/perundang-undangan
 Pengawasan
 Pendidikan/penyuluhan/training
 Survei/penelitian
 Informasi
 Standarisasi
 Kampanye

Ada beberapa peraturan perundangan ketenagakerjaan khususnya yang menyangkut


perlindungan tenaga kerja di bidang keselamatan dan kesehatan kerja serta penanganan bahan
berbahaya.  Peraturan perundangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

 UU No. 14/1969 tentang Pokok-pokok Ketenagakerjaan, khususnya pasal 9 dan 10


 UU No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja
 UU dan Peraturan Uap tahun 1930
 UU Petasan tahun 1932
 UU tentang Timah Putih tahun 1931
 Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran dan
Penggunaan Pestisida
 Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap Radiasi
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/Men/198 tentang
Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.03/Men/1985 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Pemakaian Asbes
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.03/Men/1986 tentang Keselamatan dan
Kesehatan di tempat kerja yang mengelola pestisida
 Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE. 02/Men/1978 tentang
Nilai Ambang Batas Bahan Kimia

Selain peraturan perundangan di atas masih ada beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh
instansi di luar Departemen Tenaga Kerja yang masih menyangkut keselamatan dan
kesehatan kerja serta penanganan bahan berbahaya.
2.5 Undang-Undang Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970
Kebijakan pemerintah dalam peraturan perundangan ketenagakerjaan yang menyangkut
perlindungan tenaga kerja di bidang keselamatan dan kesehatan kerja banyak jumlahnya,
tetapi pada dasar teori ini penulis hanya menyajikan Undang-undang nomor 1 tahun 1970
yang menurut penulis dirasa cukup untuk mewakili penelitian ini.
Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja diundangkan pada tahun
1970 sebagai pengganti Veilighedsreglement Stbl.No.406 yang berlaku sejak tahun 1910. 
Latar belakang penggantian Veilighedsreglement tersebut sebagaimana dikemukakan dalam
penjelasan umum undang-undang no.1 tahun 1970 dikarenakan telah banyak hal yang sudah
terbelakang dan perlu diperbaharui sesuai perkembangan peraturan perlindungan tenaga kerja
lainnya dan perkembangan serta kemajuan teknik dan industrialisasi di Indonesia dewasa ini
dan untuk selanjutnya.
Pasal-pasal dari undang-undang no.1 tahun 1970 yang berkaitan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut:

 Pasal 2 ayat 1,  Yang diatur oleh undang-undang ini adalah keselamatan kerja dalam
segala tempat  kerja , baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air
maupun di udara , yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.
 Pasal 2 ayat 2,  Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tersebut berlaku dalam tempat
kerja dimana :

b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau di simpan bahan


atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi,
bersuku tinggi.
f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui
terowongan, di permukaan air, dalam air maupun udara.
g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok stasiun atau
gudang.
m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu , kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.

 Pasal 3, Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja


untuk :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan


b. Mencegah mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran
n. Mengamankan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang.
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bagunan
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan
barang.
Pasal 4 ayat 1,  Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis, dan
aparat produksi yang mengandung dan menimbulkan bahaya kecelakaan

Ergonomic
AB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi Ergonomi
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka.
Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah
untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran
tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban
bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.
Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”,
sementara itu ILO antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya
dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang
maksimal selain meningkatkan produktivitasnya”.

B. Tujuan, Manfaat, dan Ruang Lingkup Ergonomi

Pelaksanaan dan penerapan ergonomi di tempat kerja dimulai dari yang sederhana dan pada tingkat
individual terlebih dahulu. Rancangan yang ergonomis akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas
dan produktivitas kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang cocok, aman,
nyaman dan sehat.
Adapun tujuan penerapan ergonomi adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, dengan meniadakan beban kerja tambahan (fisik dan
mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan meningkatkan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan jalan meningkatkan kualitas kontak sesama pekerja,
pengorganisasian yang lebih baik dan menghidupkan sistem kebersamaan dalam tempat kerja.
3. Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek teknik, ekonomi, antropologi dan
budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin.
Manfaat pelaksanaan ergonomi adalah sebagai berikut:
1. Menurunnya angka kesakitan akibat kerja.
2. Menurunnya kecelakaan kerja.
3. Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang.
4. Stress akibat kerja berkurang.
5. Produktivitas membaik.
6. Alur kerja bertambah baik.
7. Rasa aman karena bebas dari gangguan cedera.
8. Kepuasan kerja meningkat.
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi :
1. Tehnik
2. Fisik
3. Pengalaman psikis
4. Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian
5. Anthropometri
6. Sosiologi
7. Fisiologi, terutama berhubungan dengan temperatur tubuh, Oxygen up take, pols, dan aktivitas otot.
8. Desain, dll.

C. Metode-metode Ergonomi

1. Diagnosis
Dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi tempat kerja penilaian fisik pekerja, uji
pencahayaan, ergonomik checklist dan pengukuran lingkungan kerja lainnya. Variasinya akan sangat
luas mulai dari yang sederhana sampai kompleks.

2. Treatment
Pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat diagnosis. Kadang sangat
sederhana seperti merubah posisi meubel, letak pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli
furniture sesuai dengan demensi fisik pekerja.

3. Follow-up
Dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif misalnya dengan menanyakan kenyamanan,
bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan siku, keletihan, sakit kepala dan lain-lain. Secara obyektif
misalnya dengan parameter produk yang ditolak, absensi sakit, angka kecelakaan dan lain-lain.

Aplikasi/penerapan Ergonomik:
1. Posisi Kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak terbebani dengan berat
tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang
vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
2. Proses Kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai dengan
ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
3. Tata Letak Tempat Kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku
secara internasional lebih banyak digunakan daripada kata-kata.
4. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu, tangan, punggung, dll.
Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian
akibat gerakan yang berlebihan.

a. Menjinjing beban
Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO sbb:
-Laki-laki dewasa 40 kg
-Wanita dewasa 15-20 kg
-Laki-laki (16-18 th) 15-20 kg
-Wanita (16-18 th) 12-15 kg
b. Organisasi kerja
Pekerjaan harus di atur dengan berbagai cara :
-Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun
-Frekuensi pergerakan diminimalisasi
-Jarak mengangkat beban dikurangi
-Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan mengangkat tidak terlalu tinggi.
-Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.

c. Metode mengangkat beban


Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode kinetik dari pedoman penanganan harus
dipakai yang didasarkan pada dua prinsip :
-Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung
-Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum berat badan.
Metoda ini termasuk 5 faktor dasar :
1. Posisi kaki yang benar
2. Punggung kuat dan kekar
3. Posisi lengan dekat dengan tubuh
4. Mengangkat dengan benar
5. Menggunakan berat badan
D. Penyakit-penyakit di Tempat Kerja yang Berkaitan dengan Ergonomi
Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis teratur. Supervisi medis yang
biasanya dilakukan terhadap pekerja antara lain :
1. Pemeriksaan sebelum bekerja
Bertujuan untuk menyesuaikan dengan beban kerjanya.
2. Pemeriksaan berkala
Bertujuan untuk memastikan pekerja sesuai dengan pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan.
3. Nasehat
Harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan, khususnya pada wanita muda dan yang sudah
berumur.

Setelah pekerja melakukan pekerjaannya maka umumnya terjadi kelelahan, dalam hal ini kita harus
waspada dan harus kita bedakan jenis kelelahannya, beberapa ahli membedakan / membaginya
sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat dikompensasi dan diperbaiki
performansnya seperti semula. Kalau tidak terlalu berat kelelahan ini bisa hilang setelah istirahat dan
tidur yang cukup.
2. Kelelahan yang patologis
Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya muncul tiba-tiba dan berat
gejalanya.
3. Psikologis dan emotional fatique
Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan sejenis “mekanisme melarikan
diri dari kenyataan” pada penderita psikosomatik. Semangat yang baik dan motivasi kerja akan
mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.

Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan, meskipun seseorang mempunyai batas ketahanan,
akan tetapi beberapa hal di bawah ini akan mengurangi kelelahan yang tidak seharusnya terjadi :
a. Lingkungan harus bersih dari zat-zat kimia. Pencahayaan dan ventilasi harus memadai dan tidak
ada gangguan bising.
b. Jam kerja sehari diberikan waktu istirahat sejenak dan istirahat yang cukup saat makan siang.
c. Kesehatan pekerja harus tetap dimonitor.
d. Tempo kegiatan tidak harus terus menerus.
e. Waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja harus sesingkat mungkin, kalau memungkinkan.
f. Secara aktif mengidentifikasi sejumlah pekerja dalam peningkatan semangat kerja.
g. Fasilitas rekreasi dan istirahat harus disediakan di tempat kerja.
h. Waktu untuk liburan harus diberikan pada semua pekerja
i. Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi misalnya;
 Pekerja remaja
  Wanita hamil dan menyusui
  Pekerja yang telah berumur
  Pekerja shift
 . Migrant
j. Para pekerja yang mempunyai kebiasaan pada alkohol dan zat stimulan atau zat addiktif lainnya
perlu diawasi.
Pemeriksaan kelelahan :
Tes kelelahan tidak sederhana, biasanya tes yang dilakukan seperti tes pada kelopak mata dan
kecepatan reflek jari dan mata serta kecepatan mendeteksi sinyal, atau pemeriksaan pada serabut otot
secara elektrik dan sebagainya.
Persoalan yang terpenting adalah kelelahan yang terjadi apakah ada hubungannya dengan masalah
ergonomi, karena mungkin saja masalah ergonomi akan mempercepat terjadinya kelelahan.

E. Aplikasi Ergonomi untuk Perancangan Tempat Kerja


Pelatihan bidang ergonomi sangat penting, sebab ahli ergonomi umumnya berlatar belakang
pendidikan tehnik, psikologi, fisiologi atau dokter, meskipun ada juga yang dasar keilmuannya
tentang desain, manajer dan lain-lain. Akan tetapi semuanya ditujukan pada aspek proses kerja dan
lingkungan kerja.

GAMBAR PENYAKIT KERJA


Written By Unknown on Rabu, 13 November 2013 | 10.22
Share this article :
Share1

Anda mungkin juga menyukai