Anda di halaman 1dari 18

BAB IV

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR

4.1. Tujuan Percobaan


- Menentukan kelarutan zat pada berbagai suhu
- Menentukan kalor pelarutan differensial.
4.2. Tinjauan Pustaka
Larutan didefinisikan sebagai zat homogen yang merupakan campuran dari dua
komponen atau lebih, yang dapat berupa gas, cairan atau padatan. Dua pengertian yang
penting dalam larutan adalah solut (zat yang dilarutkan) dan solven (zat pelarut).
Pengertian ini dapat dinyatakan bila senyawa dalam jumlah lebih besar maka disebut
solven dan untuk senyawa yang berada dalam jumlah kecil disebut solute.
Kelarutan menyatakan pengertian secara kualitatif dari proses larutan. Kelarutan
juga digunakan secara kuantitatif untuk menyatakan komposisi dari larutan
(Sastrohamidjojo, 2010).
Kemungkinan larutan banyak sekali, tetapi yang penting ialah larutan biner, antara
lain:
a. Larutan gas dalam gas
Gas dengan gas selalu bercampur sempurna membentuk larutan. Sifat-sifat larutan
adalah aditif, asal tekanan total tidak terlalu besar. Dalam hal ini berlaku hukum
Dalton untuk tekanan total dan hukum Amagat untuk volume total.
b. Larutan cairan atau zat padat dalam gas
Larutan ini terjadi bila cairan menguap atau zat padat menyublim dalam suatu gas,
jadi larutannya berupa uap dalam gas. Jumlah uap yang terjadi terbatas, karena
tekanan uap zat cair dan zat padat tertentu untuk tiap temperatur.
c. Larutan gas atau cairan dalam zat padat
Ada kemungkinan gas dan cairan terlarut dalam zat padat, seperti larutannya H 2
dalam Pd dan benzena dalam yodium.
d. Larutan zat padat dalam zat padat
Larutan antara zat padat dan zat padat berupa campuran sebagian atau sempurna.
Bila bercampur sempurna, tidak dipengaruhi temperatur tetapi bila bercampur
sebagian dipengaruhi temperatur.

31
32

Contoh: K2SO4 (NH4)2SO4 : Au Pd


Zat ini dibuat dari larutannya dalam air atau dari leburannya.
e. Larutan gas dalam cairan
Kelarutan gas dalam cairan tergantung jenis gas, jenis pelarut, tekanan dan
temperatur. Daya larut N2, H2, CO2 dan He dalam air kecil, sedang HCl dan NH 3
besar. Ini disebabkan karena gas yang pertama tidak bereaksi dengan air, sedang gas
kedua bereaksi membentuk asam klorida dalam amonium hidroksida.
f. Larutan zat padat dalam cairan
Daya larut zat padat dalam cairan tergantung jenis zat terlarut, jenis pelarut,
temperatur dan sedikit tekanan.
g. Larutan cairan dalam cairan
Bila dua cairan dicampur, zat ini dapat bercampur sempurna, bercampur sebagian
atau tidak bercampur. Daya larut cairan dalam cairan tergantung dari jenis cairan dan
temperatur, zat-zat yang mirip daya larutnya besar (Sukardjo, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan:
a. Sifat solvent
Pengertian “like disolves like” sangat umum digunakan dalam bidang kimia.
Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute mempunyai kesamaan
dalam struktur dan sifat-sifat kelistrikan dengan molekul-molekul solven. Bila ada
kesamaan dari sifat-sifat kelistrikan, misalnya momen dipol yang tinggi, antara
solven-solut, maka gaya-gaya tarik yang terjadi antara solut-solven adalah kuat.
b. Sifat solut
Pengertian solut berarti pengubahan interaksi-interaksi solute-solute dan solute-
solvent.
c. Suhu
Kelarutan gas dalam air biasanya menurun jika suhu larutan dinaikkan. Gelembung-
gelembung kecil yang dibentuk bila air dipanaskan adalah kenyataan bahwa udara
yang terlarut menjadi kurang larut pada suhu-suhu yang lebih tinggi. Tidak ada
aturan yang umum untuk perubahan suhu terhadap kelarutan cairan-cairan dan
padatan-padatan.
33

d. Tekanan
Kelarutan dari semua gas naik jika tekanan parsial dari gas yang terletak di atas
larutan dinaikkan. Secara kuantitatif, hal ini dinyatakan dalam Hukum Henry, yang
menyatakan bahwa pada suhu tetap perbandingan dari tekanan parsial dari solute gas
dibagi dengan mol-fraksi dari gas dalam larutan adalah tetap (Sastrohamidjojo,
2010).
Ada dua panas pelarutan, yaitu panas pelarutan “integral” dan panas pelarutan
”differensial”. Panas pelarutan differensial didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika
1 mol zat dilarutkan dalam mol pelarut. Panas pelarutan differensial didefinisikan
sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan yang
tidak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1 mol zat
terlarut. Secara matematik didefinisikan sebagai (d(m∆H))/dm, yaitu perubahan panas
diplot sebagai jumlah mol zat terlarut, dan panas pelarut diferensial dapat diperoleh
dengan mendapatkan kemiringan kurva pada setiap konsentrasi. Jadi panas pelarutan
diferensial tergantung pada konsentrasi larutan (Dogra, 1990).
Secara umum untuk entalpi pelarut positif (endotermis), menurut Van’t Hoff,
semakin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk
zat-zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis), maka semakin tinggi suhu akan
makin berkurang zat yang dapat larut dan jika kesetimbangan terganggu dengan
perubahan temperatur, maka konsentrasi larutannya akan berubah. Menurut Van’t Hoff
pengaruh temperatur terhadap kelarutan dapat dinyatakan sebagai berikut:
ΔH
2
ln s= RT dengan mengintegralkan dari T1 ke T2 maka akan dihasilkan:
ΔH 1
log s = - + C, atau
2,303R T
S2 ∆ H
In = T 1−1 T 2−1
S1 R
H
In S = - + C…………………………..….............(4.1)
R
Dimana :
S1, S2 = kelarutan zat masing-masing pada temperature 1 dan 2 (g/kg
solven)
ΔH = entalpi pelarutan
R = konstanta gas umum (Indarti, 2014)
34

4.3. Tinjauan Bahan


A. Aquadest
rumus molekul : H2O
titik didih : 100 °C (212 °F)
titik lebur : 0 °C
berat molekul : 18,02 g/mol
bentuk fisik : cair
warna : tidak berwarna
densitas : 1 gr/cm3
pH :7
B. Asam Oksalat
rumus molekul : H2C2O4.2H2O
titik didih : >160 oC
titik lebur : 189,5 oC
berat molekul : 90,04 g/mol
bentuk fisik : kristal padat
warna : putih
densitas : 1,9 gr/cm3
pH :<7
C. Indikator Phenolphthalein
rumus molekul : C20H14O4
titik didih : 82,5 oC
titik lebur : -88,5 oC
berat molekul : 338 g/mol
bentuk fisik : cairan
warna : putih
densitas : 0,8 gr/cm3
pH :8
35

D. Natrium hidroksida
rumus molekul : NaOH
titik didih : 1388 °C (2530,4 °F)
titik lebur : 323 °C (613,4 °F)
berat molekul : 40 g/mol
bentuk fisik : padat
warna : putih
densitas : 2,13 gr/cm3
pH : 13,5
4.4. Alat dan Bahan
A. Alat-alat yang digunakan: B. Bahan-bahan yang digunakan:
- batang pengaduk - Aquadest (H2O)
- Beakerglass - asam oksalat (H2C2O4)
- botol Aquadest - es batu (H2O)s
- buret - natrium hidroksida (NaOH)
- corong kaca - phenolphthalein (C20H14O4)
- Erlenmeyer
- gelas arloji
- karet penghisap
- labu ukur
- penjepit kayu
- pipet tetes
- pipet volume
- tabung reaksi besar
- termometer
- Waterbath
4.5. Prosedur Percobaan
A. Preparasi Larutan
- membuat larutan natrium hidroksida 0,5 N sebanyak 250 mL
- membuat larutan asam oksalat 0,5 N sebanyak 50 mL.
B. Standarisasi larutan natrium hidroksida dengan asam oksalat
- memipet 10 ml larutan asam oksalat dan tambahkan tetes indikator fenoftalein
36

- menitrasi natrium hidroksida dengan asam oksalat sampai warna larutan merah
jambu. Melakukan titrasi sebanyak 3 kali.
C. Pengerjaan contoh
- menyediakan larutan lewat jenuh asam oksalat dengan cara mengi air ke dalam
tabung reaksi besar kira-kira setengahnya, larutan asam oksalat mendapatkan
endapan
- melengkapi tabung reaksi dengan termometer dan pengadukan, kemudian
aduk dan panaskan sampai 60 oC dalam waterbath
- memasukan tabung reaksi ke dalam beaker glass yang berisi es untuk
mendinginkan larutan
o
- pada saat suhu larutan mencapai 40 C, memipet 10 mL larutan dan
mengencerkan hingga 100 mL pada labu ukur
- kemudian memipet 10 mL larutan yang telah diencerkan, menambahkan
indikator fenolftalein dan labu ukur
- kemudian memipet 10 mL larutan yang telah diencerkan, menambahkan
indikator fenolftalein dan menitrasi dengan natrium hidroksida sampai
diperoleh titik akhir
- melakukan pengerjakan yang serupa pada saat suhu 35 oC, 30oC, 20oC, 15oC
dan 10oC.
4.6. Data Pengamatan
Tabel 4.1. Data Standarisasi NaOH dengan asam oksalat
No Volume asam oksalat (mL) Volume natrium hidroksida (mL)
.
1. 10 11,1
2. 10 11,9
Volume rata-rata asam oksalat 11,5

Tabel 4.2. Data titrasi NaOH terhadap asam oksalat jenuh pada berbagai suhu S
Suhu Volume NaOH (mL)
No Volume rata-rata NaOH (mL)
(ºC) I II
1. 40 6 5,7 5,85
2. 35 6 5,7 5,85
3. 30 6 5,7 5,85
4. 25 5,5 4,5 5
37

5. 20 5,33 4,56 4,94


6. 15 5,16 4,63 4,89
7. 10 5 4,7 4,85

Tabel 4.3. Normalitas dan kelarutan asam oksalat pada berbagai suhu
V N
N V Massa Massa
Suhu H2C2O4. H2C2O4.
No NaOH NaOH solut H2O
(°C) 2H2O 2H2O
(mL) (mL) (gram) (gram)
(mL) (mL)
1 40 0,434 5,85 10 0,253 0,160 9,840
2 35 0,434 5,85 10 0,253 0,160 9,840
3 30 0,434 5,85 10 0,253 0,160 9,840
4 25 0,434 5 10 0,217 0,136 9,863
5 20 0,434 4,94 10 0,214 0,135 9,864
6 15 0,434 4,89 10 0,212 0,133 9,866
7 10 0,434 4,85 10 0,210 0,132 9,867

Tabel 4.4. Data untuk perhitungan dan hubungan Antara logaritma kelarutan dan
1/T

Suhu Kelarutan 1 -3 ln s (10-5) (10-3)


No (10 ) y2
(S) T (y) x2 xy
(x)
(0C) (K)
1. 40 313 1.625 3,194 0.485 10,201 0.235 1,549
2. 35 308 1.625 3,246 0.485 10,536 0.235 1,574
3. 30 303 1.625 3,300 0.485 10,890 0.235 1,600
4. 25 298 1.386 3,355 0.326 11,256 0.106 1,093
5. 20 293 1.370 3,412 0.314 11,641 0.098 1,071
6. 15 288 1.356 3,472 0.304 12,054 0.092 1,055
7. 10 283 1.343 3,533 0.294 12,482 0.086 1,038
 23,512 2,693 79,06 0,933 7,796

4.7. Grafik
38

1.8
1.6 f(x) = 0.01 x + 1.18
1.4 R² = 0.81
1.2
Kelarutan (S)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Temperatur (0C)

Grafik 4.1. Hubungan Kelarutan Terhadap Temperatur


4.8. Pembahasan
- Zat yang digunakan pada praktikum ini adalah asam oksalat. Digunakan asam
oksalat karena kelarutannya sangat sensitive terhadap suhu sehingga dengan
berubahnya suhu, kelarutan asam oksalat juga akan berubah. Asam oksalat
dilarutkan sedikit demi sedikit hingga asam oksalatnya tidak dapat larut lagi
dan berubah menjadi larutan jenuh. Setelah terjadi kesetimbangan antara zat
terlarut dalam larutan dan zat yang tidak larut maka dalam kesetimbangan
tersebut kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap yang artinya
konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Tetapi apabila kesetimbangan
diganggu dengan cara suhunya dirubah, maka konsentrasi larutan juga akan
berubah.
- Standarisasi larutan natrium hidroksida dengan larutan asam oksalat, bertujuan
untuk mencari konsentrasi pada larutan natrium hidroksida dengan cara
praktek. Dari standarisasi natrium hidroksida diperoleh hasil volume titrasi
rata-rata sebanyak 11,5 mL dan dari perhitungan konsentrasi larutan natrium
hidoksida diperoleh sebesar 0,434 N. Sedangkan secara teoritis, konsentrasi
natrium hidroksida adalah 0,5 N. Jadi hasil konsentrasi yang didapat dalam
praktium tidak jauh beda dengan konsentrasi natrium hidroksida secara teoritis
hal ini dapat dipengaruhi karena sifat NaOH yang higroskopis dimana sangat
mudah menguap sehingga memengaruhi hasil.
39

- Secara teoritis menyatakan bahwa pemanasan pelarut dapat mempercepat


larutnya zat terlarut. Pelarut dengan suhu yang lebih tinggi akan lebih cepat
melarutkan zat terlarut dibandingkan pelarut dengan suhu lebih rendah.
Sedangkan secara hasil praktikum yang didapatkan, menyatakan bahwa
semakin tinggi suhu maka kelarutan zat semakin tinggi pula, hal ini
ditunjukkan pada grafik 4.1. Jadi, hasil praktikum yang didapat tersebut sudah
sesuai dengan secara teoritis .
- Secara teoritis menyatakan bahwa pengaruh temperatur tergantung dari panas
pelarutan, yaitu bila panas pelarutan (∆H) negatif, daya larut turun dengan
naiknya temperatur. Bila panas pelarutan (∆H) positif, daya larut naik dengan
naiknya temperatur.
- Sedangkan dalam praktikum untuk mendapatkan panas pelarutan dapat
diketahui dengan 2 metode:
- Perhitungan secara grafis berdasarkan perhitungan regresi yang mana

1
sebelumnya harus membuat grafik antara ln s dengan . Dan kemudian dari
T

∆H
regresi linier tersebut dapat diperoleh slope, dimana slope adalah b = -
R
sehingga harga ∆H dapat ditentukan. Harga ∆ H adalah sebesar 22242,54
J/mol.
- Perhitungan secara analitik seperti pada tabel 4.4. Maka dapat dihitung panas
pelarutannya dengan menggunakan persamaan Van’t Hoff sebagai berikut:
S2 ∆H T2 – T1
In
S1
=
R [ T2 . T1 ]
- Dari 7 data yang ada pada tabel 4.4. dengan menggunakan persamaan Van’t
Hoff diatas maka didapatkan 6 ∆H, kemudian dihitung harga rata-rata sehingga
∆H didapat sebesar 22242,54 J/mol.
- Baik secara grafis maupun secara analitik dari keduanya mempunyai hasil yang
tidak jauh berbeda dan mempunyai hasil ∆H positif yang artinya hasil
keduanya menunjukkan reaksi endoterm yang mana pada reaksi tersebut daya
larut naik dengan naiknya temperatur.
40

4.9. Kesimpulan
- Semakin tinggi suhu maka kelarutan suatu zat juga semakin tinggi. Hal ini
menunjukan bahwa reaksi tersebut bersifat endoterm atau menyerap panas,
sehingga terjadi perpindahan panas dari lingkungan ke sistem. Pada reaksi
endotermis, semakin tinggi suhu maka kelarutan suatu zat juga semakin tinggi.
- Pada percobaan diperoleh panas kelarutan (ΔH) positif secara analitik sebesar
22242,54 J/mol. Hal itu sesuai dengan teori van’t hoff yang menyatakan bahwa
pada umumnya panas pelarutan bernilai (+). Sehingga semakin tinggi suhu
panas akan menaikan jumlah zat terlarut.
41

APPENDIKS

IV. Kelarutan sebagai Fungsi Temperatur


A. Membuat 250 mL larutan NaOH 0,5 N
W 1000
N = ×
BE V
W 1000
0,5 = ×
40 250
W = 5 gram
Jadi untuk membuat larutan NaOH sebanyak 250 mL adalah dengan melarutkan
5 gram NaOH dengan aquadest sanpai tanda batas.
B. Membuat 50 mL larutan asam oksalat 0,5 N
W 1000
N = ×
BE V
W 1000
0,5 = ×
63 100
W = 1,575 gram
Jadi untuk membuat larutan asam oksalat sebanyak 50 mL adalah dengan
melarutkan 1,575 gram asam oksalat dengan aquadest sampai tanda batas.
C. Standarisasi NaOH dengan asam oksalat
V1 = 10,5 mL
V2 = 10,9 mL
1 1,1 + 11,9
V titrasi rata-rata = = 11,5 mL
2
(V⋅N ) H 2 C 2 O4
= (V⋅N ) NaOH

(10.0,5) = (11,5 ⋅ N)NaOH


N NaOH = 0,434 N
Jadi normalitas NaOH adalah 0,434 N
D. Menentukan normalitas asam oksalat jenuh pada berbagai suhu
- Pada suhu 40° C :
42

(V⋅N ) H 2 C 2 O4 (V⋅N )NaOH


=
(10⋅N )H 2 C 2 O4 (5,85)(0,434 )
=
( N ) H2 C2 O 4
= 0,253 N

- Pada suhu 35° C :


(V⋅N ) H 2 C 2 O4 (V⋅N )NaOH
=
(10⋅N )H 2 C 2 O4 (5,85)(0,434 )
=
( N ) H2 C2 O 4
= 0,253 N
- Pada suhu 30° C :
(V⋅N ) H 2 C 2 O4 (V⋅N )NaOH
=
(10⋅N )H 2 C 2 O4 (5,85)(0,434 )
=
( N ) H2 C2 O 4
= 0,253 N
- Pada suhu 25° C :
(V⋅N ) H 2 C 2 O4 (V⋅N )NaOH
=
(10⋅N )H 2 C 2 O4 (5)(0,434)
=
( N ) H2 C2 O 4
= 0,217 N
- Pada suhu 20° C :
(V⋅N ) H C O (V⋅N )NaOH
2 2 4 =
(10⋅N )H 2 C 2 O4 (4,94 )(0,434 )
=
( N ) H2 C2 O 4
= 0,214 N
- Pada suhu 15° C :
(V⋅N ) H 2 C 2 O4 (V⋅N )NaOH
=
(10⋅N )H 2 C 2 O4 (4,89 )(0,434)
=
( N ) H2 C2 O 4
= 0,212 N
- Pada suhu 10° C :
(V⋅N ) H 2 C 2 O4 (V⋅N )NaOH
=
(10⋅N )H 2 C 2 O4 (4,85 )(0,434)
=
( N ) H2 C2 O 4
= 0,210 N
43

E. Menentukan kelarutan asam oksalat


- Pada suhu 40° C :
W 1000
N = ×
BE V
W 1000
0,253 = ×
63 10
W = 0,160 gram
Massa H2O = massa larutan – massa solute
= 10 – 0,160
= 9,840 gram
massa solute
Kelarutan = × 10
massa H 2 O
0,160
= ×10
9, 840
= 1,625
- Pada suhu 35° C :
W 1000
N = ×
BE V
W 1000
0,253 = ×
63 10
W = 0,160 gram
Massa H2O = massa larutan – massa solute
= 10 – 0,160
= 9,840 gram
massa solute
Kelarutan = × 100
massa H2 O
0, 160
= ×100
9, 840
= 1,625
- Pada suhu 30° C :
W 1000
N = ×
BE V
W 1000
0,253 = ×
63 10
W = 0,160 gram
44

Massa H2O = massa larutan – massa solute


= 10 – 0,160
= 9,840 gram
massa solute
Kelarutan = × 10
massa H 2 O
0,160
= ×100
9 ,840
= 1,625
- Pada suhu 25° C :
W 1000
N = BE × V

W 1000
0,217 = ×
63 10
W = 0,136 gram
Massa H2O = massa larutan – massa solute
= 10 – 0,168
= 9,863 gram
massa solute
Kelarutan = × 100
massa H 2 O

0,1 36
= ×100
9, 863
= 1,386
- Pada suhu 20° C :
W 1000
N = ×
BE V
W 1000
0,214 = ×
63 10
W = 0,135 gram
Massa H2O = massa larutan – massa solute
= 10 – 0,135
= 9,864 gram
massa solute
Kelarutan = × 100
massa H 2 O
45

0,1 35
= ×100
9 ,864
= 1,370
- Pada suhu 15° C :
W 1000
N = BE × V

W 1000
0,212 = 63 × V W

= 0,133 gram
Massa H2O = massa larutan – massa solute
= 10 – 0,133
= 9,866 gram
massa solute
Kelarutan = × 100
massa H2 O
0,1 33
= ×100
9,8 66
= 1,356
- Pada suhu 10° C :
W 1000
N = ×
BE V
W 1000
0,210 = 63 × 10

W = 0,312 gram
Massa H2O = massa larutan – massa solute
= 10 – 0,312
= 9,867 gram
massa solute
Kelarutan = × 100
massa H2 O
0, 312
= ×100
9, 867
= 0,879
F. Perhitungan kalor pelarutan diferensial secara analitik
- Untuk T1 = 313 , T2 = 308
46

S2 ∆H T2 – T1
In
S1
=R [ T2 . T1 ]
1,625 ∆H 308- 313
In
1,625
=
8,314 J/mol [ 308 . 313 ]
∆H
0 = . ( -5,186.10-5)
8,314 J/mol
∆H1 = 0 J/mol.

- Untuk T2= 308,15 dan T3 = 303,15


S3 ∆H T3 - T2
In
S2
=R [ T3 . T2 ]
1,625 ∆H 303- 308
In
1,625
=
8,314 J/mol [ 303 . 308 ]
∆H
0 = . ( -5,357.10-5)
8,314 J/mol
∆H2 = 0 J/mol
- Untuk T3= 303,15 dan T4 = 298,15
S4 ∆H T 4 - T3
In
S3
=
R [ T4 . T3 ]
1 ,386 ∆H 298 - 303
In
1,625
=
8,314 J/mol [ 298. 303 ]
∆H
0,017 = . ( -5,537.10-5)
8,314 J/mol
∆H3 = -2565,33 J/mol.

- Untuk T4= 298,15 dan T5 = 293,15

S5 ΔH T 5 −T 4
ln
S4
=
[
R T 5⋅T 4 ]
ΔΗ 293−298
1,370
In 1,386
=
8,314J/mol 293⋅298 [ ]
ΔΗ
= ⋅(−5,726. 10−5 )
-0,159 8,314J/mol
47

∆H4 =23098,85 J/mol


- Untuk T5= 293,15 dan T6 = 288,15
S6 ∆H T5 - T 4
In
S5
=R [ T 5 .T 4 ]
1 ,356 ∆H 293- 298
In
1, 370
=
8,314 J/mol [ 293 . 298 ]
∆H
-0,010 = . ( -5,726.10-5
8,314 J/mol
∆H5 = 1491,40 J/mol.
- Untuk T6= 288,15 dan T7 = 283,15
S7 ∆H T6 - T5
In
S6
=R [ T 6 . T5 ]
1,343 ∆H 288- 283
ln
1,356
=
8,314 J/mol [ 288 . 283 ]
∆H
-0,010 = . ( 6,134.10-5)
8,314 J/mol
∆H6 = -3808,248 J/mol.

H rata-rata = ∆H 1 + ∆H2 + ∆H3 + ∆H 4 + ∆H5 + ∆H6 `


∆ 6

0+0+(-2565,33 )+23098,85+1491,40+1305,690
= J/mol
6
=22242,54 J/mol
48

DAFTAR PUSTAKA

Dogra, SK.1990. Kimia Fisika dan Soal-Soal. Jakarta:Universitas Indonesia.


Sastrohamidjojo, H. 2010. Kimia Dasar. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Sukardjo. 1985. Kimia Fisika. Yogyajarta:Bina Aksara.
(____,http//Indarti, dwi dkk. 2014. Penuntun praktikum kimia fisik. Universitas Jember:
Jember (diakses 11 mei 2015).

Anda mungkin juga menyukai