31
32
d. Tekanan
Kelarutan dari semua gas naik jika tekanan parsial dari gas yang terletak di atas
larutan dinaikkan. Secara kuantitatif, hal ini dinyatakan dalam Hukum Henry, yang
menyatakan bahwa pada suhu tetap perbandingan dari tekanan parsial dari solute gas
dibagi dengan mol-fraksi dari gas dalam larutan adalah tetap (Sastrohamidjojo,
2010).
Ada dua panas pelarutan, yaitu panas pelarutan “integral” dan panas pelarutan
”differensial”. Panas pelarutan differensial didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika
1 mol zat dilarutkan dalam mol pelarut. Panas pelarutan differensial didefinisikan
sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan yang
tidak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1 mol zat
terlarut. Secara matematik didefinisikan sebagai (d(m∆H))/dm, yaitu perubahan panas
diplot sebagai jumlah mol zat terlarut, dan panas pelarut diferensial dapat diperoleh
dengan mendapatkan kemiringan kurva pada setiap konsentrasi. Jadi panas pelarutan
diferensial tergantung pada konsentrasi larutan (Dogra, 1990).
Secara umum untuk entalpi pelarut positif (endotermis), menurut Van’t Hoff,
semakin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk
zat-zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis), maka semakin tinggi suhu akan
makin berkurang zat yang dapat larut dan jika kesetimbangan terganggu dengan
perubahan temperatur, maka konsentrasi larutannya akan berubah. Menurut Van’t Hoff
pengaruh temperatur terhadap kelarutan dapat dinyatakan sebagai berikut:
ΔH
2
ln s= RT dengan mengintegralkan dari T1 ke T2 maka akan dihasilkan:
ΔH 1
log s = - + C, atau
2,303R T
S2 ∆ H
In = T 1−1 T 2−1
S1 R
H
In S = - + C…………………………..….............(4.1)
R
Dimana :
S1, S2 = kelarutan zat masing-masing pada temperature 1 dan 2 (g/kg
solven)
ΔH = entalpi pelarutan
R = konstanta gas umum (Indarti, 2014)
34
D. Natrium hidroksida
rumus molekul : NaOH
titik didih : 1388 °C (2530,4 °F)
titik lebur : 323 °C (613,4 °F)
berat molekul : 40 g/mol
bentuk fisik : padat
warna : putih
densitas : 2,13 gr/cm3
pH : 13,5
4.4. Alat dan Bahan
A. Alat-alat yang digunakan: B. Bahan-bahan yang digunakan:
- batang pengaduk - Aquadest (H2O)
- Beakerglass - asam oksalat (H2C2O4)
- botol Aquadest - es batu (H2O)s
- buret - natrium hidroksida (NaOH)
- corong kaca - phenolphthalein (C20H14O4)
- Erlenmeyer
- gelas arloji
- karet penghisap
- labu ukur
- penjepit kayu
- pipet tetes
- pipet volume
- tabung reaksi besar
- termometer
- Waterbath
4.5. Prosedur Percobaan
A. Preparasi Larutan
- membuat larutan natrium hidroksida 0,5 N sebanyak 250 mL
- membuat larutan asam oksalat 0,5 N sebanyak 50 mL.
B. Standarisasi larutan natrium hidroksida dengan asam oksalat
- memipet 10 ml larutan asam oksalat dan tambahkan tetes indikator fenoftalein
36
- menitrasi natrium hidroksida dengan asam oksalat sampai warna larutan merah
jambu. Melakukan titrasi sebanyak 3 kali.
C. Pengerjaan contoh
- menyediakan larutan lewat jenuh asam oksalat dengan cara mengi air ke dalam
tabung reaksi besar kira-kira setengahnya, larutan asam oksalat mendapatkan
endapan
- melengkapi tabung reaksi dengan termometer dan pengadukan, kemudian
aduk dan panaskan sampai 60 oC dalam waterbath
- memasukan tabung reaksi ke dalam beaker glass yang berisi es untuk
mendinginkan larutan
o
- pada saat suhu larutan mencapai 40 C, memipet 10 mL larutan dan
mengencerkan hingga 100 mL pada labu ukur
- kemudian memipet 10 mL larutan yang telah diencerkan, menambahkan
indikator fenolftalein dan labu ukur
- kemudian memipet 10 mL larutan yang telah diencerkan, menambahkan
indikator fenolftalein dan menitrasi dengan natrium hidroksida sampai
diperoleh titik akhir
- melakukan pengerjakan yang serupa pada saat suhu 35 oC, 30oC, 20oC, 15oC
dan 10oC.
4.6. Data Pengamatan
Tabel 4.1. Data Standarisasi NaOH dengan asam oksalat
No Volume asam oksalat (mL) Volume natrium hidroksida (mL)
.
1. 10 11,1
2. 10 11,9
Volume rata-rata asam oksalat 11,5
Tabel 4.2. Data titrasi NaOH terhadap asam oksalat jenuh pada berbagai suhu S
Suhu Volume NaOH (mL)
No Volume rata-rata NaOH (mL)
(ºC) I II
1. 40 6 5,7 5,85
2. 35 6 5,7 5,85
3. 30 6 5,7 5,85
4. 25 5,5 4,5 5
37
Tabel 4.3. Normalitas dan kelarutan asam oksalat pada berbagai suhu
V N
N V Massa Massa
Suhu H2C2O4. H2C2O4.
No NaOH NaOH solut H2O
(°C) 2H2O 2H2O
(mL) (mL) (gram) (gram)
(mL) (mL)
1 40 0,434 5,85 10 0,253 0,160 9,840
2 35 0,434 5,85 10 0,253 0,160 9,840
3 30 0,434 5,85 10 0,253 0,160 9,840
4 25 0,434 5 10 0,217 0,136 9,863
5 20 0,434 4,94 10 0,214 0,135 9,864
6 15 0,434 4,89 10 0,212 0,133 9,866
7 10 0,434 4,85 10 0,210 0,132 9,867
Tabel 4.4. Data untuk perhitungan dan hubungan Antara logaritma kelarutan dan
1/T
4.7. Grafik
38
1.8
1.6 f(x) = 0.01 x + 1.18
1.4 R² = 0.81
1.2
Kelarutan (S)
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Temperatur (0C)
1
sebelumnya harus membuat grafik antara ln s dengan . Dan kemudian dari
T
∆H
regresi linier tersebut dapat diperoleh slope, dimana slope adalah b = -
R
sehingga harga ∆H dapat ditentukan. Harga ∆ H adalah sebesar 22242,54
J/mol.
- Perhitungan secara analitik seperti pada tabel 4.4. Maka dapat dihitung panas
pelarutannya dengan menggunakan persamaan Van’t Hoff sebagai berikut:
S2 ∆H T2 – T1
In
S1
=
R [ T2 . T1 ]
- Dari 7 data yang ada pada tabel 4.4. dengan menggunakan persamaan Van’t
Hoff diatas maka didapatkan 6 ∆H, kemudian dihitung harga rata-rata sehingga
∆H didapat sebesar 22242,54 J/mol.
- Baik secara grafis maupun secara analitik dari keduanya mempunyai hasil yang
tidak jauh berbeda dan mempunyai hasil ∆H positif yang artinya hasil
keduanya menunjukkan reaksi endoterm yang mana pada reaksi tersebut daya
larut naik dengan naiknya temperatur.
40
4.9. Kesimpulan
- Semakin tinggi suhu maka kelarutan suatu zat juga semakin tinggi. Hal ini
menunjukan bahwa reaksi tersebut bersifat endoterm atau menyerap panas,
sehingga terjadi perpindahan panas dari lingkungan ke sistem. Pada reaksi
endotermis, semakin tinggi suhu maka kelarutan suatu zat juga semakin tinggi.
- Pada percobaan diperoleh panas kelarutan (ΔH) positif secara analitik sebesar
22242,54 J/mol. Hal itu sesuai dengan teori van’t hoff yang menyatakan bahwa
pada umumnya panas pelarutan bernilai (+). Sehingga semakin tinggi suhu
panas akan menaikan jumlah zat terlarut.
41
APPENDIKS
W 1000
0,217 = ×
63 10
W = 0,136 gram
Massa H2O = massa larutan – massa solute
= 10 – 0,168
= 9,863 gram
massa solute
Kelarutan = × 100
massa H 2 O
0,1 36
= ×100
9, 863
= 1,386
- Pada suhu 20° C :
W 1000
N = ×
BE V
W 1000
0,214 = ×
63 10
W = 0,135 gram
Massa H2O = massa larutan – massa solute
= 10 – 0,135
= 9,864 gram
massa solute
Kelarutan = × 100
massa H 2 O
45
0,1 35
= ×100
9 ,864
= 1,370
- Pada suhu 15° C :
W 1000
N = BE × V
W 1000
0,212 = 63 × V W
= 0,133 gram
Massa H2O = massa larutan – massa solute
= 10 – 0,133
= 9,866 gram
massa solute
Kelarutan = × 100
massa H2 O
0,1 33
= ×100
9,8 66
= 1,356
- Pada suhu 10° C :
W 1000
N = ×
BE V
W 1000
0,210 = 63 × 10
W = 0,312 gram
Massa H2O = massa larutan – massa solute
= 10 – 0,312
= 9,867 gram
massa solute
Kelarutan = × 100
massa H2 O
0, 312
= ×100
9, 867
= 0,879
F. Perhitungan kalor pelarutan diferensial secara analitik
- Untuk T1 = 313 , T2 = 308
46
S2 ∆H T2 – T1
In
S1
=R [ T2 . T1 ]
1,625 ∆H 308- 313
In
1,625
=
8,314 J/mol [ 308 . 313 ]
∆H
0 = . ( -5,186.10-5)
8,314 J/mol
∆H1 = 0 J/mol.
S5 ΔH T 5 −T 4
ln
S4
=
[
R T 5⋅T 4 ]
ΔΗ 293−298
1,370
In 1,386
=
8,314J/mol 293⋅298 [ ]
ΔΗ
= ⋅(−5,726. 10−5 )
-0,159 8,314J/mol
47
0+0+(-2565,33 )+23098,85+1491,40+1305,690
= J/mol
6
=22242,54 J/mol
48
DAFTAR PUSTAKA