Anda di halaman 1dari 21

Teksbook Reading

GOITER, HIPERTIROID dan HIPOTIROID

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Disusun Oleh
Wahyu Rhomadon
21804101067

Pembimbing
dr. Nurike Sp.Pd

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM ILMU BEDAH UMUM
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan teksbook reading yang berjudul “goiter, hipertiroid
dan hipotiroid” dengan lancar.
Di dalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi deskripsi dan
pembahasan teksbook pasien dengan “goiter, hipertiroid dan hipotiroid”.
Dengan selesainya tugas jurnal reading ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.
Sangat disadari bahwa dalam penulisan teksbook reading ini, masih banyak kekurangan dan
keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

` Kepanjen, 19 November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah Goiter berarti terjadinya pembesaran pada kelenjar tiroid, yang dikenal dengan
goiter non toxik atau simpel goiter atau struma endemik, dengan dampak yang ditimbulkannya
hanya bersifat local yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ disekitarnya
seperti pengaruhnya pada trachea dan esophagus.

Goiter adalah salah satu cara mekanisme kompensasi tubuh terhadap kurangnya unsure
yodium dalam makanan dan minuman. Asupan yodium dapat diperiksa secara langsung yaitu
dengan cara menganalisis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu yang mengidap
goiter, sedangkan pemeriksaan secara tidak langsung dipakai berbagai cara antara lain :
pemeriksaan kadar yodium dalam urine dan dengan studi kinetik yodium.

Hipertiroid ialah suatu sindroma klinik yang terjadi karena pemaparan jaringan terhadap
hormone tiroid berlebihan. Penyakit tiroid merupakan penyakit yang banyak ditemui di
masyarakat, 5% pada pria dan 15% pada wanita. Penyakit Graves di Amerika sekitar 1% dan di
Inggris 20-27/1000 wanita dan 1.5-2.5/1000 pria, sering ditemui di usia kurang dari 40 tahun.

Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun secara prinsip


berbeda. Hipertiroidisme dimaksudkan hiperfungsi kelenjar tiroid dan sekresi berlebihan dari
hormone tiroid dalam sirkulasi. Pada tirotoksikosis dapat disebabkan oleh etiologi yang amat
berbeda, bukan hanya yang berasal dari kelenjar tiroid. Adapun hipertiroidisme subklinis, secara
definisi diartikan kasus dengan kadar hormone normal tetapi TSH rendah. Di kawasan Asia
dikatakan prevalensi lebih tinggi disbanding yang non Asia (12% versus 2.5%).

Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon tiroid
yang rendah. Ada banyak kekacauan-kekacauan yang berakibat pada hipotiroid. Kekacauan-
kekacauan ini mungkin langsung atau tidak langsung melibatkan kelenjar tiroid. Karena hormon
tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan banyak proses-proses sel, hormon tiroid
yang tidak memadai mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang meluas untuk tubuh.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi, etiologi, manifestasi klinik dan tatalaksana goiter ?


2. Bagaimana definisi, etiologi, manifestasi klinik dan tatalaksana hipertiroid ?
3. Bagaimana definisi, etiologi, manifestasi klinik dan tatalaksana hipotiroid ?

1.3 Tujuan
2. Mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinik dan tatalaksana goiter?
3. Mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinik dan tatalaksana hipertiroid ?
4. Mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinik dan tatalaksana hipotiroid ?

1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai penyakit bedah saraf khususnya cedera kepala ringan
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu penyakit bedah saraf.
BAB II
Tinjauan Pustaka
1.Definisi Goiter
Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar
yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan
produksi hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah
depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal.
Kelenjar tiroid yang membesar disebut goiter. Goiter dapat menyertai hipo maupun hiperfungsi
tiroid. Bila secara klinik tidak ada tanda-tanda khas, disebut giter non-toksik.

2. Etiologi Goiter

Berbagai faktor diidentifikasikan sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid


termasuk didalamnya defisiensi yodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat
mensekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung, lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara
berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.

a. Auto-imun (dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik pada
jaringan tersebut).
Tiroiditis Hasimoto’s adalah kondisi autoimun di mana terdapat kerusakan kelenjar tiroid oleh
sistem kekebalan tubuh sendiri. Sebagai kelenjar menjadi lebih rusak, kurang mampu membuat
persediaan yang memadai hormon tiroid.Penyakit Graves. Sistem kekebalan menghasilkan satu
protein, yang disebut tiroid stimulating imunoglobulin (TSI). Seperti dengan TSH, TSI merangsang
kelenjar tiroid untuk memperbesar memproduksi sebuah gondok.
b. Defisiensi Yodium.
Yodium sendiri dibutuhkan untuk membentuk hormon tyroid yang nantinya akan diserap di usus
dan disirkulasikan menuju bermacam-macam kelenjar. Kelenjar tersebut diantaranya Choroid,
Ciliary body, Kelenjar susu, Plasenta, Kelenjar air ludah, Mukosa lambung, Intenstinum tenue,
Kelenjar gondok. Sebagaian besar unsur yodium ini dimanfaatkan di kelenjar gondok. Jika kadar
yodium di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan mengidap penyakit gondok.
c. Obat-obatan tertentu yang dapat menekan produksi hormon tiroid.
d. Peningkatan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) sebagai akibat dari kecacatan dalam sintesis
hormon normal dalam kelenjar tiroid.
e. Kerusakan genetik, yang lain terkait dengan luka atau infeksi di tiroid. Tiroiditis adalah
peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid.
f. Beberapa disebabkan oleh tumor (Baik dan jinak tumor kanker). Multinodular Gondok. Individu
dengan gangguan ini memiliki satu atau lebih nodul di dalam kelenjar tiroid yang menyebabkan
pembesaran. Hal ini sering terdeteksi sebagai nodular pada kelenjar perasaan pemeriksaan fisik.
Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal yang besar dengan nodul kecil di kelenjar, atau
mungkin tampil sebagai nodul beberapa ketika pertama kali terdeteksi.
g. Kanker Tiroid. Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun kurang dari 5% dari nodul
adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan merupakan resiko terhadap kanker.
h. Kehamilan. Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan yaitu gonadotropin dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.

3.klasifikasi

A. Klasifikasi Goiter
Menurut American Society for Study of Goiter membagi goiter menjadi:12
1. Goiter Nodusa Non Toksik
2. Goiter Diffusa Non Toksik
3. Goiter Diffusa Toksik
4. Goiter Nodusa Toksik
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan
diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi. Struma difus adalah pembesaran yang
merata dengan konsistensi lunak pada seluruh kelenjar tiroid. Struma nodusa adalah jika
pembesaran tiroid terjadi akibat nodul, apabila nodulnya satu maka disebut uninodusa,
apabila lebih dari satu, baik terletak pada satu atau kedua sisi lobus, maka disebut
multinodusa.12
1. Goiter Nodusa Non Toksik
Struma nodosa nontoksik merupakan struma nodosa tanpa disertai tanda- tanda
hipertiroidisme. Pada penyakit struma nodosa nontoksik tiroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Pembesaran kelenjar
tiroid ini bukan merupakan proses inflamasi atau neoplastik dan tidak berhubungan
dengan abnormalitas fungsi tiroid.12
2. Goiter Diffusa Non Toksik
Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah pembesaran yang
tampak tanpa membentuk nodul. Bentuk ini biasa ditemukan dengan sifat non-toksik
(fungsi tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter simpel.12
Pada goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan involusi
koloid. Pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan simetris,
walaupun pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150 gram). Folikel-folikelnya
dilapisi oleh sel kolumner yang banyak dan berdesakan. Akumulasi sel ini tidak sama di
keseluruhan kelenjar. Apabila setelah itu konsumsi iodin ditingkatkan atau kebutuhan
tubuh akan hormon tiroid menurun, terjadi involusi sel epitel folikel sehingga terbentuk
folikel yang besar dan dipenuhi oleh koloid. Biasanya secara makroskopik tiroid akan
terlihat coklat dan translusen, sementara secara histologis akan terlihat bahwa folikel
dipenuhi oleh koloid serta sel epitelnya gepeng dan kuboid.12
3. Goiter Diffusa Toksik
Struma diffusa toksik (tirotoksikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab
tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exopthalmic goiter), bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan di antara hipertiroidisme lainnya.
4. Goiter Nodusa Toksik
Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang
mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid.

4.Manifestasi
5.Tatalaksana
1. Medika Mentosa
- Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan
sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah
mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang
terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan
saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
2. Non Medika Mentosa
- Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan
yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau
mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid.
Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah
atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal
(suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin
banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga
dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.

Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga
menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium
radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam
kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini
tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik.
Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah
sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat
tiroksin.
HIPERTIROID

1. Definisi Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolic yang merupakan akibat dari
produksi hormon tiroid yang berlebihan. (Dongoes E,Marilynn , 2005). Penyebab
Hipertiroid (Tirotoksikosis) 70 % adalah Penyakit Graves, sisanya karena gondok
multinodular toksik dan adenoma toksik. ( Soeparman, 2007 ).
Hipertiroid adalah jenis penyakit yang tidak begitu dikenal sebagian orang,
Hipertiroid adalah penyakit yang terjadi karena adanya kelebihan produksi pada kelenjar
tiroid. Umumnya pada penderita Hipertiroid sering mengalami pembesaran sekitar 2 sampai
3 kali dari ukuran biasanya dan umumnya pembesaran tersebut terletak pada daerah leher,
mata dan lainnya. Terjadinya pembesaran atau munculnya benjolan yang tidak biasa
disebabkan datangnya kelebihan kelenjar yang tidak terkontrol dari hasil produksi kelenjar
tiroid di dalam tubuh.

2. Faktor Resiko
- Usia
Hipertiroid dapat terjadi di semua kalangan usia, tetapi lebih sering terjadi pada orang
yang berusia 60 tahun atau lebih tua dikarenakan penurunan imunitas yang disertai juga
dengan penurunan fungsi tubuh.
- Jenis kelamin
Perempuan lebih berisiko terkena hipertiroid daripada laki-laki dengan perbandingan
sebesar 8:1. Hal ini berhubungan dengan hormon pada wanita yang dapat memicu
gangguan tiroid. Terutama pada wanita dalam masa menopause, hipertiroidisme yang
terjadi juga meningkatkan risiko terhadap osteoporosis dan patah tulang.
- Faktor genetik
Riwayat keluarga yang pernah memiliki kelainan autoimun dapat meningkatkan risiko
anggota keluarga lainnya menderita hipertiroid. Kromosom seks pada wanita
berhubungan erat pada terjadinya insiden gangguan tiroid.
- Kondisi medis
Beberapa kondisi medis dapat meningkatkan risiko seseorang terkena hipertiroid,
diantaranya adanya infeksi virus, kehamilan dan riwayat penyakit autoimun.
- Etnis
Orang Jepang berisiko tinggi terkena hipertiroid. Hal ini dapat disebabkan karena diet
tinggi ikan asin yang kaya akan iodine (Winchester Hospital, 2015)

3. Epidemiologi
Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari
berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah
3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1.
Sedangkan distribusi menumt umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21
– 30 tahuii (41,73%), tetapi menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 30–40
tahun.Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1960 diperkirakan 200 juta,
12 juta di antaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertiroidi yang didapat dari
beberapa klinik di Indonsia berkisar antara 44,44% — 48,93% dari seluruh penderita dengan
penyakit kelenjar gondok. Di AS diperkirakan 0,4% populasi menderita Hipertiroid, biasanya
sering pada usia di bawah 40 tahun. (Djokomoeljanto, 2009)

4. Etiologi
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH
dan TRF karena umpan balik negatif TH terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme
akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambaran kadar TH dan TSH yang finggi. TRF akan
Tendah karena uinpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi
hipotalamus akan memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
Beberapa penyakit yang menyebabkan Hipertiroid yaitu :
 Penyakit Graves
Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang oberaktif dan merupakan penyebab
hipertiroid yang paling sering dijumpai. Penyakit ini biasanya turunan. Wanita 5 kali
lebih sering daripada pria. Di duga penyebabnya adalah penyakit autonoium, dimana
antibodi yang ditemukan dalam peredaran darah yaitu tyroid stimulating.
Immunogirobulin (TSI antibodies), Thyroid peroksidase antibodies (TPO) dan TSH
receptor antibodies (TRAB). Pencetus kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi,
kelainan mata dan kulit, penglihatan kabur, sensitif terhadap sinar, terasa seperti ada
pasir di mata, mata dapat menonjol keluar hingga double vision. Penyakit mata ini
sering berjalan sendiri dan tidak tergantung pada tinggi rendahnya hormon teorid.
Gangguan kulit menyebabkan kulit jadi merah, kehilangan rasa sakit, serta berkeringat
banyak.
 Toxic Nodular Goiter
Benjolan leher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk biji padat, bisa satu atau
banyak. Kata toxic berarti hipertiroid, sedangkan nodule atau biji itu tidak terkontrol
oleh TSH sehingga memproduksi hormon tiroid yang berlebihan.
 Minum obat Hormon Tiroid berlebihan
Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium dan kontrol ke
dokter yang tidak teratur. Sehingga pasien terus minum obat tiroid, ada pula orang
yang minum hormon tiroid dengan tujuan menurunkan badan hingga timbul efek
samping.
 Produksi TSH yang Abnormal
Produksi TSH kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan, sehingga
merangsang tiroid mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak.
 Tiroiditis (Radang kelenjar Tiroid)
Tiroiditis sering terjadi pada ibu setelah melahirkan, disebut tiroiditis pasca persalinan,
dimana pada fase awal timbul keluhan hipertiorid, 2-3 bulan kemudian keluar gejala
hpotiroid.
 Konsumsi Yoidum Berlebihan
Bila konsumsi berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid, kelainan ini biasanya timbul
apabila sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroid.
(Djokomoeljanto, 2009)
5. Manifestasi

Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves


(Djokomoeljanto, 2010).
Sistem Gejala dan Tanda Sistem Gejala dan Tanda
Umum Tak tahan hawa Psikis dan saraf Labil. Iritabel,
panas, hiperkinesis, tremor, psikosis,
capek, BB turun, nervositas, paralisis
tumbuh cepat, periodik dispneu
toleransi obat, youth
fullness
Gastrointestinal Hiferdefekasi, lapar, Jantung hipertensi, aritmia,
makan banyak, haus, palpitasi, gagal
muntah, disfagia, jantung
splenomegali
Muskular Rasa lemah Darah dan limfatik Limfositosis, anemia,
splenomegali, leher
membesar
Genitourinaria Oligomenorea, Skelet Osteoporosis, epifisis
amenorea, libido cepat menutup dan
turun, infertil, nyeri tulang
ginekomastia
Kulit Rambut rontok,
berkeringat, kulit
basah, silky hair dan
onikolisis

6. klasifikasi

Dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi 2,yaitu :


1) Hipertiroid Primer : Terjadinya hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu
sendiri, contohnya :
- Penyakit grave
- Functioning adenoma
- Toxic multinodular goiter
- Tiroiditis
2) Hipertiroid Sekunder : Jika penyebab hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid,
contohnya :
- Tumor hipofisis
- Pemberian hormone tiroid dalam jumlah besar
- Pemasukan iodium berlebihan
7. penatalaksanaan

1. Tirostatika (OAT- Obat Anti Tiroid)

Efek berbagai obat digunakan dalam pengelolaan tiroksikosis (Djokomoeljanto, 2010).


Kelompok obat Efeknya Indikasi
Obat anti tiroid Menghambat sintesis hormon Pengobatan lini
Propiltiourasil (PTU) tiroid dan berefek imunosupresif pertama pada graves.
Metimazol (MMI) (PTU) juga menghambat konversi Obat jangka pendek
Karbimazol (CMZMMI) T4 T3 prabedah / pra RA1
Anatagonis adrenergik – β
β Adrenergic antagonis Mengurangi dampak hormor Obat tambahan kadang
Propranolol tiroid pada jaringan sebagai obat tunggal
Metoprolol pada tirolditis
Atenolol
Nadolol
Bahan mengandung iodine Menghambat keluarnya T4 dab Persiapan tiroidektomi
Kalium iodide T3 Para krisis tiroid
Solusi Lugol Menghambat T4 dan T3 serta Bukan untuk
Natrium ipodat Produksi T3 ekstratiroidal penggunaan rutin
Asam iopanoat
Obat lainya Menghabat transpor yodium Bukan indikasi rutin
Kalium perklorat sintesis dan keluarnya hormon. Pada sub akut tiroiditis
Litium karbonat Memperbaiki efek hormon berat dan krisis tiroid.
Glukokortikoids dijaringan dan sifat imunologis.

2. Tiroidektomi
Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun
biokimiawi. Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid adalah
tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun total. Tiroidektomi subtotal akan menyisakan jaringan
atau pengangkatan 5/6 kelenjar tiroid, sedangkan tiroidektomi total, yaitu pengangkatan
jaringan seluruh lobus termasuk istmus. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal
dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan
tiroidetomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi di tangan ahli sekalipun, meskipun
mortalitas rendah. Hipoparatiroidisme dapat permanen atau sepintas. Setiap pasien
pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau residif. Operasi yang
tidak dipersiapkan dengan baik membawa risiko terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas
amat tinggi. Di Swedia dari 308 kasus operasi, 91% mengalami tiroidektomi subtotal dan
disisakan 2 gram jaringan, 9% tiroidektomi total, hipokalsemia berkepanjangan 3,1% dan
hipoparatiroid permanen 1%, serta mortalitas 0% (Djokomoeljanto, 2010).

3. Yodium radioaktif (radio active iodium – RAI)


Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi eutiroid,
meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Yodium radioaktif
memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan
ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat
mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar
tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak
meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan
dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya
diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
HIPOTIROID

1. Definisi Hipotiroid
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon tiroid
yang rendah. Ada banyak kekacauan-kekacauan yang berakibat pada hipotiroid. Kekacauan-
kekacauan ini mungkin langsung atau tidak langsung melibatkan kelenjar tiroid. Karena
hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan banyak proses-proses sel,
hormon tiroid yang tidak memadai mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang meluas untuk
tubuh.

2. Faktor Resiko

Faktor risiko pencetus gangguan hipotiroid antara lain :


- Usia
Usia di atas 60 tahun semakin berisiko terkena hipotiroid. Hal ini disebabkan karena
penurunan fungsi tubuh termasuk penurunan kinerja kelanjar tiroid.
- Jenis kelamin
Banyak penelitian menemukan bahwa perempuan lebih berisiko terkena penyakit tiroid.
Belum diketahui secara pasti mengapa perempuan berisiko tinggi terhadap insiden
hipotiroid namun PERKENI mengungkapkan bahwa hormon seks pada perempuan lebih
rentan terhadap disfungsi kelenjar tiroid. Selain itu pada saat hamil beberapa wanita
mengalami gangguan tiroid, dapat berupa hipotiroid maupun hipertiroid. Namun yang
paling sering adalah gangguan hipotiroid. Perbandingan risiko antara wanita dan pria
adalah 1:8.
- Genetik
Genetik merupakan faktor risiko yang paling utama diantara banyak faktor autoimunitas
terhadap kelenjar tiroid. Kromosom seks pada wanita berhubungan erat pada insiden
penyakit tiroid, baik hipotiroid maupun hipertiroid selain kromosom insiden penyakit
tiroid juga dikaitkan dengan adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami penyakit
autoimun.
- Kebiasaan merokok
Merokok dapat menyebabkan kekurangan oksigen di otak dan nikotin di dalam rokok
dapat memacu peningkatan reaksi inflamasi.
- Stress
Stress berkolerasi dengan antiodi terhadap antibodi TSH-reseptor.
- Obat-obatan pemicu gangguan tiroid
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati atau merawatt suatu tiroid yang aktif
secara berlebihan (hipertiroid) dapat menyebabkan hipotiroid apabila dosis yang
dikonsumsi berlebihan tanpa adanya pengontrolan. Obat-obatan ini termasuk methimazole
(tapazole) dan propylthiouracil (PTU). Obat-obatan psikiatris seperti lithium (eskalith,
lithobid) juga diketahui dapat mempengaruhi kinerja tiroid dan menyebabkan hipotiroid.
- Pengggunaan zat kontras yang mengandung yodium
Pasien yang sebelumnya telah dirawat untuk suatu kondisi hipertiroid (seperti penyakit
graves) dan menerima yodium yang mengandung radioaktif dapat menimbulkan beberapa
bagian jaringan tiroid yang menjadi tidak berfungsi setelah perawatan. Kemungkinan ini
tergantung pada sejumlah faktor salah satu diantaranya adalah dosis yodium yang
diberikan bersamaan dengan ukuran dan aktivitas kelenjar tiroid. Jika tidak ada aktivitas
yang signifikan dari kelenjar tiroid selama 6 bulan perawatan yodium ber-radioaktif
diperkirakan tiroid tidak berfungsi dengan baik/mengalami penurunan fungsi akibat yang
ditimbulkan adalah terjadinya hipotiroid.
- Kondisi lingkungan
Kurangnya kadar iodium yang tersedia di lingkungan, seperti kurangnya kadar iodium di
dalam air (Pusat data dan informasi kesehatan kementerian kesehatan RI, 2015)
3. Epidemiologi
Prevalensi di seluruh dunia sekitar 1:3000-4000. Pada penderita sindroma down
insiden hipotiroid congenital lebih tinggi, yaitu 1:141. Tidak ada perbedaan kasus ini
berdasarkan jenis kelamin, tetapi penelitian lain mengatakan perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki yaitu 2:1 (LaFranchi, 2000)
Menurut survey yang dilakukan The National Health and Nutrition Examination
Survey (NHANES 1999-2002) dari 4.392 individu populasi AS dilaporkan mengalami
hipotiroidisme (tingkat TSH> 4,5 mIU / L) sekitar 3,7% dari populasi. Hypothyroidism
adalah lebih umum pada wanita dengan tubuh kecil ukuran saat lahir dan indeks massa tubuh
rendah selama masa kanak-kanak . Kekurangan Yodium sebagai penyebab hipotiroidisme
lebih umum terjadi di dunia internasional. Prevalensi dilaporkan sebagai 2-5% tergantung
pada studi, meningkat menjadi 15% pada usia 75 tahun.
Di negara maju, kematian yang disebabkan oleh hipotiroid jarang terjadi. NHANES
1999-2002 melaporkan bahwa prevalensi hipotiroidisme (termasuk subklinis) lebih tinggi
dalam putih (5,1%) dan Amerika Meksiko daripada di Afrika Amerika (1,7%). Afrika
Amerika cenderung memiliki nilai TSH yang lebih rendah. Studi masyarakat menggunakan
kriteria yang sedikit berbeda untuk menentukan hipotiroidisme, karena itu, wanita-pria rasio
bervariasi. Umumnya, penyakit tiroid lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada
pria, dengan laporan prevalensi 2-8 kali lebih tinggi pada wanita.

4. Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah
akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik
negative oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidism terjadi
akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar
TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH
maupun HT. Hipotiroidism yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan
rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Penyakit Hipotiroidisme.
 Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi
yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai
peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal,
Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan
genetikuntuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah
tiroiditis Hashimoto.Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar
dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar
yang masih berfungsi.
 Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium
radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
 Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan.
Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok
karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk
menyerap sernua iodium yang tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan
disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik.Kekurangan
yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid
yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa).
 Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari
hipotiroidisme di negara terbelakang.
 Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun,
terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi,
pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan
jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke
radiasi, terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium
juga dapatmeningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut
merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.

5. Manifestasi
Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat lelah
atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema). Dewasa ini sangat
jarang ditemukan kasus-kasus dengan koma miksedema (Djokomoeljanto R, 2009)
Gejala yang sering dikeluhkan pada usia dewasa adalah cepat lelah, tidak tahan dingin, berat
badan naik, konstipasi, gangguan siklus haid dan kejang otot. Pengaruh hipotiroidisme pada
berbagai sistem organ dapat dilihat pada table (Mansjoer A, 2007).
6. klasifikasi
Berdasarkan disfungsi organ yang terkena, hipotiroid dibagi dua yaitu hipotiroid
primer dan hipotiroid sentral.. Hipotiroid primer berhubungan dengan defek pada kelenjar
tiroid itu sendiri yang berakibat penurunan sintesis dan sekresi hormon tiroid,
sedangkanhipotiroid sentral berhubungan dengan penyakit penyakit yang mempengaruhi
produksi hormon thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh hipothalamus atau produksi
tirotropin(TSH) oleh hipofisis (Roberts & Ladenson, 2004) Hipotiroid berdasarkan kadar
TSH dibagi beberapa kelompok yaitu:

1. TSH < 5,5 µIU/L  normal


2. 5,5 µIU/L ≤ TSH < 7 µIU/L Hipotiroid ringan
3. 7 µIU/L ≤ TSH < 15 µIU/L  Hipotiroid sedang Hipotiroid
4. TSH ≥ 15 µIU/L  Hipotiroid berat biokimia
Selain itu pasien dinyakan hipotiroid klinis jika dijumpai peninggian kadar TSH
(TSH ≥ 5,5 µIU/L) disertai adanya simptom seperti fatique,peningkatan BB, ggn.siklus
haid,konstipasi,intoleransi dingin,rambut dan kuku rapuh (Wiseman, 2011).

7. Penatalaksanaan

Terapi utama untuk mengatasi hipotiroidisme dengan terapi pengganti hormon.


Pada hipotiroidisme primer, konsentrasi Thyroid-stimulating hormone (TSH) bias
digunakan sebagai acuan untuk memantau terapi. T4 bebas adalah indikator yang kurang
sensitif dan bisa berada pada batas normal walaupun TSH dihambat. Namun, pengukuran
T4 bebas bisa menjadi acuan pada hipotiroidisme sekunder ketika pengeluaran TSH
terganggu. Tujuan dari terapi hipotiroidisme adalah mengoreksi hipotiroidisme menjadi
kondisi eutiroid (mengurangi gejala dan normalisasi sekresi TSH), mengurangi ukuran
gondok dan/atau prevensi kambuhnya kanker tiroid.

Tiroksin Sintetis (T4 : Levothyroxine)


Tiroksin Sintetis (T4) adalah pilihan terapi untuk hipotiroidisme primer. Pada
jaringan perifer, T4 mengalami proses deiodinasi menjadi Triiodotironin (T3) yaitu
bentuk aktif dari hormon tiroid (Gambar 39-1). Pada pasien muda yang sehat, dosis awal
dimulai dari 50 sampai 200 mcg per hari. Meskipun formula dari T4 (Synthroid, Levoxyl,
bentuk generik) mungkin memiliki sedikit perbedaan dalam hal bioavailabilitasnya,
namun sebuah penelitian mengatakan bahwa bioekivalensi antara masing-masing formula
bisa sama/setara.1,2 Dosis obat dapat dikurangi untuk pasien yang lebih tua dan ditambah
untuk pasien yang sedang hamil.3,4 Karena T4 memiliki waktu paruh 7-10 hari, pasien
hipotiroid bisa melewatkan beberapa hari tanpa T4 dan tidak akan menimbulkan
konsekuensi buruk. Apabila pasien tidak dapat makan lebih dari seminggu, T4 parenteral
(80% dari dosis oral pasien) bisa diberikan.
BAB III
KESIMPULAN
Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat terjadi pada
kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme)
atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme). Hipertiroid adalah jenis penyakit yang
tidak begitu dikenal sebagian orang, Hipertiroid adalah penyakit yang terjadi karena adanya
kelebihan produksi pada kelenjar tiroid. Hipotiroid adalah suatu kondisi yang
dikarakteristikan oleh produksi hormon tiroid yang rendah. Ada banyak kekacauan-
kekacauan yang berakibat pada hipotiroid. Kekacauan-kekacauan ini mungkin langsung atau
tidak langsung melibatkan kelenjar tiroid. Karena hormon tiroid mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan, dan banyak proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak
memadai mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang meluas untuk tubuh.
DAFTAR PUASTAKA

1. Gardjito, Widjoseno et al. Sistem Endokrin, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Hal. 925-945. Jakarta:
EGC. 2007.
2. Sjamsuhidrajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2004.
3. Guyton, Arthur C dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiolgi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007.
4. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC. 2011.
5. Mulinda, James R. Goiter. Diambil dari: http://emedicine.medscape.com/article/120034-overview.
[8 Desember 2018].
6. Mansjoer A dkk. Struma Nodusa Non Toksik. Kapita Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi IV.
Jakarta: Media Esculapius. 2016.
7. Lee, Stephanie L. Goiter, Non Toxic. Diambil dari: http://www.emedicine.com/med/topic919.htm.
[17 november 2018].
8. Sharma, K Pramod, MD. Complication of Thyroid Surgery. Diambil dari:
http://emedicine.medscape.com/article/852184-overview. [17 november 2019].

Anda mungkin juga menyukai