Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUUAN TEORI

2.1 Konsep Lansia dan Proses menua


2.1.1 Definisi Lansia dan Proses Menua

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seorang yang


telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut. Aging
Process atau proses penuaan.

Seorang dikatakan lansia apabila berumur 60 tahun atau lebih, karena


faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani,
rohani maupun social ( Nugroho, 2012).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-


tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin
rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian misalnya pada system kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,
pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring
meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta system organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada
kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh
pada ekonomi dan social lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada
activity of daily living (Fatimah,2010)

2.1.2 Teori Proses Menua

Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu :

1. Teori-teori biologi
a. Teori genetic dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
sepesies-sepesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel.
b. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah
(rusak).
c. Relaksasi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)

Di dalam proses metabolism tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat


khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

d. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)


system immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat meneyebabkan kerusakan organ
tubuh
e. Teori stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang bisa digunakan tubuh.


Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.

f. Teori radikal bebas


Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan
organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2. Teori kejiwaan social
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan social. Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia berupa
mempertahankan hubungan antara system social dan individu agar tetap
stabil.
b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia.
Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi social lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda
(triple loss), yakni: (1) Kehilangan peran (2) Hambatan kontak social; (3)
berkurangnya kontak komitmen.
2.1.3 Batasan Lanjut Usia

Menurut Nugroho (2008) ada beberapa pendapat para ahli


mengenai batasan lanjut usia diantaranya :

1. Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan


lanjut usia yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59.
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90.
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
2. Menurut koesoemanto setynegoro, lanjut usia dikelompokkan sebagai
berikut:
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun.
b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65
tahun)
c. Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun,
terbagi:
1) Usia 70-75 tahun (young old)
2) Usia 75-80 tahun (old)
3) Usia lebih dari 80tahun (very old)
3. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalam dua tahap yaitu:
a. Early old age (usia 60-70 tahun)
b. Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)
2.1.4 Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik yang berusia lebih dari 60 tahun,
kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
kebutuhan biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif (Maryam, 2008)
2.1.5 Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:
1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia adalah seseorang yang berusia antar 45-59 tahun
3. Resiko tinggi lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun lebih
dengan masalahkesehatan.
4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.
2.1.6 Ciri-Ciri Lansia
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:
1. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagai dating dari factor fisik dan factor
psikologis sehingga motivasi memiliki peran yang paling dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang
rendah dalam melakukan kegiatan, maka mempercepat proses kemunduran
fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

2. Lansia memiliki status kelompok minoritas

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap social yang tidak


menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang
baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya
maka sikap social di masyarakat menjadi negative, tetapi ada juga lansia
yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap solial
masyarakat menjadi positif.

3. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar


keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya
lansia menduduki jabatan social di masyarakat social di masyarakat
sebagai ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya.

4. Penyesuaian yang buruk pada lansia


Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk prilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan
lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan
memiliki harga diri yang rendah.
2.1.7 Perubahan-perubahan pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratifyang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada
diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan ,
social dan seksual ( Azizah dan Lilik M, 2011)
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Indra
Sistetem pendengaran: prebiakusis (gangguan
pendengaran) diakibatkan karena hilangnya kemampuan
(daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama pada
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak
jelas, sulit di mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
diatas 65 tahun.
b. Sistem Integumen
Kulit lansia mengalami artopi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Cairan kulit kekurangan sehingga akan
menjadi bercak dan tipis. Keringnya kulit disebabkan
atropi glandula sebasea dan glandula sudaritera, pada kulit
timbul pigmen berwarna coklat dikenal dengan liver spot.
c. Sistem muskuluskeletal

System perubahan musculoskeletal lansia : jaringan


penghubung (elastin dan kolagen), kartilago, tulang, otot
dan sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon,
tulang, kartilago sama jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.

1) Kartilago: jaringan partilago dengan persendian


menjadi lunak dan mengalami granulasi, menjadikan
permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago
untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago
pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan.
2) Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati
bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan
mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan
menyebabkan nyeri, deformitas dan fraktur.
3) Otot: pada perubahan struktur otot penuaan sangat
bervareasi, penurunan jumlah dan struktur serabut otot,
peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak
pada otot mengakibatkan efek negatif.
4) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti
tendon, integumen dan fasia mengalami penuaan
elastisitas.
d. System kardiovaskuler
Perubahan system kardiovaskuler pada lansia
adalah masa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami
hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi
ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA
Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
e. Sistem Respirasi
Pada proses penuaan mengakibatkan terjadi
perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetapi
volume cadangan paru bertambah untuk mengkonpensasi
kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang.
f. Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada system pencernaan,


seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi
yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap
menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar
menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya
tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.

g. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang
signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran,
contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
h. Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi


dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia
mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.

i. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary dan uterus terjadi atropi payudara. Pada
laki-laki testis masih dapat memproduksi permatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
2. Perubahan Kognitif :
(1)Daya ingat (memory); (2) IQ (Intellegent Quotient); (3)
Kemampuan pemahaman (Comprehension); (5) pemecahan
Masalah (Problem Solving); (6) Pengambilan Keputusan
(Decision Making); (7) Kebijaksanaan (Wisdom); (8)
Kinerja (Performance); (9) Motivasi (Motivation)
3. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
a. Pertama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Keturunan (hereditas).
e. Lingkungan.
f. Gangguan syaraf panca indera, muncul kebutaan dan
ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan
dengan teman dan keluarga.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan
terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri. Perubahan
spiritual agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam
kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari.
4. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat
meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan
kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
b. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau
bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahannan
jiwa yang telah rapuh pada lansia hal tersebut dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan mengakibatkan
perasaan kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk
menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi.
Depresi juga dapat disebabkan karena stress lingkungan
dan menurunnya kemampuan adaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panic,
gangguan cemas umum, gangguan stres setelah trauma dan
gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut
merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan
dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek
samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu
obat.
e. Parfreniia
Suatu bentuk Skizofrenia pada lansia, ditandai
dengan waham (curiga)

2.2 Teori Massage


2.2.1 Definisi Massage

Back Massage adalah salah satu teknik memberikan tindakan massage


pada punggung denagan usapan secara perlahan. Usapan dengan lotion atau
balsem memberikan sensai hangat dengan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh
darah lokal. Vasodilatasi peredaran darah pada area yang diusap sehingga
aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit serta menunjang proses
penyembuhan luka (Kusyati, 2006).

Mnurut penelitian yang dilakukan oleh Kristanto, Malia (2010) terdapat


pengaruh antara back massage terhadap penurunan intensitas nyeri reumatik Pada
lansia. Penelitian menurut Dewi (2017) terdapat poengaruh yang signifikan back
massage terhadap tingkat nyeri. Dalam penelitian ini menggunakan
penatalaksanaan non farmakologi yaitu terapi back massage utuk menurunkan
intensitas nyeri rematik. Dikarenakan terapi ini dapat dilakukan tanpa harus
banyak mengeluarkan banyak biaya dan mudah diterapkan pada lansia dan
perawat secara praktis dan efisien. hasilnya digunakan untuk menyusun
perencanaan program perbaikan tersebut. (Nursalam, (2013), Hidayat, (2014),
Wiratna, (2014).

2.2.2 Indikasi yang boleh di lakukan


Dilakukan pada yang mengalami nyeri atau perasaan lemas, pegal, kaku
dan dilakukan untuk mengembalikan fungsi-fungsi otot dan persendian yang
biasanya mengalami kek kakuan.

2.2.3 SOP

Standar Operasional Prosedur (SOP) Back Massage

standar Operasional Prosedur (SOP) Stimulasi Kutaneus Back Massage


(Perestroika, 2014)

Tahap Persiapan

1. Menyiapkan alat dan bahan


a. Bahan pelican berupa krem, minyak atau lotion yang aman dan tidak
kadaluarsa
b. 1 buah mangkuk kecil
c. Selimut
d. Waslap/handuk kecil
e. Handuk kecil
2. Menjaga lingkungan : atur pencahayaan dan privacy ruangan

Tahap Orientasi

1. Memberikan salam
2. Menjaga privasy klien dengan menutup pintu dan jendela/gorden
3. Mengklarifikasi kegiatan Back Massage
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur Back Massage
5. Memberi kesempatan klien untuk bertanya
6. Imfromed consent
7. Mendekatkan alat ke klien

Tahap Pelaksanaan

1. Terapis mencuci tangan


2. Menyiapkan krem, minyak atau lotion ke dalam mangkuk kecil
3. Mengatur posisi klien dengan posisi nyaman dan rilexs
4. Membantu klien melepas pakaian
5. Memasang selimut pada bagian tubuh yang tidak di beri massage
6. Mengoleska krem, minyak atau lotion pada punggung
7. Melakukan gerakan dengan teknik Efflurage warning up massage dengan
Streching punggung (mengurut seluruh bagian punggung)
8. Melakukan pemijatan utama dengan memijat secara lembut bagian torakal
10 sampai 12 dan lumbal 1 dengan 60 pijatan dalam satu menit, dalam hal ini
penelitian melakukan ti ndakan dengan durasi 5 menit.
9. Mengakhiri pemijatan dengan teknik slow down massage (mengurut
punggung kembali)
10. Membersihkan punggung menggunakan air dan sabun bila diperlukan
kemudian dibilas dengan waslap basah dan keringkan dengan handuk.
11. Membantu klien menggunakan pakaian kembali
12. Mencuci tangan

2.3 Rheumatoid Arthritis


2.3.1 Definisi

Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit autoimun yang mengenai


jaringan persendian, dan sering juga melibatkan organ tubuh lainnya yang di
tandai denga terdapatnya sinovitis erosif sistemik (Sekar, 2011). Insiden puncak
antara usia 40-60 tahun, lebih sering terjadi pada wanita daripada pria
(Muttaqin,2008). American College of Rheumatology (2012) menyatakan
bahwa,Rheumatoid Arthritis adalah penyakit kronis (jangka panjang) yang
menyebabkan nyeri, kekakuan, pembengkakan serta keterbatasan gerak dan
fungsi banyak sendi.Artritis pasca trauma, ini dapat diikuti cedera lutut yang
serius. Patah tulang di lutut atau di ligamen lutut mungkin merusak articular
kartilago, hal ini menyebabkan nyeri lutut dan fungsi lutut menurun (AAOS,
2015).

2.3.2 Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe,yaitu:


1) Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
2) Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu
3) Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
4) Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 3 bulan.

2.3.3 Epidemiologi Rheumatoid Arthritis

Pravelensi Rheumatoid Arthritis hanya sebesar 1-2% di seluruh


dunia.Kejadian RheumatoidArthritis (RA) banyak di alami oleh wanita
dibandingkan dengan pria. Wanita yang menderita Rheumathoid Arthritis (RA)
kemungkinan 60% lebih besar meninggal dunia karna tidak bisa untuk melakukan
aktifitas sehari-hari atau mengalami kelumpuhan permanen (Afriyanti, 2009)

2.3.4 Etiologi Rheumatoid Arthritis

Penyebab Rheumatoid Arthritis belum diketahui dengan pasti. Namun,


kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetic
dan lingkungan (Suarjana, 2009)

a. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki angka
kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
b. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan
stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan
menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan
sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan penyakit ini (Suarjana, 2009).
c. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang
(host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya
penyakit RA (Suarjana, 2009). d. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah
merokok dan aktifitas yang berat sehari-harinya (Longo, 2012)

2.3.5 Patofisiologi rheumatoid arthritis

Kerusakan sendi yang dialami oleh penderita rheumatoid arthritis


dimulaidari adanya faktor pencetus, yaitu berupa autoimun atau infeksi,
dilanjutkan dengan adanya poliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit
menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliverasi sel-sel endotel, yang
mengakibatkan terjadinya neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang
terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel
inflamasi.Inflamasi didukung oleh sitokin yang penting dalam inisiasi yaitutumor
necrosis factor (TNF), interleukin-1 dan interleukin-6, selanjutnya akan
mengakibatkan terjadinya pertumbuhan irregular pada jaringan sinovial yang
mengalami inflamasi. Substansi vasoaktif (histamin, kinin, prostaglandin)
dilepaskan pada daerah inflamasi, meningkatkan aliran darah dan permeabilitas
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema, rasa hangat, erythema dan rasa
sakit, serta membuat granulosis lebih mudah keluar dari pembuluh darah menuju
daerah inflamasi. Inflamasi kronik pada jaringan lapisan sinovial menghasilkan
poliferasi jaringan sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan
merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase
dan faktor petumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan
komplikasi sistemik (Suarjana, 2009).

2.3.6 Manifestasi klinis rheumatoid arthritis

Ada beberapa manifestasi klinis yang umum ditemukan pada pasien


artritis reumatoid. Manifestasi ini tidak harus timbul secara bersamaan. Oleh
karenanya penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun, dan
demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat
b. Poliaritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,
namum biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal, hampir semua
sendi diartrodial dapat terangsang
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat
generalisataterutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
kekukuan sendi pada osteoartratis, yang biasanya hanya berlangsung selama
beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam
d. Artritis erosif, merupakan ciri khas artritis reumatoid pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan dapat
dilihat pada radiogram. Artritis reumatoid merupakan penyakit sistemik dengan
gejala ekstra artikuler yang multiple. Gejala yang paling sering ditemukan adalah
demam, penurunan berat badan, keadaan mudah lelah, anemia, pembesaran
kelenjar limfe dan fanomena Raynaud (vasospasme yang ditimbulkan oleh cuaca
dingin dan stress sehingga jari-jari menjadi pucat atau sianosis) (Brunner &
Suddarth, 2002).

Kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan


penyakit dapat terjadi pergeseran ulnar atau devisiasi jari, subluksasi sendi
metakarpofalangel, deformitas boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa
deformitas tangan yang sering di jumpai pasien. Pada kaki terdapat
protrusi(tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi
metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terangsang dan akan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan
ekstensi.Nodul-nodul reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa penderita artritis reumatoid. Lokasi yang paling
sering dari defornitas ini adalah bursa elekranon (sendi siku), atau di sepanjang
permukaan ekstanor dari lengan, walaupun demikian nodul-nodul ini dapat juga
timbul pada tempat tempat lainnya. Nodul-nodul ini biasanya merupakan suatu
tanda penyakit yang aktif dan lebih berat. Manifestasi ekstraartikuler,
artritisreumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi seperti
jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan rusaknya pembuluh darah
(Ningsih & Lukman, 2013).

2.3.7 Faktor yang mempengaruhi rheumatoid arthritis

Faktor yang mempengaruhi rheumatoid arthritis adalah faktor genetik,


jenis kelamin, usia, obesitas, infeksi, dan lingkungan. Salah satu yang berperan
penting dalam terjadinya rheumatoid arthritis adalah faktor genetik. Faktor
genetik memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan
antara gen HLA-DRBI dengan kejadian rheumatoid arthritis. Beberapa lokus nun-
HLA juga berhubungan dengan rheumatoid artritis seperti daerah 18q21 dari gen
TNFRSR11A yang memberi kode aktivator reseptor faktor nuklear kappa B. Gen
ini memiliki peran penting dalam resorpsi tulang pada rheumatoid arthritis.

Faktor genetik juga berperan dalam aktivitas enzim seperti


methyltransferase untuk metabolisme methotrexate dan azathioprine. Pada
kembar monozigot, rheumatoid arthritis lebih mudah berkembang lebihdari 30%,
sedangkan pada orang dengan kulit putih rheumatoid arthritis mengekspresikan
HLA-DR1 memiliki angka kesesuaian 80% (Suarjana, 2009).

2.3.8 Dampak rheumatoid arthritis

Penelitian oleh Andrea Rubbert-Roth dan Axel Finckh mengatakan


rheumatoid arthritis (RA) ditandai dengan peradangan kronis sinovium, yang dari
waktu ke waktu mengakibatkan kerusakan sendi, menyebabkan rasa sakit dan
kecacatan. RA dikaitkan dengan peningkatan angka kematian, terutama pada
wanita yang lebih tua, dan ini dapat mengurangi harapan hidup pada usia 3
sampai 18 tahun (Rubbert-Roth & Finckh, 2009).

Yang paling ditakuti dari penyakit rheumatoid arthritis adalah akan


menimbulkan kecacatan baik ringan seperti kerusakan sendi maupun berat seperti
kelumpuhan. Hal ini mungkin akan menyebabkan berkurangnya kualitas hidup
seseorang yang berakibat terbatasnya aktivitas dan terjadinya depresi (Smart,
2010). Dampak dari rematik juga menimbulkan kegagalan organ bahkan kematian
atau mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan
citra diri, serta resiko tinggi akan terjadinya cidera (Kisworo, 2008).

2.3.9 Penatalaksanaan rheumatoid arthritis

Tujuan utama dari penatalaksanaan atau program pengobatan ialah untuk


menghilangkan atau mengurangi nyeri dan peradangan, mempertahankan bahkan
mengoptimalkan fungsi sendi dan memaksimalkan kemampuan pasien, serta
mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan
yang dirancang untuk mencapai tujuan tersebut ialah pendidikan kesehatan,
istirahat yang adekuat, latihan fisik secara rutin dan berkala, pemberian gizi
seimbang serta obat analgesik atau antiinflamasi nonsteroid (Ningsih & Lukman,
2013).

Rheumatoid arthtritis sulit untuk disembuhkan, oleh karenanya


pengobatan yang diberikan hendaknya dilaksanakan secara rutin, berkala, dan
dimulai sejak dini. Pendidikan kesehatan kepada pasien tentang penyakitnya dapat
membantu proses penyembuhan. Dukungan dari keluarga dan orang-orang
terdekat juga mampu untuk meningkatkan mental serta psikologis pasien (Ningsih
& Lukman, 2013).

Pada kondisi akut terkadang dibutuhkan pemberian steroid atau


imunosupresan, sedangkan pada kondisi kronik tindakan sinovektomi mampu
meringankan apabila tidak terjadi destruksi sendi yang luas. Pada pasien yang
mengalami destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan pemberian tindakan
antrodesis atau antroplastik, sebaiknya pada revalidasi disediakan alat bantu untuk
menunjang aktivitas sehari-hari (Ningsih & Lukman, 2013).

Pemberian pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga maupun orang


yang sering berinteraksi dengan pasien merupakan tahap awal dalam
penatalaksanaan rheumatoid arthritis. Pendidikan kesehatan yang harus dijelaskan
secara terperinci adalah pengertian, patofisiologis, penyebab dan prognosis,
semua komponen program penatalaksanaan termasuk obat-obatan yang kompleks,
serta sumber bantuan untuk mengatasi keluhan dari rheumatoid arthtritis itu
sendiri. Pendidikan kesehatan ini hendaknya diberikan secara terus-menerus agar
melekat dalam ingatan pasien dan orang-orang terdekat. Istirahat yang adekuat
juga merupakan komponen penting dari penatalaksanaan rheumatoid arthtritis.

Pendidikan kesehatan perlu diimbangi dengan peningkatan istirahat yang


adekuat. Istirahat perlu ditingkatkan karena pada umumnya penderita rheumatoid
arthtritis sering mengeluh kelelahan. Istirahat yang cukup harus diimbangi dengan
aktivitas fisik. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat timbul atau meningkat saat
pasien beristirahat. Hal ini dapat memicu pasien mudah terbangun pada malam
hari karena mengeluh nyeri. Latihan atau aktivitas fisik dapat bermanfaat dalam
mempertahankan fungsi sendi. Latihan fisik yang diberikan sebaiknya dilakukan
oleh tenaga ahli yang sudah mendapatkan pelatihan sebelumnya, seperti ahli
terapi fisikatau terapi kerja. Nyeri hampir tidak dapat dipisahkan dari rheumatoid
arthtritis, maka dari itu diperlukan obat-obatan yang berfungsi untuk mengurangi
nyeri, dan meredakan peradangan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
(Ningsih & Lukman, 2013).

Teknik komplementer dengan pemberian boreh jahe juga mampu


mengurangi nyeri yang diderita penderita rheumatoid arthritis. Jahe memiliki sifat
pedas, pahit dan aromatic dari oleoresin seperti zingaron, gingerol dan shogaol.
Gingerol dan shogaol memiliki berat molekul yang menunjukan potensi yang baik
untuk penetrasi kulit. Boreh jahe yang dibalurkan pada sendi yang nyeri akan
mengakibatkan stratum korneum pada kulit menjadi lebih permeabel, sehingga
mampu meningkatkan pembukaan ruang intraseluler dan tejadinya ekspansi.
Permeabilitas yang terjadi mengakibatkan gingerol dan shogaol melewati kulit,
masuk ke sirkulasi sistemik dan memberikan efek terapi anti-inflamasi. Jahe juga
mempengaruhi tumor necrosis factor (TNF) sebagai pemicu rheumatoid arthritis
(Therkleson, 2010)

2.4 Literatur Review


a. Toplk : Pengaruh Back Massage Terhadap Rheumatoid Arthritis Pada
Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Cilaku Cianjur
b. Langkah-langkah
Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3
Pengaruh Pengaruh Pijat Pengaruh Terapi
Pemberian (Massage) Terhadap Back Massage
Stimulus Kutaneus Perubahan Intensitas Terhadap
Slow Stroke Back Nyeri Rematik Pada Intensitas Nyeri
Judul Massage (Ssbm) Lansia Di Desa Reumatik Pada
Jurnal Terhadap Kertapati Puskesmas Lansia Di
Penurunan Dusun Curup Wilayah
Intensitas Nyeri Bengkulu Utara Puskemas
Rematik Pada Pembantu Karang
Lansia Di Panti Asem
Sosial Tahun 2018
P(problem/popula
si) Berdasarkan hasil Berdasarkan data Berdasarkan
Populasi dan studi pendahuluan yang diperoleh wawancara dari
masalah yang yang dilakukan oleh Peneliti di Desa beberapa penderita
spesifik dalam peneliti pada bulan Kertapati Puskesmas reumatik mereka
jurnal tersebut 2014 di Panti Sosial. Dusun Curup sering mengalami
Di dapatkan 110 Bengkulu Utara kaki dan pinggang
orang lansia dengan bahwa pada tahun pegal-pegal, nyeri
50 orang 2016 terdapat 28 sendi dan otot, saat
diantaranya orang lansia sehabis melakukan
mengalami rematik. mengalami Rematik aktivitas berat atau
Dari 50 orang yang dan tahun 2017 saat pagi habis
mengalami rematik meningkat menjadi 40 bangun tidur, dan
35 diantaranya orang. Survey awal hampir semua para
dengan keluhan yang peneliti lakukan penderita reumatik
nyeri punggung. pada bulan Desember jika penyakitnya
tahun 2017 melalui kambuh mereka
wawancara terhadap 7 hanya minum
orang lansia yang analgesik yang
mengalami rematik diberikan dari
pada saat itu sedang petugas puskesmas
memeriksakan setempat bahkan
kesehatannya di sebagian
puskesmas Dusun membiarkan
Curup, mereka penyakitnya
mengatakan bahwa dengan alasan
mereka sering mereka jauh dari
mengalami nyeri puskesmas, dan
sendi pada kaki dan sibuk dengan
saat sehabis pekerjaannya.
melakukan aktivitas Maka dari itu
berat atau saat pagi peneliti memilih
habis bangun tidur. tempat tersebut
Dan hampir semua karena tindakan
para penderita stimulasi kutaneus
reumatik jika bisa dilakukan
penyakitnya kambuh dirumah dengan
mereka hanya minum bantuan orang lain
analgesik yang (keluarga).
diberikan dari petugas Disamping itu juga
puskesmas setempat. terdapat kasus
Sedangkan terapi pijat sesuai dengan
(massage) tidak kriteria penelitian
pernah dilakukan di dan di tempat
rumah karena takut tersebut belum
dan tidak ada pernah dilakukan
pengetahuan tentang penelitian yang
pijat (massage). sama.
I(intervention) Penelitian ini Jenis penelitian yang Rancangan
intervensi atau menggunakan digunakan adalah penelitian metode
perlakuan yang metode penelitian quasi eksperiment pre eksperimental
dilakukan pada pre eksperimental menggunakan pre dan dengan pendekatan
populasi tersebut dengan rancangan post test design one group pretest –
pretestposttest dengan pemberian posttest.
design dimana pijat punggung/back
penelitian ini massage pada lansia.
dilakukan dengan Dalam rancangan ini
melakukan perlakuan akan
pengukuran intesitas dilakukan (X),
nyeri pada satu kemudian dilakukan
kelompok lansia pengukuran
sebelum dan (observasi) atau pre
sesudah intervensi. (O1) dan post test
Populasi pada (O2). Populasi dari
penelitian ini adalah penelitian ini adalah
lansia dengan nyeri lansia di Desa
rematik di bagian Kertapati Puskesmas
punggung di Panti Dusun Curup
Sosial Tresna Bengkulu Utara pada
Werdha Budi tahun 2017,
Sejahtera berjumlah 40 orang.
Banjarbaru. Jumlah Sampel yang akan
populasi sebanyak diteliti berjumlah 10
35 orang. Dengan orang, menggunakan
sampel sebanyak 30 tehnik purposive
orang. Teknik sampling. Data yang
sampling yang digunakan dalam
digunakan dalam penelitian ini
penelitian ini adalah merupakan data
nonprobability primer dan data
sampling dengan sekunder. Untuk
pendekatan melihat pengaruh
purposive sampling. antara dua variabel
kategori maka
digunakan uji t-
dependen. Prosedur
dalam penelitian ini
adalah, perlakuan
message (pijatan)
yang dilakukan hanya
satu kali selama 20-30
menit.
C(comprassion)
perbandingan
intervensi yang
pernah
dilakukan pada
populasi tersebu
O(otcome) Hasil penelitian Hasil analisa peneliti diperoleh data
hasil yang didapat p= 0,005 (p bahwa terjadi bahwa nilai rata-
didapatkan dari < α = 0,05), penurunan skala nyeri rata tingkat nyeri
jurnal/penelitian sehingga secara pada lansia rematik responden sebelum
tersebut dan statistik dapat setelah dilakukan diberi terapi back
implikasinya disimpulkan bahwa massage (pijit). Hal massage sebesar
pada ilmu ada pengaruh dalam ini berarti massage 4,00 dan setelah
keperawatan Pemberian Stimulus (pijit) merupakan diberi back
Kutaneus Slow salah satu terapi yang massage sebesar
Stroke Back dapat diberikan 2,69. Hasil uji
Massage (SSBM) kepada lansia untuk dengan Wilcoxon
Terhadap Penurunan mengurangi rasa nyeri Signed Ranks Test
Intensitas Nyeri yang dialami lansia. diperoleh nilai Z
Rematik Pada Efektivitas massage score = -3,017
Lansia. (pijit) terhadap skala dengan pvalue =
nyeri tersebut 0,003. Berdasarkan
disebabkan oleh hasil tersebut,
pengaruh distraksi keputusan yang
dan meningkatnya diambil adalah Ho
hormon endorphin ditolak, artinya ada
dari efek relaksasi pengaruh antara
yang ditimbulkan oleh terapi back
massage (pijit), massage terhadap
sehingga mampu penurunan
memberikan efek intensitas nyeri
kenyamanan pada reumatik pada
lansia. lansia di wilayah
Pustu Karang
Asem. Hasil
tersebut
menunjukkan
bahwa hipotesis
yang diajukan
dalam penelitian
ini dapat
dibuktikan
kebenarannya.
T(time) Oktober Oktober Januari-
waktu yang 2018 2019 Maret
dibutuhkan dan 2011
kapan penelitian
tersebut
dilakukan

c. Langkah-langkah literatur review


Pencarian jurnal dilakukan pada google cindekia dan e-jounal dengan
keyboard : Back Massage; Rheumatic Pain; Elderly
elderly, back message, rheumatic illness, numerical rating scale, society.
d. Hasil
Dari tga jurnal yang dianalisis di dapatkan pengaruh Back Massage
terhadap rheumatoid arthritis pada lansia
e. Daftar Pustaka
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Dewi,Surisna.(2017). Pengaruh Back Massage terhadap Intensitas Nyeri Rematik
pada Lansia.http://ejournal.binausadabali. ac.id/index.php/caring/article/view/
Nugroho dan Wahyudi. Keperawatan gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC; 2012.
Potter, P.A & Perry, A.G. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan
praktik. Jakarta: EGC; 2012.
World Health Organization. Rheumatoid arthritis. Diunduh: www.who. Rheumatoid
Arthritis.com
Critically appraise the evidence

Kutipan:

Apakah artikel ini relevan Komentar :



dengan masalah penelitian Yes Karena tema pembahasan
saya? yang diambil berkaitan
No
dengan penelitian saya
Apakah penelitian  Komentar :
Yes
membahas topik yang Didalam pembahasan
terkait dengan pertanyaan No penelitian sesuai dengan
penelitian saya? yang ditanyaka yaitu
mengenai resiko jatuh
pada lansia
Apakah penelitian dilakukan  Komentar :
dalam lingkungan yang mirip Yes Sesuai
dengan penelitian saya?
No
Apakah hasilnya disajikan  Komentar :
secara obyektif? Yes Karena penelitian
memaparkan dengan jelas
sesuai hasil pengukuran
berdasarkan SOP terkait

No
 Apakah hasil dari semua 
Komentar :
studi termasuk Yes Hasil studi diceritakan
ditampilkan dengan jelas? berdsarkan studi
 Apakah hasilnya serupa pendahuluan. Hasil yang
dengan yang ditemukan ditemukan serupa pada
oleh penelitian lain pada topik yang sama
topik yang sama?
No
 Apakah kesimpulan 
Komentar :
penulis dibenarkan? Yes Terdapat hasil
 Apakah ada hasil perhitungan secara
konklusif? statistik dan dijelaskan di
 Apakah ada hasil bagian pembahasan satu
numerik? persatu.

 Apakah hasil yang


No
dilaporkan dalam tabel
data konsisten dengan
yang dijelaskan di bagian
Diskusi dan Kesimpulan?
 Apakah perbedaan
potensial didiskusikan?

 Apakah artikel tersebut 


Komentar :
relevan dengan topik Yes - Topik yang diambil
Anda? saling berkaitan.
 Apakah masalah dibahas - Akurat karena
secara abstrak yang dibuktikan dengan hasil
menarik bagi Anda? penhitungan secara
 Apakah penelitian statistik.
dilakukan dalam - Asosiasi kausal
lingkungan yang serupa disimpulkan sesuai
dengan Anda? dengan variabel yang
Apa hasilnya? diambil.

 Apakah hasilnya serupa - Beberapa jurnal valid

dari penelitian ke sesuai dengan kriteria

penelitian? inklusi dan eklusi yang

 Apa hasil keseluruhan dari ditentukan peneliti.

penelitian ini? - kualitas tinggi karena

 Seberapa akurat hasilnya? metode yang digunakan


adalah ekprerimen
 Dapatkah asosiasi kausal
- Hasilnya dapat
disimpulkan dari data
diterapkan untuk
yang tersedia?
melakukan pencegahan
 Apakah hasilnya valid?
resiko jatuh pada lansia
 Apakah ulasan tersebut
yang mengalami
secara eksplisit menjawab
gangguan
pertanyaan kesehatan
keseimbangan
masyarakat?
- Manfaatnya banyak
 Apakah pencarian untuk
sekali selain melatih
studi yang relevan otot-otot secara fisik,
terperinci dan lengkap? mencegah resiko jatuh,
 Apakah studi utama juga bisa di gunakan
berkualitas metodologis sebagai hiburan bagi
tinggi? lansia agar tetap
 Dapatkah hasilnya mempertahankan
diterapkan pada praktik kebugaran
kesehatan masyarakat?
No
 Dapatkah saya
menerapkan hasilnya pada
program / kebijakan saya?
 Apakah semua hasil
kesehatan masyarakat
yang penting
dipertimbangkan?
 Apakah manfaatnya
sepadan dengan biaya dan
risiko potensial?

 Apakah metodologi Komentar :


penelitian dijelaskan - Metode penelitian
dengan jelas dan bebas  dipaparkan dengan jelas
bias? Untuk artikel ulasan: namun ulasan bebas
• Apakah ada daftar bias tidak dipaparkan.
Yes
database bibliografi - Istilah pencarian yang
spesifik yang dicari? • terdaftar dengan
Apakah istilah pencarian menggunakan kata
terdaftar? • Apakah kunci sesuai yang
sumber informasi informal diambil “lansia resiko
dimasukkan (literatur abu- jatuh”, “latihan
keseimbangan”
abu, pendapat pakar, dll.)?
• Apakah artikel non-
No
bahasa Inggris disertakan?
Untuk studi primer: •
Apakah hasilnya tepat
(adakah interval
kepercayaan)? • Apakah
metode statistik sesuai? •
Dapatkah penelitian ini
direproduksi?

Bisakah saya yakin  Komentar :


tentang temuan? • Apakah Yes - Tujuan dijelaskan
penelitian memiliki tujuan dengan rinci sesuai
yang dinyatakan dengan dengan masaah yang
jelas dan fokus pada ada.
masalah yang - Populasi dan hasil
didefinisikan dengan jelas? mengambarkan karena
• Apakah ini populasinya sama
menggambarkan populasi mengarah pada lansia
yang diteliti, intervensi yang mengalami resiko
yang diberikan, dan jatuh
hasilnya? • Apakah model - Tidak ada kelompok
yang dianalisis lengkap? • kontrol atau
Apakah data valid dan pembanding dalam
berkualitas baik? • Apakah penelitian
kualitas studi yang
No
dimasukkan dinilai? Apa
ukuran yang mereka
gunakan? • Apakah ada
kelompok kontrol?
Haruskah saya Komentar :

menerapkan hasilnya pada Yes - Hasilnya dapat
praktik kesehatan diterapkan pada lansia
masyarakat setempat? • yang memiliki
Dapatkah hasilnya gangguan
ditafsirkan dan diterapkan keseimbangan sehingga
dalam ruang lingkup dapat mencegah resiko
praktik kesehatan jatuh terjadi
masyarakat? • Apakah - Sangat bermanfaat.
manfaatnya sepadan Untuk bahaya dan biaya
dengan potensi bahaya dan mungkin tidak akan
biaya? • Apakah semua banyak.
hasil kesehatan masyarakat - hasil penelitian bisa
yang penting diberikan kepada
dipertimbangkan? masyarakat yang sesuai
dengan kriteria dan
jangan sampai
memberikan bahaya
pada masyrakat.

Critical Appraisal :

No Item yang di Jurnal 1 Jurnal 2 Jurnal 3


analisa
1. penulis dan judul Tri Mawarni, Feny Marlena, Thomas
penelitian Despiyadi Rita Juniarti Kristanto Arina
Maliya
Pengaruh Pengaruh Pijat
Pemberian (Massage) Pengaruh Terapi
Stimulus Kutaneus Terhadap Back Massage
Slow Stroke Back Perubahan Terhadap
Massage (Ssbm) Intensitas Nyeri Intensitas Nyeri
Terhadap Rematik Pada Reumatik Pada
Penurunan Lansia Di Desa Lansia Di
Intensitas Nyeri Kertapati Wilayah
Rematik Pada Puskesmas Puskemas
Lansia Di Panti Dusun Curup Pembantu
Sosial Tahun 2018 Bengkulu Utara Karang Asem

2. Penerbit Akademi Stikes Bhakti Fakultas ilmu


Keperawatan Husada Kesehatan
Kesdam Bengkulu Universitas
VI/Tanjungpura Muhammadiyah
Banjarmasin Surakarta
3. Tujuan Untuk melihat Tujuan Tujuan
adanya pengaruh penelitian ini Penelitian
”Pengaruh adalah adalah
Stimulus Kutaneus diketahuinya mengetahui
Slow Stroke Back pengaruh pijat pengaruh terapi
Massage (SSMB) (massage) back massage
Terhadap terhadap terhadap
Penurunan intensitas nyeri intensitas nyeri
Intensitas Nyeri rematik pada reumatik pada
Rematik pada lansia lansia
Lansia
4. design penelitian pre eksperimental quasi metode pre
dengan rancangan eksperiment eksperimental
pretestposttest menggunakan dengan
design dimana pre dan post test pendekatan one
penelitian ini design group pretest –
dilakukan dengan posttest.
melakukan
pengukuran
intesitas nyeri pada
satu kelompok
lansia sebelum dan
sesudah intervensi
5. partisipan/populasi Populasi pada Populasi dari Populasi
penelitian ini penelitian ini penelitian ini
adalah lansia adalah lansia di adalah 122
dengan nyeri Desa Kertapati lansia, namun
rematik di bagian Puskesmas hanya terdapat
punggung di Panti Dusun Curup 13 lansia yang
Sosial Tresna Bengkulu Utara menderita
Werdha Budi pada tahun 201 reumatik. Data
Sejahtera berjumlah 40 diambil dari
Banjarbaru. Jumlah orang. Sampel buku catatan
populasi sebanyak yang akan medis yang ada
35 orang. Dengan diteliti di pustu karang
sampel sebanyak berjumlah 10 asem dari bulan
30 orang. orang, Januari-Maret
menggunakan 2011.
tehnik purposive
sampling.
6. Metode Penelitian ini Jenis penelitian Rancangan
menggunakan yang digunakan penelitian
metode penelitian adalah quasi metode pre
pre eksperimental eksperiment eksperimental
dengan rancangan menggunakan dengan
pretestposttest pre dan post test pendekatan one
design dimana design dengan group pretest –
penelitian ini pemberian pijat posttest.
dilakukan dengan punggung/back Populasi
melakukan massage pada penelitian ini
pengukuran lansia. Dalam adalah 122
intesitas nyeri pada rancangan ini lansia, namun
satu kelompok perlakuan akan hanya terdapat
lansia sebelum dan dilakukan (X), 13 lansia yang
sesudah intervensi. kemudian menderita
Populasi pada dilakukan reumatik. Data
penelitian ini pengukuran diambil dari
adalah lansia (observasi) atau buku catatan
dengan nyeri pre (O1) dan medis yang ada
rematik di bagian post test (O2). di pustu karang
punggung di Panti Populasi dari asem dari bulan
Sosial Tresna penelitian ini Januari-Maret
Werdha Budi adalah lansia di 2011. Jumlah
Sejahtera Desa Kertapati sampel yang ada
Banjarbaru. Jumlah Puskesmas di wilayah
populasi sebanyak Dusun Curup puskesmas
35 orang. Dengan Bengkulu Utara pembantu Desa
sampel sebanyak pada tahun Karang Asem
30 orang. Teknik 2017, berjumlah pajang Surakarta
sampling yang 40 orang. sebanyak 13
digunakan dalam Sampel yang orang, sehingga
penelitian ini akan diteliti jumlah
adalah berjumlah 10 responden
nonprobability orang, dalam penelitian
sampling dengan menggunakan ini adalah 13
pendekatan tehnik purposive orang. Tehnik
purposive sampling. Data pengambilan
sampling. yang digunakan sampel yang
dalam penelitian digunakan
ini merupakan dalam penelitian
data primer dan ini adalah
data sekunder. dengan tehnik
Untuk melihat total sampling
pengaruh antara
dua variabel
kategori maka
digunakan uji t-
dependen.
Prosedur dalam
penelitian ini
adalah,
perlakuan
message
(pijatan) yang
dilakukan hanya
satu kali selama
20-30 menit.
7. Hasil Hasil penelitian Hasil analisa diperoleh data
didapat p= 0,005 (p peneliti bahwa bahwa nilai rata-
< α = 0,05), terjadi rata tingkat
sehingga secara penurunan skala nyeri responden
statistik dapat nyeri pada lansia sebelum diberi
disimpulkan bahwa rematik setelah terapi back
ada pengaruh dilakukan massage sebesar
dalam Pemberian massage (pijit). 4,00 dan setelah
Stimulus Kutaneus Hal ini berarti diberi back
Slow Stroke Back massage (pijit) massage sebesar
Massage (SSBM) merupakan salah 2,69. Hasil uji
Terhadap satu terapi yang dengan
Penurunan dapat diberikan Wilcoxon
Intensitas Nyeri kepada lansia Signed Ranks
Rematik Pada untuk Test diperoleh
Lansia. mengurangi rasa nilai Z score =
nyeri yang -3,017 dengan
dialami lansia. pvalue = 0,003.
Efektivitas Berdasarkan
massage (pijit) hasil tersebut,
terhadap skala keputusan yang
nyeri tersebut diambil adalah
disebabkan oleh Ho ditolak,
pengaruh artinya ada
distraksi dan pengaruh antara
meningkatnya terapi back
hormon massage
endorphin dari terhadap
efek relaksasi penurunan
yang intensitas nyeri
ditimbulkan reumatik pada
oleh massage lansia di wilayah
(pijit), sehingga Pustu Karang
mampu Asem. Hasil
memberikan tersebut
efek menunjukkan
kenyamanan bahwa hipotesis
pada lansia yang diajukan
dalam penelitian
ini dapat
dibuktikan
kebenarannya
8. kelebihan
9. kekurangan Metode penentuan Tidak terdapat Tidak sesuai
samling issn dengan tata letak
menggunakan penulisan jurnal
pendekatan
purposive sampling
namun di jurnal
tidak di sebutkan
kriteria insklusi dan
eklusi
10. Masukan

2.5 Kerangka Konsep

1. . Kerangka Konseptual (Teori yang diadaptasi)


Lansia

Proses Menua
Etiologi/penyebab
1. Faktor Usia
2. Perubahan fisiologis
(hormonal dan resorpsi Berkurangnya
tulang) kualitas hidup lansia
3. Adanya faktor
pencetus yaitu berupa
autoimun atau infeksi
Massage
4. Kurang beraktivitas Rheumatoid
fisik Athritis
menyebabkan
nyeri Mekanisme penurunan nyeri ini
dapat dijelaskan dengan teori
gate control yaitu intensitas
nyeri diturunkan dengan
dengan memblok transmisi
nyeri pada gerbang (gate) dan
teori Endorphin yaitu
menurunnya intensitas nyeri
dipengaruhi oleh meningkatnya
kadar endorphin dalam tubuh.
Dengan pemberian terapi back
massage dapat merangsang
serabut A beta yang banyak
terdapat di kulit dan berespon
terhadap masase ringan pada
kulit sehingga impuls
dihantarkan lebih cepat.
Pemberian stimulasi ini
membuat masukan impuls
dominan berasal dari serabut A
beta sehingga pintu gerbang
menutup dan impuls nyeri tidak
dapat diteruskan ke korteks
Keterangan :

: diteliti : Berhubungan

: Tidak diteliti : Berpengaruh

Anda mungkin juga menyukai