PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Penyakit Infeksi
2. Bagaimana Jenis-Jenis Penyakit Infeksi?
3. Bagaimanan Asuhan Keperawatan Pada Komunitas Penyakit Infeksi
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Konsep Penyakit Infeksi
2. Untuk Mengetahui Jenis-Jenis penyakit Infeksi
3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Komunitas Penyakit
Infeksi
2
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen
biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti
luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Penyakit ini menular dari satu orang
ke orang lain. Orang yang sehat harus dihindarkan dari orang-orang yang
menderita penyakit dari golongan ini. Penyebab utama infeksi diantaranya adalah
bakteri dan jasad hidup (organism). Kuman-kuman ini menyebar dengan berbagai
cara dan vector.
3
wujud droplet nuklei terhirup masuk saluran nafas dan menuju paru-paru.
Di paru-paru, mereka akan bertemu makrofag jaringan dan neutrofil
sebagai garis pertahanan pertama. Sebagian dari mereka mati akibat
difagosit netrofil, terkena sekret makrofag dan terkena sekret saluran
nafas. Bila kuman difagosit oleh makrofag, ia akan tetap hidup karena
kuman TB bersifat intraseluler. M. tuberculosis merupakan basil tahan
asam (BTA) karena ia memiliki banyak lipid yang membuatnya tahan
terhadap asam, gangguan kimia dan fisik. Kandungan lipid yang banyak
dalam makrofag, dimanfaatkan kuman untuk memperkuat dirinya.
Setelah infeksi tuberkulosis primer, ada kemungkinan infeksi ini akan
sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan
meninggalkan sedikit bekas berupa garis fibrotik, kalsifikasi hilus dan di
antaranya dapat kambuh kembali menjadi tuberkulosis sekunder karena
kuman yang dormant ataupun akan menimbulkan komplikasi dan
menyebar baik dapat secara perkontinuitatum, bronkogen, limfogen atau
hematogen. Kuman yang dormant pada tuberkuloisis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis
sekunder. Tuberkulosis sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru.
b. Etiologi TBC
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap
panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3
– 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis complex
adalah:
1. Mycobakterium tuberculosis
2. Varian Asian
3. Varian african I
4. Varian asfrican II
4
5. Mycobakterium bovis
1. Mycobacterium cansasli
2. Mycobacterium avium
4. Mycobacterium scrofulaceum
6. Mycobacterium xenopi
5
sistem pertahanan tubuh alami bisa mengendalikan infeksi, maka infeksi
tidak akan berlanjut dan bakteri menjadi dorman.
Pada anak-anak, kelenjar getah bening menjadi besar dan menekan
tabung bronkial dan menyebabkan batuk atau bahkan mungkin
menyebabkan penciutan paru-paru. Kadang bakteri naik ke saluran getah
bening dan membentuk sekelompok kelenjar getah bening di leher.
Infeksi pada kelenjar getah bening ini bisa menembus kulit dan
menghasilkan nanah.
2. HIV / AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi
(atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang
menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Penyebab penyakit
AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus yang
biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen
di dalam darah, dan penularan masa perinatal.
6
a. Patogenesis HIV/AIDS
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel
yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi
(penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh
penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak
sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4. setelah beberapa bulan sampai
beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala
klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya
HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6
bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan
60 bulan pada orang dewasa. Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi
kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang
atau hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan
7
juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV
mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan
kerusakan
b. HIV/AIDS
8
c. Gambaran Klinis
9
5. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
6. Pembengkakan leher dan lipatan paha
7. Radang paru
8. Kanker kulit
e. Mencegah penyakit HIV/AIDS
1. Hindari jarum suntik bekas
2. Hindari berhubungan intim dengan orang lain kecuali istri sendiri
3. Hindari memakai narkoba
4. Hindari memakai pakaian orang yang terkena HIV AIDS
5. Hindari transfusi darah tanpa pengecekan dokter
10
3. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel
atau reversibel parsial. PPOK terdiri atas bronkitis kronis dan emfisema atau
gabungan keduanya. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit
lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli.
a. Patogenesis PPOK
Pada bronkitis kronis terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan dan
distorsi akibat fibrosis. Pada emfisema ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli.
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu inflamasi, fibrosis,
metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi
jalan napas.
b. Etiologi PPOK
11
oleh bakteri, 30% oleh virus, dan 5-10% karena bakteri atipikal. Infeksi
bersamaan oleh lebih dari satu patogen menular tampaknya terjadi dalam
10 sampai 20% pasien. Meskipun ada data epidemiologis menunjukkan
bahwa peningkatan polusi yang berkaitan dengan peningkatan ringan
pada eksaserbasi PPOK dan perawatan di rumah sakit, mekanisme yang
terlibat sebagian besar tidak diketahui. Emboli pulmonal juga dapat
menyebabkan eksaserbasi PPOK akut, dan, dalam satu penelitian terbaru,
Emboli Pulmonal sebesar 8,9% menunjukkan pasien rawat inap dengan
eksaserbasi PPOK.
3. Dispnea.
5. Anoreksia.
7. Takikardia, berkeringat.
d. Penatalaksanaan PPOK
12
a) Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
b) Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau
aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
c) Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis
yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti
kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya
dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik
yang lebih kuat.
d) Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
4. Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam. Definisi lain memakai kriteria
frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari. Buang air besar
encer tersebut dapat disertai lendir dan darah.
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih
dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan
berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari. Diare akut yaitu diare
yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare kronik adalah diare yang
berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus menerus dan dapat disertai
penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri
13
yang menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari dan berlangsung terus
menerus.
a. Etiologi Diare
1. Faktor infeksi
2. Faktor Malabsorbsi
14
- Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang
sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang
kotor.
- Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak
air dengan benar.
b. Patofisiologi Diare
1. Gangguan Osmotic
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran
air dan elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan Sekresi
c. Patogenesis Diare
15
Patogenesis diare akut yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup
ke dalam usus halus setelah melewati rintangan asam lambung. Jasad
renik itu berkembang biak di dalam usus halus. Kemudian jasad renik
mengeluarkan toksin. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang
selanjutnya akan menimbulkan diare.
e. Penataksanaan Diare
16
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama
dalam mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak
air putih atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat
dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul
dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering
terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi
nampak. Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan
elektrolit secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti
cairan tubuh, atau dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul
karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan
penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam
menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain.
Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi
masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien
kearah yang fatal.
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia
lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang
rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman. Oleh
karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan
antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu
dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan
parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.
f. Pencegahan Diare
Upaya pencegahan diare yang sudah terbukti, efektif, yang berupa :
17
2. Menjaga kebersihan dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan dan kebersihan dari makanan yang kita makan.
4. Imunisasi campak.
5. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit
dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
anophelesdengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik,
anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena
pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.
a. Etiologi Malaria
Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas
sporozoa. Terdapat empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu :
Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax (malaria tertiana ringan).
Plasmodium falcifarum menimbulkan malaria falsifarum (malaria tertiana
berat), malaria pernisiosa dan Blackwater faver. Plasmodium malariae
menimbulkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale menimbulkan
malaria ovale.
Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya
dengan membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit
yang terdapat di dalam darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari
skizon yang terdapat di dalam sel parenkim hati.
b. Patogenesis Malaria
Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia
dapat terjadi melalui dua cara yaitu :
18
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang
mengandung parasit malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam
darah manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada
bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).
c. Patofisiologi Malaria
Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan
dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :
-Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit
-Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit
Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis
intravaskuler
2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag
Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan
berbagai mediator endotoksin.
3. Pelepasan TNF
Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria.
TNF ini bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS.
4. Sekuetrasi eritrosit
Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob
ini mengandung antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan
antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan menempel pada endotel kapiler
alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi bendungan.
19
(virus, bakteri, parasit, jamur). Secara anatomis penyakit ini dibedakan ISPA
bagian atas dan ISPA bagian bawah. Batas antara kedua kelainan ini terletak
di laring. Infeksi yang mengenai laring ke atas disebut sebagai ISPA bagian
atas, sedangkan bila mengenai dibawah laring disebut sebagai ISPA bagian
bawah.
a. Etiologi ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab (virus,
bakteri, parasit, jamur). ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh
karena virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh
semuanya. ISPA bagian bawah yang disebabkan bakteri umumnya
mempunyai manifestasi klinik berat sehingga menimbulkan banyak
problem dalam penanganannya.
b. Patogenesis ISPA
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar
sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang
efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun
partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami
yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan
gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-
hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia
adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara),
sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau
lebih).
20
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke
tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan
makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan
mobilitas sel-sel ini.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini
banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan
terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita
yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada
pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.
Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen,
perkontinuitatum dan udara nafas.
21
BAB III
STUDY KASUS
3.1 Kasus
92.251 kasus dan jumlah AIDS sebesar 39.434 kasus serta kematian
akibat HIV/AIDS sebesar 7.293. Di daerah Terate kasus HIV/AIDS mayoritas
terjadi pada dewasa awal. Hasil dari pengkajian tim medis di daerah Terate
didapatkan 20% dari 50% dewasa awal yang berada di daerah Terate bekerja
sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) atau WPS. Hasil skrining didapatkan
15% dari PSK terkena IMS dan beresiko tinggi tertular HIV/AIDS. Dan
ditemukan 5% PSK meninggal hal ini diperburuk dengan perilaku para WPS
yang kurang memperhatikan kesehatan reproduksinya sendiri. Sebagian besar
WPS enggan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan reproduksinya karena
alasan ekonomi dan adanya stigma negative pada mereka. Mereka lebih
memilih membeli obat sendiri termasuk menggunakan obat antibiotic tanpa
konsultasi dengan tenaga kesehatan. Sebagian WPS juga mengatakan tidak
pernah menggunakan alat kontrasepsi karena mereka menganggap bila hanya
berhubungan sesekali saja tidak akan menimbulkan penularan.
1. Pengkajian
a. Riwayat
Nama Daerah : Terate
22
b. Demografi
Hasil dari pengkajian tim medis di daerah Tarete didapatkan 20% dari
50% dewasa awal tang berada di daerah Terate bekerja sebagai Pekerja
Seks Komersial (PSK) atau WPS.
c. Statistik Vital
Hasil skrining didapatkan 15% dari PSK terkena IMS dan beresiko
tinggi tertular HIV/AIDS. Dan ditemukan 5% PSK meninggal hal ini
diperburuk dengan perilaku para WPS yang kurang memperhatikan
kesehatan reproduksinya sendiri.
d. Nilai dan Kepercayaan
Sebagian besar WPS enggan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan
reproduksinya karena alasan ekonomi dan adanya stigma negative pada
mereka.. Sebagian WPS juga tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi
karena mereka menganggap bila hanya berhubungan sesekali saja tidak
akan menimbulkan penularan.
2. Analisa Data
Data Masalah
23
ekonomi dan adanya stigma
negative pada mereka. Mereka
lebih memilih membeli obat
sendiri termasuk menggunakan
obat antibiotic tanpa konsultasi
dengan tenaga kesehatan.
- Sebagian WPS juga mengatakan
tidak pernah menggunakan alat
kontrasepsi karena mereka
menganggap bila hanya
berhubungan sesekali saja tidak
akan menimbulkan penularan.
DO :
24
reproduksinya sendiri.
3. Diagnosa
4. Intervensi
(Hasil) (Intervensi)
25
obat-obatan
(antibiotic).
d. Konsep
penggunaan alat
kontrasespsi.
3. Modifikasi perilaku
4. Manajemen perilaku
seksual.
26
Prevensi Tersier Prevensi Tersier
1. Program 1. Tingkatkan
efektivitas mekanisme koping.
komunitas. 2. Libatkan keluarga,
2. Perilaku orang terdekat
pemeriksaan dalam perawatan.
kesehatan pribadi. 3. Kolaborasi dengan
tenaga medis lain
untuk
penatalaksanaan
medis.
BAB IV
27
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
28
mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare
kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak
terus menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten
merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare
yang berlangsung 15-30 hari dan berlangsung terus menerus.
5. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit
dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
anophelesdengan gambaran penyakit berupa demam yang sering
periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala
oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan
ginjal.
6. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan
oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani.
7. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
Secara definisi ISPA berarti timbulnya infeksi di saluran nafas yang
bersifat akut (awitan mendadak) yang disebabkan masuknya
mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, jamur).
4.2 Saran
29
Penulis sadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak
kesalahan dan mungkin jauh dari tahapan kesempurnaan. Maka dari itu
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis
harapkan demi tercapainya penyusunan makalah yang jauh lebih baik
dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
30
Anonim, 2010. Malaria Definisi Etiologi Patofisiologi Manifestasi Klinis.
31