Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena rahmat dan

karunianya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat

dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman dan juga dapat berguna

untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, Oleh karena itu

saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat

membangun untuk kesempurnaan makalah ini, kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak akan saya terima dengan tangan terbuka selalu demi kesempurnaan makalah ini. Akhir

kata saya ucapkan terimakasih.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Kasus Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group............................. 3
B. Penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan.............. 5
C. Celah Keluar dari Pengadilan.................................................................... 6
D. Tidak Hanya Urusan Pajak........................................................................ 6
E. Berujung di Pengadilan............................................................................. 7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pajak merupakan sumber penerimaan  Negara disamping penerimaan dari
sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian penting itu pajak
merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik oleh negara. Dalam
struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat
Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.Dari tahun ke tahun
telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak
sebagai sumber penerimaan Negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui
penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan perundang-undangan baru
dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak  maupun menggali
sumber hukum pajak lainnya Berbagai upaya yang dilakukan belum menunjukkan
perubahan yang signifikan bagi penerimaan Negara. Bahkan kondisi ini makin
diperparah pada tahun 1997 dengan terjadinya krisis ekonomi bahkan krisis multi
dimensi yang sampai sekarang ini belum terselesaikan di Indonesia.
Pada umumnya dinegara berkembang, penerimaan pajaknya yang terbesar
berasal dari pajak tidak langsung, Hal ini disebabkan Negara berkembang golongan
berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya.namun dalam hal ini masih saja
banyak terjadi pengusaha yang menghindarkan diri dari pajak atau dalam arti lainnya
melakukan penyelewengan pajak dimana penghindaran diri dari pajak ini bisa saja di
sebut dengan pelanggaran undang undang dan resikonya dapat merugikan negara selain
itu juga masih banyak terjadi kasus penggelapan pajak yang masih bisa lolos dari jerat
hukum dan mengambang kasusnya dikarenakan aparat penegak hukum kita tidak tegas
dan sungguh-sungguh dalam menegakkan keadilan malah berusaha menyiasati hukum
dengan segala cara tidak lain tidak bukan tujuannya adalah untuk melindungi tersangka
mafia pajak. Dalam hal ini saya akan membahas mengenai salah kasus penggelapan
pajak yang dilakukan oleh PT Asian  Agri Group yang telah terungkap namun belum
jelas mengenai tuntutan hukum dan proses peradilan bagi tersangkanya.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Siapakah Pemilik dari PT.Asian Agri Group ?
2. Berapakah Kerugian Negara yang di Derita Akibat dari Penggelapan Pajak yang
dilakukan Oleh PT Asian Agri Group ?
3. Bagaimana Awal Mula Kasus Penggelapan Pajak yang dilakukan Oleh PT Asian
Agri Group hingga Bisa Terbongkar dan Diketahui Oleh Negara ?
4. Jenis Pajak Apa Sajakah yang di Gelapkan Oleh PT.Asian Agri Group ?
5. Mengapa Perlindungan Saksi Menjadi Permasalahan yang lemah dalam kasus
PT.Asian Agri Group ?
6. Apa yang dimaksud dengan penyelesaian kasus Pajak PT.Asian Agri Group
Melalui Celah Keluar Pengadilan ?

2
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

A. Kasus Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group


PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di
Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes,
pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan
mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).  Selain PT AAG, terdapat perusahaan
lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific
Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech,  Sateri
International, dan Pacific Oil & Gas.Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar
lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT
AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19
pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak
goreng.
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi
Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis
Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu
menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk
keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda
Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura
sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya
inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan
diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS
sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang
dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen
tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under
Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua
persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara
menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke
perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian
dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di

3
dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang
menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan
menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang
permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal
tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus
yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim
khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan
terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan
Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan
pajak pertambahan nilai (PPN).selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005,
terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa
menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian
transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat
modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan
usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal
dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu
diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah
ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN,
EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur
dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan
HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.
Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari
pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari
Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut
tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai
whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan
perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para
whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang –
karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG.
Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan

4
pendek (SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat penegak
hukum, print-out-nya beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta
Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan
Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana.Selain itu, pemberitaan Tempo juga di-
blaming melalui riset di bidang komunikasi publik oleh dosen Fisipol UGM atas
pesanan PT AAG – yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar kasus
penggelapan pajak tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif. Sedangkan P3-
ISIP UI – yang melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG – menyimpulkan bahwa
pers (pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan keberpihakan yang secara
etis patut direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai legitimasi untuk
memperkarakan Tempo.Apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut sebenarnya
merupakan cermin buram bagi perlindungan saksi di Indonesia selama ini. Kejadian ini
bukanlah yang pertama dialami para pengungkap fakta. Tetapi kejadian berulang yang
tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya. Para
pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai bentuk kekerasan –
intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum – baik perdata maupun pidana.
Lihat saja misalnya Kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, Kasus Ny Maria Leonita,
Kasus Romo Frans Amanue, dan banyak lagi.Jangan sampai apa yang dialami Vincent
dan Tempo tersebut menjadi alat untuk membungkam pengungkapan kasus yang
sesungguhnya, dalam hal ini dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG.

B. Penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan


PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax
evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai
trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai
penyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat
menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya
keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi,
ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih (white
collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan
melenggang karena kekuatan kapital nya.

5
C. Celah Keluar dari Pengadilan
Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan
dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah
hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan.
Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana
di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri
Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus
berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah
melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda. Ketentuan hukum
nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court
settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak
hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak
dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat
pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar
sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya
dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan pada fiskus/pemerintah.
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk
kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar
sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan
dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian
tindak pidana perpajakan ini.

D. Tidak Hanya Urusan Pajak


Menilik modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-
satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan
terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian
uang (money laundering). Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group
perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang.
Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait
dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti
dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam
kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan
pencucian uang.

6
Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar
dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri
(Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah
direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution,
Direktur Jenderal Pajak, mengenai rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang
biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein
mengenai profile, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai
indikasi kuat adanya money laundering (Metro TV, 8/1/2008).
Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin
didukung fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo. Investigasi wartawan
Tempo memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan melalui perbankan untuk
mengalirkan uang hasil penggelapan pajak Asian Agri Group ke afiliasinya di luar
negeri yang ternyata adalah perusahaan fiktif. Salah satu perusahaan fiktif itu adalah
Twin Bonus Edible Oil and Fat, yang setelah dilakukan pengecekan rupanya
menggunakan alamat pabrik payung yang berkedudukan hukum di Hongkong (Tempo,
4/2/2007).Catatan/profile transaksi keuangan yang tidak beres dan adanya transaksi
dengan perusahaan fiktif merupakan bukti permulaan yang bisa digunakan untuk
membuat terang dugaan tindak pidana pencucian uang. Penyidikan selanjutnya bisa
dilakukan dengan menyelusuri tiga tahapan dalam kejahatan pencucian uang. Pertama,
penempatan (placement) yang dimulai dengan menyelundupakan penghasilan yang
diduga dari laba perusahaan ke negara lain. Kedua, pelapisan (layering) yaitu proses
pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya
placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks didesain
untuk menyamarkan atau mengelabui sumber uang haram terebut (mengenai tahap
layering, lihat: Yunus Hussein, 2007). Ketiga, integrasi (integration) yang merupakan
tahap akhir dari proses money laundering yang bertujuan menjadikan uang hasil tindak
pidana itu dapat digunakan/dinikmati selayaknya uang halal.

E. Berujung di Pengadilan
Berbeda dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak
pidana pencucian uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk
menghentikan penyidikan. Dengan demikian, jika PPATK dan penyidik dapat

7
melakukan koordinasi dengan baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana
pencucian uang itu, maka persidangan kasus ini pun dapat segera digelar. Akhirnya,
lemahnya ketentuan hukum mengenai perpajakan harus menjadi catatan lembaga
legislatif. Ketentuan yang memberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan
tindak pidana perpajakan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan jelas
tidak mampu menghadirkan keadilan. Persetujuan kita bersama terhadap filosofi pajak
yang tidak bertujuan membangkrutkan usaha, semestinya juga tidak diinterpretasikan
lewat kebijakan yang membeda-beda kan kedudukan warga negara di hadapan hukum.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
kasus Asian Agri adalah cermin sempurna bagi penegak hukum kita.Dari situ
tergambar, sebagian dari mereka tidak sungguh-sungguh menegakkan keadilan, malah
berusaha menyiasati hukum dengan segala cara. Tujuannya boleh jadi buat melindungi
orang kaya yang diduga melakukan kejahatan. Dan kalau perlu dilakukan dengan cara
mengorbankan orang yang lemah.Persepsi itu muncul setelah petugas Kepolisian
Daerah Metro Jaya bersentuhan dengan kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri,
salah satu perusahaan milik taipan superkaya, Sukanto Tanoto. Kejahatan ini
diperkirakan merugikan negara Rp 786 miliar. Polisi amat bersemangat mengusut
Vincentius Amin Sutanto, bekas pengontrol keuangan perusahaan itu, hingga akhirnya
dihukum 11 tahun penjara pada Agustus lalu. Padahal justru dialah yang membongkar
dugaan penggelapan pajak dan money laundering oleh Asian Agri. Pemerintah
mestinya berterima kasih kepada mereka. Dugaan penggelapan pajak itu bukannya
mengada-ada. Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan hina anggota direksi Asian
Agri sebagai tersangka kasus pidana pajak. Jika kasus ini segera ditangani dengan
tuntas, amat besar uang negara yang bisa diselamatkan.Upaya ini juga akan mencegah
pengusaha lain melakukan penyelewengan serupa, sehingga tujuan pemerintah
mendongkrak penerimaan pajak tercapai.Tidak sewajarnya polisi mengkhianati
program pemerintah. Mereka seharusnya segera mengusut pula dugaan pencucian uang
yang dilakukan Asian Agri. Perusahaan ini diduga menyembunyikan hasil
"penghematan" pajak ke berbagai bank di luar negeri. Inilah yang mestinya
diprioritaskan dibanding membidik orang yang justru membantu membongkar dugaan
penggelapan pajak.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/30982149/Makalah_Kasus_Penggelapan_Pajak_Oleh_PT

10

Anda mungkin juga menyukai