Anda di halaman 1dari 10

BAYI TABUNG (FERTILISASI IN VITRO)

Setiap pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan, hal yang sangat ditunggu
adalah kehadiran si buah hati. Mendapatkan keturunan adalah hal yang diharap–harapkan
sebagai pelengkap manisnya hidup. Buah hati merupakan pelengkap kebahagiaan bagi
pasangan yang telah melangsungkan pernikahan. Anak adalah tumpuan segala harapan.
Hampir setiap pasangan suami-istri mendambakan dikaruniai keturunan dalam kehidupan
perkawinan mereka.
Begitu pentingnya kehadiran seorang anak di dalam keluarga sehingga setiap
pasangan suami-istri selalu menginginkan kehadirannya. Tetapi, pada kenyataannya tidak
semua pasangan suami istri dapat memperoleh keturunan secara normal. Banyak ditemui di
lapangan bahwa, setelah sekian lama menikah pasangan suami-istri belum juga mendapatkan
keturunan walaupun sudah berusaha dengan berbagai cara.
Dewasa ini, ilmu dan teknologi di bidang kedokteran mengalami perkembangan yang
sangat pesat serta memberikan dampak positif bagi manusia yaitu dengan ditemukannya cara-
cara baru dalam memberi jalan keluar bagi pasangan suami-istri yang tidak dapat
memperoleh anak secara alami yang dalam istilah kedokteran disebut dengan Fertilisasi In
Vitro atau lebih populer dengan istilah Bayi Tabung (Zahrowati, 2017: 197). Kelahiran
pertama yang sukses dari sebuah "tabung reaksi bayi" bernama, Louise Brown, lahir pada 25
Juli 1978 di London sebagai hasil siklus alami fertilisasi in-vitro (IVF) (Dow, 2018: 314).

A. Pengertian Fertilisasi In Vitro (Bayi Tabung)


Istilah bayi tabung (tube baby) dalam bahasa kedokteran dikenal dengan sebutan
“In Vitro Fertilization (IVF)” (Suwito, 2011: 157). Secara bahasa Fertilisasi In Vitro
terdiri dari dua suku kata yaitu Fertilisasi dan In Vitro. Fertilisasi berarti pembuahan sel
telur wanita oleh spermatozoa pria, In Vitro berarti di luar tubuh. Dengan demikian,
fertilisasi in vitro berarti proses pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria
(bagian dari proses reproduksi manusia), yang terjadi di luar tubuh (Zahrowati, 2017:
198). Bayi tabung adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan
mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus tanpa melalui
senggama (sexual intercourse) (Idris, 2019: 65).
Proses bayi tabung pada hakikatnya bertujuan untuk membantu pasangan suami-
istri yang tidak mampu melahirkan keturunan secara alami yang disebabkan karena ada
kelainan pada tubanya, yaitu: endometriosis (radang pada selaput lendir rahim),
oligospermia (sperma suami kurang baik), unexplained infertility (tidak dapat
diterangkan sebabnya) dan adanya faktor immunologic (faktor kekebalan) (Zahrowati,
2017: 199).

B. Prasyarat Bayi Tabung


Teknik Bayi Tabung diperuntukkan bagi pasangan suami-istri yang mengalami
masalah infertilitas, yang disebabkan karena:
1. Kerusakan pada saluran telurnya.
2. Lendir rahim istri yang tidak normal.
3. Adanya gangguan kekebalan dimana terdapat zat anti terhadap sperma di tubuh isteri.
4. Tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur atau seteleh dilakukan
pengobatan endometriosis.
5. Sindroma LUV (Luteinized Unruptured Follicle) atau tidak pecahnya gelembung
cairan yang berisi sel telur.
6. Suami dengan mutu sperma yang kurang baik (oligospermia).
7. Tidak diketahui penyebabnya (unexplained infertility) (Suwito, 2011: 157).
Pasangan suami-istri yang dapat mengikuti pembuahan dan pemindahan embrio,
adalah pasangan suami-istri yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Telah dilakukan pengelolaan infertilitas (kekurangsuburan) secara lengkap.
2. Terdapat alasan yang sangat jelas.
3. Sehat jiwa dan raga pasangan suami-istri.
4. Mampu membiayai prosedur ini, dan kalau berhasil mampu membiayai persalinannya
dan membesarkan bayinya.
5. Mengerti secara umum seluk beluk prosedur fertilisasi in vitro dan pemindahan
embrio (FIV-PE).
6. Mampu memberikan izin kepada dokter yang akan melakukan prosedur FIV-PE
(fertilisasi in vitro dan pemindahan embrio) atas dasar pengertian (informed consent).
7. Istri berusia kurang dari 38 tahun (Sondakh, 2015: 68).

C. Metode dan Prosedur Bayi Tabung


Metode bayi tabung dapat dilakukan dengan 7 (tujuh) cara. Ketujuh cara tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Sel sperma suami disuntikkan langsung ke sel telur (ovum) istri.
Sperma seorang suami diambil lalu diinjeksikan langsung pada tempat yang
sesuai dalam rahim sang istri sehingga sperma itu akan bertemu dengan sel telur yang
dipancarkan sang istri dan berproses dengan cara yang alami sebagaimana dalam
hubungan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu terjadi, dia akan menempel
pada rahim sang istri. Cara ini ditempuh, jika sang suami memiliki problem sehingga
spermanya tidak bisa sampai pada tempat yang sesuai dalam rahim.
2. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri.
Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan keduanya diletakkan di
dalam saluran eksperimen (tabung), lalu diproses secara fisika hingga sel sperma
suami mampu membuahi sel telur istrinya di tabung eksperimen. Lantas, setelah
pembuahan terjadi, pada waktu yang telah ditentukan, sperma tersebut dipindahkan
kembali dari tabung ke dalam rahim istrinya sebagai pemilik sel telur, agar sel mani
yang telah mengalami pembuahan dapat melekat pada dinding rahim hingga ia
berkembang dan memulai kehidupannya seperti janin-janin lainnya. Pada akhirnya si
istri dapat melahirkan bayi secara alami. Anak itulah yang sekarang dikenal dengan
sebutan bayi tabung. Metode ini ditempuh, apabila si istri mandul akibat saluran
fallopi tersumbat. Yakni, saluran yang menghubungkan sel telur ke dalam rahim.
3. Sel sperma berasal dari donor, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian ditanamkan
ke dalam rahim istri.
Sperma seorang lelaki (sperma donor) diambil lalu diinjeksikan pada rahim istri
sehingga terjadi pembuahan di dalam rahim, kemudian selanjutnya menempel pada
dinding rahim sebagaimana pada cara pertama. Metode digunakan karena sang suami
mandul, sehingga sperma diambilkan dari lelaki lain.
4. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari donor kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri.
Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung) yang berlangsung antara sel
sperma yang diambil dari suami dan sel telur yang diambil dari indung telur wanita
lain yang bukan istrinya (kini disebut donatur). Kemudian, pembuahan lanjutan
diproses di dalam rahim istrinya. Mereka menempuh metode kedua ini, ketika indung
telur milik istrinya mandul (tidak berproduksi), tapi rahimnya sehat dan siap
melakukan pembuahan (fertilisasi).
5. Sel sperma berasal dari donor, sel telur (ovum) berasal dari donor kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri.
Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung) yang berlangsung antara sel
sperma pria dan sel telur wanita yang bukan istrinya, kemudian pembuahan bertempat
di dalam rahim wanita lain yang telah bersuami (ada 2 wanita sukarelawan). Mereka
menempuh metode ketiga ini ketika indung telur wanita yang bersuami tersebut
mandul, tapi rahimnya tetap sehat, demikian pula suaminya juga mandul. Kedua
pasangan suami istri yang mandul ini sangat menginginkan anak.
6. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian
ditanamkan ke dalam rahim wanita lain (rahim sewaan).
Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung) antara 2 bibit sel milik suami-
istri, lalu proses pembuahannya dilangsungkan di dalam rahim wanita lain yang siap
mengandung. Metode keempat ini ditempuh, ketika pihak istri tidak mampu hamil
karena ada kendala di dalam rahimnya, tetapi indung telurnya tetap sehat dan
bereproduksi atau ia tidak mau mengandung dan meminta wanita lain supaya
mengandung anaknya.
7. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum) berasal dari istri kemudian
ditanamkan ke dalam rahim istri lainnya.
Pelaksanaan metode ketujuh ini sama dengan metode keenam, hanya saja wanita
yang ditunjuk sebagai sukarelawan yang bersedia mengandung itu adalah istri kedua
dari suami wanita pemilik sel telur, sehingga istri kedua yang mengalami kehamilan
dan proses pembuahan. Metode ketujuh ini tidak berlaku di negara-negara yang
hukumnya melarang poligami dan hanya berlangsung di negara-negara yang
melegalisasi poligami (Zahrowati, 2017: 204-206).

Ada lima langkah dasar dalam prosedur dari teknik bayi tabung (In Vitro
Fertilization) dan proses transfer embrio yang meliputi pengumpulan sel telur,
pengumpulan sperma, pemantauan serta merangsang perkembangan ovum/ovum yang
sehat di ovarium, fusi dan ovum yang dipelihara sperma yang diinginkan di laboratorium
dengan menyediakan lingkungan yang sesuai untuk pemupukan dan awal pertumbuhan
embrio dan akhirnya diikuti dengan mentransfer embrio ke dalam rahim (Rani, 2014:
648) yang mana secara berurutan dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap pertama: Pengobatan merangsang indung telur.
Pada tahap ini istri diberi obat yang merangsang indung telur, sehingga dapat
mengeluarkan banyak ovum dan cara ini berbeda dengan cara biasa, hanya satu ovum
yang berkembang dalam setiap siklus haid. Obat yang diberikan kepada istri dapat
berupa obat makan atau obat suntik yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid
dan baru dihentikan setelah ternyata sel-sel telurnya matang. Pematangan sel-sel telur
dipantau setiap hari dengan pemeriksaan darah istri, dan pemeriksaan ultrasonografi
(USG). Ada kalanya indung telur gagal bereaksi terhadap obat itu. Apabila demikian,
pasangan suami-istri masih dapat mengikuti program bayi pada kesempatan yang lain,
mungkin dengan obat atau dosis obat yang berlainan.
2. Tahap kedua: Pengambilan sel telur.
Apabila sel telur istri sudah banyak, maka dilakukan pengambilan sel telur yang
akan dilakukan dengan suntikan lewat vagina di bawah bimbingan USG.
3. Tahap ketiga: Pembuahan atau fertilisasi sel telur.
Setelah berhasil mengeluarkan beberapa sel telur, suami diminta mengeluarkan
sendiri sperma. Sperma akan diproses, sehingga sel-sel sperma suami yang baik saja
yang akan dipertemukan dengan sel-sel telur istri dalam tabung gelas di laboratorium.
Sel-sel telur istri dan sel-sel sperma suami yang sudah dipertemukan itu kemudian
dibiak dalam lemari pengeram. Pemantauan berikutnya dilakukan 18-20 jam
kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembelahan
sel.
4. Tahap keempat: Pemindahan embrio.
Kalau terjadi fertilisasi sebuah sel telur dengan sebuah sperma, maka terciptalah
hasil pembuahan yang akan membelah menjadi beberapa sel, yang disebut embrio.
Embrio ini akan dipindahkan melalui vagina ke dalam rongga rahim ibunya 2-3 hari
kemudian.
5. Tahap kelima: Pengamatan terjadinya kehamilan.
Setelah implantasi embrio, maka tinggal menunggu apakah akan terjadi
kehamilan. Apabila 14 hari setelah pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka
dilakukan pemeriksaan kencing untuk menentukan adanya kehamilan. Kehamilan
baru dipastikan dengan pemeriksaan USG seminggu kemudian. Apabila semua
tahapan itu sudah dilakukan oleh istri dan ternyata terjadi kehamilan, maka kita hanya
menunggu proses kelahirannya, yang memerlukan waktu 9 bulan 10 hari. Pada saat
kehamilan itu sang istri tidak diperkenankan untuk bekerja berat, karena
dikhawatirkan terjadi keguguran (Sondakh, 2015: 68-69).
D. Pandangan Medis Mengenai Bayi Tabung
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang
menyinggung masalah ini. Dalam Undang-Undang No. 23/1992 tentang Kesehatan, pada
pasal 16 disebutkan, hasil pembuahan sperma dan sel telur di luar cara alami dari suami
atau istri yang bersangkutan harus ditanamkan dalam rahim istri dari mana sel telur itu
berasal. Hal ini menjawab pertanyaan tentang kemungkinan dilakukannya pendonoran
embrio. Jika mengacu pada UU No.23/1992 tentang Kesehatan, upaya pendonoran jelas
tidak mungkin.

E. Pandangan Islam Mengenai Bayi Tabung


Manfaat Dan Akibat Bayi Tabung Bisa membantu pasangan suami-istri yang
keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami atau istri,
menghalangi bertemunya sel sperma dan sel telur. Misalnya karena tuba falopii terlalu
sempit atau ejakulasinya terlalu lemah. Akibat (mafsadah) dari bayi tabung percampuran
Nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian
nasab, karena ada kaitannya dengan kemahraman (siapa yang halal dan haram dikawini)
dan kewarisan.
1. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
2. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina karena terjadi percampuran
sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah.
3. Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik didalam rumah
tangga terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik
yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan karakter/mental si anak
dengan bapak ibunya.
4. Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung
dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada
umumnya diketahui asal dan nasabnya.
5. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami terutama pada bayi tabung
lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya pada pasangan suami-istri yang
punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan antara anak
dengan ibunya secara alami.
Mengenai status anak hasil inseminasi dengan donor sperma atau ovum menurut
hukum islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. UU
Perkawinan pasal 42 No.1/1974: ”Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah” maka memberikan pengertian bahwa bayi tabung
dengan bantuan donor dapat dipandang sah karena ia terlahir dari perkawinan yang sah.
Masalah tentang bayi tabung ini memunculkan banyak pendapat, boleh atau tidak.
Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan
bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi
nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam
(OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan
sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami
dan ovum dari isteri sendiri.
Ada 2 hal yang menyebutkan bahwa bayi tabung itu halal, yaitu:
1. Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya
kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
2. Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau
langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan.
Hal tersebut dibolehkan asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan
inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh
keturunan.
Sebaliknya, Ada 5 hal yang membuat bayi tabung menjadi haram yaitu:
1. Sperma yang diambil dari pihak laki-laki disemaikan kepada indung telur pihak
wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
2. Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil
dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si
wanita.
3. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri,
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung
persemaian benih mereka tersebut.
4. Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
5. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan
istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.
Jumhur ulama menghukuminya haram. Karena sama hukumnya dengan zina yang akan
mencampur adukkan nashab dan sebagai akibat, hukumnya anak tersebut tidak sah dan
nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah
menetapkan fatwa tentang bayi tabung/inseminasi buatan. Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dalam fatwanya pada tanggal 13 Juni 1979 menetapkan 4 keputusan terkait
masalah bayi tabung, di antaranya :
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya
mubah (boleh), sebab ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
Asal keadaan suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi
buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri
tidak berhasil memperoleh anak.
2. Para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami istri
yang dititipkan di rahim perempuan lain dan itu hukumnya haram, karena dikemudian
hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan
(khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu
yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi Tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah. Sebab, hal ini akan
menimbulkan masalah yang pelik baik kaitannya dengan penentuan nasab maupun
dalam hal kewarisan.
4. Bayi Tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang
sah hal tersebut juga hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan
kelamin antar lawan jenis diluar pernikahan yang sah alias perzinahan.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah dalam Forum
Munas di Kaliurang, Yogyakarta pada tahun 1981. Ada 3 keputusan yang ditetapkan
ulama NU terkait masalah Bayi Tabung, diantaranya :
1. Apabila mani yang ditabung atau dimasukkan kedalam rahim wanita tersebut ternyata
bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu
didasarkan pada sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW
bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah
SWT, dibandingkan dengan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya
(berzina) didalam rahim perempuan yang tidak halal baginya”.
2. Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya
tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. Mani Muhtaram adalah mani yang
keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’. Terkait mani yang
dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul
Akhyar II/113. “Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya
(dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena
istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang”.
3. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri yang sah dan cara mengeluarkannya
termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi
tabung menjadi mubah (boleh).
Dengan demikian bahwa bayi tabung yang merupakan usaha di bidang kesehatan
untuk mendapatkan keturunan bagi pasangan suami istri yang tidak dapat mendapat anak
dalam islam ada yang haram ada yang halal tergantung pada prosesnya (Idris, 2019: 65-
79).
DAFTAR PUSTAKA

Dow, Katharine. 2018. ‘Now She’s Just an Ordinary Baby’: The Birth of IVF in the British
Press. Journal of Sociolgy. Vol. 53(2): 314.
Idris, M. 2019. Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam. Jurnal Al-‘Adl. Vol. 12(1): 65-75.
Rani, K., dan Saurabh Paliwal. 2014. A Brief Review On In-Vitro Fertilization (IVF): An
Advanced And Miraculous Gateway For Infertility Treatments. World Journal Of
Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. Vol. 3(4): 648.
Sondakh, Hizkia Rendy. 2015. Aspek Hukum Bayi Tabung Di Indonesia. Jurnal Lex
Administratum. Vol. 3(1): 68-69.
Suwito. 2011. Problematika Bayi Tabung Dan Alternatif Penyelesaiannya. Journal of Islamic
Family Law. Vol. 1(2): 157.
Zahrowati. 2017. Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) Dengan Menggunakan Sperma Donor
dan Rahim Sewaan (Surrogate Mother) dalam Perspektif Hukum Perdata. Jurnal
Holrev. Vol. 1(2): 197-206.

Anda mungkin juga menyukai