Anda di halaman 1dari 7

Dunia Bisnis dan Antropologi

Beberapa hal keterkaitan antropologi dengan dunia bisnis yang lagi trend dalam
pembahasan bisnis sekarang ini yakni soal budaya perusahaan, menjadi
pemimpin usaha global, dan pemasaran global atau lintas budaya.

Budaya Perusahaan

Antropologi memandang dunia bisnis sebagai sebuah perubahan budaya secara


terencana untuk kepentingan bisnis atau perusahaan. Faktor penting
keberhasilan sebuah bisnis atau perusahaan adalah keberhasilannya dalam
mengelola budaya perusahaan baik budaya pemimpin, staf, karyawan,
kelengakapan perusahaan, konsumen dan semua yang terkait dengan
perusahaan. Makna budaya disini tidak sekadar dipahami sebagai tradisi atau
kebiasaan perusahaan tetapi menyangkut keseluruhan kelengkapan dan sistem
organisasi sifatnya holistik/komprehensif. Ia bukanlah satu dari aspek
perusahaan, tetapi budaya justru cerminan dari perusahaan itu sendiri sebab
perusahan dipandang antropologi sebagai suatu komunitas budaya yang
memiliki perilaku dalam wujud-wujud kebudayaan, merubah budayanya berarti
merubah perusahan secara keseluruhan. Perbincangan soal budaya perusahan
telah menjadi perbincangan yang sangat menarik dan paling penting dalam era
sekarang ini. Bukan sekadar mendalaminya tetapi dalam rangka mengadakan
perubahan berkesinambungan, menjadikan keunggulan bersaing dan
kemampuan bertahan dalam lingkungan yang senantiasa berubah-ubah. Jikalau
perusahan tidak ditangani budayanya maka perusahaan tersebut dipastikan
dapat mengalami goncangan yang akhirnya bisa mematikan perusahaan
tersebut. Budaya perusahaan menjadi elemen kunci dari perubahan yang akan
memberi pengaruh kuat bagi sistem kerja organisasi. Budaya sebuah organisasi
terbentuk akibat adaptasi dan survival terhadap lingkungan baik internal dan
eksternal. Budaya adalah jalan keluar bagi kelompok menghadapi segala
persoalan eksternal dan internalnya.
Ada 3 wujud atau dimensi budaya dalam organisasi, (1). Artefak, sesuatu yang
kelihatan yang dihasilkan oleh orang-orang perusahaan (2). sistem perilaku,
hubungan antar personal dan lingkungan sekitar (3). Sistem nilai, ini
menyangkut norma, kepercayaan-kerpercayaan, nilai sejarah perusahaan, etos
kerja, misi, tujuan, strategi, “roh” atau spirit perusahaan, sistem inilah yang
disebut dengan inti budaya. Kesemua wujud atau dimensi ini membentuk
secara holistik sebuah perusahaan, yang menjadi cermin perusahaan.

Dimensi ketiga yakni sistem nilai merupakan hal yang tidak nampak namun
mengendalikan periaku manusia, karena tidak namapk sehingga sulit sekali
untuk dirubah. Jhon P. Kotter penulis buku Leading Change yang sagat digemari
para perusahaan global mengatakan, sistem nilai atau sistem budaya adalah
nilai-nilai yang diyakini bersama berakar dalam di dalam sistem kebudayaan
keseluruhan, perubahan kulutr merupakan bagian yang tersulit tidak semudah
yang dibayangkan namun transformasi perusahaan menujua perubahan budaya
harus dilakukan untuk berubah menjadi perusahaan yang kuat yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang berubah cepat. Karena sulitnya merubah
budaya, perubahan budaya menjadi tujuan akhir, yang sebelumnya kita harus
melewati tahap-tahap transformasi besar dalam proses belajar sebagai perinsip
budaya yang digerakan para pemimpin sebagai motor perubahan. Perubahan
sikap maupun perilaku dimulai sejak awal transformasi, lalu menciptakan
perubahan-perubahan metode kerja yang membantu perusahaan menghasilkan
produk/jasa yang lebih baik dengan biaya lebih rendah. Secara antropologis,
wujud budaya artefak dan wujud sistem perilaku ditangani terlebih dahulu, baru
pada akhir siklus, sebagian besar dari semua usaha itu menjadi tertanam
didalam budaya (inti budaya/ system nilai) sampai perusahaan dapat
beradaptasi dengan lingkungan yang cepat berubah.

Disayangkan, banyak perusahaan gagal mentrasfromasikan perusahaannya


akibat merubah kultur tidak melewati proses demi proses dengan kata lain
menempatkan perubahan kultur pada langkah pertama bukan sebagai tujuan
akhir, bahkan banyak pula yang mengesampingkan budaya dalam melakukan
perubahan. Padahal, kita ketahui bahwa budaya yang adalah norma-norma
kelompok dan nilai-nilai yang diyakini bersama merupakan hambatan terbesar
untuk melakukan perubahan yang seharusnya semua itu tidak perlu
menghambat. Kultur bisa mempermudah adaptasi seandainya perusahaan
memiliki kultur yang tepat hasil proses perubahan budaya. Budaya perusahaan
yang kuat tidak akan mudah mengalami goncangan, ia mampu beradaptasi dan
selalu menang dalam menangkap peluang, dan menang dalam kancah
pertarungan global.

Demikianlah membangun budaya organisasi atau pelakukan perubahan budaya


organisasi adalah pilihan wajib bagi perusahaan untuk dapat berhasil
menggapai segala tujuannya. Tekanan globalisasi, deregulasi berbagai bidang,
perubahan teknologi yang pesat, persaingan pasar yang ketat telah memaksa
semua pemimpin perusahaan dimanapun untuk memimpin organisasinya dalam
perubahan budaya. Hampir semua perusahaan global yang popular dewasa ini
memiliki budaya perusahaan yang sangat kuat.

Menjadi perusahaan dan pemimpin global

Saat ini terjadi pergeseran dari dunia mekanistik ke dunia holistik, mereka yang
mempertahankan pola mekanistik telah berguguran. Perusahaan-perusahaan
banyak yang gulung tikar akibat mengembangkan pola mekanistik karena tidak
memiliki kemampuan menghadapi perubahan demi perubahan dari lingkungan
internal dan eksternalnya. Mereka tidak berpikir bahwa ada banyak fariabel
yang menentukan keberhasilan berbisnis dan dalam mengelola negara, padahal
lingkungan global sekarang ini semua hal bisa mempengaruhi kinerja
perusahaan. Kita baru sadar bahwa sebenarnya kita hidup dalam realitas
lingkungan yang senantiasa berubah bukannya suatu lingkungan yang
terprogram.

Ekonom dunia Paul Ormerod dalam bukunya The Death of Economics  (1994)


yang saat terbit sempat menghebohkan dunia keilmuan, bahwa saat
menulisnya kondisi ekonomi dunia berada dalam krisis. Berbagai pendekatan
telah gagal untuk mengatasinya, Ilmu Ekonomi yang diharapkan tidak mampu
berbuat banyak. Menurut Paul, Ilmu Ekonomi terjebak dalam ekonomi ortodoks
yang telah lama dipertahankan, terjebak dalam pandangan dunia yang
teridealisasi dan mekanistik, menolak realitas dan menolak manusia sebagai
subjek mahluk rasional. Sebenarnya inilah dunia realitas dan holistic, manusia
sebagai sentral dari holistik-realistik tersebut. Tahun 1990-an menandai
bangkitnya manusia sebagai faktor terpenting dalam daya saing sebagai faktor
utama dunia bisnis.

Dunia holistik atau dunia realitas akan dimengerti dengan memahami realitas
sistem manusia yang bergerak bebas dan berubah-ubah. Lensa budaya yang
mampu melihat dunia holistik-realistik sampai kedalamannya. Budaya
mengungkapan semua realita hidup manusia yang holistik atau komprehensif,
dalamnya terdapat sistem yang luas, tingkat kedalamannya sampai ke inti
budaya yakni sistem nilai yang menggerakan segala perubahan. Jelaslah bahwa
wajah perekonomian dan proses pembangunan masa kini akan sangat
dimengerti melalui kaca mata budaya atau kaca mata realitas, sebagaimana
kata Paul Schafer direktur World Culture Project  yang berpusat di
Canada. Council on Foreign Relatiopns AS dalam dua artikel edisi September /
oktober 1995 menekankan dominasi budaya dalam pembangunan dan terlihat
jelas dari wajah budaya unik perekonomian dapat dimengerti paling baik
melalui antropologi, psikologi social, sejarawan dll. Sebab dengan mengerti
kode-kode DNA budaya (inti budaya) kita dapat memahami mengapa dan
bagaimana perekonomian, politik di dunia ini.

Stephen H Rhinesmith dalam bukunya Panduan Bagi Manajer Menuju Globalisasi


menjelaskan, untuk menjadi global, sebuah perusahaan tidak hanya harus
menjalankan bisnis secara internasional tetapi juga harus mempunyai budaya
perusahaan dan sistem nilai yang memungkinkannya menggerakan sumber
dayanya kemanapun di dunia untuk memperoleh keunggulan bersaing terbesar.
Untuk menjadi global diperlukan pola pikir yang luas jauh melampaui jangkauan
kebanyakan perusahaan sekarang ini lalu mengembangkan budaya perusahaan
global yang tangguh. Semua perusahaan tidak terkecuali harus
menggunakannya baik perusahan domestik, perusahaan lokal/daerah,
eksportir, perusahaan internasional, perusahaan multinasional, perusahaan
global, perusahaan transnasional.

ARCO Internasional dan AT&T melakukan kursus kepada para manajernya


mengnai pola piker global dengan panduan Buku A Manager’s Guide To
Globalization  ditulis Stephen H. Rhinesmith berisi 6 keterampilan sukses di
dunia yang sedang berubah, yang banyak mengangkat pentingnya lensa
budaya dan pola pikir budaya perusahaan global. Pelatihan yang sama
dilakukan WR Grace terhadap 500 manajer puncaknyaguna mempermudah
usaha globalisasinya. Kursus ini dikembangkan Warner Burke dari Clombia
University dan Stephen H. Rhinesmith.

Divisi internasional Moran, Stahl & Boyer’s  mengembangkan instrument


penilaian SDM manajer yakni Overseas Assignment Inventory dimana kepekaan
lintas budaya menjadi instrumen utama penilaian merekrut SDM atau manajer
global. Arthur Andersen Consulting  merupakan salah satu perusahaan konsultan
terbesar di dunia telah menerapkan perubahan dalam strategi, taktik, nilai, dan
budaya perusahaan kepada semua orangnya diseluruh dunia dan perusahaan
kliennya, ini sebagai program unggulannya. Perusahaan global Ford  melakukan
pelatihan bagi 3000 manajer puncaknya dalam hal manajemen lintas budaya.
Ford menunjukan cara bagi perusahaan lain untuk mulai memahami pentingnya
dan tantangan dimensi multibudaya terhadap globalisasi, mempelajari bahasa
lokal dan mempelajari kebudayaan. AMP mengembangkan konsep “orang yang
mampu di dunia”. William Hudson, president dan CEOnya menjelaskan, orang
yang mampu didunia adalah seseorang yang mempunyai minimum 5 tahun
hidup di negara dan budaya lain dan cukup tenggelam dalam budaya tersebut.

Pengembangan Produk dan Pemasaran berwawasan budaya

Pengembangan produk dan pemasaran adalah dua hal yang tidak bisa
terpisahkan. Produk yang dihasilkan harus sesuai selera pasar ataupun produk
yang dihasilkan akan menemukan pasarnya sendiri. Istilah yang sering dipakai
adalah bauran pemasaran atau bauran produk. Pada perkembangannya dunia
pasar menjadi hal yang perlu diselami untuk diketahui keberadaanya guna
pengembangan produk yang tepat dan bagaimana produk dapat diminati atau
digunakan oleh pasar atau konsumen. Dunia pasar atau konsumen ini menjadi
pusat perhatian utama dunia bisnis dan para ilmuannya karena keberhasilan
bisnis dalam era pasar yang kompetitif sekarang di dunia global adalah
tergantung keberhasilan bauran pemasarannya.

Kondisi pasar sekarang telah berlangsung suatu bentuk pemasaran global yang
semua pemasar tidak lagi didominasi oleh pihak-pihak tertentu. Dunia tanpa
batas ini menciptakan akses pasar bagi semua orang tak terkeculi pemasarnya
miskin. Perusahaan-perusahaan berlomba-lomba memasarkan produknya lintas
komunitas, lintas Negara, lintas suku, lintas golongan, lintas geografis, mereka
menginternasionalkan produk-produknya. Masyarakat manusia kini telah
membangun pusat perbelanjaan sejagad/global, oleh Ernest Dichter dalam
jurnal Harvard Bussines Review menamakan para langganan sedunia.
“Perusahaan mempunyai rencana memanfaatkan kesempatan internasional dan
baginya pelajaran antropologi budaya akan merupakan alat penting bagi
pemasaran kompetitif”, kata Dichter.

Perusahaan periklanan McCann-Erickson mempunyai kantor hampir di seluruh


negara menggali informasi kepada para profesor amerika latin yang berguna
bagi para langganannya seperti informasi kebiasaan makan para petani dan
pola konsumsi keluarga kelas menengah kota yang baru. Perusahaan Indo Mie
di Indonesia barangkali telah berhasil melakukan strategi kulturalnya dengan
membuat produk-produk yang beragam sesuai selera masrakat sasaran
misalnya dibuat Mie Cakalang untuk selera orang Manado yang suka ikan
cakalang dan makanan yang pedas. Memahami kebudayaan setempat agar
dapat mengambil keuntungan darinya dan dalam rangka pula membentuk
selera dan kebiasaan setempat. Contoh lain, orang Perancis jarang menggosok
gigi hanya satu dari tiga orang, mengingatkan bahaya tidak menggosok gigi
bukanlah pendekatan yang mengesankan. Suatu pendekatan yang lebih
menyenangkan dengan menekankan bahwa menggosok gigi adalah indah dan
modern. Ini berhasil setelah para ahli antropologi perusahaan tersebut
berkesimpulan bahwa orang Perancis merasa diri bersalah kalau terlalu sering
mandi dan memakai alat-alat kecantikan. Seperti dilakukan contoh ini, maka
perusahaan global sekarang telah berperan sebagai agen perubahan social,
ekonomi, dan budaya.

Hal lainnya menjadi tantangan bagi perusahaan global oleh para manajer
dunianya adalah bagaiman menjual kebutuhan lama kepada langganan baru
sekaligus menciptakan kebutuhan baru untuk langganan lama. Dunia pasar atau
konsumen telah membentuk komunitas pasar atau konsumen. Komunitas ini
memiliki semua perangkat atau wujud budaya yang bisa di selami untuk dapat
mengetahui realitas jelasnya. Dari sini memungkinkan perusahaan dapat
memanfaatkan memanfaatkannya untuk memenangi pasar kompetitif sehingga
produk yang dihasilkan akan berhasil diserap pasar.

Anda mungkin juga menyukai