Anda di halaman 1dari 29

Peranan Kepemimpinan dalam Menghadapi Era Global dan

Mempertahankan Local Wisdom di dalam Organisasi

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Teman Koesmono, Drs. Ec. M.M.

Kelompok 2 :

Idho Kurniawan (3103015213)

David Witjhiasono (3103015230)

Anthony Tanoto (3103015247)

Yosua Raharjo (3103015051)

Franky Simhanandi (3103015163)

Eldon Fiqtanov Yosua (3103014189)

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA


FAKULTAS BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepemimpinan dalam organisasi merupakan salah satu bagian terpenting dan


tidak dapat dipisahkan dimana kepemimpinan berfungsi untuk mempengaruhi dan
menggerakkan seluruh komponen organisasi guna mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan. Kepemimpinan merupakan sebuah proses yang dilakukan dengan memotivasi
perilaku pegawai untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok
dan budayanya, dan hal ini berkaitan erat dengan motivasi. Menurut George R. Terry
(1972:458) : “Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang supaya
diarahkan mencapai tujuan organisasi”. Seorang pemimpin dapat mencapai keberhasilan
dalam proses kepemimpinannya apabila dapat menggerakkan pegawai dalam mencapai
tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh kewibawaan,kearifan, penciptaan motivasi
dalam diri setiap orang bawahan maupun atasan pimpinan itu sendiri serta efektifitas
dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya di organisasi. Pemimpin bukan sekedar gelar
atau jabatan yang diperoleh secara tiba-tiba atau diberikan secara cuma-cuma,melainkan
sesuatu yang tumbuh dan berkembang dalam prosesnya dari dalam diri seseorang atau
lahir dari proses internal yang berkesinambungan selama masa hidupnya beserta
pengalaman2nya yg mempengaruhinya dalam proses belajar dan mendapatkan sosok
kepemimpinannya sendiri..

Peranan kepemimpinan dalam pencapaian tujuan organisasi memegang peran


yang sangat vital karena pemimpin adalah penggerak kelompok dalam organisasi untuk
mendorong dan membantu serta memotivasi untuk bekerja optimal mencapai tujuan. Peran
pemimpin tentunya harus didukung oleh pemimpin tingkat dibawahnya dalam
merencanakan dan mengorganisasikan seluruh sumber daya organisasi secara optimal.
Saat ini, Indonesia dihadapkan pada arus globalisasi yang tak terbendung yang merasuk
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat baik ekonomi, sosial, budaya, politik dan
pertahanan kemananan. Akibat dari tekanan globalisasi ini menimbulkan banyak
perubahan yang sangat berpengaruh dalam setiap elemen kehidupan masyarakat baik
sebagai individu maupun organisasi. Oleh karena itu yang menjadi permasalahan ditinjau

Kepemimpinan 1
dari perspektif kesiapan sumber daya manusia adalah apakah kita mampu menjawab
tantangan globalisasi atau kita akan tenggelam didalamnya.

Salah satu faktor yang sangat penting dalam menghadapi tantangan glabalisasi
adalah masalah kepemimpinan yang mempunyai peran besar dalam mempengaruhi,
memotivasi dan menggerakkan masyarakat untuk menghadapi tantangan sehingga efek
globalisasi akan memberikan hal-hal yang positif bagi kehidupan bangsa. Globalisasi
menuntut perubahan-perubahan tatanan baik pada organisasi profit maupun nonprofit
untuk melakukan antisipasi atas dampak yang ditimbulkannya. Organisasi dan seluruh
fungsi-fungsi di dalamnya harus memiliki daya saing dan kompetensi kompetitif dalam
menghadapi globalisasi. Bagaimana kepemimpinan sebuah organisasi birokrasi sebagai
bagian atau salah satu elemen dalam kehidupan bernegara, khususnya yang berkaitan
dengan lingkungan pelayanan kepada masyarakat dan stakeholders. Fungsi kepemimpinan
dalam organisasi birokrasi yang sukses menjadi faktor penentu berhasil tidaknya suatu
organisasi mencapai tujuan dan sasaran, hal ini juga berkaitan dengan perilaku organisasi
dan terutama dalam aspek sumber daya manusia. Organisasi merupakan kumpulan orang-
orang yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan memerlukan fungsi kepemimpinan
untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan orang-orang yang ada didalamnya.

Perkembangan ekonomi global yang semakin meningkat dewasa ini seperti


MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) menuntut perusahaan atau organisasi untuk mampu
menangkap peluang bisnis baik secara lokal maupun internasional. Perekonomian global
dengan segala pernak-perniknya banyak menawarkan dampak yang positif terutama
terjadinya interaksi antara negara dengan perekonomian yang telah maju dengan negara-
negara dengan perekonomian yang sedang berkembang. Interaksi tersebut dapat
diwujudkan dalam bentuk kerjasama ekonomi sehingga mampu membawa manfaat seperti
pengenalan teknologi baru, adanya akses ke pasar baru dan terjadinya penciptaan industri
baru.

Kunci utama untuk memenangkan persaingan di pasar global dan


mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan adalah dengan menciptakan keunggulan
kompetitif (competitive advantage). Selain itu juga dalam era globalisasi suatu perusahaan
juga dituntut untuk mampu melakukan praktek-praktek manajemen yang berorientasi pada
keterbukaan (transparancy), fokus pada perubahan, berinovasi secara terus menerus dan
mampu mengembangkan kepemimpinan yang bersifat kolektif. Untuk mencapai

Kepemimpinan 2
keunggulan kompetitif dan mampu menerapkan praktek-praktek manajemen yang
berorientasi pada keterbukaan dan terciptanya sistem tata kelola yang baik (good corporate
governance) maka diperlukan sistem pengelolaan perusahaan yang melibatkan seluruh
komponen perusahaan khususnya komponen sumber daya manusia (human resources).
Peran sumber daya manusia sebagai aset berharga dan sebagai motor penggerak
perusahaan sangat diperlukan. Peran dan fungsi yang dituntut dari sumber daya manusia
bukan pada peran-peran yang bersifat mendasar dan tradisional seperti recruitment dan
staffing namun lebih kepada peran dan fungsi yang bersifat bisnis dan strategis seperti
sebagai partner bisnis (business partner) dan bagian dari anggota team manajemen.

Selain dalam menghadapi era global, kepemimpinan juga harus dapat menjaga
atau mempertahankan kearifan lokal di dalam organisasi. Menurut Tjahjono et al (2000),
Kearifan lokal adalah suatu sistem nilai dan norma yang disusun, dianut, dipahami dan
diaplikasikan masyarakat lokal berdasarkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Kini masyarakat Indonesia tak dapat mengelak dengan
semakin manjalarnya arus globalisasi yang berjalan amat cepat dapat menjadi ancaman
serius kearifan lokal masyarakat. Terbenamnya nilai – nilai lokal merupakan akibatdari
posisi negara Indonesia pada percaturan perpolitikan global yang tidak menguntungkan
karena indonesia sampai saat ini masih termasuk kategori negara berkembang yang belum
dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Globalisasi memang mustahil untuk
dicegah, tetapi efek buruknya yaitu mematikan unsur – unsur nilai lokal yang bersebrangan
dengan nilai nilai global yang dibawa globalisasi. Proses globalisasimemang tidak dapat
dihindarioleh seluruh masyarakat dunia. Globalisasi harus di antisipasi dengan
pembangunan nilai – nilai kearifan lokal sebagai dasar pijakan masyarakat
dalammenjalankan kehidupannya. Upaya memperkuat jati diri bangsa dapat dimulai dari
lingkup kecil semisal ,keluarga, kampung, desa dll. Hingga terbentuk kematangan
masyarakat dalam menyikapi adanya nilai – nilai global yang harus disikapi dengan
bijaksana.

Persoalan yang muncul adalah praktik model kepemimpinan yang ditemui


sekarang ini berbasis pada model-model yang berasal dari Amerika Serikat, Eropa, Jepang
dan China sehingga diperlukan penafsiran-penafsiran dan adaptasi untuk menyesuaikan
dengan kondisi dan kebudayaan lokal karena kepemimpinan merupakan salah satu wujud
dari kebudayaan yang dianut oleh suatu masyarakat. Menurut Poloma (2010) hasil proses
budaya oleh masyarakat tersebut akan membentuk suatu realitas sosial setidaknya

Kepemimpinan 3
sebagian adalah produksi manusia, hasil proses budaya, termasuk penggunaan bahasa.
Kebanyakan dari kita sering menganut pola kepemimpinan barat yang tentunya tidak
selalu tepat digunakan di Indonesia. Kearifan lokal dalam memimpin banyak ditemui di
Indonesia. Namun belum banyak diaplikasikan pada keterampilan dan seni memimpin saat
ini, kajian tentang hal tersebut masih sangat minim. Masalahnya adalah mengapa nilai-
nilai kepemimpinan perlu dikembangkan.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, bangsa Indonesia


sebenarnya telah memiliki warisan luhur dari nenek moyang. Dalam berbagai budaya
daerah di Indonesia terdapat kekayaan yang tak ternilai, yaitu kekayaan nilai-nilai kearifan
lokal berupa kepemimpinan dan berbagai kebijakan hidup untuk dijadikan pegangan para
pemimpin.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian dari kepemimpinan , globalisasi serta kearifan lokal ?
2. Apa saja peranan kepemimpinan dalam organisasi untuk menghadapi era global ?
3. Bagaimana peranan kepemimpinan dalam organisasi untuk mempertahankan kearifan
lokal ?
4. Bagaimana Gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam menghadapi era global
dengan kearifan lokal (local wisdom) indonesia (seperti budaya jawa) dalam
organisasi ?
5. Bagaimana Basis Karakter pemimpin yang efektif untuk menghadapi era global dan
mempertahankan kearifan lokal (local wisdom) di dalam organisasi ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan menganalisis peranan kepemimpinan dalam menghadapi era
global di dalam organisasi.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana kepemimpinan dapat mempertahankan
kearifan lokal (local wisdom) di dalam organisasi.
3. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi model serta karakter kepemimpinan yang
seperti apa yang dapat menjawab tantangan di era global dan mempertahankan kearifan
lokal (local wisdom) di Indonesia.

Kepemimpinan 4
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan (Leadership) adalah proses mempengaruhi atau memberi


contoh yang dilakukan oleh pemimpin kepada pengikutnya atau anggotanya yang
bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi.

 Pengertian Kepemimpinan menurut para ahli, sebagai berikut :


1) Menurut Stephen P. Robbins (2003:40), Kepemimpinan adalah Kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan.
2) Winardi (2000 ; 47) “merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang
yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor-faktor
intern maupun faktor-faktor ekstern”.
3) Wexley dan Yuki (2003 ; 189 ) Kepemimpinan adalah “mempengaruhi orang untuk
melakukan usaha lebih banyak dalam sejumlah tugas atau mengubah perilakunya”.
4) Locke & Associates (1997) Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses
membujuk (inducing) orang-orang lain untuk mengambil langkah menuju sasaran
bersama .
5) John W. Gardner (1990) Kepimpinan sebagai proses Pemujukan di mana
individu-individu meransang kumpulannya meneruskan objektif yang ditetapkan
oleh pemimpin dan dikongsi bersama oleh pemimpin dan pengikutnya.
6) Hughes (2006) Kepemimpinan merupakan fenomena kompleks yang melibatkan
tiga hal utama, yakni pemimpin, pengikut, dan situasi.

7) Ricky W. Griffin (2003:68), Pemimpin adalah individu yang mampun


mempengaruhi perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan;
pemimpin adalah individu yang diterima oleh orang lain sebagai pemimpin.

2.1.1 Teori Kepemimpinan

Selain definisi-definisi mengenai Kepemimpinan yang dikemukakan oleh para


ahli, terdapat juga beberapa teori kepemimpinan (leadership) yang menjadi dasar dari
kepemimpinan itu sendiri. Berikut ini adalah beberapa teori kepemimpinan yang
dimaksud.

Kepemimpinan 5
1. Teori Orang Hebat (Great Man Theory)

Great Man Theory atau Teori Orang Hebat ini berasumsi bahwa sifat
kepemimpinan dan bakat-bakat kepemimpinan ini dibawa dari sejak orang tersebut
dilahirkan. Great Man Theory ini berkembang sejak abad ke-19. Meskipun tidak dapat
diidentifikasikan dengan kepastian ilmiah tentang karakteristik dan kombinasi manusia
seperti apa yang dapat dikatakan sebagai pemimpin hebat, namun semua
orang mengakui bahwa hanya satu orang diantara mereka yang memiliki ciri khas
sebagai pemimpin hebat.

Great Man Theory ini menyatakan bahwa pemimpin hebat itu


ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Teori tersebut juga menganggap seorang
pemimpin hebat akan muncul saat dalam menghadapi situasi tertentu. Teori tersebut
dipopulerkan oleh Thomas Carlyle dalam bukunya yang berjudul “On Heroes, Hero-
Worship, and the Heroic in History”.

2. Teori Sifat Kepribadian (Trait Theory)

Teori Sifat Kepribadian atau Trait Theory ini mempercayai bahwa


orang yang dilahirkan atau dilatih dengan kepribadian tertentu akan menjadikan mereka
unggul dalam peran kepemimpinan. Artinya, kualitas kepribadian tertentu seperti
keberanian, kecerdasan, pengetahuan, kecakapan, daya tanggap, imajinasi, fisik,
kreativitas, rasa tanggung jawab, disiplin dan nila-nilainya lainnya dapat membuat
seseorang menjadi pemimpin yang baik.

Teori kepemimpinan ini berfokus pada analisis karakteristik mental,


fisik dan sosial untuk mendapatkan lebih banyak pemahaman tentang karakteristik dan
kombinasi karakteristik yang umum diantara para pemimpin. Keberhasilan seseorang
dalam kepemimpinan sangat tergantung pada sifat kepribadiannya dan bukan saja
bersumber dari bakat namun juga berasal dari pengalaman dan hasil belajarnya.

Menurut penelitian dari McCall dan Lombardo (1983), terdapat empat sifat kepribadian
utama yang menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin.

 Stabilitas dan ketenangan emosional : Tenang, percaya diri dan dapat diprediksi
terutama pada saat mengalami tekanan.

Kepemimpinan 6
 Mengakui Kesalahan : Tidak menutupi kesalahan yang telah dibuat tetapi
mengakui kesalahan tersebut.
 Keterampilan Interpersonal yang baik : mampu berkomunikasi dan
menyakinkan orang lain tanpa menggunakan taktik yang negatif dan paksaan.
 Pengetahuan yang luas (Intelektual) : Mampu memahami berbagai bidang
daripada hanya memahami bidang-bidang tertentu ataupun pengetahuan tertentu
saja.

2. Teori Perilaku (Behavioural Theory)

Sebagai reaksi dari Teori Sifat Kepribadian, Teori Perilaku


atau Behavioural Theories ini memberikan perspektif baru tentang kepemimpinan.
Teori ini berfokus pada perilaku para pemimpin daripada karakteristik mental, fisik dan
sosial mereka. Keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh perilakunya dalam
melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan dan perilaku tersebut dapat dipelajari atau
dilatih. Teori Perilaku ini bertolak belakang dengan Teori Great Man (Teori Orang
Hebat) yang mengatakan seorang pemimpin adalah dibawa dari lahir dan tidak dapat
dipelajari. Teori Perilaku ini menganggap bahwa kepemimpinan yang sukses adalah
didasarkan pada perilaku yang dapat dipelajari dan bukan hanya dari bawaan sejak lahir.

4. Teori Kontingensi (Contingency Theory)

Teori Kontingensi atau Contingency Theory beranggapan bahwa tidak


ada cara yang paling baik untuk memimpin dan menyatakan bahwa setiap gaya
kepemimpinan harus didasarkan pada situasi dan kondisi tertentu. Berdasarkan Teori
Kontingensi ini, seseorang mungkin berhasil tampil dan memimpin sangat efektif di
kondisi, situasi dan tempat tertentu, namun kinerja kepemimpinannya akan menurun
apabila dipindahkan ke situasi dan kondisi lain atau ketika faktor di sekitarnya telah
berubah. Teori Kontingensi atau Contingency Theory ini juga sering disebut dengan
TeoriSituasional.
Beberapa Model Teori Kontingensi atau Situasional yang terkenal
diantaranya adalah Teori Kepemimpinan Kontigensi Fiedler, Teori Kepemimpinan
Situasional Hersey-Blanchard, Teori Kepemimpinan Kontigensi Vroom-Yetten, Teori
Kontingensi Path-Goal Robert House dan Teori Kontigensi Strategis.

Kepemimpinan 7
2.1.2 Fungsi Kepemimpinan

Fungsi kepemimpinan menurut para ahli :

1. Menurut Siagian (2003), fungsi-fungsi kepemimpinan yang bersifat hakiki terdiri dari:
a) Penentuan arah yang hendak ditempuh oleh organisasi dalam usaha pencapaian
tujuan dan berbagai sasarannya.
b) Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak diluar
organisasi, terutama dengan mereka yang tergolong sebagai “stakeholder ”.
c) Komunikator yang efektif.
d) Mediator yang handal, khususnya dalam mengatasi berbagai situasi konflik
yang mungkin timbul antara individu dalam satu kelompok kerjayang terdapat
dalam organisasi yang dipimpinnya.
e) Integrator yang rasional dan objektif.
Dengan mengimplementasikan kelima fungsi kepemimpinan yang hakiki
tersebut, pemimpin diharapkan dapat membawa para pengikutnya ke tujuan yang
hendak dicapai.
2. Pendapat lain yakni fungsi kepemimpinan menurut Rivai, dimana
menurutnya kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam
kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap
pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan
merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di
dalam situasi sosial suatu kelompok atau organisasi. Fungsi kepemimpinan sendiri
dikelompokkan dalam dua dimensi berikut (Rivai, 2002) :

a) Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction)


dalam tindakan atau aktivitas pemimpin.
b) Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan
orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok
atau organisasi.
c) Seorang pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi harus melaksanakan
berbagai fungsi kepemimpinan.

Kepemimpinan 8
2.1.3 Peranan Kepemimpinan

Adapun peranan kepemimpinan menurut para ahli sebagai berikut;

1. Sarbin dan Allen (Thoha, 1995), merumuskan “peranan sebagai suatu


rangkaian perilaku yang teratur, yang ditimbulkan karena suatu jabatan tertentu,
atau karena adanya suatu yang mudah dikenal”.

2. Wahjosumidjo (1994), “peranan kepemimpinan ditekankan kepada sederatan


tugas-tugas apa yang perlu dilakukan oleh setiap pemimpin dalam hubungannya
dengan bawahan“.

3. Stoner dan Mintzberg, keduanya memandang kepemimpinan sebagai sub


sistem dari manajamen.

 Peran Mencari dan Memberi Informasi

Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi;


artinya walaupun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi
jika komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu tidak
akan bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan koordinasi kerja di
dalamnya jelek. Pencarian serta penyampaian atau penyebaran informasi harus
dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar sampai kepada
komunikan yang dituju dan memberikan manfaat yang diharapkan. Informasi yang
disebarkan harus secara terus-menerus dimonitor agar diketahui dampak internal
maupun eksternalnya. Monitoring tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus
betul-betul dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang pemimpin juga
harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal organisasi maupun
ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta budaya organisasi yang baik pula.
Sebagai orang yang berada di puncak dan dipandang memiliki pengetahuan yang
lebih baik dibanding yang dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu
memberikan bimbingan yang tepat dan simpatik kepada bawahannya yang
mengalami masalah dalam melaksanakan pekerjaannya.

 Peran Mempengaruhi Orang Lain

Kepemimpinan merupakan proses dimana seorang individu


mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menjadi
seorang pemimpin yang efektif, seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi

Kepemimpinan 9
seluruh warga sekolah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk
mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Secara sederhana kepemimpinan
transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk mengubah dan
mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang
didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap
para bawahan

Pengaruh sebagai inti dari kepemimpinan merupakan kemampuan


seseorang untuk mengubah sikap, perilaku orang atau kelompok dengan cara-cara
yang spesifik. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya cukup memiliki
kekuasaan, tetapi perlu pula mengkaji proses-proses mempengaruhi yang timbal
balik yang terjadi antara pemimpin dengan yang dipimpin. Merujuk kepada kamus
besar bahasa Indonesia (Balai Pustaka ;1988), pengaruh adalah daya yang timbul
dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau
perbuatan seseorang.

Menurut Bass (1998) dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa


kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan
untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan
kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal
dan respek kepada pimpinannya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk
melakukan lebih dari yang diharapkan.

 Peran Membangun Hubungan

Peran pemimpin dalam membangun hubungan contohnya adalah seperti


hubungan dalam tim. Peranan kepemimpinan dalam tim Kepemimpinan
didefinisikan sebagai proses untuk memberikan pengarahan dan pengaruh pada
kegiatan yang berhubungan dengan tugas sekelompok anggotanya. Mereka yakin
bahwa tim tidak akan sukses tanpa mengkombinasikan kontribusi setiap anggotanya
untuk mencapai tujuan akhir yang sama.

Adapun peranan pemimpin dalam tim adalah sebagai berikut:


a. Memperlihatkan gaya pribadi
b. Proaktif dalam hubungan
c. Mengilhami kerja tim
d. Memberikan dukungan timbal balik

Kepemimpinan 10
e. Membuat orang terlibat dan terikat
f. Memudahkan orang lain melihat peluang dan prestasi
g. Mencari orang yang ingin unggul dan dapat bekerja secara kontruktif
h. Mendorong dan memudahkan anggota untuk bekerja
i. Mengakui prestasi anggota tim
j. Berusaha mempertahankan komitmen
k. Menempatkan nilai tinggi pada kerja tim

Pemimpin juga harus membawa energi yang positif Setiap orang mempunyai energi dan
semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan
mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun
hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang
lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat
menunjukkan energi yang positif, seperti, Percaya pada orang lain ,Keseimbangan dalam
kehidupan , Melihat kehidupan sebagai tantangan , Sinergi ,Latihan mengembangkan diri
sendiri.

2.1.4 Gaya Kepemimpinan

Tiga Gaya Kepemimpinan Utama Menurut Kurt Lewin

Menurut Psikolog Terkenal yang bernama Kurt Lewin, terdapat tiga gaya
kepemimpinan utama dalam menangani permasalahan dan pengambilan keputusan, Ketiga
gaya kepemimpinan utama tersebut diantaranya adalah Gaya Kepemimpinan Otokratis,
Gaya kepemimpinan Demokratis dan Gaya Kepemimpinan Laissez-faire.

Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai ketiga gaya kepemimpinan tersebut.

1. Gaya Kepemimpinan Otokratis


Dalam Gaya Kepemimpinan Otokratis, seorang Pemimpin atau Manajer
Otokratis tidak memberikan wewenang pengambilan keputusan kepada bawahan.
Pengambilan Keputusan dengan gaya kepemimpinan Otokratis ini biasanya tidak
melakukan konsultasi atau mendengarkan gagasan dari bawahan terlebih dahulu.
Gaya kepemimpinan ini sangat berguna pada saat keputusan harus diambil secepatnya
atau ketika keputusan tersebut tidak memerlukan masukan maupun kesepakatan

Kepemimpinan 11
dengan tim atau bawahannya. Manajer atau Pemimpin yang menggunakan gaya
otokratis ini harus memiliki keahlian pada bidang dimana dia harus mengambil
keputusan dan kemampuan dalam mempengaruhi anggota Tim ataupun bawahannya
untuk bekerjasama agar tercapainya tujuan yang dikehendakinya.
Namun di sisi negatifnya, anggota Tim atau bawahannya akan merasa tidak dihargai
sehingga berkurangnya motivasi kerja dan mengakibatkan tingginya tingkat absensi
dan pertukaran karyawan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Dalam Gaya Kepemimpinan Demokratis, Seorang Pemimpin atau
Manajer biasanya meminta pendapat atau nasehat dari anggota Tim atau bawahannya
sebelum mengambil keputusan. Anggota Tim ataupun bawahannya didorong untuk
lebih kreatif dan diberi kesempatan untuk menyampaikan saran atau gagasan mereka
meskipun keputusan terakhir masih berada di tangan Manajernya. Keputusan terakhir
yang diambil pada dasarnya merupakan kesepakatan dari anggota tim dengan
pemimpinnya atau bawahan dengan manajernya.
Karyawan atau anggota Tim yang bekerja dibawah gaya kepemimpinan manajemen
Demokratis ini cenderung lebih bersemangat dan memiliki kepuasan kerja dan
produktivitas yang tinggi. Namun disis negatifnya, gaya kepemimpinan Demokratis
ini akan kurang efektif jika dihadapi dengan permasalahan atau situasi yang
mengharuskan pemimpin atau manajernya mengambil keputusan yang cepat.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire
Dalam Manajemen yang mengadopsi Gaya Kepemimpinan Laissez-
faire, Manajer atau Pemimpin akan memberikan bawahan kebebasan penuh dalam
mengambil keputusan yang berkaitan dengan tugas yang dikerjakannya dan tentunya
dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh Manajer mereka. Para Manajer akan
memberikan pendapat dan bimbingan ataupun sumber daya lainnya jika diperlukan.
Gaya Kepemimpinan Laissez-faire ini menghasilkan motivasi dan kepuasan kerja
karyawan yang tinggi. Namun akan berdampak negatif bagi bawahan yang tidak dapat
mengatur waktunya dengan baik dan bagi mereka yang tidak memiliki keahlian serta
pengetahuan yang cukup dalam mengerjakan tugasnya.

Selain gaya kepemimpinan diatas terdapat juga gaya kepemimpinan transaksional dan
gaya kepemimpinan transformasional\

Kepemimpinan 12
A. Kepemimpinan Transaksional

a. Pengertian

 Model kepemimpinan yang terjadi ketika pola relasi antara pemimpin dengan
konstituen, maupun antara pemimpin dengan elit politik lainnya dilandasi oleh
semangat pertukaran kepentingan ekonomi atau politik untuk
 Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional
adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya
pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan
hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai
klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

b. Karakteristik Kepemimpinan Transaksional

 Pengadaan Imbalan, pemimpin menggunakan serangkaian imbalan untuk memotivasi


para anggota, Imbalannya berupa kebutuhan tingkat fisiologis (maslow).
 Eksepsi/pengecualian, dimana pemimpin akan memberi tindakan koreksi atau
pembatalan imbalan atau sanksi apabila anggota gagal mencapai sasaran prestasi yang
ditetapkan

c. Karakteristik Pemimpin Transaksionalis

 Mengetahui keinginan bawahan


 Terampil Memberikan imbalan atau janji yang tepat
 Responsif terhadap kepentingan bawahan

d. Kondisi yang dianggap pas dalam menerapkan Kepemimpinan Transaksional

 Internal
1) Struktur Organisasi (mekanistik, peraturan, prosedur jelas, sentralisasi tinggi)
2) Teknologi Organisasi (teknologi proses, kontinue, mass-production)
3) Sumber kekuasan & pola hubungan anggota organisasi (sumber kekuasaaan di
dalam struktur, hubungan formal)
4) Tipe kelompok kerja(kerja tim, sifat pekerjaan umumnya engineering/teknis)

Kepemimpinan 13
 Eksternal
1) Struktur lingkungan luar(baik, norma kuat, status quo)
2) Kondisi perubahan (lambat, tidakstabil, ketidakpastian rendah)
3) Kondisi pasar( stabil)
B. Kepemimpinan Transformasional

a. Pengertian

 Keller (1992) mengemukakan bahwa Kepemimpinan Transformational adalah


sebuah gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemenuhan terhadap tingkatan
tertinggi dari hirarki maslow yakni kebutuhan akan harga diri dan aktualisasi diri.
 Kepemimpinan transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai
kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju
sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak
pernah diraih sebelumnya. Para pemimpin secara riil harus mampu mengarahkan
organisasi menuju arah baru (Locke, 1997).
 Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan
tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran
"tingkat tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu
(Bass, 1985; Burns, 1978; Tichy dan Devanna, 1986, seperti dikutip oleh Locke,
1997).

b. Karakteristik Kepemimpinan Transformasional

 Adanya pemberian wawasan serta penyadaran akan misi, membangkitkan


kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan pada para
bawahannya (Idealized Influence - Charisma)
 Adanya proses menumbuhkan ekspektasi yang tinggi melalui pemanfaatan simbol-
simbol untuk memfokuskan usaha dan mengkomunikasikan tujuan-tujuan penting
dengan cara yang sederhana (Inspirational Motivation),
 Adanya usaha meningkatkan intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah
secara seksama (Intellectual Stimulation),
 Pemimpin memberikan perhatian, membina, membimbing, dan melatih setiap
orang secara khusus dan pribadi (Individualized Consideration).

Kepemimpinan 14
c. Karakteristik Pemimpin Transformasional

 Kharismatik
 Inspiratif dan motivatif
 Percaya diri
 Mampu berkomunikasi dengan baik
 Visioner
 Memiliki idealisme yang tinggi

d. Kondisi yang dianggap pas dalam menerapkan Kepemimpinan Transformasional

- Eksternal

 Struktur lingkungan luar (ada tekanan terhadap situasi, Ketidakpuasan masyarakat)


 Kondisi perubahan (berubah cepat, bergejolak, ketidakpastian)
 Kondisi pasar (sering terjadi perubahan dan tak stabil)
 Pola hubungan kepemimpinan (pemimpin sebagai orang tua yang membimbing ke
pencapaian tujuan, hubungan emosional dengan anggota kental dan dekat)

- Internal

 Struktur Organisasi (organik, prosedur adaptif, otoritas tidak jelas, desentralisasi)


 Teknologi Organisasi (teknologi batch/satu kali pengerjaan)
 Sumber kekuasan & pola hubungan anggota organisasi (sumber kekuasaan
penguasaan informasi, hubungan informal)
 Tipe kelompok kerja (kerja tim-variatif, sifat pekerjaan umumnya yang
memerlukan kreativitas tinggi, craft:keahlian, heuristic:tidak terstruktur,
manajemen atas dan menengah)

2.2 Konsep dan Pengertian Globalisasi

Guna memahami era globalisasi, berikut disampaikan pendapat menurut


Farazmand (1999), globalisasi dapat dipandang dari enam aspek, yaitu:

1. Globalization as internationalization, dipandang sebagai gejala semakin meningkatnya


hubungan lintas batas antarnegara. Lebih lanjut Farazman menjelaskan bahwa dalam

Kepemimpinan 15
administrasi negara hal ini bukan fenomena baru, karena jalinan hubungan kerjasama bidang
ekonomi, politik, sosial budaya, dan lain-lain antarnegara telah sejak lama menjadi kajian
administrasi negara;

2. Globalization as border openness, bahwa dunia tanpa batas ditandai dengan adanya
penghapusan atuaran dan ikatan dua dan atau beberapa negara yang dapat menghambat
adanya transaksi finansial, dan sosial budaya. Hubungan ekonomi, politik, sosial budaya,
dan pemerintahan secara global tersebut akan menumbuhkan dan berdampak kepada sistem
administrasi global. Sehingga lahirlah konsep-konsep, seperti new word, global village,
global management, dan lain-lain;

3. Globalization as process, yaitu merupakan bagian dari proses akumulasi kapital dalam
kapitalisme modern. Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mendorong terjadinya globaliasasi;

4. Globalization as ideology, yaitu ideologi demokrasi kapitalis Barat, dengan kekayaan


(dan kekuasaan) informasi dan propaganda yang disebarkan ke seluruh dunia melalui media,
press, internet, dan sistem komunikasi satelit menanamkan citra sistem politik yang ideal
yang perlu ditiru banyak negara;
5. Globalization as phenomenon, yaitu globalisasi sebagai fenomena, segala sesuatu yang
bersifat luas, menyebar, dan di luar jangkauan batas waktu dan ruang (spasial). Dalam
globalisasi waktu, jarak dan batas-batas teritorial menjadi tidak penting atau bukan lagi
menjadi hambatan, dunia menjadi satu laksana kampung global.

6. Globalization as both transcending phenomenon and a process, yaitu globalisasi


merupakan upaya akumulasi kapital yang dilakukan kapitalis dalam upaya ekspansi usaha
ke daerah-daerah baru dan mencari kesempatan atau peluang usaha baru demi meningkatkan
akumulasi kapital skala atau level global.

Caligiuri dan Tarique (2012) dalam tulisannya yang berjudul Dynamics cross-
cultural competencies and global leadership effectiveness di Journal of world,
mengungkapkan bahwa kepemimpinan yang efesien dan efektif merupakan kebutuhan
dalam masyarakat global. Dan kepemimpinan tersebut haruslah mampu untuk melampaui
keterbatasan antar budaya di muka bumi ini.

Kepemimpinan 16
Kepemimpinan adalah kunci utama dalam menjalankan organisasi dan
menggerakan dunia yang kompleks ini. Penguasaan teknologi, kemampuan berkomunikasi,
dan kemampuan manajemen cross-cultural menjadi parameter utama dalam melihat
pemimpin di era global. Disamping itu integritas dan kemampuan untuk mengambil
tindakan potensial tetap masih menjadi kemampuan dasar yang dapat diterapkan. Pemimpin
haruslah mampu bertindak dinamis dengan menampilkan diri otentiknya. Sehingga dalam
perubahan yang sangat cepat, ia masih mampu bertanggung jawab terhadap diri dan proses
perubahan tersebut.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka personal pemimpin yang dinamis
dan berintegritas adalah karakter yang perlu dikembangkan oleh para pemimpin di era
globalisasi. Dinamis adalah suatu roh semangat yang bekerja secara cepat dan tepat, serta
mengoptimalkan sumber daya yang ada. Seorang pemimpin akan dinamis dalam era
globalisasi apabila ia memiliki sikap proaktif. Sikap proaktif ini bukanlah respon yang
didasari oleh adanya stimulus. Namun sebuah respon aktif yang hadir dikarenakan
kesadaran akan adanya sebuah tindakan perubahan. Selain butuh personal pemimpin yang
proaktif, era globalisasi juga membutuhkan pemimpin yang memiliki visi perubahan
kedepan. Visi merupakan sebuah tanggung jawab pemimpin untuk melihat masa depan dan
membawa orang-orang yang dipimpinnya saat ini ke kondisi tersebut. Dengan memiliki visi,
maka sifat era globalisasi yang memungkinkan terjadinya kondisi ketidak pastian, menjadi
sebuah arah yang pasti dan jelas. Pemimpin tidak bisa menolak datangnya arus globalisasi.
Yang dapat dilakukan oleh dirinya adalah mengendalikan arus tersebut, kearah yang
diinginkannya. Selanjutnya pemimpin secara personal juga haruslah memiliki komunikasi
yang efektif dan efesien. Teknologi komunikasi yang dihadirkan dalam era ini,
memungkinkan setiap pemimpin mampu untuk mengoptimalkan tools ini dalam
menyampaikan visi, misi dan tujuan yang diinginkannya. Dengan komunikasi yang efektif,
seorang pemimpin akan lebih cepat untuk menciptakan perubahan. Ia tidak perlu bekerja
sendiri, namun dapat bekerja secara berjejaring dengan orang-orang disekitarnya. Dengan
demikian visi, misi dan tujuannya akan lebih cepat tercapai. Berikutnya adalah hal yang
lebih penting dalam personal pemimpin di era globalisasi adalah integritas diri. Pemimpin
haruslah memiliki kesatuan antara hal-hal yang dipikirkan, dikatakan dan dilakukan.
Pemimpin haruslah mereka yang telah memahami siapa diri mereka, dan siap untuk
mengarahkan orang lain menuju pada sebuah kondisi ideal. Ia adalah seseorang yang telah
mampu untuk memenangkan dirinya ditengah pertarungan realitas disekitarnya. Dengan
memenangkan diri, ia mampu menentukan aktivitas-aktivitas prioritas untuk menunjang

Kepemimpinan 17
pengembangan dirinya. Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang tidak bersembunyi
dibalik topeng realitas sekitarnya. Namun pemimpin yang berani dengan realitas dalam diri,
menunjukan bahwa ia mampu mengarahkan dan membuat perubahan.

2.3 Definisi dan Konsep Kearifan Lokal (Local Wisdom)


Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatukekayaan budaya lokal
yangmengandung kebijakan hidup4 pandangan hidup *)ay of life-yang
mengakomodasikebijakan *)isdom- dankearifan hidup.
Menurut Ajip Rosidi (2011, hlm.29), yang menyatakan bahwa “istilah kearifan lokal ialah
terjemahan dari local genius”. Istilah local genius sendiri diperkenalkan pertama kali oleh
Quaritch Wales pada tahun 1948-1949 dengan arti "kemampuan kebudayaan setempat
dalam menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu
berhubungan”.

Pengertian kearifan lokal menurut para ahli:


 Menurut Sibarani (2012) adalah suatu bentuk pengetahuan asli dalam masyarakat yang
berasal dari nilai luhur budaya masyarakat setempat untuk mengatur tatanan kehidupan
masyarakat atau dikatakan bahwa kearifan lokal.
 Menurut pendapat Saini (dalam Permana 2010, hlm. 20) yang menyatakan
bahwa:“Kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi geografis-politis,
historis, dan situasional yang bersifat lokal. Kearifan lokal juga dapat diartikan sebagai
pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal da-lam menjawab berbagai masalah
dalam pemenuhan kebutuhan mereka”.
2.3.1 Ciri-Ciri Kearifan Lokal
A. Adapun ciri-ciri Kearifan Lokal yaitu:
1)Memiliki kemampuan mengendalikan.
2)Merupakan benteng untuk bertahan dari pengaruh budaya luar.
3)Memiliki kemampuan mengakomodasi budaya luar.
4)Memiliki kemampuan memberi arah perkembangan budaya.
5)Memiliki kemampuan mengintegrasi atau menyatukan budaya luar dan budaya asli.

Kepemimpinan 18
B. Bentuk Kearifan Lokal
Bentuk kearifan lokal dikategorikan kedalam 2 aspek yaitu:
Kearifan Lokal yang Berwujud Nyata (Tangible)
Kearifan lokal yang berwujud nyata, meliputi :
a. Tekstual, beberapa jenis kearifan lokal seperti sistem nilai, tata cara, ketentuan khusus
yang dituangkan ke dalam bentuk catatan tertulis seperti yang ditemui dalam kitab
tradisional primbon, kalender dan prasi atau budaya tulis di atas lembaran daun lontar.
b. Bangunan/Arsitektural
c. Benda Cagar Budaya/Tradisional (Karya Seni), misalnya keris, batik dan lain
sebagainya.

Kearifan Lokal yang Tidak Berwujud (Intangible)


Kearifan lokal yang tidak berwujud seperti petuah yang disampaikan secara verbal dan
turun temurun yang bisa berupa nyanyian dan kidung yang mengandung nilai ajaran
tradisional. Melalui petuah atau bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud lainnya, nilai
sosial disampaikan secara oral/verbal dari generasi ke generasi.

Kepemimpinan 19
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Kepemimpinan dalam Menghadapi Era Global


Era globalisasi ditandai oleh perubahan yang sangat cepat dimana pasar makin
terbuka yang berarti persaingan pun kian makin tajam. Masyarakat yang tidak mampu
bersaing akan tenggelam di telan gelombang persaingan. Persaingan itu sendiri ditentukan
oleh kemampuan atau kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh sebab itu tantangan
utama bangsa kita adalah era pasar bebas dan meningkatkan SDM kita.
Dalam menghadapi era globalisasi tersebut maka sangat dibutuhkan pemimpin
yang enerjik dan memiliki jiwa ksatria yang tangguh yang harus mampu menjadi tempat
sandaran bagi rakyat. Pemimpin bukanlah sekedar masalah prestise pada jabatan yang
dimiliki, bukan hanya posisi atau seberapa besar gaji yang diperoleh dan bukan sekedar
memiliki pengetahuan intelektual yang tinggi.
Pemimpin harus memiliki memiliki kompetensi dalam manajemen berdasarkan
informasi, mengelola dengan pandangan internasional, mengelola teknologi, mengelola
kelugasan organisasi, maka kepemimpinan dalam pembaharuan dapat melangkah
melaksanakan pembaharuan dengan perencanaan perubahan yang berencana dalam
menjawab tantangan di era global.

3.1.1 Ciri- Ciri Pemimpin yang Inovatif dalam Menghadapi Era Global
1. Memiliki passion
Dia fokus pada hal-hal yang ingin diubah, tantangan-tantangan yang ada, serta strategi
untuk menghadapi tantangan-tangangan tersebut. Passion akan membuat seorang
pemimpin tetap berenergi dan bisa menyemangati timnya, bahkan dalam kondisi terpuruk
sekalipun. Passion akan mendorong pemimpin mencapai mimpinya.
2. Memiliki visi Inovasi
Pemimpin tidak bisa mengharapkan timnya bisa berinovasi jika mereka tidak mengerti
arah tujuan organisasi. Pemimpin yang besar banyak menghabiskan waktunya untuk
menggambarkan visi dan tujuan organisasi serta tantangan yang menghadangnya. Mereka
mampu menginspirasi banyak orang untuk menjadi sukses dengan mengandalkan inovasi.

Kepemimpinan 20
3. Memandang perubahan sebagai tantangan
Pemimpin yang inovatif memiliki ambisi dan tak pernah puas dengan kondisi “nyaman”.
Mereka kerap menyuarakan perubahan. Bagi mereka, berdiam atau berpuas diri dengan
kondisi saat ini lebih berisiko ketimbang menjajal sesuatu hal yang baru. Mereka akan
terus mencari kesempatan untuk membesarkan organisasinya.
4. Berani bertindak di luar aturan
Untuk berinovasi, tak jarang seorang pemimpin perlu menantang aturan yang ada. Bisnis
itu ibarat seni. Perusahaan dituntut untuk kreatif mencari cara-cara baru demi memuaskan
pelanggan.
5. Tidak takut gagal
Pemimpin yang inovatif menganggap kegagalan sebagai bagian dari pelajaran untuk
mencapai kesuksesan. Ia cenderung melihat nilai dan potensi yang dimiliki oleh
organisasinya—bukan hanya melihat besar biaya operasional.
6. Mau berkolaborasi
Kolaborasi menjadi kunci bagi banyak pemimpin untuk sukses dengan inovasi. Ketika
mereka menemukan bahwa sumber daya yang mereka miliki kurang memadai untuk
mencapai tujuan organisasi, mereka tak menutup kemungkinan untuk berpartner dengan
pihak lain.

3.1.2 Kompetensi yang harus dimiliki Pemimpin dalam Menghadapi Era Global
Kemampuan berbudaya
Sering organisasi menganggap remeh diperlukannya kemampuan berbudaya dari para
pimpinannya. Padahal pimpinan yang tidak dipersiapkan untuk bisa bekerjasama dengan
orang-orang yang berlatar budaya yang berbeda dapat memberikan dampak negatif
terhadap semangat dan moral pekerja. Pekerja akan merasa tidak bahagia dan tidak di
apresiasi karena sering terjadi kesalah pahaman

Kepemimpinan Inklusif
Bersikap inklusif merupakan satu kemampuan yang sangat vital yang diperlukan oleh
seorang pemimpin apabila ingin berhasil di jaman ini. Pemimpin yang inklusif akan
mengapresiasi karaktertisitk yang berbeda dari setiap anggotanya. Mereka akan
mendukung kolaborasi dilingkungan kerjanya dimana orang akan merasa didengar dan
dihargai. Pemimpin yang inklusif harus menyadari adanya sikapsikap yang tidak
terkontrol dan tidak disadari dampaknya oleh para pekerjanya. Karena itu pemimpin yang

Kepemimpinan 21
inklusif harus dapat menjaga rasa pengertian dan penghargaan yang tulus atas perbedaan
yang terdapat pada orang lain.Berdasarkan riset, organisasi dengan kepemimpinan yang
inklusif akan mendorong inovasi, pertumbuhan dan kerjasama yang positif menuju satu
tujuan bersama.

Komunikasi lintas batas


Dalam era globalisasi ini kemampuan berkomunikasi lintas budaya, agama dan ras
menjadi sangat kritikal. Komunikasi bisa mempermudah pencapaian tujuan tetapi juga
bisa menjadi penghalang pencapaian sasaran organisasi. Beberapa kendala yang sering
terjadi dalam komunikasi adalah kemampuan bahasa yang tidak sama, kemajuan teknologi
yang membuat interaksi langsung antar manusia semakin terbatas, dan juga perbedaan
waktu antar zona yang signifikan untuk perusahaan multinasional.

3.1.3 Gaya Kepemimpinan yang tepat dalam Menghadapi Era Global

Dengan perilaku dan gaya kepemimpinan yang tepat dapat menjawab tantangan
globalisasi, sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Perilaku kepemimpinan dan gaya
kepemimpinan transformational yang dipandang sesuai dan mampu menjawab tantangan
globalisasi. Karena kepemimpinan transformasional sebagaimana dijelaskan oleh Burn
(1978), dan Bass dan Riggio (2006), memiliki kemampuan memimpin dalam mengubah
lingkungan, motivasi, pola, dan nilai-nilai kerja bawahan dan bawahan lebih mampu
mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan kepemimpinan
transformasional terjadi proses transformasi hubungan kepemimpinan manakala
pemimpin membangun kesadaran bawahan tentang nilai kerja, perluasan dan peningkatan
kebutuhan yang melampaui minat pribadi serta mendorong perubahan tersebut ke arah
kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi. Dengan kepemimpinan
transformasional, pemimpin dan bawahan secara bersama-sama siap menghadapi berbagai
perubahan yang dihadapi organisasi, termasuk perubahan sebagai dampak globalisasi.

Kepemimpinan transformasional selanjutnya melalui komponen stimulasi


intelektual yang berfungsi untuk melibatkan bawahan untuk ikut berkomitmen terhadap
visi, misi, dan tujuan organisasi melebihi dari apa yang diharapkan. Oleh karena itu,
pemimpin melalui kategori stimulasi intelektual ini memengaruhi dan menggerakkan
bawahan dengan cara memberikan inspirasi agar bawahan tertantang dapat memecahkan

Kepemimpinan 22
permasalahan-permasalahan dengan lebih kreatif, mampu mengembangkan kapasitas
melalui pendidikan dan pelatihan, dan mampu berpikir inovatif.

Pemimpin memberikan inspirasi sebagai tantangan terhadap bawahan agar


dapat melakukan perubahan-perubahan yang bersifat kreatif dan inovatif. Bawahan harus
berani keluar dari kotak yang membelenggu cara dan kebiasaan mereka bekerja selama
ini. Bawahan harus mampu mencari dan menemukan cara-cara baru dalam melaksanakan
dan menjalankan program-program yang lebih kreatif dan inovatif. Kendala-kendala yang
mungkin dihadapi dan menghambat kreativitas dan inovasi bawahan, pemimpin
mengantisipasinya dengan melakukan pembinaan dan pengembangan kapasitas bawahan,
memberikan pelatihan, pendampingan, dan dukungan.

3.2 Kepemimpinan dalam Mempertahakan Kearifan Lokal (Local Wisdom)


Kearifan lokal atau Local wisdom merupakan solusimengatasi dinamika
masyarakat dengan tingkat pluralitas yangtinggi dengan memberikan karakter yang
terpuji, tidak mengumbar janji, tidak mementingkan diri atau kelompok, memberikan
keteladanan, kehidupan yang beriman dan bertakqwa yaitu kehidupan yang didasarkan
pada atau dilandasi pemahaman,penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dianut
secara konsisten dan konsekuen, bekal kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual
yang komprehensif. Meskipun demikian, kepemimpinan yang berdasarkan kearifan lokal
ini harus jelas dan terukur.
Indonesia memiliki konsep kepemimpinan atau manajemen yang berbasis
kearifan lokal. Konsep kepemimpinan ini tidak selalu identik dengan posisi pemimpinan
yang selalu berada di atas, tetapi lebih merupakan filosofi dalam bertindak di dalam suatu
organisasi sesuai dengan peran yang dimiliki karena tidak selalu berfokus padaaspek
vertikal dan horizontal semata tetapi lebih aspek depan dan belakang. Kearifan
kepemimpinanpun yang dimaksud adalah konsep kepemimpinan dalam budaya jawa yang
disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara memiliki moto dalam bahasa
jawa yang berbunyi:
“Ing ngarso sung tulodho, ing madaya mangun karsa, tutwuri handayani”.
Motto tersebut terjemahan langsungnya adalah “didepan memberikan teladan,
di tengah menggerakkan, di belakang memberikan dorongan”.
Berbeda dengan konsep kepemimpinan Barat yang lebih cenderung pada
dikotomi memimpin dan pimpinan atau atasan dan bawahan, maka konsep kepimpinan Ki

Kepemimpinan 23
Hajar Dewantara ini lebih menekankan pada aspek peran seseorang dalam suatu
organisasi.
Ing ngarso sung tulodo.
Prinsip ini berarti bahwa seorangpemimpin harus memberikan contoh bagi
orang yang dipimpinnya karena posisinya yang di depan, maka ia akan dilihat oleh semua
orang sehingga setiap kata-kata dan perbuatannya akan selalu diihat dan dicatat oleh
masyarakat dan bawahannya.
Makna Ing Ngarso Sung Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus
mampu memberikan suri tauladan bagi orang - orang disekitarnya. Sehingga yang harus
dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan. Dalam ajaran Ki Hajar yang
pertama ini menggambarkan situasidimana seorang pemimpin bukan hanya sebagai orang
yang berjalan di depan, namun juga harus menjadi teladan bagi orang-orang yang
mengikutinya. Kata Ing Ngarso tidak dapat berdiri sendiri, jika tidak mendapatkan kalimat
penjelas dibelakangnya. Artinya seorang yang berada di depan jika belum memberi teladan
maka belum pantas menyandang gelar 'pemimpin'. Jika kita melihat kepemimpinan dari
orang-orang dalam sejarah, maka dapat kita lihat betapa perbuatan sang pemimpin
menjadi inspirasi bagi orang yang dipimpinnya.
Ing madyo mbangun karso
artinya ketika berada di tengah seorang pemimpin harus mampu memotivasi.
Seorang pemimpin tidak selayaknya selalu memberikan perintah, tetapi juga memberikan
motivasi dan dorongan bagi para bawahannya. IngMadyo artinya di tengah-tengah,
Mbangun berarti membangkitkan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk
kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seseorang pemimpin, meskipun ia
sangat sibuk, ia harus mampu membangkitkan atau menggugah semangat orang yang
dipimpinnya. Ajaran kedua ini sarat dengan makna kebersamaan, kekompakan, dan
kerjasama. Seorang pemimpin tidak hanya melihat kepada orang yang dipimpinnya,
melainkan ia juga harus berada di tengah - tengah orang yang dipimpinnya. Merupakan
hal yang tidak terpuji bila seorang pemimpin hanya diam dan tak berbuat apa - apa
sedangkan orang yang dipimpinnya menderita. Selain itu pemimpin harus kreatif dalam
memimpin, sehingga orang yang dipimpinnya mempunyai wawasan baru dalam bertindak.
Di samping itu, seorang pemimpin juga harus melindungi semua orang yang dipimpinnya.
Tut Wuri adalah Mengikuti dari dibelakang Handayani berarti memberikan
motivasi (semangat) dan Moral, jadi secara lengkap Ing Ngarso Sun Tulodo - Ing Madyo
Mangun Karso - Tut Wuri Handayani ("di depan memberi contoh, di tengah memberi

Kepemimpinan 24
semangat, di belakang memberi dorongan") bahwa seorang pemimpin pada saat didepan
anggotanya harus memberikan contoh yang baik dalam segala hal khususnya perilaku pada
saat ditengah-tengah masyarakat harus mampu memberikan ide dan prakarsa , Pada saat
dibelakang harus bisa memberikan semangat dan dorongan moral.

3.2.1 Pantangan dan Anjuran Kepemimpinan dalam Mempertahankan Kearifan Lokal


Budaya Jawa

Pantangan berarti hal yang tidak pantas atau tidak layak dilakukan oleh seorang
pemimpin, agar pemimpin itu dapat menjalankan tugasnya sebagai amanah, sehingga
dalam menjalankan amanah tidak mendapat halangan dan menimbulkan gejolak dari yang
dipimpinnya, sehingga tercapai tujuannya, bermanfaat hidupnya dunia akhirat.

Adigang, Adigung, Adiguna, dan Aja Dumeh

Ungkapan adigang, adigung, adiguna sering dipakai masyarakat Jawa. Ungkapan yang
berisi nasihat agar seorang pemimpin tidak berwatak angkuh atau sombong seperti watak
binatang yang tersirat dalam ungkapan ini. Adigang adalah gambaran watak kijang
yangmenyombongkan kecepatan larinya. Adigung merupakan watak kesombongan
binatang gajah yang besar tubuhnya merasa menang dibandingkan hewan yang lainnya.
Adiguna sebagai gambaran watak ular yang menyombongkan dirinya karena memiliki
bisa/racun yang ganas dan mematikan.

Sebagai seorang Jawa yang sangat mementingkan watak andhap asor atau lembah
manah (rendah hati), maka tidak selayaknya seorang pemimpin memiliki watak sombong
dan angkuh tersebut. Sebagai manusia yang mengakui bahwa hidup memerlukan orang
lain, maka seseorang harus menjauhi watak menyombongkan kekuatan, kebesaran tubuh,
dan kewenangannya walaupun dia seorang pemimpin

Adigang, adigung, adiguna merupakan peringatan kepada siapapun yang


memiliki kelebihan (kekuatan, kedudukan, atau kekuasaan) agar tidak bersikap sewenang-
wenang terhadap orang lain, terutama terhadap orang kecil (Pardi, Edi, dan Warih, 2006).
Sebagai orang yang memiliki kekuatan, kedudukan, dan kekuasaan, ia seharusnya
memahami bahwa semua hal tersebut adalah amanat yang harus diperankan dengan baik
dan dijalankan seadil-adilnya. Kedudukan yang semakin tinggi, keluasan ilmu, dan
kekuasaan yang semakin besar janganlah menjadikan kita semakin sombong di hadapan
orang lain.

Kepemimpinan 25
Untuk menghindari watak adigang, adigung, adiguna. Orang Jawa diingatkan
oleh ungkapan aja dumeh (jangan sok). Ungkapan ini sebagai kendali bagi seorang
pemimpin agar tidak memiliki watak sombong dan sewenang-wenang. Ketika sedang
mendapatkan kebaikan janganlah sombong dan lupa diri; ketika menjadi orang pandai
jangan menyombongkan diri karena kepandaiannya; ketika menjadi pemimpin
janganlah menyombongkan diri karena kekuasaannya; ketika menjadi penguasa janganlah
menyombongkan diri, karena kekuasaanya; ketika kaya janganlah menyombongkan diri
karena kekayaanya, dan sebagainya. Jadi, aja dumeh perlu menjadi kendali agar seseorang
tidak terjebak pada perilaku menyombongkan diri.

Dengan menyadari bahwa kekayaan, kepandaian, kedudukan, kekuasaan,


jabatan dan sebagainya itu sekedar titipan atau gadhuhan yang sewaktu-waktu akan lepas
jika Tuhan menghendakinya. Semua milik itu sebaiknya dipandang sebagai amanah yang
harus dipertanggungjawabkan secara baik. Dengan demikian, seseorang akan tumbuh
sebagai orang yang semakin lama- semakin wicaksana (bijaksana) dan lembah manah
(rendah hati).

Anjuran Perbuatan

Berlawan dari kata pantangan, anjuran adalah hal yang pantas dilakukan, agar
orang tersebut dapat mencapai tujuannya, dengan mendengar nasihat yang berisi pitutur
sebagai arahan perbuatan utama sebagai seorang pemimpin yang menjadi tauladan.

Aja Rumangsa Bisa, Nanging Bisa Rumangsa

Ungkapan aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa (jangan merasa bisa, tetapi
bisalah merasa) memiliki makna yang sangat strategis dan mendalam untuk semua.
Ungkapan itu bernada nasihat agar seseorang tumbuh menjadi sosok yang rendah hati,
sebaliknya tidak tumbuh menjadi sosok yang tinggi hati atau sombong (Rukmana, 2006).

Sikap bisa rumangsa akan membawa pengaruh positif, baik terhadap diri sendiri
maupun orang lain. Pertama, bagi diri sendiri, ia tidak terjerumus pada euphoria, budaya
suka mencela yang sebenarnya dirinya memiliki pamrih pribadi, pamrih kelompok, atau
pamrihgolongan. Kedua, ia selalu terdorong untuk selalu berbuat yang melegakan atau
mengenakkan hati dan perasaan orang lain sehingga memberikan suasana damai,
tenteram bagi pergaulan sosial.

Kepemimpinan 26
Pemimpin yang bisa rumangsa (bisa merasakan keadaan yang dipimpin) dapat
membuat struktur yang jelas walaupun yang dipimpin sedang menghadapi tentang situasi
rumit (structuring the situation). Seorang pemimpin harus dalam menafsirkan dan
menjelaskan situasi yang sulit itu dengan cara yang memuaskan bagi semua anggota
kelompoknya. Situasi yang sulit adalah situasi yang di dalamnya terdapat hal yang kurang
jelas. Dalam pekerjaan structuring the situation, pemimpin menekankan segi tertentu dan
mengabaikan segi lainnya dalam situasi itu; ia membedakan yang terpenting dari yang
kurang penting, dan ia memusatkan perhatian anggota kelompok kepada tujuanyang harus
dicapai oleh kelompok dalam situasi yang rumit itu dilihat dari seluruh kepentingan
kelompok. Apabila para anggota menerima interpretasi pemimpinnya mengenai situasi
yang sulit itu, ia akan mempunyai suatu frame of reference (kerangka pedoman) yang tegas
berlaku untuk semua anggotanya, dan yang membantu pandangan anggota masing-masing
terhadap situasi yang sulit itu, serta yang membantunya dalam menetukan tindakan yang
harus dilaksanakan untuk mengatasi masalah-masalah sosial (Gerungan, 2004). Pemimpin
harus sensitive, dapat merasakan kebutuhan kelompok dan dapat menilainya ,
membimbing anggota kelompok ke suatu arah yang diinginkan oleh anggota kelompok
secara keseluruhan. Ia harus berupaya pula agar anggota dapat mencapai tujuan individual
dalam kelompok, dan menggabungkan kepentingan individual tersebut
dengan tujuan bersama kelompok.

Selanjutnya, ia harus mengatasi perasaan-perasaan tidak aman dalam kelompok


yang mungkin timbul apabila kegiatannya di masa depannya belum jelas, dan tugas
pemimpin juga mengurangi perasaan tidak aman dengan memberikan kepastian dalam
situasi yang menimbulkan keragu-raguan. Pemimpin yang bisa rumangsa dipastikan dapat
berpikir analogi imajinatif dan abtrak. Maksudnya, pemimpin yang demikian berjiwa
empati (dapat merasakan perasaan atau keadaan orang lain) dan dapat membayangkan
berbagai keadaan yang sedang maupun yang akan dialami oleh orang atau lembaga yang
dipimpinnya.

Kepemimpinan 27
BAB 4
Penutup

4.1 Kesimpulan
Globalisasi memberikan dampak yang cukup luas terhadap perubahan tatanan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik ekonomi, politik, sosial dan budaya, dan lain-lain.
Dengan globalisasi mengakibatkan terjadinya perubahan tatanan pada setiap aspek
kehidupan baik ekonomi, politik, sosial dan budaya, dan lain-lain..Pemimpin dituntut
memiliki perilaku atau gaya kepemimpinan yang tepat yang mampu menghadapi
perubahan-perubahan dan menjawab tantangan sebagai dampak dari globalisasi.
Kepemimpinan transformational leadership dipandang mampu mengantisipasi dan
menghadapi perubahan-perubahan serta bagaimana kepemimpinan dapat mempertahankan
kearifan lokal. Dalam hal ini kearifan lokal dengan basis karakter budaya jawa dengan motto
dari Ki Hajar Dewantara.

4.2 Saran dan Implikasinya


Sebagai saran, pemimpin dituntut dapat menjalan peran dan fungsinya dengan
perilaku kepemimpinannya yang mampu memengaruhi dan menggerakkan bawahan dalam
mengantisipasi dan menghadapi tantangan globalisasi serta dapat mempertahankan kearifan
lokal. Implikasinya adalah Kepemimpinan sebagai proses untuk mempengaruhi orang lain
dan mencapai tujuan bersama dengan kemampuan atau kompetensi dimana seorang
pemimpin harus memiliki karakter yang inovatif dalam menghadapi tantangan global serta
bagaimana seorang pemimpin dapat menjadi tauladan yang baik dengan berbasis pada
kearifan lokal budaya nusantara.

Kepemimpinan 28

Anda mungkin juga menyukai