Kelompok 2 :
Kepemimpinan 1
dari perspektif kesiapan sumber daya manusia adalah apakah kita mampu menjawab
tantangan globalisasi atau kita akan tenggelam didalamnya.
Salah satu faktor yang sangat penting dalam menghadapi tantangan glabalisasi
adalah masalah kepemimpinan yang mempunyai peran besar dalam mempengaruhi,
memotivasi dan menggerakkan masyarakat untuk menghadapi tantangan sehingga efek
globalisasi akan memberikan hal-hal yang positif bagi kehidupan bangsa. Globalisasi
menuntut perubahan-perubahan tatanan baik pada organisasi profit maupun nonprofit
untuk melakukan antisipasi atas dampak yang ditimbulkannya. Organisasi dan seluruh
fungsi-fungsi di dalamnya harus memiliki daya saing dan kompetensi kompetitif dalam
menghadapi globalisasi. Bagaimana kepemimpinan sebuah organisasi birokrasi sebagai
bagian atau salah satu elemen dalam kehidupan bernegara, khususnya yang berkaitan
dengan lingkungan pelayanan kepada masyarakat dan stakeholders. Fungsi kepemimpinan
dalam organisasi birokrasi yang sukses menjadi faktor penentu berhasil tidaknya suatu
organisasi mencapai tujuan dan sasaran, hal ini juga berkaitan dengan perilaku organisasi
dan terutama dalam aspek sumber daya manusia. Organisasi merupakan kumpulan orang-
orang yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan memerlukan fungsi kepemimpinan
untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan orang-orang yang ada didalamnya.
Kepemimpinan 2
keunggulan kompetitif dan mampu menerapkan praktek-praktek manajemen yang
berorientasi pada keterbukaan dan terciptanya sistem tata kelola yang baik (good corporate
governance) maka diperlukan sistem pengelolaan perusahaan yang melibatkan seluruh
komponen perusahaan khususnya komponen sumber daya manusia (human resources).
Peran sumber daya manusia sebagai aset berharga dan sebagai motor penggerak
perusahaan sangat diperlukan. Peran dan fungsi yang dituntut dari sumber daya manusia
bukan pada peran-peran yang bersifat mendasar dan tradisional seperti recruitment dan
staffing namun lebih kepada peran dan fungsi yang bersifat bisnis dan strategis seperti
sebagai partner bisnis (business partner) dan bagian dari anggota team manajemen.
Selain dalam menghadapi era global, kepemimpinan juga harus dapat menjaga
atau mempertahankan kearifan lokal di dalam organisasi. Menurut Tjahjono et al (2000),
Kearifan lokal adalah suatu sistem nilai dan norma yang disusun, dianut, dipahami dan
diaplikasikan masyarakat lokal berdasarkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Kini masyarakat Indonesia tak dapat mengelak dengan
semakin manjalarnya arus globalisasi yang berjalan amat cepat dapat menjadi ancaman
serius kearifan lokal masyarakat. Terbenamnya nilai – nilai lokal merupakan akibatdari
posisi negara Indonesia pada percaturan perpolitikan global yang tidak menguntungkan
karena indonesia sampai saat ini masih termasuk kategori negara berkembang yang belum
dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Globalisasi memang mustahil untuk
dicegah, tetapi efek buruknya yaitu mematikan unsur – unsur nilai lokal yang bersebrangan
dengan nilai nilai global yang dibawa globalisasi. Proses globalisasimemang tidak dapat
dihindarioleh seluruh masyarakat dunia. Globalisasi harus di antisipasi dengan
pembangunan nilai – nilai kearifan lokal sebagai dasar pijakan masyarakat
dalammenjalankan kehidupannya. Upaya memperkuat jati diri bangsa dapat dimulai dari
lingkup kecil semisal ,keluarga, kampung, desa dll. Hingga terbentuk kematangan
masyarakat dalam menyikapi adanya nilai – nilai global yang harus disikapi dengan
bijaksana.
Kepemimpinan 3
sebagian adalah produksi manusia, hasil proses budaya, termasuk penggunaan bahasa.
Kebanyakan dari kita sering menganut pola kepemimpinan barat yang tentunya tidak
selalu tepat digunakan di Indonesia. Kearifan lokal dalam memimpin banyak ditemui di
Indonesia. Namun belum banyak diaplikasikan pada keterampilan dan seni memimpin saat
ini, kajian tentang hal tersebut masih sangat minim. Masalahnya adalah mengapa nilai-
nilai kepemimpinan perlu dikembangkan.
Kepemimpinan 4
BAB 2
LANDASAN TEORI
Kepemimpinan 5
1. Teori Orang Hebat (Great Man Theory)
Great Man Theory atau Teori Orang Hebat ini berasumsi bahwa sifat
kepemimpinan dan bakat-bakat kepemimpinan ini dibawa dari sejak orang tersebut
dilahirkan. Great Man Theory ini berkembang sejak abad ke-19. Meskipun tidak dapat
diidentifikasikan dengan kepastian ilmiah tentang karakteristik dan kombinasi manusia
seperti apa yang dapat dikatakan sebagai pemimpin hebat, namun semua
orang mengakui bahwa hanya satu orang diantara mereka yang memiliki ciri khas
sebagai pemimpin hebat.
Menurut penelitian dari McCall dan Lombardo (1983), terdapat empat sifat kepribadian
utama yang menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin.
Stabilitas dan ketenangan emosional : Tenang, percaya diri dan dapat diprediksi
terutama pada saat mengalami tekanan.
Kepemimpinan 6
Mengakui Kesalahan : Tidak menutupi kesalahan yang telah dibuat tetapi
mengakui kesalahan tersebut.
Keterampilan Interpersonal yang baik : mampu berkomunikasi dan
menyakinkan orang lain tanpa menggunakan taktik yang negatif dan paksaan.
Pengetahuan yang luas (Intelektual) : Mampu memahami berbagai bidang
daripada hanya memahami bidang-bidang tertentu ataupun pengetahuan tertentu
saja.
Kepemimpinan 7
2.1.2 Fungsi Kepemimpinan
1. Menurut Siagian (2003), fungsi-fungsi kepemimpinan yang bersifat hakiki terdiri dari:
a) Penentuan arah yang hendak ditempuh oleh organisasi dalam usaha pencapaian
tujuan dan berbagai sasarannya.
b) Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak diluar
organisasi, terutama dengan mereka yang tergolong sebagai “stakeholder ”.
c) Komunikator yang efektif.
d) Mediator yang handal, khususnya dalam mengatasi berbagai situasi konflik
yang mungkin timbul antara individu dalam satu kelompok kerjayang terdapat
dalam organisasi yang dipimpinnya.
e) Integrator yang rasional dan objektif.
Dengan mengimplementasikan kelima fungsi kepemimpinan yang hakiki
tersebut, pemimpin diharapkan dapat membawa para pengikutnya ke tujuan yang
hendak dicapai.
2. Pendapat lain yakni fungsi kepemimpinan menurut Rivai, dimana
menurutnya kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam
kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap
pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan
merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di
dalam situasi sosial suatu kelompok atau organisasi. Fungsi kepemimpinan sendiri
dikelompokkan dalam dua dimensi berikut (Rivai, 2002) :
Kepemimpinan 8
2.1.3 Peranan Kepemimpinan
Kepemimpinan 9
seluruh warga sekolah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk
mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Secara sederhana kepemimpinan
transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk mengubah dan
mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang
didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap
para bawahan
Kepemimpinan 10
e. Membuat orang terlibat dan terikat
f. Memudahkan orang lain melihat peluang dan prestasi
g. Mencari orang yang ingin unggul dan dapat bekerja secara kontruktif
h. Mendorong dan memudahkan anggota untuk bekerja
i. Mengakui prestasi anggota tim
j. Berusaha mempertahankan komitmen
k. Menempatkan nilai tinggi pada kerja tim
Pemimpin juga harus membawa energi yang positif Setiap orang mempunyai energi dan
semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan
mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun
hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang
lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat
menunjukkan energi yang positif, seperti, Percaya pada orang lain ,Keseimbangan dalam
kehidupan , Melihat kehidupan sebagai tantangan , Sinergi ,Latihan mengembangkan diri
sendiri.
Menurut Psikolog Terkenal yang bernama Kurt Lewin, terdapat tiga gaya
kepemimpinan utama dalam menangani permasalahan dan pengambilan keputusan, Ketiga
gaya kepemimpinan utama tersebut diantaranya adalah Gaya Kepemimpinan Otokratis,
Gaya kepemimpinan Demokratis dan Gaya Kepemimpinan Laissez-faire.
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai ketiga gaya kepemimpinan tersebut.
Kepemimpinan 11
dengan tim atau bawahannya. Manajer atau Pemimpin yang menggunakan gaya
otokratis ini harus memiliki keahlian pada bidang dimana dia harus mengambil
keputusan dan kemampuan dalam mempengaruhi anggota Tim ataupun bawahannya
untuk bekerjasama agar tercapainya tujuan yang dikehendakinya.
Namun di sisi negatifnya, anggota Tim atau bawahannya akan merasa tidak dihargai
sehingga berkurangnya motivasi kerja dan mengakibatkan tingginya tingkat absensi
dan pertukaran karyawan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Dalam Gaya Kepemimpinan Demokratis, Seorang Pemimpin atau
Manajer biasanya meminta pendapat atau nasehat dari anggota Tim atau bawahannya
sebelum mengambil keputusan. Anggota Tim ataupun bawahannya didorong untuk
lebih kreatif dan diberi kesempatan untuk menyampaikan saran atau gagasan mereka
meskipun keputusan terakhir masih berada di tangan Manajernya. Keputusan terakhir
yang diambil pada dasarnya merupakan kesepakatan dari anggota tim dengan
pemimpinnya atau bawahan dengan manajernya.
Karyawan atau anggota Tim yang bekerja dibawah gaya kepemimpinan manajemen
Demokratis ini cenderung lebih bersemangat dan memiliki kepuasan kerja dan
produktivitas yang tinggi. Namun disis negatifnya, gaya kepemimpinan Demokratis
ini akan kurang efektif jika dihadapi dengan permasalahan atau situasi yang
mengharuskan pemimpin atau manajernya mengambil keputusan yang cepat.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire
Dalam Manajemen yang mengadopsi Gaya Kepemimpinan Laissez-
faire, Manajer atau Pemimpin akan memberikan bawahan kebebasan penuh dalam
mengambil keputusan yang berkaitan dengan tugas yang dikerjakannya dan tentunya
dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh Manajer mereka. Para Manajer akan
memberikan pendapat dan bimbingan ataupun sumber daya lainnya jika diperlukan.
Gaya Kepemimpinan Laissez-faire ini menghasilkan motivasi dan kepuasan kerja
karyawan yang tinggi. Namun akan berdampak negatif bagi bawahan yang tidak dapat
mengatur waktunya dengan baik dan bagi mereka yang tidak memiliki keahlian serta
pengetahuan yang cukup dalam mengerjakan tugasnya.
Selain gaya kepemimpinan diatas terdapat juga gaya kepemimpinan transaksional dan
gaya kepemimpinan transformasional\
Kepemimpinan 12
A. Kepemimpinan Transaksional
a. Pengertian
Model kepemimpinan yang terjadi ketika pola relasi antara pemimpin dengan
konstituen, maupun antara pemimpin dengan elit politik lainnya dilandasi oleh
semangat pertukaran kepentingan ekonomi atau politik untuk
Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional
adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya
pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan
hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai
klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.
Internal
1) Struktur Organisasi (mekanistik, peraturan, prosedur jelas, sentralisasi tinggi)
2) Teknologi Organisasi (teknologi proses, kontinue, mass-production)
3) Sumber kekuasan & pola hubungan anggota organisasi (sumber kekuasaaan di
dalam struktur, hubungan formal)
4) Tipe kelompok kerja(kerja tim, sifat pekerjaan umumnya engineering/teknis)
Kepemimpinan 13
Eksternal
1) Struktur lingkungan luar(baik, norma kuat, status quo)
2) Kondisi perubahan (lambat, tidakstabil, ketidakpastian rendah)
3) Kondisi pasar( stabil)
B. Kepemimpinan Transformasional
a. Pengertian
Kepemimpinan 14
c. Karakteristik Pemimpin Transformasional
Kharismatik
Inspiratif dan motivatif
Percaya diri
Mampu berkomunikasi dengan baik
Visioner
Memiliki idealisme yang tinggi
- Eksternal
- Internal
Kepemimpinan 15
administrasi negara hal ini bukan fenomena baru, karena jalinan hubungan kerjasama bidang
ekonomi, politik, sosial budaya, dan lain-lain antarnegara telah sejak lama menjadi kajian
administrasi negara;
2. Globalization as border openness, bahwa dunia tanpa batas ditandai dengan adanya
penghapusan atuaran dan ikatan dua dan atau beberapa negara yang dapat menghambat
adanya transaksi finansial, dan sosial budaya. Hubungan ekonomi, politik, sosial budaya,
dan pemerintahan secara global tersebut akan menumbuhkan dan berdampak kepada sistem
administrasi global. Sehingga lahirlah konsep-konsep, seperti new word, global village,
global management, dan lain-lain;
3. Globalization as process, yaitu merupakan bagian dari proses akumulasi kapital dalam
kapitalisme modern. Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mendorong terjadinya globaliasasi;
Caligiuri dan Tarique (2012) dalam tulisannya yang berjudul Dynamics cross-
cultural competencies and global leadership effectiveness di Journal of world,
mengungkapkan bahwa kepemimpinan yang efesien dan efektif merupakan kebutuhan
dalam masyarakat global. Dan kepemimpinan tersebut haruslah mampu untuk melampaui
keterbatasan antar budaya di muka bumi ini.
Kepemimpinan 16
Kepemimpinan adalah kunci utama dalam menjalankan organisasi dan
menggerakan dunia yang kompleks ini. Penguasaan teknologi, kemampuan berkomunikasi,
dan kemampuan manajemen cross-cultural menjadi parameter utama dalam melihat
pemimpin di era global. Disamping itu integritas dan kemampuan untuk mengambil
tindakan potensial tetap masih menjadi kemampuan dasar yang dapat diterapkan. Pemimpin
haruslah mampu bertindak dinamis dengan menampilkan diri otentiknya. Sehingga dalam
perubahan yang sangat cepat, ia masih mampu bertanggung jawab terhadap diri dan proses
perubahan tersebut.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka personal pemimpin yang dinamis
dan berintegritas adalah karakter yang perlu dikembangkan oleh para pemimpin di era
globalisasi. Dinamis adalah suatu roh semangat yang bekerja secara cepat dan tepat, serta
mengoptimalkan sumber daya yang ada. Seorang pemimpin akan dinamis dalam era
globalisasi apabila ia memiliki sikap proaktif. Sikap proaktif ini bukanlah respon yang
didasari oleh adanya stimulus. Namun sebuah respon aktif yang hadir dikarenakan
kesadaran akan adanya sebuah tindakan perubahan. Selain butuh personal pemimpin yang
proaktif, era globalisasi juga membutuhkan pemimpin yang memiliki visi perubahan
kedepan. Visi merupakan sebuah tanggung jawab pemimpin untuk melihat masa depan dan
membawa orang-orang yang dipimpinnya saat ini ke kondisi tersebut. Dengan memiliki visi,
maka sifat era globalisasi yang memungkinkan terjadinya kondisi ketidak pastian, menjadi
sebuah arah yang pasti dan jelas. Pemimpin tidak bisa menolak datangnya arus globalisasi.
Yang dapat dilakukan oleh dirinya adalah mengendalikan arus tersebut, kearah yang
diinginkannya. Selanjutnya pemimpin secara personal juga haruslah memiliki komunikasi
yang efektif dan efesien. Teknologi komunikasi yang dihadirkan dalam era ini,
memungkinkan setiap pemimpin mampu untuk mengoptimalkan tools ini dalam
menyampaikan visi, misi dan tujuan yang diinginkannya. Dengan komunikasi yang efektif,
seorang pemimpin akan lebih cepat untuk menciptakan perubahan. Ia tidak perlu bekerja
sendiri, namun dapat bekerja secara berjejaring dengan orang-orang disekitarnya. Dengan
demikian visi, misi dan tujuannya akan lebih cepat tercapai. Berikutnya adalah hal yang
lebih penting dalam personal pemimpin di era globalisasi adalah integritas diri. Pemimpin
haruslah memiliki kesatuan antara hal-hal yang dipikirkan, dikatakan dan dilakukan.
Pemimpin haruslah mereka yang telah memahami siapa diri mereka, dan siap untuk
mengarahkan orang lain menuju pada sebuah kondisi ideal. Ia adalah seseorang yang telah
mampu untuk memenangkan dirinya ditengah pertarungan realitas disekitarnya. Dengan
memenangkan diri, ia mampu menentukan aktivitas-aktivitas prioritas untuk menunjang
Kepemimpinan 17
pengembangan dirinya. Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang tidak bersembunyi
dibalik topeng realitas sekitarnya. Namun pemimpin yang berani dengan realitas dalam diri,
menunjukan bahwa ia mampu mengarahkan dan membuat perubahan.
Kepemimpinan 18
B. Bentuk Kearifan Lokal
Bentuk kearifan lokal dikategorikan kedalam 2 aspek yaitu:
Kearifan Lokal yang Berwujud Nyata (Tangible)
Kearifan lokal yang berwujud nyata, meliputi :
a. Tekstual, beberapa jenis kearifan lokal seperti sistem nilai, tata cara, ketentuan khusus
yang dituangkan ke dalam bentuk catatan tertulis seperti yang ditemui dalam kitab
tradisional primbon, kalender dan prasi atau budaya tulis di atas lembaran daun lontar.
b. Bangunan/Arsitektural
c. Benda Cagar Budaya/Tradisional (Karya Seni), misalnya keris, batik dan lain
sebagainya.
Kepemimpinan 19
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1.1 Ciri- Ciri Pemimpin yang Inovatif dalam Menghadapi Era Global
1. Memiliki passion
Dia fokus pada hal-hal yang ingin diubah, tantangan-tantangan yang ada, serta strategi
untuk menghadapi tantangan-tangangan tersebut. Passion akan membuat seorang
pemimpin tetap berenergi dan bisa menyemangati timnya, bahkan dalam kondisi terpuruk
sekalipun. Passion akan mendorong pemimpin mencapai mimpinya.
2. Memiliki visi Inovasi
Pemimpin tidak bisa mengharapkan timnya bisa berinovasi jika mereka tidak mengerti
arah tujuan organisasi. Pemimpin yang besar banyak menghabiskan waktunya untuk
menggambarkan visi dan tujuan organisasi serta tantangan yang menghadangnya. Mereka
mampu menginspirasi banyak orang untuk menjadi sukses dengan mengandalkan inovasi.
Kepemimpinan 20
3. Memandang perubahan sebagai tantangan
Pemimpin yang inovatif memiliki ambisi dan tak pernah puas dengan kondisi “nyaman”.
Mereka kerap menyuarakan perubahan. Bagi mereka, berdiam atau berpuas diri dengan
kondisi saat ini lebih berisiko ketimbang menjajal sesuatu hal yang baru. Mereka akan
terus mencari kesempatan untuk membesarkan organisasinya.
4. Berani bertindak di luar aturan
Untuk berinovasi, tak jarang seorang pemimpin perlu menantang aturan yang ada. Bisnis
itu ibarat seni. Perusahaan dituntut untuk kreatif mencari cara-cara baru demi memuaskan
pelanggan.
5. Tidak takut gagal
Pemimpin yang inovatif menganggap kegagalan sebagai bagian dari pelajaran untuk
mencapai kesuksesan. Ia cenderung melihat nilai dan potensi yang dimiliki oleh
organisasinya—bukan hanya melihat besar biaya operasional.
6. Mau berkolaborasi
Kolaborasi menjadi kunci bagi banyak pemimpin untuk sukses dengan inovasi. Ketika
mereka menemukan bahwa sumber daya yang mereka miliki kurang memadai untuk
mencapai tujuan organisasi, mereka tak menutup kemungkinan untuk berpartner dengan
pihak lain.
3.1.2 Kompetensi yang harus dimiliki Pemimpin dalam Menghadapi Era Global
Kemampuan berbudaya
Sering organisasi menganggap remeh diperlukannya kemampuan berbudaya dari para
pimpinannya. Padahal pimpinan yang tidak dipersiapkan untuk bisa bekerjasama dengan
orang-orang yang berlatar budaya yang berbeda dapat memberikan dampak negatif
terhadap semangat dan moral pekerja. Pekerja akan merasa tidak bahagia dan tidak di
apresiasi karena sering terjadi kesalah pahaman
Kepemimpinan Inklusif
Bersikap inklusif merupakan satu kemampuan yang sangat vital yang diperlukan oleh
seorang pemimpin apabila ingin berhasil di jaman ini. Pemimpin yang inklusif akan
mengapresiasi karaktertisitk yang berbeda dari setiap anggotanya. Mereka akan
mendukung kolaborasi dilingkungan kerjanya dimana orang akan merasa didengar dan
dihargai. Pemimpin yang inklusif harus menyadari adanya sikapsikap yang tidak
terkontrol dan tidak disadari dampaknya oleh para pekerjanya. Karena itu pemimpin yang
Kepemimpinan 21
inklusif harus dapat menjaga rasa pengertian dan penghargaan yang tulus atas perbedaan
yang terdapat pada orang lain.Berdasarkan riset, organisasi dengan kepemimpinan yang
inklusif akan mendorong inovasi, pertumbuhan dan kerjasama yang positif menuju satu
tujuan bersama.
Dengan perilaku dan gaya kepemimpinan yang tepat dapat menjawab tantangan
globalisasi, sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Perilaku kepemimpinan dan gaya
kepemimpinan transformational yang dipandang sesuai dan mampu menjawab tantangan
globalisasi. Karena kepemimpinan transformasional sebagaimana dijelaskan oleh Burn
(1978), dan Bass dan Riggio (2006), memiliki kemampuan memimpin dalam mengubah
lingkungan, motivasi, pola, dan nilai-nilai kerja bawahan dan bawahan lebih mampu
mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan kepemimpinan
transformasional terjadi proses transformasi hubungan kepemimpinan manakala
pemimpin membangun kesadaran bawahan tentang nilai kerja, perluasan dan peningkatan
kebutuhan yang melampaui minat pribadi serta mendorong perubahan tersebut ke arah
kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi. Dengan kepemimpinan
transformasional, pemimpin dan bawahan secara bersama-sama siap menghadapi berbagai
perubahan yang dihadapi organisasi, termasuk perubahan sebagai dampak globalisasi.
Kepemimpinan 22
permasalahan-permasalahan dengan lebih kreatif, mampu mengembangkan kapasitas
melalui pendidikan dan pelatihan, dan mampu berpikir inovatif.
Kepemimpinan 23
Hajar Dewantara ini lebih menekankan pada aspek peran seseorang dalam suatu
organisasi.
Ing ngarso sung tulodo.
Prinsip ini berarti bahwa seorangpemimpin harus memberikan contoh bagi
orang yang dipimpinnya karena posisinya yang di depan, maka ia akan dilihat oleh semua
orang sehingga setiap kata-kata dan perbuatannya akan selalu diihat dan dicatat oleh
masyarakat dan bawahannya.
Makna Ing Ngarso Sung Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus
mampu memberikan suri tauladan bagi orang - orang disekitarnya. Sehingga yang harus
dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan. Dalam ajaran Ki Hajar yang
pertama ini menggambarkan situasidimana seorang pemimpin bukan hanya sebagai orang
yang berjalan di depan, namun juga harus menjadi teladan bagi orang-orang yang
mengikutinya. Kata Ing Ngarso tidak dapat berdiri sendiri, jika tidak mendapatkan kalimat
penjelas dibelakangnya. Artinya seorang yang berada di depan jika belum memberi teladan
maka belum pantas menyandang gelar 'pemimpin'. Jika kita melihat kepemimpinan dari
orang-orang dalam sejarah, maka dapat kita lihat betapa perbuatan sang pemimpin
menjadi inspirasi bagi orang yang dipimpinnya.
Ing madyo mbangun karso
artinya ketika berada di tengah seorang pemimpin harus mampu memotivasi.
Seorang pemimpin tidak selayaknya selalu memberikan perintah, tetapi juga memberikan
motivasi dan dorongan bagi para bawahannya. IngMadyo artinya di tengah-tengah,
Mbangun berarti membangkitkan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk
kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seseorang pemimpin, meskipun ia
sangat sibuk, ia harus mampu membangkitkan atau menggugah semangat orang yang
dipimpinnya. Ajaran kedua ini sarat dengan makna kebersamaan, kekompakan, dan
kerjasama. Seorang pemimpin tidak hanya melihat kepada orang yang dipimpinnya,
melainkan ia juga harus berada di tengah - tengah orang yang dipimpinnya. Merupakan
hal yang tidak terpuji bila seorang pemimpin hanya diam dan tak berbuat apa - apa
sedangkan orang yang dipimpinnya menderita. Selain itu pemimpin harus kreatif dalam
memimpin, sehingga orang yang dipimpinnya mempunyai wawasan baru dalam bertindak.
Di samping itu, seorang pemimpin juga harus melindungi semua orang yang dipimpinnya.
Tut Wuri adalah Mengikuti dari dibelakang Handayani berarti memberikan
motivasi (semangat) dan Moral, jadi secara lengkap Ing Ngarso Sun Tulodo - Ing Madyo
Mangun Karso - Tut Wuri Handayani ("di depan memberi contoh, di tengah memberi
Kepemimpinan 24
semangat, di belakang memberi dorongan") bahwa seorang pemimpin pada saat didepan
anggotanya harus memberikan contoh yang baik dalam segala hal khususnya perilaku pada
saat ditengah-tengah masyarakat harus mampu memberikan ide dan prakarsa , Pada saat
dibelakang harus bisa memberikan semangat dan dorongan moral.
Pantangan berarti hal yang tidak pantas atau tidak layak dilakukan oleh seorang
pemimpin, agar pemimpin itu dapat menjalankan tugasnya sebagai amanah, sehingga
dalam menjalankan amanah tidak mendapat halangan dan menimbulkan gejolak dari yang
dipimpinnya, sehingga tercapai tujuannya, bermanfaat hidupnya dunia akhirat.
Ungkapan adigang, adigung, adiguna sering dipakai masyarakat Jawa. Ungkapan yang
berisi nasihat agar seorang pemimpin tidak berwatak angkuh atau sombong seperti watak
binatang yang tersirat dalam ungkapan ini. Adigang adalah gambaran watak kijang
yangmenyombongkan kecepatan larinya. Adigung merupakan watak kesombongan
binatang gajah yang besar tubuhnya merasa menang dibandingkan hewan yang lainnya.
Adiguna sebagai gambaran watak ular yang menyombongkan dirinya karena memiliki
bisa/racun yang ganas dan mematikan.
Sebagai seorang Jawa yang sangat mementingkan watak andhap asor atau lembah
manah (rendah hati), maka tidak selayaknya seorang pemimpin memiliki watak sombong
dan angkuh tersebut. Sebagai manusia yang mengakui bahwa hidup memerlukan orang
lain, maka seseorang harus menjauhi watak menyombongkan kekuatan, kebesaran tubuh,
dan kewenangannya walaupun dia seorang pemimpin
Kepemimpinan 25
Untuk menghindari watak adigang, adigung, adiguna. Orang Jawa diingatkan
oleh ungkapan aja dumeh (jangan sok). Ungkapan ini sebagai kendali bagi seorang
pemimpin agar tidak memiliki watak sombong dan sewenang-wenang. Ketika sedang
mendapatkan kebaikan janganlah sombong dan lupa diri; ketika menjadi orang pandai
jangan menyombongkan diri karena kepandaiannya; ketika menjadi pemimpin
janganlah menyombongkan diri karena kekuasaannya; ketika menjadi penguasa janganlah
menyombongkan diri, karena kekuasaanya; ketika kaya janganlah menyombongkan diri
karena kekayaanya, dan sebagainya. Jadi, aja dumeh perlu menjadi kendali agar seseorang
tidak terjebak pada perilaku menyombongkan diri.
Anjuran Perbuatan
Berlawan dari kata pantangan, anjuran adalah hal yang pantas dilakukan, agar
orang tersebut dapat mencapai tujuannya, dengan mendengar nasihat yang berisi pitutur
sebagai arahan perbuatan utama sebagai seorang pemimpin yang menjadi tauladan.
Ungkapan aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa (jangan merasa bisa, tetapi
bisalah merasa) memiliki makna yang sangat strategis dan mendalam untuk semua.
Ungkapan itu bernada nasihat agar seseorang tumbuh menjadi sosok yang rendah hati,
sebaliknya tidak tumbuh menjadi sosok yang tinggi hati atau sombong (Rukmana, 2006).
Sikap bisa rumangsa akan membawa pengaruh positif, baik terhadap diri sendiri
maupun orang lain. Pertama, bagi diri sendiri, ia tidak terjerumus pada euphoria, budaya
suka mencela yang sebenarnya dirinya memiliki pamrih pribadi, pamrih kelompok, atau
pamrihgolongan. Kedua, ia selalu terdorong untuk selalu berbuat yang melegakan atau
mengenakkan hati dan perasaan orang lain sehingga memberikan suasana damai,
tenteram bagi pergaulan sosial.
Kepemimpinan 26
Pemimpin yang bisa rumangsa (bisa merasakan keadaan yang dipimpin) dapat
membuat struktur yang jelas walaupun yang dipimpin sedang menghadapi tentang situasi
rumit (structuring the situation). Seorang pemimpin harus dalam menafsirkan dan
menjelaskan situasi yang sulit itu dengan cara yang memuaskan bagi semua anggota
kelompoknya. Situasi yang sulit adalah situasi yang di dalamnya terdapat hal yang kurang
jelas. Dalam pekerjaan structuring the situation, pemimpin menekankan segi tertentu dan
mengabaikan segi lainnya dalam situasi itu; ia membedakan yang terpenting dari yang
kurang penting, dan ia memusatkan perhatian anggota kelompok kepada tujuanyang harus
dicapai oleh kelompok dalam situasi yang rumit itu dilihat dari seluruh kepentingan
kelompok. Apabila para anggota menerima interpretasi pemimpinnya mengenai situasi
yang sulit itu, ia akan mempunyai suatu frame of reference (kerangka pedoman) yang tegas
berlaku untuk semua anggotanya, dan yang membantu pandangan anggota masing-masing
terhadap situasi yang sulit itu, serta yang membantunya dalam menetukan tindakan yang
harus dilaksanakan untuk mengatasi masalah-masalah sosial (Gerungan, 2004). Pemimpin
harus sensitive, dapat merasakan kebutuhan kelompok dan dapat menilainya ,
membimbing anggota kelompok ke suatu arah yang diinginkan oleh anggota kelompok
secara keseluruhan. Ia harus berupaya pula agar anggota dapat mencapai tujuan individual
dalam kelompok, dan menggabungkan kepentingan individual tersebut
dengan tujuan bersama kelompok.
Kepemimpinan 27
BAB 4
Penutup
4.1 Kesimpulan
Globalisasi memberikan dampak yang cukup luas terhadap perubahan tatanan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik ekonomi, politik, sosial dan budaya, dan lain-lain.
Dengan globalisasi mengakibatkan terjadinya perubahan tatanan pada setiap aspek
kehidupan baik ekonomi, politik, sosial dan budaya, dan lain-lain..Pemimpin dituntut
memiliki perilaku atau gaya kepemimpinan yang tepat yang mampu menghadapi
perubahan-perubahan dan menjawab tantangan sebagai dampak dari globalisasi.
Kepemimpinan transformational leadership dipandang mampu mengantisipasi dan
menghadapi perubahan-perubahan serta bagaimana kepemimpinan dapat mempertahankan
kearifan lokal. Dalam hal ini kearifan lokal dengan basis karakter budaya jawa dengan motto
dari Ki Hajar Dewantara.
Kepemimpinan 28