Anda di halaman 1dari 13

BAYI TABUNG (FERTILISASI IN VITRO)

Setiap pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan, hal yang sangat ditunggu
adalah kehadiran si buah hati. Mendapatkan keturunan adalah hal yang diharap–harapkan
sebagai pelengkap manisnya hidup. Buah hati merupakan pelengkap kebahagiaan bagi
pasangan yang telah melangsungkan pernikahan. Anak adalah tumpuan segala harapan.
Hampir setiap pasangan suami-istri mendambakan dikaruniai keturunan dalam kehidupan
perkawinan mereka.
Begitu pentingnya kehadiran seorang anak di dalam keluarga sehingga setiap
pasangan suami-istri selalu menginginkan kehadirannya. Tetapi, pada kenyataannya tidak
semua pasangan suami istri dapat memperoleh keturunan secara normal. Banyak ditemui di
lapangan bahwa, setelah sekian lama menikah pasangan suami-istri belum juga mendapatkan
keturunan walaupun sudah berusaha dengan berbagai cara.
Dewasa ini, ilmu dan teknologi di bidang kedokteran mengalami perkembangan yang
sangat pesat serta memberikan dampak positif bagi manusia yaitu dengan ditemukannya cara-
cara baru dalam memberi jalan keluar bagi pasangan suami-istri yang tidak dapat
memperoleh anak secara alami yang dalam istilah kedokteran disebut dengan Fertilisasi In
Vitro atau lebih populer dengan istilah Bayi Tabung (Zahrowati, 2017: 197). Kelahiran
pertama yang sukses dari sebuah "tabung reaksi bayi" bernama, Louise Brown, lahir pada 25
Juli 1978 di London sebagai hasil siklus alami fertilisasi in-vitro (IVF) (Dow, 2018: 314).

Mari simak seperti apa sih itu bayi tabung dan informasinya

A. Pengertian Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro)


Secara bahasa, Fertilisasi In Vitro terdiri dari dua suku kata yaitu Fertilisasi dan In
Vitro. Fertilisasi berarti pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria, In Vitro
berarti di luar tubuh. Dengan demikian, fertilisasi in vitro berarti proses pembuahan sel
telur wanita oleh spermatozoa pria (bagian dari proses reproduksi manusia), yang terjadi
di luar tubuh (Zahrowati, 2017: 196).

Bayi tabung (test tube baby) adalah bayi yang proses pembuahannya dilakukan di
luar tubuh ibunya, yaitu melalui apa yang dikenal dengan proses in vitro fertilization
(pembuahan dalam tabung). Dalam Kamus Kedokteran Dorland, istilah in vitro
fertilization diartikan sebagai pengeluaran oosit sekunder yang dilakukan pembuahannya
dalam medium biakan laboratoris dan kemudian pemasukan zigot yang membelah ke
dalam rahim. Lebih jelasnya lagi fertilisasi in vitro adalah suatu metode reproduksi
berbantu untuk mempertemukan sperma lelaki dengan telur wanita di luar tubuh, yakni
di dalam cawan laboratoris, di mana apabila terjadi pembuahan, satu atau lebih dari
embrio hasil pembuahan itu ditransfer ke dalam rahim wanita yang diharapkan
menghasilkan ke hamilan. Singkatnya, fertilisasi in vitro melibat kan pembuahan telur
dalam suatu medium pembiakan dan meletakkannya ke dalam rahim pada fase
pembelahan sel menjadi delapan (Anwar, 2016: 142).
Proses bayi tabung pada hakikatnya bertujuan untuk membantu pasangan suami-
istri yang tidak mampu melahirkan keturunan secara alami yang disebabkan karena ada
kelainan pada tubanya, yaitu: endometriosis (radang pada selaput lendir rahim),
oligospermia (sperma suami kurang baik), unexplained infertility (tidak dapat
diterangkan sebabnya) dan adanya faktor immunologic (faktor kekebalan) (Zahrowati,
2017: 199).

B. Prasyarat dalam Melakukan Bayi Tabung


Syarat-syarat dalam mengikuti Program Bayi Tabung pasangan suami-isteri yang
diperkenankan adalah pasangan suami isteri yang kurang subur, disebabkan karena:
1. Kerusakan pada saluran telurnya.
2. Lendir rahim istri yang tidak normal.
3. Adanya gangguan kekebalan dimana terdapat
zat anti terhadap sperma di tubuh isteri.
4. Tidak hamil juga setelah dilakukan bedah
saluran telur atau seteleh dilakukan pengobatan endometriosis.
5. Sindroma LUV (Luteinized Unruptured Follicle)
atau tidak pecahnya gelembung cairan yang berisi sel telur.
6. Suami dengan mutu sperma yang kurang baik
(oligospermia).
7. Tidak diketahui penyebabnya (unexplained
infertility).
(Suwito, 2011: 157)

Berdasarkan persyaratan-persyaratan yang ditentukan yang dapat mengikuti


pembuahan dan pemindahan embrio, adalah pasangan suami-isteri yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Telah dilakukan pengelolaan infertilitas (kekurangsuburan) secara lengkap.
2. Terdapat alasan yang sangat jelas.
3. Sehat jiwa dan raga pasangan suami-istri.
4. Mampu membiayai prosedur ini, dan kalau berhasil mampu membiayai
persalinannya dan membesarkan bayinya.
5. Mengerti secara umum seluk beluk prosedur fertilisasi in vitro dan pemindahan
embrio (FIV-PE).
6. Mampu memberikan izin kepada dokter yang akan melakukan prosedur FIV-PE
(fertilisasi in vitro dan pemindahan embrio) atas dasar pengertian (informed
consent).
7. Istri berusia kurang dari 38 tahun.
(Sondakh, 2015: 68)

C. Jenis-Jenis Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro)


Apabila ditinjau dari segi sperma, dan ovum serta tempat embrio
ditransplantasikan, maka bayi tabung dapat dibagi menjadi 8(delapan)jenis yaitu:
1. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri,
kemudian embrionya ditrans-plantasikan kedalam rahim isteri:
2. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri, lalu
embrio nya ditrans-plantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother);
3. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovumnya berasal dari-donor,
lalu embrionya ditrans-plantasikan kedalam rahim isteri;
4. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, sedangkan ovumnya berasal dari
isteri lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri;
5. Bayi tabung yang menggunakan sperma donor, sedangkan ovumnya berasal dari
isteri lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim surrogate mother;
6. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami, sedangkan ovumnya berasal
dari donor, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim surrogate
mother;
7. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor, lalu embrionya
ditransplantasikan ke dalam rahim isteri'
8. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum berasal dari donor, kemudian
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim surrogate mother.
(Zubaidah, 1999: 47).

D. Prosedur Bayi Tabung pada Manusia


Ada lima langkah dasar dalam prosedur dari teknik bayi tabung (In Vitro
Fertilization) dan proses transfer embrio yang meliputi pengumpulan sel telur,
pengumpulan sperma, pemantauan serta merangsang perkembangan ovum/ovum yang
sehat di ovarium, fusi dan ovum yang dipelihara sperma yang diinginkan di laboratorium
dengan menyediakan lingkungan yang sesuai untuk pemupukan dan awal pertumbuhan
embrio dan akhirnya diikuti dengan mentransfer embrio ke dalam rahim (Rani, 2014:
648) yang mana secara berurutan dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap pertama: Pengobatan merangsang indung
telur.
Pada tahap ini isteri diberi obat yang merangsang indung telur, sehingga dapat
mengeluarkan banyak ovum dan cara ini berbeda dengan cara biasa, hanya satu
ovum yang berkembang dalam setiap siklus haid. Obat yang diberikan kepada isteri
dapat berupa obat makan atau obat suntik yang diberikan setiap hari sejak permulaan
haid dan baru dihentikan setelah ternyata sel-sel telurnya matang. Pematangan sel-
sel telur dipantau setiap hari dengan pemeriksaan darah isteri, dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG). Ada kalanya indung telur gagal bereaksi terhadap obat itu.
Apabila demikian, pasangan suami-isteri masih dapat mengikuti program bayi pada
kesempatan yang lain, mungkin dengan obat atau dosis obat yang berlainan

2. Tahap kedua: Pengambilan sel telur.


Apabila sel telur isteri sudah banyak, maka dilakukan pengambilan sel telur
yang akan dilakukan dengan suntikan lewat vagina di bawah bimbingan USG.

3. Tahap ketiga: Pembuahan atau fertilisasi sel


telur.
Setelah berhasil mengeluarkan beberapa sel telur, suami diminta
mengeluarkan sendiri sperma. Sperma akan diproses, sehingga sel-sel sperma suami
yang baik saja yang akan dipertemukan dengan sel-sel telur isteri dalam tabung gelas
di laboratorium. Sel-sel telur isteri dan sel-sel sperma suami yang sudah
dipertemukan itu kemudian dibiak dalam lemari pengeram. Pemantauan berikutnya
dilakukan 18-20 jam kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya diharapkan
sudah terjadi pembelahan sel.
4. Tahap keempat: Pemindahan embrio.
Kalau terjadi fertilisasi sebuah sel telur dengan sebuah sperma, maka
terciptalah hasil pembuahan yang akan membelah menjadi beberapa sel, yang
disebut embrio. Embrio ini akan dipindahkan melalui vagina ke dalam rongga
-rahim ibunya 2-3 hari kemudian
5. Tahap kelima: Pengamatan terjadinya
kehamilan.
Setelah implantasi embrio, maka tinggal menunggu apakah akan kehamilan
terjadi. Apabila 14 hari setelah pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka
dilakukan pemeriksaan kencing untuk menentukan adanya kehamilan. Kehamilan
baru dipastikan dengan pemeriksaan USG seminggu kemudian. Apabila semua
tahapan itu sudah dilakukan oleh isteri dan ternyata terjadi kehamilan, maka kita
hanya menunggu proses kelahirannya, yang memerlukan waktu 9 bulan 10 hari.
Pada saat kehamilan itu sang isteri tidak diperkenankan untuk bekerja berat, karena
dikhawatirkan terjadi keguguran.
( Sondakh, 2019: 68-69 )

E. Metode dalam Bayi Tabung


Metode bayi tabung dapat dilakukan dengan 7 (tujuh) cara. Ketujuh cara tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Sel sperma suami disuntikkan langsung ke sel
telur (ovum) istri.
Sperma seorang suami diambil lalu diinjeksikan langsung pada tempat yang
sesuai dalam rahim sang istri sehingga sperma itu akan bertemu dengan sel telur
yang dipancarkan sang istri dan berproses dengan cara yang alami sebagaimana
dalam hubungan suami istri. Kemudian setelah pembuahan itu terjadi, dia akan
menempel pada rahim sang istri. Cara ini ditempuh, jika sang suami memiliki
problem sehingga spermanya tidak bisa sampai pada tempat yang sesuai dalam
rahim.
2. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum)
berasal dari istri kemudian ditanamkan ke dalam rahim istri.
Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan keduanya diletakkan di
dalam saluran eksperimen (tabung), lalu diproses secara fisika hingga sel sperma
suami mampu membuahi sel telur istrinya di tabung eksperimen. Lantas, setelah
pembuahan terjadi, pada waktu yang telah ditentukan, sperma tersebut dipindahkan
kembali dari tabung ke dalam rahim istrinya sebagai pemilik sel telur, agar sel mani
yang telah mengalami pembuahan dapat melekat pada dinding rahim hingga ia
berkembang dan memulai kehidupannya seperti janin-janin lainnya. Pada akhirnya si
istri dapat melahirkan bayi secara alami. Anak itulah yang sekarang dikenal dengan
sebutan bayi tabung. Metode ini ditempuh, apabila si istri mandul akibat saluran
fallopi tersumbat. Yakni, saluran yang menghubungkan sel telur ke dalam rahim.
3. Sel sperma berasal dari donor, sel telur (ovum)
berasal dari istri kemudian ditanamkan ke dalam rahim istri.
Sperma seorang lelaki (sperma donor) diambil lalu diinjeksikan pada rahim
istri sehingga terjadi pembuahan di dalam rahim, kemudian selanjutnya menempel
pada dinding rahim sebagaimana pada cara pertama. Metode digunakan karena sang
suami mandul, sehingga sperma diambilkan dari lelaki lain.
4. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum)
berasal dari donor kemudian ditanamkan ke dalam rahim istri.
Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung) yang berlangsung antara sel
sperma yang diambil dari suami dan sel telur yang diambil dari indung telur wanita
lain yang bukan istrinya (kini disebut donatur). Kemudian, pembuahan lanjutan
diproses di dalam rahim istrinya. Mereka menempuh metode kedua ini, ketika
indung telur milik istrinya mandul (tidak berproduksi), tapi rahimnya sehat dan siap
melakukan pembuahan (fertilisasi).
5. Sel sperma berasal dari donor, sel telur (ovum)
berasal dari donor kemudian ditanamkan ke dalam rahim istri.
Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung) yang berlangsung antara sel
sperma pria dan sel telur wanita yang bukan istrinya, kemudian pembuahan
bertempat di dalam rahim wanita lain yang telah bersuami (ada 2 wanita
sukarelawan). Mereka menempuh metode ketiga ini ketika indung telur wanita yang
bersuami tersebut mandul, tapi rahimnya tetap sehat, demikian pula suaminya juga
mandul. Kedua pasangan suami istri yang mandul ini sangat menginginkan anak.
6. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum)
berasal dari istri kemudian ditanamkan ke dalam rahim wanita lain (rahim sewaan).
Pembuahan sel secara eksternal (di dalam tabung) antara 2 bibit sel milik
suami-istri, lalu proses pembuahannya dilangsungkan di dalam rahim wanita lain
yang siap mengandung. Metode keempat ini ditempuh, ketika pihak istri tidak
mampu hamil karena ada kendala di dalam rahimnya, tetapi indung telurnya tetap
sehat dan bereproduksi atau ia tidak mau mengandung dan meminta wanita lain
supaya mengandung anaknya.
7. Sel sperma berasal dari suami, sel telur (ovum)
berasal dari istri kemudian ditanamkan ke dalam rahim istri lainnya.
Pelaksanaan metode ketujuh ini sama dengan metode keenam, hanya saja
wanita yang ditunjuk sebagai sukarelawan yang bersedia mengandung itu adalah
istri kedua dari suami wanita pemilik sel telur, sehingga istri kedua yang mengalami
kehamilan dan proses pembuahan. Metode ketujuh ini tidak berlaku di negara-
negara yang hukumnya melarang poligami dan hanya berlangsung di negara-negara
yang melegalisasi poligami.
(Zahrowati, 2017: 204-206).

F. Kode Etik Bayi Tabung dari Segi Agama dan Sisi Kedokteran
a. Kode Etik dalam agama
Pandangan Islam Mengenai Bayi Tabung
Manfaat Dan Akibat Bayi Tabung Bisa membantu pasangan suami-istri yang
keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami atau istri,
menghalangi bertemunya sel sperma dan sel telur. Misalnya karena tuba falopii
terlalu sempit atau ejakulasinya terlalu lemah. Akibat (mafsadah) dari bayi tabung
percampuran Nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin
dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan kemahraman (siapa yang halal
dan haram dikawini) dan kewarisan.
1. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
2. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina karena terjadi
percampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah.
3. Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik didalam
rumah tangga terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak
yang sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan
karakter/mental si anak dengan bapak ibunya.
4. Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya
terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak
adopsi yang pada umumnya diketahui asal dan nasabnya.
5. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami terutama pada bayi
tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya pada pasangan suami-
istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan
keibuan antara anak dengan ibunya secara alami.
Mengenai status anak hasil inseminasi dengan donor sperma atau ovum
menurut hukum islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil
prostitusi. UU Perkawinan pasal 42 No.1/1974: ”Anak yang sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka memberikan
pengertian bahwa bayi tabung dengan bantuan donor dapat dipandang sah karena ia
terlahir dari perkawinan yang sah.
Masalah tentang bayi tabung ini memunculkan banyak pendapat, boleh atau
tidak. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980,
mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji
Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam
Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986
mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan
pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri.
Ada 2 hal yang menyebutkan bahwa bayi tabung itu halal, yaitu:
1. Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya
kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
2. Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya
atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan.
Hal tersebut dibolehkan asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan
inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh
keturunan.
Sebaliknya, Ada 5 hal yang membuat bayi tabung menjadi haram yaitu:
1. Sperma yang diambil dari pihak laki-laki disemaikan kepada indung telur pihak
wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
2. Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang
diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke
dalam rahim si wanita.
3. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami
istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia
mengandung persemaian benih mereka tersebut.
4. Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
5. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami
dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.
Jumhur ulama menghukuminya haram. Karena sama hukumnya dengan zina yang
akan mencampur adukkan nashab dan sebagai akibat, hukumnya anak tersebut tidak
sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah
menetapkan fatwa tentang bayi tabung/inseminasi buatan. Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dalam fatwanya pada tanggal 13 Juni 1979 menetapkan 4 keputusan terkait
masalah bayi tabung, di antaranya :
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah
hukumnya mubah (boleh), sebab ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-
kaidah agama. Asal keadaan suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara
pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak.
2. Para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami
istri yang dititipkan di rahim perempuan lain dan itu hukumnya haram, karena
dikemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya
dengan warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang
mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan
sebaliknya).
3. Bayi Tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah. Sebab, hal ini akan
menimbulkan masalah yang pelik baik kaitannya dengan penentuan nasab
maupun dalam hal kewarisan.
4. Bayi Tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri
yang sah hal tersebut juga hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan
hubungan kelamin antar lawan jenis diluar pernikahan yang sah alias perzinahan.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah dalam
Forum Munas di Kaliurang, Yogyakarta pada tahun 1981. Ada 3 keputusan yang
ditetapkan ulama NU terkait masalah Bayi Tabung, diantaranya :
1. Apabila mani yang ditabung atau dimasukkan kedalam rahim wanita tersebut
ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram.
Hal itu didasarkan pada sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA,
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik
dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan dengan perbuatan seorang lelaki
yang meletakkan spermanya (berzina) didalam rahim perempuan yang tidak
halal baginya”.
2. Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara
mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. Mani Muhtaram
adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh
syara’. Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU
mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. “Seandainya seorang lelaki
berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya,
maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang
diperbolehkan untuk bersenang-senang”.
3. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri yang sah dan cara
mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istri
sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
Dengan demikian bahwa bayi tabung yang merupakan usaha di bidang
kesehatan untuk mendapatkan keturunan bagi pasangan suami istri yang tidak dapat
mendapat anak dalam islam ada yang haram ada yang halal tergantung pada
prosesnya.
(Idris, 2019: 65-79)

b. Kode Etik Bayi Tabung dalam Ilmu Kedokteran


1. Pengembangan pedoman teknis dan etika profesi
medis untuk Bayi tabung harus dilanjutkan. Pendidikan profesi dan pasien harus
dikejar melalui informasi yang disebarluaskan. Materi seperti itu harus
mencakup informasi pada tingkat keberhasilan spesifik klinik.
2. Laboratorium kesuburan saat ini tidak
berpartisipasi dalam profesional yang kredibel program akreditasi didorong
untuk melakukannya. Pengaturan mandiri profesional juga didorong melalui
janji yang ditandatangani untuk memenuhi standar etika yang ditetapkan dan
untuk mematuhi upaya akreditasi laboratorium. Dokter yang menjadi sadar
praktik yang tidak etis harus melaporkan perilaku tersebut ke badan yang sesuai.
Dokter juga harus bersedia memberikan kesaksian ahli ketika dibutuhkan.
Masyarakat khusus harus membahas pengembangan mekanisme untuk tindakan
disipliner, seperti pencabutan keanggotaan, bagi anggota yang gagal mematuhi
standar etika.
3. Pasien harus mendapat informasi lengkap
tentang semua aspek prosedur yang berlaku. Instrumen informed consent yang
diteliti dan divalidasi dengan baik akan bermanfaat untuk kepentingan pasien
dan profesional. Pembayaran berdasarkan hasil klinis tidak dapat diterima
4. Jika undang-undang tentang regulasi
laboratorium, praktik periklanan, atau terkait masalah harus mencakup sumber
daya keuangan yang memadai untuk memastikan tindakan yang dimaksudkan
dapat diimplementasikan. Perlindungan legislatif yang lebih baik mungkin
diperlukan untuk melindungi dokter dan organisasi profesional mereka ketika
mereka menyediakan kesaksian tentang perilaku rekan kerja yang tidak etis dan
kepada para pasien.
(Virtual Mentor, 2014: 803-804)

Tanggung jawab moral dan peraturan etis bisa menjadi pendorong untuk
membawa sisi terang dari teknologi daripada menciptakan halangan. Tidak
diragukan lagi, sudah ada insiden yang terkait dengan malpraktek ilmiah
pengetahuan tetapi pembatasan, secara keseluruhan, bisa menghasilkan bahkan
konsekuensi terburuk. Pada saat yang sama, harus ada aketentuan untuk tindakan
hukum jika terjadi pelanggaran dan mal praktek (Rao, 2018: 3350).
DAFTAR PUSTAKA

Anwar,S. 2016. Fertilisasi in Vitro dalam Tinjauan Maqasid Asy-syiriah.Jurnal Al- Ahwal.
Vol. 9(2): 142.
Dow, Katharine. 2018. ‘Now She’s Just an Ordinary Baby’: The Birth of IVF in the British
Press. Journal of Sociolgy. Vol. 53(2): 314.
Idris, M. 2019. Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam. Jurnal Al-‘Adl. Vol. 12(1): 65-79.
Rani, K., dan Saurabh Paliwal. 2014. A Brief Review On In-Vitro Fertilization (IVF): An
Advanced And Miraculous Gateway For Infertility Treatments. World Journal Of
Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. Vol. 3(4): 648.
Rao, Raghavendra, Sireesha Bala, Sripada Pallavi. T, Krishina Sowmnya, Ramaniah, Samir
Fatteh, Kumar Ponussami, Sateesh Babu. 2018. IVF AND THE ETHICAL
DILEMMAS OF INFERTILITY. International Journal Of Current Medical And
Pharmaceutical Research. Vol. 4(6): 3350.

Sondakh,H.R. 2015. Aspek Hukum Bayi Tabung di Indonesia. Jurnal Lex Administratum.
Vol. 3(1): 68-69.

Suwito. 2011. Problematika Bayi Tabung Dan Alternatif Penyelesaiannya. Journal of Islamic
Family Law. Vol. 1(2): 157.
Virtual Mentor. 2014. The Code Says AMA Code Of Medhical Ethic. Americam Medical
Association Journal Of Ethic. Vol. 16(10): 803-804.

Zahrowati. 2017. Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) Dengan Menggunakan Sperma Donor
dan Rahim Sewaan (Surrogate Mother) dalam Perspektif Hukum Perdata. Jurnal
Holrev. Vol. 1(2): 196-206.
Zubaidah,S.1999. Bayi Tabung, Status Hukum dan Hubungan Nasabnya dalam Perspektif
Hukum Islam. Al mawarid edisi VII: Depok.

Anda mungkin juga menyukai