Disusun Oleh:
Kelompok 3
Kelas A2
FAKUTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
T.A 2020/2021
1
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah “Komunikasi Terapeutik pada Lansia” dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak bisa untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Makalah ini adalah sekumpulan materi tentang Kasus Lansia
dengan Masalah Reaksi Penolakan Fokus pada Teknik Komunikasi Lansia pada Reaksi
Penolakan yang dibuat untuk memenuhi tugas di mata kuliah Komunikasi
Keperawatan II.
Makalah ini tidak hanya diambil dari satu sumber saja, melainkan dari berbagai
sumber.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini, penulis mohon maaf.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada
dosen pembimbing dalam menyusun makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Perubahan pada telinga bagian dalam dan telingan menghalangi proses pendengaran
lansia sehingga tidak toleran terhadap suara. Berdasarkan hal - hal tersebut kami
menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi terapeutik pada lansia dengan
kasus reaksi penolakan “
1.2. Manfaat
1.2.1 Mahasiswa paham tentang komunikasi pada Lansia (lanjut usia).
1.2.2 Mahasiswa paham tentang konsep dasar keperawatan tentang komunikasi
terapeutik pada Lansia.
1.2.3 Mahasiswa paham tentang teknik komunikasi pada lansia dengan reaksi
penolakan
1.3. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), fungsi komunikasi terapeutik adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan tingkat kemandirian klien melalui proses realisasi diri,
penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
2. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi.
3. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling
tergantung dan mencintai.
4. Meningkatkan kesejahteraan klien dengan peningkatan fungsi dan
kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang
realistik.
4
didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati cenderung bergantung
pada kesamaan pengalaman diantara orang yang terlibat komunikasi.
3. Kehangatan (warmth)
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan
ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki
atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman
menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien. Sehingga klien
akan mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam.
5
meningkatkan integritas klien dengan meminimalisasi ketakutan,
ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada klien.
d. Fase Terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan
oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan klien,
melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik), mengakhiri wawancara dengan
cara yang baik.
6
sensori yang terkait usia dan penurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi
bagian dari interaksi, karena pasien lanjut usia seringkali ditemani oleh anggota
keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada perawatan pasien dan berpartisipasi
dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi efektivitas
komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering hadir dengan
masalah yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu
untuk menyelesaikannya. Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun,
pasien kemungkinan mengalami satu penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80
tahun, orang kemungkinan memiliki paling tidak 4 penyakit kronis (Vieder et al.,
2002). Faktor lain adalah bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya
dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter (Haug & Ory, 1987;Greene
et al.,1989). Masalah usia atau dikenal dengan istilah ageism juga merupakan hal
yang lazim dijumpai pada perawatan kesehatan dan secara tidak sengaja berperan
terhadap buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia (Ory et al., 2003).
7
2.2.3.2. Komponen pada proses komunikasi
a. Pembicara:
Yaitu, orang yang menyampaikan pesan.
b. Pendengar
Yaitu, Orang yang menerima pesan.
c. Pesan verbal
Merupakan kata-kata yang secara aktual diucapkan atau disampaikan.
d. Pesan nonverbal
Ialah pesan yang ditangkap saat kata kata tersebut diucapkan termasuk
ekspresi wajah, tekanan suara, postur dan sikap tubuh dan pilihan kosa kata
yang digunakan.
e. Umpan Balik
Merupakan respon berupa tanggapan baik verbal maupun non verbal.
f. Konteks
Adalah fisik dan lingkungan sosial atau pengaturan dalam pesan yang
dikirim.
g. Persepsi
Merupakan kemampuan untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan
informasi indrawi menjadi dimengerti dan bermakna.
h. Evaluasi
Adalah kemampuan untuk menganalisa informasi yang diterima,
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan masa lalu.
i. Transmisi
Adalah ekspresi yang sebenarnya dari informasi dari pengirim kepada
penerima (pesan lisan dan pesan nonverbal) (Smith & Buckwalter, 1993).
8
2.2.4. Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia
2.2.4.1. Menunjukkan Hormat dan Keprihatinan
Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat
kepada pasien dan memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok
manusia yang unik. Untuk menunjukkan rasa hormat, anda harus menghadapi
pasien secara formal dan menyapa dengan “Bapak” atau “Ibu”, kecuali pasien
sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil dengan nama pertamanya, dan
hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti “manisku”,
“sayangku”, ‘cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap mata dengan duduk
di kursi dan langsung menatap pasien. Dengan melakukan hal ini, anda
menunjukkan perhatian sejati dan aktif mendengarkan, serta membantu pasien
untuk mendengar dan memahami anda secara lebih baik. Sentuhan lembut di
tangan, lengan, atau pundak pasien akan menyampaikan rasa turut prihatin dan
perhatian (Adelman et al., 2000).
9
sesuai kewenangan dokter, khususnya penting untuk sering merangkum dan
memancing pertanyaan (Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006).
Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan
Pasien Lanjut Usia :
• Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena
pasien pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang
kompleks. Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak
bercerita dulu kepada perawat atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk
meminimalkan frustasi dan kelelahan pasien.
• Menghindarkan jargon medis.
• Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
• Menggunakan diagram, model, dan gambar.
• Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya
lebih siap dari
• segi waktu dan secara klinis cenderung kurang sibuk.
Sumber : Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006
10
Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia
sebagai satu pribadi dengan riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini
memungkinkan anda untuk menemui setiap pasien lanjut usia sebagai individu
yang unik dengan pengalaman seumur hidup yang berharga bukan orang tua yang
tidak produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga penting untuk tidak
mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja dijumpai
“orang berjiwa muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa tua” dengan
usia 60 tahun. Setiap pasien dan setiap masalah harus diperlakukan dengan unik.
2.2.5. Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia
2.2.5.1. Strategi Umum
a. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan
menurunkan kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya
penglihatan dan pendengaran)
b. Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu”
dan menghindarkan sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
c. Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem
dan ekspresi yang menyenangkan.
d. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau
bahu.
e. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama
beberapa menit untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu
f. Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
11
g. Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang
penting
h. Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
i. Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.
12
BAB III
PEMBAHASAN
13
b. Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima
keliru
c. Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d. Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya
tindakan yang mengikut sertakan dirinya
e. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur,
terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.
14
3.2.1.4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan
sakit.
15
b. Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai
mengenal kenyataan.
c. Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahaan atau perasaan
sedihnya dengan mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan
menluangkan waktu bersamanya.
16
f. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan
kalimat yang sederhana.
g. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
h. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien.
i. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
j. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
k. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan
yang cukup saat berinteraksi.
l. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
m. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi
17
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Tujuan hubungan
terapeutik diarahkan pada pertumbuhan pasien meliputi: realisasi diri, penerimaan
diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri. Sehingga komunikasi terapeutik itu
sendiri merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam komunikasi yang dilakukan
secara terencana dan dilakukan untuk membantu proses penyembuhan pasien.
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides,
1994). Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan
dengan komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang
terkait usia dan penurunan memori.
Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia yaitu: a)
menunjukkan hormat dan keprihatinan, b) memastikan bahwa pasien didengar dan
dipahami, c) menghindari ageism yaitu adalah hal yang lazim pada perawatan
kesehatan dan dapat direfleksikan dalam tindakan seperti meremehkan masalah medis,
menggunakan bahasa yang bersifat merendahkan, d) Mengenal Kultur dan Budaya
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia
dengan reaksi penolakan, antara lain : 1) Kenali segera reaksi penolakan klien, 2)
Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri, 3) Libatkan
keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
18
4.2. Saran
Setelah kita membahas materi tentang Teknik Komunikasi Lansia Pada
Reaksi Penolakan kami berharap agar pembaca mampu memahi tentang Teknik
Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan. Dan kami berharap para pembaca
diharapkan dapat memberikan kami saran dan tanggapan karena makalah ini masilah
belum sempurna. Juga diharapkan pembaca dapat mengambil tindakan yang tepat
pada lansia dengan reaksi penolakan .
19
DAFTAR PUSTAKA
20