Anda di halaman 1dari 7

Praktikum ekologi perairan, Semester Genap (6), 1-7, Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru.

ANALISIS KUALITAS PERAIRAN DESA TELUK PAMBANG


BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS BIOTIK DAN
MANGROVE

PRANTO WATI
1605111568
Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau, Pekanbaru 28293
E-mail : prantowati@yahoo.com

ABSTRAK
Kualitas perairan sangat berpengarus terhadap kestabilan komunitas biotik disekitarnya. Praktikum
dilaksanakan pada tanggal 29-31Maret 2019 di daerah mangrove dan pantai Desa Pambang, Kecamatan
Bantan, Kabupaten Bengkalis untuk mengambil data survei lapangan. Selanjutnya dilakukan identifikasi
sampel pada tanggal 5 April 2019 di Laboratorium Pendidikan Biologi Universitas Riau. Tujuan praktikum
yang dilakukan yaitu untuk mengetahui kualitas perairan dan mangrove, serta menganalisis faktor fisika,
kimia, biologi perairan dan mangrove mengukur kualitas suatu perairan berdasarkan faktor fisika dan kimia.
Praktikum ini dilakukan pada 3 stasiun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive random sampling dan metode yang digunakan adalah metode eksperimen dan observasi
langsung dan metode transek untuk mangrove. Analisis data secara kuantitatif dan disajikan dalam bentuk
grafik dan tabel. Adapun parameter yang di amati adalah suhu, kecerahan, kadar oksigen terlarut, pH, TSS,
komposisi jenis, indeks keanekaragaman (H’), dominansi jenis (C), kemerataan (E’), dan indeks nilai penting
(INP). Alat yang digunakan adalah termometer Hg, Secci disk, DO meter, sedangkan untuk pencuplikan
plankton yaitu plankton net dan untuk pencuplikan benthos adalah eckman grab. Bahan yang digunakan
adalah alkohol 70%, Formalin 4% dan Lugol. Dari pengamatan didapatkan di Desa teluk Pambang,
kecamatan Bantan, Bengkalis menunjukkan ciri fisika dan kimia yang cukup baik, namun belum baik dalam
ciri biologi perihal keseimbangan ekosistem.

Keyword : Kualitas perairan, keanekaragaman, dominansi jenis, kemerataan, dan biota.

PENDAHULUAN
Keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan
organisasi biologisnya. Hal ini dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas.
Suatu komunitas memiliki keanekaragaman tinggi jika disusun oleh banyak spesies dengan
kemelimpahan spesies yang sama dan jika komunitas disusun oleh spesies yang rendah dan
terdapat sedikit spesies dominan, maka keanekaragaman jenis rendah. Kelimpahan
bergantung pada toleransi atau sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan. Kehidupan
organisme perairan sangat berhubungan dengan kualitas air baik secara fisik dan kimia,
maupun secara biologi . Parameter kualitas air dipengaruhi oleh tata guna lahan dan
intensitas kegiatan manusia di sekitarnya (Pratiwi, 2011).
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen
lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu parameter fisika
(suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut,
BOD, kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bentos,
neuston, nekton dan periphyton) (Effendi, 2003).
Praktikum ekologi perairan, Semester Genap (6), 1-7, Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru.

Perubahan kandungan perairan ditentukan oleh kandungan senyawa kimia dan


material yang masuk ke dalam suatu perairan dan merupakan faktor penting dalam
mempelajari perkembangan komunitas perairan. Pengukuran parameter fisika kimia dapat
menggambarkan kualitas lingkungan pada waktu tertentu. Pengukuran indikator biologi
dapat memantau secara kontinyu dan merupakan petunjuk yang mudah untuk melihat
kondisi perairan dan dampak adanya pencemaran terhadap organisme perairan,seperti
menurunnya keanekaragaman dan kelimpahan hayati pada perairan (Zahidin, 2008).
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut yang
dikenal memiliki peran dan fungsi sangat besar. Secara ekologis mangrove memiliki fungsi
yang sangat penting dalam memainkan peranan sebagai mata rantai makanan di suatu
perairan, yang dapat menopang kehidupan berbagai jenis ikan, udang dan moluska. Perlu
diketahui bahwa mangrove tidak hanya melengkapi pangan bagi biota aquatik saja, akan
tetapi juga dapat menciptakan suasana iklim yang kondusif bagi kehidupan biota aquatik,
serta memiliki kontribusi terhadap keseimbangan terhadap keseimbangan siklus biologi di
suatu perairan (Pramudji, 2001).
Desa Teluk Pambang memiliki posisi yang strategis, terletak di sisi timur Pulau
Sumatera yang berhubungan langsung dengan Selat Malaka. Kondisi yang strategis mampu
memacu tingkat perkembangan ekonomi dan perubahan penduduk di daerah ini, namun
kawasan ini harus diperhatikan lingkungannya dari kemungkinan terjadinya degradasi
kondisi lingkungan dan sumber daya alam yang ada, khususnya hutan mangrove. Pesisir
Tanjung Senekip merupakan daerah pantai yang terdapat di Desa Teluk Pambang,
Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis. Pada wilayah ini terdapat hutan mangrove.
Berdasarkan hal tersebut, dilakukan praktikum untuk menentukan kualitas air,
pengamatan dilakukan berdasarkan berbagai parameter air baik fisika, kimia, dan
biologinya.

BAHAN DAN METODE


Praktikum dilaksanakan pada tanggal 29-31 Maret 2019 di daerah mangrove dan
pantai Desa Pambang, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis untuk mengambil data
survei lapangan. Selanjutnya dilakukan identifikasi sampel pada tanggal 5 April 2019 di
Laboratorium Pendidikan Biologi Universitas Riau. Pengambilan sampel dilakukan dengan
Purposive Sampling. Sampel air yang digunakan dalam penelitian diambil dari 3 stasiun
yang berbeda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dan
observasi langsung, serta metode transect untuk melihat struktur vegetasi mangrove.
Parameter yang digunakan yaitu faktor fisika dan kimia lingkungan meliputi pengukuran
pH, Salinitas, Kecerahan, Suhu, kandungan oksigen terlarut (DO), dan TSS, Selanjutnya
faktor biologi : Indeks keanekaragaman (H’), dominansi jenis (C), kemerataan (E’), dan
indeks nilai penting (INP).
Alat yang digunakan dalam pengukuran faktor fisika dan kimia air adalah DO-meter
(Dissolved Oxygen-meter) dan termometer Hg, dan Secci disk. Sedangkan alat untuk
pencuplikan biota air yakni menggunakan plankton net, eckman grab, ember 18 L, botol
sampel, plastik sampel, kertas saring, timbangan analitik, ember, pinset, mikroskop, cawan
petri, cover glass, gelas objek, pipet tetes, saringan bertingkat dan buku identifikasi
Praktikum ekologi perairan, Semester Genap (6), 1-7, Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru.

plankton dan benthos. Bahan yang digunakan adalah formalin, alkohol dan kertas label.
Alat dan bahan yang digunakan pada pengamatan vegetasi mangrove yaitu tali rafia,
penggaris, alat tulis, dan meteran. Pengumpulan data analisis vegetasi dilakukan dengan
teknik sampling plot kuadrat dengan plot ukur (a) 10 x 10 m 2 (pengamatan tingkat pohon).
Di dalam petak ukur 10 x 10 m 2 terdapat petak ukur (b) 5 x 5 m 2 (pengamatan tingkat
anakan), dan (c) 2 x 2 m2 (pengamatan tingkat semai). Pengukuran indeks keanekargaman
mangrove yaitu dengan mengamati pohon mangrove pada plot 10x10 m. Pengukuran
indeks keanekargaman mangrove yaitu dengan mengamati pohon mangrove pada plot
10x10 m. Pohon disini memiliki ukuran diameter lebih dari 3,14 m, Anakan memiliki
tinggi < 2m, dan semai memiliki tinggi < 1 m. Setelah diamati, dihitung jumlah vegetasi
pada masing-masing plot, dan dianalisis keanekaragaman vegetasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Faktor fisika-kimia sangat penting dalam menunjang kehidupan biota, Faktor fisika-
kimia tersebut yaitu pH, Salinitas, Kecerahan, Suhu, kandungan oksigen terlarut (DO), dan
TSS. Hasil pengukuran faktor fisika-kimia dapat dilihat pada Tabel 1. berikut.

A. FAKTOR FISIKA KIMIA


Tabel 1. Faktor Fisika-Kimia di Perairan
PARAMETER STASIUN
I II III
pH 7.95 8.5 6.8
Salinitas 2.5 2.5 2.5
Kecerahan (cm) 31.5 35 32
Suhu (⁰C) 28.5 28.6 31.1
DO (Mg/L) 7.5 11.4 6.2
TSS (Mg/L) 0.95 0.93 0.94
Derajat keasaman (pH) > 6 (Tabel 1), menunjukkan kualitas air tergolong
baik. pH merupakan suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen. pH dalam suatu
perairan merupakan salah satu parameter kimia yang penting dalam memantau
kestabilan perairan. Berdasarkan PPRI Nomor 81 Tahun 2001, nilai pH suatu perairan
yang baik berkisar antara 6-9.
Kecerahan tertinggi adalah pada stasiun II (tabel 1). Menurut Effendi (2003),
Hal ini disebabkan adanya bahan organik dan anorganik baik yang tersuspensi
dan terlarut, sehingga penetrasi cahaya matahari terhalang. Tingkat kecerahan yang
rendah dapat juga mengindikasikan kadar oksigen yang terlarut dalam badan perairan.
Bila kecerahan sudah mencapai kedalaman kurang dari 25 cm, berarti akan terjadi
penurunan oksigen terlarut secara dratis (Maniagasi et al., 2013)
Suhu pada Stasiun I, II, dan III yaitu 28.5 C, 28.6 C dan 31.1 C. Ini
0 0 0

menunjukkan bahwa suhu sungai tergolong optimum sesuai dengan yang


dinyatakan Effendi (2003), bahwa suhu optimum berkisar antara 20 C-30 C. Data0 0

kecerahan pada masing-masing stasiun memiliki perbedaan. Tinggi rendahnya suhu


suatu perairan sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketinggian suatu
Praktikum ekologi perairan, Semester Genap (6), 1-7, Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru.

daerah, curah hujan yang tinggi, dan intensitas cahaya matahari yang menembus suatu
perairan (Maniagasi et al., 2013)
Oksigen terlarut (DO) pada semua stasiun > 6.5 mg/L. Oksigen terlarut
(DO) dapat menunjukkan tingkat pencemaran suatu perairan. Menurut Lee
dalam Sagala (2012), Kandungan oksigen terlarut pada perairan yang belum
tercemar yaitu >6.5 mg/L. Suhu mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan
oksigen, jika suhu naik maka oksigen di dalam air akan menurun (Sastrawijaya, 2000).
Nilai TSS tertinggi pada stasiun I yakni 0.95 mg/L. Hal ini mengindikasikan
tingkat kekeruhan suatu perairan. Semakin besar nilai TSS, maka tingkat kekeruhan
semakin tinggi. Penurunan parameter TSS melalui proses fitoremediasi dapat terjadi
dengan cara padatan tersuspensi yang berupa bahan organik digunakan oleh tumbuhan
sebai unsur hara yang menunjang pertumbuhan (Sitompul et al., 2013).

B. FAKTOR BIOLOGI
Biota yang hidup di perairan dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran
lingkungan, dengan demikian dapat diketahui apakah perairan dari lingkungan tersebut
tercemar atau tidak. Berikut merupakan faktor biologi yang dapat diukur:

1. Indeks Keanekaragaman Biota (H’)


Indeks keanekaragaman merupakan gabungan antara kekayaan spesies dan
kemerataan dalam satu nilai. Nilai keanekaragaman yang sama bisa dihasilkan dari
suatu komunitas yang tingkat kekayaan spesiesnya rendah tetapi kemerataannya
tinggi begitu pula sebaliknya.
2.77
3 2.12
1.51 1.83
2 1.03 Stasiun 1
0.73 0.81 0.58
1 0 Stasiun 2
0
Plankton Benthos Periphyton Stasiun 3

Organisme Akuatik
Gambar 1. Indeks keanekaragaman biota di Desa Teluk Pambang

Data hasil penelitian, menunjukkan bahwa stasiun 1 memiliki indeks


keanekaragamn tertinggi yaitu sebesar 2.27 (Gambar 1). Indeks
keanekaragaman plankton dan periphyton > 1, sedangkan pada bentos
menujukkan indeks keanekaragaman <1. Hal ini berarti keanekaragaman jenis
pada stasiun 1 tidak seimbang. Ketidakseimbangan keanekaragaman ini
disebabkan oleh produktivitas manusia disekitar perairan yang menyebabkan
perairan menjadi tercemar.yang berarti keanekaragaman jenis plankton dalam
keadaan tidak seimbang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wienner bahwa jika 1,0
< H’ < 3,322 menunjukkan keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi
ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang.
Secara umum semua stasiun sampling memiliki keanekaragaman spesies
yang tergolong sedang (H’ : 1 – 3) dimana stabilitas komunitas biota termasuk
Praktikum ekologi perairan, Semester Genap (6), 1-7, Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru.

kedalam tingkat moderat, artinya kondisi komunitas di semua lokasi sampling


mudah berubah hanya dengan mengalami pengaruh lingkungan yang relatif kecil
(Basmi, 2000).

2. Dominansi (C)
1.2 1
1
0.8 0.61
0.6 0.37
0.4 0.23 Stasiun 1
0.12 0.13 0.17
0.2 0.06 0 Stasiun 2
0 Stasiun 3
Plankton Benthos Periphyton
Organisme Akuatik

Gambar 2. Dominansi biota di Desa Teluk Pambang

Dari hasil penelitian, nilai indeks dominansi tertinggi terdapat pada


organisme bentos pasa stasiun 1. Nilai indeks dominansi ini menunjukkan tidak ada
individu yang mendominasi, dan juga nilai kemerataan jenis tergolong sedang.
Faktor utama yang mempengaruhi jumlah bentos, keragaman jenis, dan dominasi,
antara lain adanya kerusakan habitat alami, pencemaran kimiawi, dan perubahan
iklim. Menurut Odum (1996), jika nilai indeks dominansi semakin mendekati nilai
1, maka menandakan bahwa ada spesies tertentu yang mendominasi pada struktur
komunitas plankton di daerah tersebut. Nilai dominansi < 1 menunjukkan
keanekaragamannya rendah dan kelimpahannya tinggi/ mendominasi dari jenis lain
(Effendi, 2003)
Adanya spesies yang mendominasi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain adalah persaingan antara tumbuhan yang ada, dalam hal ini
berkaitan dengan iklim dan mineral yang diperlukan, jika iklim dan mineral yang
dibutuhkan mendukung maka spesies tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak
ditemukan (Syafei, 1990).

3. Kemerataan (E’)
0.8 0.67 0.63
0.52 0.57
0.39
0.4 0.2 0.12 0.03 Stasiun 1
0
0 Stasiun 2
Plankton Benthos Periphyton
Stasiun 3
Organisme Akuatik

Gambar 3. Kemerataan biota di Desa Teluk Pambang

Dari hasil, dapat dilihat bahwa nilai indeks kemerataan tertinggi terdapat
pada organisme plankton pada stasiun 1 sebesar 0,67. Rentang nilai indeks
kemerataan dengan besaran E’< 0.3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong
Praktikum ekologi perairan, Semester Genap (6), 1-7, Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru.

rendah, E’ = 0.3 – 0.6 kemerataan jenis tergolong sedang dan E’> 0.6 maka
kemerataaan jenis tergolong tinggi. Pada hasil pencuplikan biota akuatik plankton
dan peripthyton menunjukkan nilai kemerataan yang tinggi, yaitu E’
>0.3.Sedangkan pada pencuplikan bentos menunjukkan nilai kemerataan yang
rendah yaitu E’ <0.3. Nilai Indeks Kemerataan (E) yang mendekati 0 berarti
Kemerataannya rendah karena ada jenis yang mendominasi (Krebs, 1989).

4. Indeks Keanekaragaman Mangrove (H’)


1.5 1.26 1.08
0.86
1
0.5
0
pohon sapling bibit
Jenis vegetasi
Gambar 4. Indeks keanekaragaman mangrove dari tiga strata

Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner diperoleh dengan parameter


kekayaan jenis dan proporsi kelimpahan masing-masing jenis pada suatu habitat.
Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dari suatu komunitas, sedangkan kelimpahan
adalah jumlah individu dalam suatu jenis (Genisa, 2006). Besarnya indeks
keanekaragaman jenis yaitu apabila nilai Hꞌ > 3 maka keanekaragaman jenis adalah
tinggi atau melimpah, apabila nilai Hꞌ 1 ≤ Hꞌ ≤ 3 maka keanekaragaman jenis adalah
sedang dan apabila nilai Hꞌ < 1 maka keanekaragaman spesies adalah sedikit atau
rendah (Fachrul, 2006).

5. Indeks Nilai Penting (INP)


600 80
160
500 60 140
40 120
400 100
20
80
300 0 60
a a
200 os tu
m os 40
m a e m
ce an ac 20
ra gr r
100 a s ra 0
er pu o
itz ar ph
e

ca
.. .

n oc zo
gl

0
ro

di

m i
yl
an

Rh
uc

Lu
in
m

X
m

ea
a

ch
or
a
or

ph

u
ph

Pl

Sapling
o
zo

iz

Pohon
Rh
i

Bibit
Rh

Gambar 5. Indeks nilai penting mangrove dari tiga strata

Nilai indeks dominansi tertinggi terdapat pada strata pohon dengan jenis
spesies Rhizopora apiculata sebesar 500. Indeks Nilai Penting (INP) digunakan
untuk menggambarkan tingkat penguasaan yang diberikan oleh suatu spesies
terhadap komunitas, semakin besar nilai INP suatu spesies semakin besar tingkat
penguasaan terhadap komunitas dan sebaliknya . Adanya spesies yang mendominasi
Praktikum ekologi perairan, Semester Genap (6), 1-7, Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru.

ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah persaingan antara
tumbuhan yang ada, dalam hal ini berkaitan dengan iklim dan mineral yang
diperlukan, jika iklim dan mineral yang dibutuhkan mendukung maka spesies
tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak ditemukan.
Indeks Nilai Penting (INP) merupakan nilai yang menggambarkan peranan
keberadaan suatu jenis dalam komunitas tumbuhan. Jenis INP yang tinggi sangat
mempengaruhi suatu komunitas tumbuhan. Kategorisasi INP adalah sebagai berikut:
INP > 42,66 dikategorikan tinggi, INP 21,96 – 42,66 dikategorikan sedang, INP<
21,96 dikategorikan rendah. Spesies yang memiliki INP tinggi berarti spesies
tersebut lebih menguasai wilayah khususnya dalam memanfaatkan sumberdaya atau
lebih mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya (Fakhrul 2007).

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor fisika kimia dan biologi perairan relatif
baik. Perairan perairan di Desa Teluk Pambang, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis
memiliki ciri fisika dan kimia yang cukup baik, namun masih belum terlalu baik dalam ciri
biologi perihal keseimbangan ekosistem. Keseimbangan ekosistem dapat tercermin dari
indeks kemerataan (E’) yang dimiliki oleh suatu perairan. Karena nilai indeks kemerataan
yang rendah pada seluruh stasiun, mengindikasikan rendahnya keseimbangan ekosistem
perairan di lingkungan didesa teluk Pambang, kecamatan Bantan, Bengkalis.

DAFTAR PUSTAKA
Maniagasi, R., Tumembouw, S. S., dan Mundeg, Y. 2013. Analisis Kualitas Fisika Kimia
Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal
Budidaya Perairan. Vol.1 [2] Hal: 29-37.
Suwondo, Yuslim Fauziah. 2018. Penuntun Praktikum Ekologi Perairan. Pekanbaru
Pratiwi, Murti, N.T., Wijaya, H.K, Wilaga, E.M.A, & Pribadi, T.A. (2011). Komunitas
Perifiton serta parameter fisika-kimia di perairan sebagai penentu kualitas air di hulu
sungai Cisadane. J. Lingkungan Tropis. Vol 5 (1): 21-32. Jakarta
Zahidin. 2008. Kajian Kualitas Air Di Muara Sungai Pekalongan Ditinjau dari Indeks
Keanekaragaman Makrobenthos dan Indeks Saprobitas Plankton. Doctoral
dissertation. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Odum, E. P. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. Alih Bahasa: Samingan, T. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Pagoray H., Ghitarina, Deni Udayana, (2015). Kualitas Plankton Pada Kolam Pasca
Tambang Batubara yang Dimanfaatkan Untuk Budidaya Perairan. Majalah Ilmiah
Pertanian Ziraa’ah. 40(2): 108 – 113.
Henny Pagoray dan Deni Udayana. 2017. Analisis Kualitas Plankton dan Benthos Tambak
Bontang Kuala Kota Bontang Kalimantan Timur. Jurnal Pertanian Terpadu 6(1): 30-
38
Basmi, J. (2000). Planktonologi: Plankton sebagai Bioindikator Kualitas Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai