Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN. MAKASSAR, 10 AGUSTUS 2016


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TRANSFUSI DARAH

DISUSUN OLEH:
Yasser Zein Suweleh
111 2015 0154

PEMBIMBING:

dr.H.Muhammadong,Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Yasser Zein Suweleh

Nim : 111 2015 0154

Judul Kasus : Transfusi Darah

Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu penyakit
dalam Universitas muslim indonesia.

Makassar, 10 AGUSTUS 2016

Pembimbing Dokter Muda

dr.H. Muhammadong,Sp.PD Yasser Zein Suweleh

2
BAB I

PENDAHULUAN

Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam
sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Transfusi darah telah mulai dicoba dilakukan
sejak abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke 17, namun berakhir dengan kegagalan, karena
cara pemberiannya dan pada waktu itu dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan.
Melalui berbagai percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang
semestinya menjadi sumber darah.

Pemikiran dasar pada transfusi adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau disegarkan
dengan cairan pengganti yang sesuai dari luar tubuh.Pada tahun 1901, Landsteiner menemukan
golongan darah sistem ABO dan kemudian system antigen Rh (rhesus) ditemukan oleh Levine
dan Stetson di tahun 1939.Kedua system ini menjadi dasar penting bagi transfusi darah modern.
Sekitar tahun 1937 dimulailah sistem pengorganisasian bank darah yang terus berkembang
sampai kini.2,3

Namun transfusi bukanlah tanpa risiko, meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk
memperlancar tindakan transfusi, namun efek samping, reaksi transfusi, atau infeksi akibat
transfusi tetap mungkin terjadi.Maka bila diingat dan dipahami mengenai keamanannya,
indikasinya perlu diperketat. Apabila memungkinkan, masih perlu dicari alternatif lain untuk
mengurangi penggunaan transfusi darah. Pemberian komponen-komponen darah yang
diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole
blood).1,3

3
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi Transfusi Darah

Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari donor ke
sistem sirkulasi penerima melalui pembuluh darah vena. 1 Berdasarkan sumber darah atau
komponen darah, transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Homologous atau allogenictransfusion, yaitu transfusi menggunakan darah dari orang


lain;
2. Autologoustransfusion, yaitu transfusi dengan menggunakan darah resipien itu sendiri
yang diambil sebelum transfusi dilakukan.

2.2 Darah sebagai Organ


Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah dimasukkan
sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam system kardiovaskular, tersusun dari
(1)komponen korpuskuler atau seluler, (2)komponen cairan. Komponen korpuskuler yaitu materi
biologis yang hidup dan bersifat multiantigenik, terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
keping trombosit, yang kesemuanya dihasilkan dari sel induk yang senantiasa hidup dalam
sumsum tulang. Ketiga jenis sel darah ini memiliki masa hidup terbatas dan akan mati jika masa
hidupnya berakhir. Agar fungsi organ darah tidak ikut mati, maka secara berkala pada waktu-
waktu tertentu, ketiga butiran darah tersebut akan diganti, diperbaharui dengan sel sejenis yang
baru. Komponen cair yang juga disebut plasma, menempati lebih dari 50 volume % organ darah,
dengan bagian terbesar dari plasma (90%) adalah air, bagian kecilnya terdiri dari protein plasma
dan elektrolit. Protein plasma yang penting diantaranya adalah albumin, berbagai fraksi globulin
serta protein untuk factor pembekuan dan untuk fibrinolisis.2,3

4
2.3 Fungsi darah :
1. Sebagai organ transportasi, khususnya oksigen(O2), yang dibawa dari paru- paru dan
diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa pembakaran (CO2) dari
jaringan untuk dibuang keluar melalui paru- paru. Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini
dilakukan oleh hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma ikut
berfungsi sebagai sarana transportasi dengan mengikat berbagai materi yang bebas dalam
plasma, untuk metabolisme organ- organ tubuh.2,3
2. Sebagai organ pertahanan tubuh(imunologik), khususnya dalam menahan invasi berbagai
jenis mikroba patogen dan antigen asing. Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh
leukosit (granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus (immunoglobulin).2,3
3. Peranan darah dalam menghentikan perdarahan (mekanisme homeostasis) sebagai upaya
untuk mempertahankan volume darah apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah.
Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme fibrinolisis, khususnya jika terjadi aktifitas
homeostasis yang berlebihan.2,3

Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen darah
korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun karena penyakit yang
didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme homeostasis tubuh dalam waktu singkat maka
diperlukan penggantian dengan jalan transfusi darah, khususnya dari komponen yang
diperlukan.2,3

2.4 Golongan Darah


Sedikitnya 20 antigen golongan darah terpisah dapat dikenal, tanda dari masing-masing
adalah di bawah kontrol genetik dari kromosom loci.Kebetulan, hanya ABO dan Rh Sistem yang
penting pada transfusi darah. Setiap orang biasanya menghasilkan antibody
(alloantibodies).Antibodi bertanggung jawab untuk reaksi-reaksi dari transfusi. Antibodi dapat
menjadi “alami” atau sebagai respon atas sensitisasi dari suatu kehamilan atau transfusi
sebelumnya.10

5
Sistem ABO

Kromosomal untuk sistem ABO ini menghasilkan dua allel: A dan B. Masing-masing
merepresentasikan suatu enzim yang merupakan modifikasi dari suatu permukaan sel
glycoprotein, menghasilkan antigen yang berbeda. (Sebenarnya, ada berbagai varian A dan B.)
Hampir semua individu tidak mempunyai A atau B " natural" yang menghasilkan antibodi
(sebagian besar immunoglobulin M) melawan antigens di dalam tahun pertama kehidupan.
Antigen H adalah precursor dari system ABO tetapi diproduksi oleh suatu kromosom tempat
berbeda. Tidak adanya antigen H (hh genotype, juga disebut Bombay pheno-type) mencegah
munculnya gen A atau B; individu dengan kondisi sangat jarang ini akan mempunyai anti-A,
anti-B, dan anti-H antibodi.4,8

Bila sel darah merah (SDM) yang ditransfusikan tidak kompatibel, antibodi dalam plasma
resipien akan mengikat reseptor khusus di dinding SDM donor. Hal ini akan mengaktifkan jalur
komplemen yang akan menyebabkan lisis dinding SDM (intravaskular hemolisis). Jalur
komplemen ini akan melepaskan anafilatoksin C3a dan C5a yang akan membebaskan sitokin
seperti TNF, IL1 Dan IL8, dan menstimulasi degranulasi sel mast dengan mengsekresikan
mediator vasoaktif. Semua substansi ini bisa menyebabkan inflamasi, peningkatan permeabilitas
vaskular, dan hipotensi yang akan mengarah ke shock dan gagal ginjal. Mediator juga akan
menyebabkan agregasi platelet, oedema paru peribronchial, dan kontraksi otot kecil.

Tabel 1. Daftar Golongan Darah

Golonga Antigen di RBC Antibodi dalam Golongan donor yang kompatibel


n plasma

A Antigen A Anti-B A, O

B Antigen B Anti-A B, O

AB Antigen A & B Tidak ada A, B, AB, O

O Tidak ada Anti- A & B O

Sumber: Kepustakaan No.2

6
Sistem Rh

Sistem Rh ditandai oleh dua gen yang menempati chromosome 1. Ada sekitar 46 Rh-
berhubungan dengan antigen, tetapi secara klinis, ada lima antigen utama ( D, C, c, E, dan e) dan
menyesuaikan dengan antibodi.

Biasanya, ada atau tidak alel yang paling immunogenik dan umum, D antigen,
dipertimbangkan. Kira-Kira 80-85% tentang populasi orang kulit putih mempunyai antigen D.
Individu yang kekurangan alel ini disebut Rh-Negative dan biasanya antibodi akan melawan
antigen D hanya setelah terpapar oleh ( Rh-Positive) transfusi sebelumnya atau kehamilan
( seorang Ibu Rh-Negative melahirkan bayi Rh-Positive).

2.5 Tes Kompatibilitas

Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi dan untuk mencegah reaksi antigen-antibody
sebagai hasil transfusi sel darah merah. Donor dan penerima donor darah harus di periksa adanya
antibody yang tidak baik.10

Tabel 2. Golongan darah ABO

TIPE Adanya antibodi dalam serum Insidensi*

A anti– B 45%

B anti – A 8%

AB - 4%

O anti A, anti–B 43%

* angka rata-rata pada orang di Eropa

1. Tes ABO-Rh

7
Reaksi Transfusi yang paling berat adalah yang berhubungan dengan inkompatibilitas
ABO. antibodi yang didapat secara alami dapat bereaksi melawan antigen dari transfusi (asing),
mengaktifkan komplemen, dan mengakibatkan hemolisis intravaskular. Sel darah merah pasien
diuji dengan serum yang dikenal mempunyai antibody melawan A dan B untuk menentukan
jenis darah. Oleh karena prevalensi secara umum antibodi ABO alami, konfirmasi jenis darah
kemudian dibuat dengan menguji serum pasien melawan sel darah merah dengan antigen yang
dikenal.4,8

Sel darah merah pasien juga diuji dengan antibody anti-D untuk menentukan Rh. Jika
hasilnya adalah Rh-Negative, adanya antibodi anti-D d dapat diuji dengan mencampur serum
pasien dengan sel darah merah Rh (+). Kemungkinan berkembangnya antibodi anti-D setelah
paparan pertama pada antigen Rh adalah 50-70%.

2. Cross match

Pemeriksaan serologis untuk menetapkan sesuai/tidak sesuainya darah donor dengan darah
resipien. Dilakukan sebelum transfuse darah dan bila terjadi reaksi transfuse darah. Terdapat dua
cara pemeriksaan,yaitu :1.mencampur ertitrosit donor (aglutinogen donor) dengan serum
resipien (agglutinin resipien); percobaan ini disebut crossmatch mayor; 2.mencampur eritrosit
resipien (aglutinogen resipien) dengan serum donor (agglutinin donor); percobaan ini disebut
crossmatch minor.

1. Crossmatch Mayor, Minor negatif

 Darah pasien kompatibel dengan darah donor


 Darah boleh dikeluarkan

2. Crossmtacth Mayor = positif, Minor = negatif

 Periksa sekali lagi Golongan darah pasien apakah sudah sama dengan donor,

apabila gol. Darah sudah sama : Artinya ada Irregular Antibody pada Serum resipien

 Ganti darah donor, lakukan crossmatch lagi sampai didapat hasil cross negatif pada mayor dan
minor
 Apabila tidak ditemukan hasil crossmatch yang kompatibel meskipun darah donor telah diganti
maka harus dilakukan screening dan Identifikasi Antibody pada Serum resipien

3. Crossmatch Mayor = negatif, Minor = positif

 Artinya ada Irregular Anti Body pada Serum / Plasma Donor.

8
 Solusi : Ganti dengan darah donor yang lain, lakukan crossmatch lagi

4. Crossmatch Mayor = negatif, Minor = positif, AC = Positif

 Lakukan Direct Coombs Test pada pasien


 Apabila DCT = positif, hasil positif pada crossmatch Minor dan AC berasal dari autoantibody
 Apabila derajat positif pada Minor sama atau lebih kecil dibandingkan derajat positif pada AC /
DCT, darah boleh dikeluarkan
 Apabila derajat positif pada Minor lebih besar dibandingkan derajad positif pada AC / DCT,
darah tidak boleh dikeluarkan. Ganti darah donor, lakukan crossmatch lagi sampai ditemukan
positif pada Minor sama atau lebih kecil dibanding AC / DCT

5. Mayor, Minor, AC = positif :

 Periksa ulang golongan darah resipien maupun donor, baik dengan cell grouping maupun back
typing, pastikan tidak ada kesalahan gol. Darah
 Lakukan DCT pada resipien, apabila positif, bandingkan derajat positif DCT dg Minor, apabila
derajat positif Minor sama atau lebih rendah dari DCT, maka positif pada Minor dapat diabaikan,
artinya positif tersebut berasal dari autoantibody.
 Sedangkan positif pada Mayor, disebabkan adanya Irregular Anti Body pada Serum resipien,
ganti dengan darah donor baru sampai ditemukan hasil Mayor negatif

3. Pemeriksaan lain terhadap infeksi.

Tabel 3. Risiko transmisi agen-agen infeksi sehingga perlu dilakukan pemeriksaan rutin
terhadap produk-produk darah 5,6,9

9
2.6 Komponen Darah

Whole blood
Darah lengkap segar digunakan pada perdarahan akut, syok hemovolemik, dan bedah
mayor dengan perdarahan >1500 mL. Darah lengkap segar hanya untuk 48 jam, baru untuk 6
hari, dan biasa untuk 35 hari. Sekarang produk ini sudah jarang digunakan, para klinisi lebih
senang menggunakan produk komponen darah saja.10

10
Sel darah merah
Biasa juga disebut PRC (packed red blood cells), mengandung konsentrat eritrosit dari
whole blood yang disentrifugasi atau dengan metode apheresis. Kandungan yang terdapat dalam
PRC: hematokrit sekitar 50-80%, +50 mL plasma, 42,5-80 hemoglobin (128-240 mL eritrosit
murni), 147-dan 278 mg besi. Transfusi PRC mempunyai waktu paruh sekitar 30 hari.11

Dosis: pada dewasa tergantung kadar hemoglobin sekarang dan yang akan dicapai. Satu
kantong akan menaikkan kadar hemoglobin resipien sekitar 1 g/dL. Pada neonatus, dosisnya 10-
15 mL/kgBB akan meningkatkan kadar hemoglobin 3 g/dL. Kadar hemoglobin akhir dapat
diperkirakan dengan rumus = volume darah x hematokrit x 0,91.

Indikasi: hanya pada pasien dengan gejala klinis gangguan hemodinamik seperti
hipoksia, transfusi pengganti misal pada bayi dengan penyakit hemolitik,anemia penyakit kronik
thalasemia. Biasanya bila kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dL dengan target akhir 10 g/dL.10

PRC washed
Sel darah merah yang dicuci dengan normal salin memiliki hematocrit 70-80% dengan
volum 180 mL. Pencucian dengan alin membuang hampir seluruh plasma (98%),menurunkan
konsentrasi leukosit dan trombosit serta debris. Karena pembuatannya biasanya dilakukan
dengan system terbuka maka komponen ini hanya dapat disimpan dalam 24 jam dalam suhu 1-
6ºC. Indikasi : pemberian washed prc mencegah reaksi alergi yang berat atau alergi yang
berulang,dapat pula digunakan pada transfuse neonatal atau transfuse intrauteri. Perhatian
terhadap kontaminasi bakteri akibat cara pembuatannya secara terbuka, masih dapat menularkan
hepatitis dan infeksi bakteri lainnya. Karena masih mengandung sejumlah kecil leukosit yang
viable,komponen ini tidak menjaminpencegahan terjadinya GVHD atau infeksi CMV pasca
transfuse .

RH immunoglobulin
RhIG dibuat dari plasma yang dikumpulkan dan mengandung IgG anti D. Terdapat 2
sediaan yaitu intra muskuler (IM) dan intravena (IV). Sediaan IV dosis 120 ug dan 300 ug telah
disetujui oleh FDA untuk supresi imun terhadap antigen D dan untuk supresi imun terhadap
antigen D dan untuk pengobatan ITP.

11
Sediaan IM yang tersedia adalah dosis 300 ug dan 50 ug. Dosis 300 ug RhIG baik IV
maupun IM akan melindungi. Semua sediaan ini aman dari transmisi penyakit infeksi dan virus
dan dipakai untuk mencegah terjadinya penyakit hemolitik pada bayi baru lahir yang disebabkan
oleh antigen Rh(D).
Indikasi dan dosis, sebelum persalinan dengan (Rh) D negative,50 ug IM RhIG dapat
melindungi terjadinya aborsi atau terminasi kehamilan ektopik yang terjadi dalam 12 minggu
kehamilan. Setelah 12 minggu kehamilan, dosis penuh IM RhIG dapat diberikan. Dosis penuh
juga dianjurkan setelah dilakukan amniosintesis. Pasca persalinan, semua perempuan dengan
(Rh) D negative yang melahirkan bayi dengan D positif diberi 300 ug RhIG secara IM atau 120
ug secara ug IV. Pemberian hendaknya dilakukan dalam 72 jam setelah melahirkan.11

Platelet
Merupakan derivat dari whole blood dengan kandungan >5,5 x 1010 platelet per kantong,
dan 50 mL plasma.

Dosis: pada kasus trombositopenia cukup 1 kantong, atau sesuai target kadar platelet
biasanya 40.000-50.000/mm3. 1 kantong dapat meningkatkan platelet sekitar 50-100.000/mm3.

Indikasi: untuk mengatasi perdarahan karena kurangnya jumlah platelet, dan fungsi
platelet resipien yang tidak normal dengan kadar platelet kurang dari 40.000 pada dewasa, dan
kurang dari 100.000/mm3 pada neonatus.10

Kontraindikasi: autoimun trombositopenia, trombotik trombositopeniapurpura.

Frozen plasma
Biasa disebut fresh frozen plasma (FFP).1 kantong berjumlah sekitar 250 mL yang
dibekukan pada suhu -180C dalam 6-8 jam. FFP dalam 24 jam mengandung Faktor V dan Faktor
VIII.10

Indikasi: perdarahan masif, setelah terapi warfarin dan kuagulopati pada penyakit hati,
trombotik trombositopenia purpura, dilusi koagulopati akibat transfuse masif.

Dosis: 10-20 mL/kg.

12
Kontra indikasi dan perhatian : plasma sebaiknya tidak digunakan untuk
mempertahankan ekspansi volum karena risiko penularan penyakit yang tinggi. Albumin, fraksi
protein plasma, koloid atau kristaloid yang tidak menularkan penyakit merupakan produk yang
lebih aman untuk mempertahankan volum darah.

Cryoprecipitated AHF
Biasa disebut cryoprecipitated antihemophilic factor.Didapatkan dengan mencairkan FFP
pada suhu 1-60C. Mengandung 150 mg fibrinogen, 80 IU faktor VIII:C, faktor VIII:vWF (von
Willebrand factor), faktor XIII, fibronectin, dan 5-20 mL plasma.

Dosis: kebutuhan fibrinogen : 250 fibrinogen/kantong. Biasanya sekitar 1 kantong per 7-


10 kgBB.

Indikasi: perdarahan karena defisiensi fibrinogen dan faktor XIII, pasien dengan hemofili
A atau von Willebrand’s disease.10

Granulosit

Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada pasien


neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik. Transfusi granulosit
mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek, sedemikian sehingga sehari-hari
transfusi 1010 granulosit pada umumnya diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan insiden
timbulnya reaksi graft-versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-paru, dan
lain permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi mempengaruhi
fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim (granulocyte colony-stimulating faktor, atau G-CSF)
dan sargramostim (granulocyte-macrophage colony-stimulating faktor, atau GM-CSF) telah
sangat mengurangi penggunaan transfusi granulosit.4

2.7 Darah Simpan

Darah donor sebelum disimpan untuk diberikan pada resipien harus dibebaskan
dari pelbagai macam penyakit yang mungkin dapat menulari resipien seperti hepatitis B
atau C, sifilis, malarian, HIV-1 atau HIV-2 virus human T-cell lymphotropic (HTLV-1
dan HTLV-2). Darah simpan supaya awet dan tidak membeku perlu disimpan dalam
suatu tempat dengan suhu sekitar 1º-6ºC diberi pengawet. Umumnya digunakan

13
pengawet campuran sitrat untuk mengikat kalsium supaya tidak terjadi pembekuan, fosfat
sebagai penyangga (buffer), dekstrosa sebagai sumber energi sel darah merah, dan adenin
membantu resintesis adenosintrifosfat dan menjaga supaya 2,3 DPG tidak cepat rusak.
Campuran ini dikenal dengan sebutan pengawet ACD (acid citrate dextrose), CPD
(citrate phospate dextrose) dan CPDA (citrate phospate dextrose adenine). Ketiga
pengawet tersebut yang paling sering digunakan untuk kepentingan klinik, terutama
CPDA-1. Pengawet jenis lain ialah AS-1 Adsol, AS-2 Nutrice, SAGM dan heparin.

Darah lengkap (whole blood) biasanya disediakan hanya untuk transfusi pada
perdarahan masif. Satu unit darah lengkap (450-540 ml) mengandung pengawet 60 ml
CPDA-1 atau CP2D dengan kadar hematrokit 30-40% dapat menaikkan kadar Hb
resipien 1 gr%. Bank darah modern jarang menyediakan darah lengkap, tetapi
menyediakan komponen darah seperti eritrosit dimampatkankan (red blood cell
concentrate, packed red cells, packed cells), plasma, dan faktor pembekuan, misalnya
Unit Transfusi Darah Daerah PMI DKI Jakarta menyediakan darah dengan pengawet
CPDA-1.

2.8 Transfusi Darah pada Pembedahan

Pada bayi dengan kadar hemoglobin normal, kehilangan darah sebanyak 10-15% volume
darah , kerana tidak memberatkan kompensasi badan, maka cukup diberi cairan kristaloid atau
koloid, sedangkan di atas 15% perlu transfuse darah, kerana ada gangguan pengangkutan
oksigen. Sedangkan untuk orang dewasa dengan kadar Hb normal angka patokannya adalah
20%. Kehilangan darah sampai 20% ada gangguan factor pembekuan. Cairan kristaloid (ringer-
laktat, asering) untuk mengisi ruang intravaskular diberikan sebanyak 3 kali lipat jumlah darah
yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah yang sama.

Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat badan,
seperti tabel dibawah :

USIA ml/kgBB
Prematur 95
Cukup bulan 85
Anak kecil 80
Anak besar 75-80

14
Dewasa :Pria 75
Wanita 65

Makin aktif secara fisik seseorang, makin besar pula volume darahnya untuk setiap kilogram
berat badannya.

2.8 Indikasi Transfusi Darah

Transfusi darah umumnya >50% diberikan pada saat perioperatif dengan tujuan untuk
menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskular. Kalau hanya menaikkan
volume intravaskular saja cukup dengan koloid atau kristaloid.

Indikasi transfusi darah ialah:

1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr% atau Ht <30%


Pada orang tua, kelainan paru, kelainan jantung Hb <10% g/dl.
2. Bedah mayor kehilangan darah >20% volum darah.

2.9 Strategi Alternatif Penanganan Kehilangan Darah

2.9.1 Transfusi Autologus

Pasien yang mengalami prosedur pembedahan elektif dengan suatu kemungkinan tinggi
untuk transfusi dapat mendonorkan darah mereka sendiri untuk digunakan selama operasi.Darah
ini dapat dikumpulkan mulai 4-5 minggu sebelum operasi.Pasien diperbolehkan untuk
mendonorkan satu kantong darah sepanjang hematokrit kurang lebih 34% atau hemoglobin
sekitar 11 g/dl. Kebutuhan pemakaian darah minimum 72 jam antara mendonorkan darah dan
membuat volume plasma kembali normal. Dengan suplementasi besi dan terapi eritropoetin
rekombinan ( 400 U perminggu), sedikitnya tiga atau empat unit pada umumnya dikumpulkan
sebelum operasi.4

15
Beberapa studi menyatakan bahwa transfusi darah autologous tidak mempunyai efek
tambahan yang mempengaruhi survival pada pasien yang mengalami operasi untuk kanker.
Walaupun transfusi autologous mungkin mengurangi resiko infeksi dan reaksi transfusi, mereka
tidaklah dengan sepenuhnya bebas dari resiko. Resiko meliputi reaksi immunologi yang
berhubungan dengan kesalahan pekerjaan karyawan dalam pengumpulan dan label, pencemaran,
dan gudang/penyimpanan yang tidak benar. Reaksi alergi dapat terjadi dalam kaitan dengan
alergen (misalnya, ethylen oksida), dapat masuk kedalam darah dari tempat pengumpulan dan
gudang penyimpanan. Pengumpulan darah preoperative autologous dilakukan dengan frekuensi
berkurang.4

2.9.2 Penyimpanan Darah dan Pemberian Cairan Melalui Infus Berulang

Teknik ini umumnya digunakan pada bedah jantung, vaskular dan bedah tulang.Darah di
aspirasi intraoperatif bersama-sama dengan suatu pencegah pembekuan darah (heparin) ke dalam
suatu reservoir.Setelah jumlah darah cukup dikumpulkan, sel darah yang merah di konsentratkan
dan dicuci untuk dimurnikan dari kotoran dan zat pembeku kemudian di transfusikan kembali ke
dalam pasien.Konsentrat darah tersebut umumnya mempunyai hematokrit 50-60%.Untuk
digunakan secara efektif, teknik ini memerlukan kehilangan darah lebih besar dari 1000-1500
mL.Kontrainidikasi meliputi pencemaran dari luka yang busuk dan tumor malignan, meskipun
demikian kekhawatiran tentang kemungkinan reinfusi sel malignan via teknik ini tidak
dibenarkan. Sistem lebih modern dan sederhana memungkinkan reinfusion darah tanpa
centrifuge.4

2.9.3 Normovolemik Hemodilusi

Hemodilution normovolemic akut bergantung pada pendapat bahwa jika konsentrasi sel
darah merah dikurangi, total kehilangan sel darah merah dapat dikurangi apabila darah dalam
jumlah besar ditumpahkan.Lebih dari itu, cardiac output tetap normal sebab volume
intravaskular terkontrol.Darah umumnya dikeluarkan sebelum operasi melalui kateter intravena
yang besar dan digantikan dengan cairan kristaloid dan koloid, supaya pasien tetap
normovolemic tetapi dengan hematokrit 21-25%. Darah yang dikeluarkan disimpan dalam

16
kantong CPD pada suhu sampai 6 jam untuk menjaga fungsi dari trombosit. Darah di
transfusikan kembali ke pasien setelah kehilangan darah atau lebih cepat jika diperlukan.4

2.9.4 Donor – Transfusi Langsung

Pasien dapat meminta donor darah dari anggota keluarga atau teman yang mengandung
ABO kompatibilitas.Kebanyakan bank darah tidak menyarankan hal ini dan umumnya
memerlukan donor kurang lebih 7 hari sebelum operasi untuk memproses darah dan
mengkonfirmasikan kompatibilitas. Studi yang membandingkan keamanan dari pendonor-
langsung dengan donor secara random tidak ada perbedaan, ataupun bank darah lebih aman.4

2.10 Komplikasi Transfusi Darah

 Reaksi Hemolisis

Reaksi Hemolisis pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah merah
yang ditransfusikan oleh antibodi resipien. Lebih sedikit biasanya, hemolisis sel darah merah
resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibodi sel darah merah. Transfusi dalam jumlah besar
dapat menyebabkan hemolisis intravaskular.4

Reaksi Hemolisis biasanya digolongkan akut (intravascular) atau delayed


(extravascular).4

1. Reaksi hemolisis akut


Hemolisis Intravascular akut pada umumnya berhubungan dengan Inkompatibilitas ABO
dan frekwensi yang dilaporkan kira-kira 1:38,000 transfusi. Penyebab yang paling umum adalah
misidentifikasi suatu pasien, spesimen darah, atau unit transfusi. Reaksi ini adalah yang terberat.
Resiko suatu reaksi hemolytic fatal terjadi 1 dalam 100,000 transfusi. Pada pasien yang sadar,
gejala meliputi rasa dingin, demam, nausea, dan sakit dada. Pada pasien yang dianestesi,
manifestasi dari suatu reaksi hemolytic akut adalah suhu meningkat, tachycardia tak dapat
dijelaskan, hypotensi, hemoglobinuria, dan oozing yang difus dari lapangan operasi.
Disseminated Intravascular Coagulation, shock, dan penurunan fungsi ginjal dapat berkembang
dengan cepat. Beratnya suatu reaksi seringkali tergantung pada berapa banyak darah yang

17
inkompatibel yang sudah diberikan. Gejala yang berat dapat terjadi setelah transfusi 10 – 15 ml
darah yang ABO inkompatibel.
Manajemen reaksi hemolisis dapat simpulkan sebagai berikut;

 Jika dicurigai suatu reaksi hemolisis, transfusi harus dihentikan dengan segera.
 Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.
 Kateter urin dipasang , dan urin harus dicek adanya hemoglobin.
 Osmotic diuresis harus diaktifkan dengan mannitol dan cairan kedalam pembuluh
darah.
 Jika ada perdarahan akut, indikasi pemberian platelets dan FFP

2. Reaksi hemolisis lambat


Suatu reaksi hemolisis lambat biasanya disebut hemolisis extravaskular biasanya ringan
dan disebabkan oleh antibodi non D antigen sistem Rh atau ke alel asing di sistem lain seperti
Kell, Duffy, atau Kidd antigen. Berikut suatu transfusi ABO dan Rh D-kompatibel, pasien
mempunyai 1-1.6% kesempatan membentuk antibody untuk melawan antigen asing. Pada saat
itu sejumlah antibody ini sudah terbentuk ( beberapa minggu sampai beberapa bulan), tranfusi
sel darah telah dibersihkan dari sirkulasi. Lebih dari itu, titer antibody menurun dan mungkin
tidak terdeteksi. Terpapar kembali dengan antigen asing yang sama selama transfuse sel darah,
dapat mencetuskan respon antibody melawan antigen asing. Peristiwa ini dilihat jelas dengan
Sistem Kidd antigen.Reaksi hemolisis pada tipe lambat terjadi 2-21 hari setelah transfusi, dan
gejala biasanya ringan, terdiri dari malaise, jaundice, dan demam.Hematokrit pasien tidak
meningkat setelah transfusi dan tidak adanya perdarahan. Serum bilirubin unconjugated
meningkat sebagai hasil pemecahan hemoglobin.4

Diagnosa antibodi-reaksi hemolisis lambat mungkin difasilitasi oleh antiglobulin


(Coombs) Test. Coombs test mendeteksi adanya antibodi di membran sel darah. Test ini tidak
bisa membedakan antara membran antibodi resipien pada sel darah merah dengan membran
antibodi donor pada sel darah merah. Jadi, ini memerlukan suatu pemeriksaan ulang yang lebih
terperinci pretransfusi pada kedua spesimen : pasien dan donor.4

18
Penanganan reaksi hemolisis lambat adalah suportif. Frekuensi reaksi transfusi hemolisis
lambat diperkirakan kira-kira 1:12.000 transfusi. Kehamilan ( terpapar sel darah merah janin)
dapat juga menyebabkan pembentukan alloan-tibodies pada sel darah merah.

Manajemen: perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, blood film, LDH, direct
antiglobulin test, renal profile, serum bilirubin, haptoglobin, dan urinalysis. Fungsi ginjal harus
dimonitoring ketat. Terapi spesisfik sangat jarang dibutuhkan, hanya saja pada transfusi
selanjutnya perlu berhati-hati dengan melakukan screening golongan darah dan atibodi.4

 Reaksi Febris

Sensitisasi leukosit atau platelet secara khas manifestasinya adalah reaksi febris.Reaksi
ini umumnya 1-3% tentang episode transfusi dan ditandai oleh suatu peningkatan temperatur
tanpa adanya hemolisis. Pasien dengan suatu riwayat febris berulang harus menerima tranfusi
lekosit saja. Alternative pemberian komponen darah memakai sel darah merah pekat cuci
(washed prc).4,11

 Reaksi Urtikaria

Reaksi Urtikaria pada umumnya ditandai oleh eritema, penyakit gatal bintik merah dan
bengkak, dan menimbulkan rasa gatal tanpa demam. Pada umumnya ( 1% tentang transfusi) dan
dipikirkan berkaitan dengan sensitisasi pasien terhadap transfusi protein plasma. Reaksi
urtikaria dapat diatasi dengan obat antihistamin ( H, dan mungkin H2 blockers) dan steroid.4

 Reaksi Anafilaksis

Reaksi Anafilaksis jarang terjadi (kurang lebih 1 dari 150,000 transfusi). Reaksi ini berat
dan terjadi setelah hanya beberapa mililiter darah ditranfusi, secara khas pada IgA pasien
dengan defisiensi anti-IgA yang menerima tranfusi darah yang berisi IgA. Prevalensi defisiensi
IgA diperkirakan 1:600-800 pada populasi yang umum. Reaksi ini dapat diatasi dengan
pemberian epinefrin, cairan, kortikosteroid, H1, dan H2 bloker. Pasien dengan defisiensi IgA
perlu menerima Washed Packed Red Cells, deglycerolized frozen red cells, atau IgA-Free blood
Unit .4

19
Tandanya meliputi hipotensi, bronkospasme, periorbital dan laryngeal edema, mual &
muntah, erythema, urtikaria, konjunctivitis, dyspnea, nyeri dada, dan nyeri abdomen.

Manajemen: hentikan transfusi sampai gejala menghilang selama 30 menit. Untuk


menghilangkan gejala berikan antihistamin, misalnya chlorpheniramine 10 mg. Berikan
chlorpheniramine sebelum transfusi berikutnya dilakukan.4

 Edema Pulmoner Nonkardiogenik

Sindrom acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung Injury [TRALI]) merupakan
komplikasi yang jarang terjadi(<1:10,000). Ini berkaitan dengan transfusi antileukositik atau
anti-HLA antibodi yang saling berhubungan dan menyebabkan sel darah putih pasien teragregasi
di sirkulasi pulmoner. Tranfusi sel darah putih dapat berinteraksi dengan leukoaglutinin.
Perawatan Awal TRALI adalah sama dengan Acute Respiratory distress syndrome (ARDS),
tetapi dapat sembuh dalam 12-48 jam dengan terapi suportif.

Manajemen: atasi distres pernapasan dengan ventilator, dan berikan steroid.

 Graft versus Host Disease

Reaksi jenis ini dapat dilihat pada pasien immune-compromised.Produk sel darah berisi
limfosit mampu mengaktifkan respon imun. Penggunaan filter leukosit khusus sendiri tidak
dapat dipercaya mencegah penyakit graft-versus-host. Iradiasi (1500-3000 cGy) sel darah merah,
granulocyte, dan transfusi platelet secara efektif menginaktifasi limfosit tanpa mengubah efikasi
dari transfusi.4

 Purpura Posttransfusi

Thrombositopenia jarang terjadi setelah transfusi darah dan ini berkaitan dengan
berkembangnya aloantibodi trombosit.Karena alasan yang tidak jelas, antibodi menghancurkan
trombosit. Hitung trombosit secara jelas menurun 1 minggu setelah tranfusi. Plasmapheresis
dalam hal ini dianjurkan.4

 Imunosupresi

20
Transfusi leukosit merupakan produk darah dapat sebagai immunosuppressi.Ini adalah
terlihat jelas pada penerima cangkok ginjal, di mana transfusi darah preoperatif nampak untuk
meningkatkan survival dari graft.Beberapa studi menyatakan bahwa rekurensi dari pertumbuhan
malignan mungkin lebih mirip pada pasien yang menerima transfusi darah selama pembedahan.
Dari kejadian yang ada juga menyatakan bahwa tranfusi leukosit allogenik dapat mengaktifkan
virus laten pada resipien. Pada akhirnya, transfusi darah dapat meningkatkan timbulnya infeksi
yang serius setelah pembedahan atau trauma.4

 Overload Cairan
Overload cairan terjadi bila transfusi dilakukan terlalu cepat. Gagal jantung ventrikel kiri
akut sering terjadi disertai dyspnoe, tachypnoea, batuk kering, peningkatan JVP, ronki basal
paru, hipertensi, dan takikardi.10

Manajemen: hentikan transfusi, dan berikan oksigen dan diuretik.

 Iron Overload

Komplikasi ini sering terjadi pada resipien dengan kelainan yang hidupnya bergantung
pada transfusi darah seperti talasemia dan sickle cell. Komplikasi ini terjadi bila transfusi sudah
mencapai 10-50 kantong.10

Manajemen: dilakukan iron chelation therapy dengan desferoxamine 30-50 mg subkutan


atau infus lambat saat malam, minimal 5x/minggu.10

 Komplikasi Infeksi
 Infeksi Virus Hepatitis

Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi timbulnya hepatitis
setelah transfusi darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang kasus ini adalah dalam kaitan dengan
hepatitis C virus. Timbulnya hepatitis posttransfusi antara 1:63,000 dan 1:1,600,000, 75%
tentang kasus ini adalah anikterik, dan sedikitnya 50% berkembang menjadi penyakit hati kronis.
Lebih dari itu, tentang kelompok yang terakhir ini, sedikitnya 10-20% berkembang menjadi
cirrhosis.4

 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

21
Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1, ditularkan melalui transfusi
darah.Semua darah dites untuk mengetahui adanya anti-HIV-1 dan - 2 antibodi. Dengan adanya
FDA yang menguji asam nukleat memperkecil waktu kurang dari satu minggu dan menurunkan
resiko dari penularan HIV melalui tranfusi 1:1.900.000 tranfusi.4

 Infeksi Virus Lain

Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr Virus umumnya menyebabkan penyakit


sistemik ringan atau asimptomatik. Yang kurang menguntungkan, pada beberapa individu
menjadi pembawa infeksi asimptomatik; lekosit dalam darah dari donor dapat menularkan
virus. Pasien immunosupresif dan Immunocompromise (misalnya, bayi prematur dan penerima
transplantasi organ) peka terhadap infeksi CMV berat setelah tranfusi.Idealnya, pasien - pasien
menerima hanya CMV negatif.

Bagaimanapun, studi terbaru menunjukkan bahwa resiko transmisi CMV dari transfusi
dari darah yang leukositnya berkurang sama dengan tes darah yang CMV negatif. Oleh karena
itu, pemberian darah dengan leukosit yang dikurangi secara klinis cocok diberikan pada pasien
seperti itu. Human T sel virus lymphotropic I dan II ( HTLV-1 dan HTLV-2) adalah leukemia
dan lymphoma virus, kedua-duanya telah dilaporkan ditularkan melalui transfusi darah;
leukemia dihubungkan dengan myelopathy. Penularan Parvovirus telah dilaporkan setelah
transfusi faktor pembekuan.dan dapat mengakibatkan krisis transient aplastic pada pasien
immunocompromised. Penggunaan filter leukosit khusus nampaknya mengurangi tetapi tidak
mengeliminasi timbulnya komplikasi di atas.4

 Infeksi Parasit

Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti malaria, toxoplasmosis,
dan Penyakit Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut jarang terjadi.4

 Infeksi Bakteri

22
Kontaminasi bakteri adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi. Prevalensi kultur
positif dari kantong darah berkisar dari 1/2000 trombosit sampai 1/7000 untuk RBC. Prevalensi
sepsis oleh karena transfusi darah berkisar dari 1/25,000 tromobosit sampai 1/250,000 untuk
RBC.Angka-angka ini secara relatif besar dibandingkan ke resiko HIV atau hepatitis, yang
adalah di sekitar 1/1-2 juta.Baik bakteri gram-positif (Staphylococus) dan bakteri gram-negatif
(Yersinia dan Citrobacter) jarang mencemari transfusi darah dan menularkan penyakit.Untuk
mencegah kemungkinan kontaminasi dari bakteri, darah harus berikan dalam waktu kurang dari
4 jam. Penyakit bakteri yang ditularkan melalui transfusi darah dari donor meliputi sifilis,
brucellosis, salmonellosis, yersiniosis, dan berbagai macam rickettsia.4

Manajemen: penanganan kasus ini adalah dengan memberikan antibiotik sesuai bakteri
penginfeksi. Bila jenis bakterinya tidak diketahui, kombinasi berikut dapat dipertimbangkan:

- Bakteri gram negatif: piperacillin 4,5 g tds iv; atau ceftriaxone 1 g 1x/hari; atau meropenem
1 g tds iv.
- Bakteri gram positif: teicoplain 400mg bd iv x2; atau vancomycin 1 g bd iv.10

2.11 Penanggulangan reaksi transfuse :

1. stop transfuse
2. naikkan tekanan darah dengan koloid , kristaloid , jika perlu tambah vasokonstriktor ,
inotropic
3. berikan oksigen 100%
4. diuretika manitol 50mg atau furosemide (Lasix) 10-20mg
5. antihistamin
6. steroid dosis tinggi
7. jika perlu ‘exchange transfusion’
8. periksa analisa gas dan pH darah

23
BAB III
KESIMPULAN

Transfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan kehidupan dalam


banyak hal, dalam bidang anestesi misalnya dalam proses pembedahan besar. Dalam
pembedahan, pasien dapat mengalami perdarahan dari yang paling ringan sampai perdarahan
massif.

Penggantian darah dapat optimal apabila pemilihan jenis darah yang digantikan tepat dan
sesuai kondisi pasien pada saat itu, dengan mempertimbangkan komplikasi yang dapat terjadi
dalam reaksi transfusi darah penggantian darah ataupun komponen-komponen darah merupakan
suatu tindakan yang sangat berarti bagi pasien sesuai dengan tujuan utama transfusi yaitu
memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis darah atau
komponen agar lebih bermanfaat, memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal
pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah). mengganti kekurangan komponen seluler atau
kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Intravenous Fluids. Clinical Practice Guidelines. Royal Children’s Hospital Melbourne.


http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm
2. C Waitt, P Waitt, M Pirmohamed. Intravenous Therapy. Postgrad. Med. J. 2004; 80; 1-6.
3. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Edisi
Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
4. Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children with Gastroenteritis. Clinical
Inquiries, American Family Physician, January 1 2005. American Academy of Family
Physicians.
5. D Payne J, Elliot E. Gastroenteritis in Children. Clin Evid 2004; 12: 1-3. BMJ
Publishing Group Ltd 2004.
6. Eliason BC, Lewan RB. Gastroenteritis in Children: Principles of Diagnosis and
Treatment. American Family Physician Nov 15 1998. American Academy of Family
Physicians.
7. Morgan G.E, et al. Clinical Anesthesiology. Fourth edition. New York: Lange Medical
Books – McGraw Hill Companies. 2006: 662-689
8. Martin S. Intravenous Therapy. Nova Southeastern University PA Program.
9. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar
URL:http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.html
10. McClelland, DBL. Handbook of transfusion medicine ed. 4. 2007. United kingdom blood
service.
11. Harlinda H, dkk. Ilmu penyakit dalam edisi kedua, November 2009: 1190-119

25

Anda mungkin juga menyukai