Anda di halaman 1dari 37

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................1

BAB I....................................................................................................................................................2

PENDAHULUAN.................................................................................................................................2

BAB II...................................................................................................................................................3

ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS...................................................................................................3

II.1 ANATOMI USUS.......................................................................................................................3

II. 2 FISIOLOGI USUS.....................................................................................................................8

BAB III................................................................................................................................................11

TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................................11

III.1 Definisi....................................................................................................................................11

III.2 Epidemiologi...........................................................................................................................11

III.3 Klasifikasi................................................................................................................................12

III. 4 Etiologi...................................................................................................................................13

III.5 Patofisiologi.............................................................................................................................18

III.6 Manifestasi Klinik...................................................................................................................21

III.7 Diagnosis.................................................................................................................................22

III.8 Diagnosa Banding...................................................................................................................30

III.9 Penatalaksanaan......................................................................................................................30

III.10 Komplikasi.............................................................................................................................34

III.11 Prognosis...............................................................................................................................34

BAB IV...............................................................................................................................................35

KESIMPULAN...................................................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................36

1
BAB I

PENDAHULUAN

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi dua yaitu ileus
obstruksi dan ileus paralitik. Ileus obstruksi merupakan kegawatdarurataan abdomen dan
merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen diluar appendisitis akut.

Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Obstruksi usus dapat disebabkan karena adanya lesi pada
bagian dinding usus, diluar usus, maupun di lumen usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut
maupun kronis, parsial maupun total. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering adalah
karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Sebagian besar obstruksi
mengenai usus halus. Obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi
atau sumbatan di dalam lumen usus. 75% dari kasus obstruksi usus halus disebabkan oleh
adhesi intraabdominal pasca operasi. Penyebab tersering lainnya adalah hernia inkarserata
dan penyakit Chron.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan
diagnosis dini dan tindakan pembadahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.(1,2,3)

Pada referat ini akan dibahas mengenai ileus obstruksi, mulai dari anatomi usus,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik maupun penunjang,
komplikasi, terapi sampai prognosis.

2
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS

II.1 ANATOMI USUS


A. Usus Halus

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat, dan


membentang dari pilorus hingga katup ileosekal dengan panjang sekitar 6,3m
(21 kaki) dengan diameter kecil 2,5 cm (1inci). Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum.(1,4)

Duodenum merupakan bagian proksimal dari usus halus yang letakya


retroperitoneal.Duodenum berbentuk seperti huruf C yang panjangnya 25 cm
yang menghubungkan gaster dengan jejenum. Duodenum merupakan muara
dari saluran pankreas dan empedu. Duodenum terdiri dari 4 bagian yaitu (15)

1. Pars superior duodeni, yang hampir selalu ditutupi oleh peritoneum dan cukup
mobile.

2. Pars descenden duodenum terletak pada garis vertical dari apex pars superior
duodeni sampai sepertiga bagian horizontal. Pada bagian medialnya terdapat
ductus choledocus dan ductus pancreaticus wirsungi. Terletak di
retroperitoneum

3. Pars horizontalis duodenum, melintasi garis setinggi vertebra lumbalis ketiga.


Serta terletak di bagian depan vena cava inferior

4. Pars ascendens duodenum, terletak di anterior kiri aorta. Terdapat ligamentum


treitz yang memfiksasi pada bagian kaudal.

3
Gambar 2.1. Bagian duodenum

Duodenum diperdarahi terutama oleh arteri gastroduodenalis dan


cabangnya yaitu arteri pankreatikoduodenalis superior yang beranastomosis
dengan arteri pancreaticoduodenalis inferior (cabang pertama dari arteri
mesentrica superior). Darah dikembalikan melalui vena pankreatikoduodenalis
yang bermuara ke vena mesenterika superior. Pembuluh limfe mengalir
melalui pembuluh limfe mesenteric, ke cisterna chyli lalu menuju ducutus
thoracicus dan ke vena subklavia kiri. Persarafan duodenum diatur oleh
parasimpatis dan simpatis yang berasa dari nervus vagus dan nervus
splanchnic.(1,3)

Gambar 2.2. Perdarahan usus halus

Pemisahan duodenum dan ileum ditandai oleh adanya ligamentum


Treitz, yaitu suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra
diafragma dekat hiatus esophagus dan berinsersi pada perbatasan anatara

4
duodenum dn jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai penggantung
(suspensorium). (1)

Sekitar duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga
perlima bagian akhirnya adalah ileum. Jejenum dan ileum digantung oleh
mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum yang menyokong pembuluh
darah dan limfe yang menyuplai ke usus. Secara histologi, ileum memiliki plak
peyeri dan jejenum memiliki lapisan mukosa yang lebih tebal yang disebut
plica sirkulare(5).

Jejunum memiliki panjang antara 1,5m-1,75m. Di dalam usus


ini,makanan mengalami pencernaan secara kimiawi oleh enzim yang
dihasilkan dinding usus. Getah usus yang dihasilkan mengandung lendir dan
berbagai macam enzim yang dapat memecah makanan menjadi lebih
sederhana. (1,5)

Ileum memiliki panjang antara 0,75m-3,5m terjadi penyerapan sari-sari


makanan. Permukaan dinding ileum dipenuhi jonjot-jonjot usus/vili. Adanya
jonjot usus mengakibatkan permukaan ileum menjadi semakin luas sehingga
penyerapan makanan dapat berjalan dengan baik(1,5)

Perdarahan jejenum dan ileum berasal dari arteri mesenterika superior


yang dicabangkan dari aorta tepat dibawah arteri celiaca. Cabang cabang arteri
jejenal dan ileal muncul dari arteri mesenterka superior sebelah kiri. Mereka
saling beranastomosis dan membentuk arkade yang disebut vasa recta, yang
menyupai jejenum dan ileum dan terbentang diantarata mesenterium, jejenum
memiliki arkade lebih sedikit namun vasa recta yang lebih panjang.
Sedangkan ileum memiliki 4-5 arkade dan vasa recta yang lebih pendek.
Bagian ileum terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileokolika.(1,5)

Dinding usus halus terdiri dari 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,


muskularis propria, dan serosa. Lapisan mukosa terdiri dari vili, yang
memperluas permukaan untuk absorpsi, sel goblet, kripta Lieberkuhn, lamina
propria, dan mucosa muskularis.

Lapisan submukosa terdiri dari pembuluh darah dan pleksus Meissner.


Lapoisan muskularis propria terdiri dari lapisan otot yaitu lapisan otot sirkular
5
dan lapisan otot longitudinal dan pleksus myenteric Auerbach. Lapisan serosa
menyelimuti organ dalam rongga peritoneum yang disebut peritoneum
visceral.(5)

B. Kolon

Kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar


1,5m yang terbentang dari sekum hingga rektum. Usus besar dibagi menjadi
sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid,
dan rektum. Sekum yang seperti kantong dalam struktur dan menghubungkan
ileum ke kolon asendens sekum memiliki panjang sekitar enam sentimeter.
Panjang kolon asendens sekitar 5 inci/13cm dan terletak di kuadran kanan
bawah. Panjang kolon transversum sekitar 15 inci/38cm dan berjalan
menyilang abdomen,menempati region umbilicalis. Panjang kolon desendens
sekitar 10 inci/25cm dan terletak di kuadran kiri atas dan bawah. Kolon
sigmoid berbentuk huruf S dengan panjang sekitar 40cm,menghubungkan
kolon desendens dan rectum. Rectum dengan panjang 12-13cm berakhir pada
saluran anal dan membuka ke eksterior di anus. Kolon transversum dan kolon
sigmoid memiliki penggantung sendiri yang disebut mesokolon tranversum
dan mesocolon sigmoid, sehingga letaknya intraperitoneal. Sedangkan kolon
asending dan desending letaknya retroperitoneal.(6,7)

Gambar 2.3. Anatomi usus besar(7)

Secara histologi, usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti


usus lain. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi
terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli. Panjang taenia koli lebih
pendek daripada usus, seehingga usus tertarik dan berkerut membentuk
kantong-kantong kecil yang disebut haustrae.(7)

6
.

Gambar 2.4. Perdarahan dan histologi usus besar

Perdarahan usus besar secara garis besar diperdarahi oleh arteri


mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior. Arteri mesenterica
superior bercabang menjadi arteri kolika dekstra, arteri kolika media, arteri
ileokolika, dan arteri appendikulare yang kemudian memperdarahi sekum,
kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum. Sedangkan
arteri mesenterica inferior bercabang menjadi arteri kolika sinistra, arteri
sigmoid, dan arteri rektal superior yang kemudian memperdarahi sepertiga
distal kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan bagian
proksimal rektum. Pada rektum, terdapat suplai darah tambahan yaitu arteri
hemoroidalis media dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka
interna.(7)

Aliran balik vena usus besar melalui vena mesenterica superior, vena
mesenterika inferior dan vena hemoroidalis superior yang bermuara ke vena
porta. Vena hemoroidalis media dan inferior menuju ke vena iliaka.(7)

Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus


splangnikus dan pleksus presakralis, sedangkan serabut parasimpatis berasal
dari nervus vagus.(7)

II. 2 FISIOLOGI USUS

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan penyerapan
nutrisi, air, elektrolit, dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, HCL, pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung
terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut ke dalam duodenum terutama

7
oleh kerja enzim enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat memberikan
perlindungan terhadap asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzi-enzim. .
(1,4)

Segmentasi, yaitu metode utama usus halus, secara merata mencampur


makanan dengan getah pankreas, empedu, dan usus halus untuk mempermudah
pencernaan.Segmentasi terdiri dari kontraksi otot polos sirkuler berbentuk cincin di
sepanjang usus halus. Dalam beberapa detik, segmen yang berkontraksi akan
melemas, dan daerah yang sebelumnya melemas akan berkontraksi. Kontraksi yang
berosilasi ini mencampur secara merata kimus dengan getah pencernaan yang
disekresikan ke dalam lumen usus dan memajankan seluruh kimus ke permukaan
absorptif mukosa usus halus. Kontraksi segmental diawali oleh sel pemacu usus
halus, yang menghasilkan BER (basic electric rythm) Kecepatan segmentasi di
duodenum adalah dua belas kali per menit, dan di ileum terminal hanya sembilan
kali per menit. Gerakan peristaltik ini mendorong kimus ke arah kolon. (4)

Getah yang dikeluarkan oleh usus halus yang disebut sukus enterikus tidak
mengandung enzim pencernaan apapun. Enzim-enzim pencernaan yang disintesis
oleh usus halus bekerja secara intrasel di dalam membran brush border sel epitel.
Enzim-enzim ini menyelesaikan pencernaan karbohidrat dan protein sebelum
masuk ke dalam darah.(4)

Pencernaan lemak terjadi di lumen usus halus oleh lipase pankreas. Karena
tidak larut air, produk pencernaan lemak harus mengalami beberapa transformasi
yang memungkinkan diserap secara pasif dan masuk ke limfe. Sebagian besar
garam empedu dikeluarkan oleh kandung empedu ke dalam duodenum untuk
membantu pencernaan lemak, yang akan direabsorpsi dalam ileum terminal dan
masuk kembali ke hati. (4)

Mukosa usus halus memiliki adaptasi tinggi terhadap fungsi pencernaan dan
penyerapan. Lapisan ini membentuk lipatan-lipatan yang mengandung banyak
tonjolan berbentuk jari,vilus, yang juga terdapat mikrovilus / brush border. Vilus
dan mikrovilus ini meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk menyimpan
enzim-enzim dan untuk melaksanakan penyerapan aktif dan pasif. Mukosa usus ini
8
diganti setiap 3 hari untuk memastikan adanya sel sel epitel yang sehat dan
fungsional.(4)

Usus halus menyerap hampir semua nutrisi dari makanan yang masuk dan
getah pencernaan yaitu sekitar 9 L per hari, dalam bentuk H 2O dan zat zat terlarut
termasuk vitamin, elektrolit, hanya sejumlah kecil cairan dan residu makanan yang
tidak dapat diserap (sekitar 500ml) yang lolos ke usus besar. Sebagian besar
penyerapan berlangsung di duodenum dan jejenum, sangat sedikit yang
berlangsung di ileum karena sebagian besar penyerapan sudah selesai sebelum isi
lumen sampai ke ileum. Bila ileum terminal diangkat, penyerapan vitamin B 12 dn
garam empedu akan terganggu karena mekanisnme transportasi khusus hanya
terdapat pada daerah ini.(1,4)

Di pertemuan antara usus halus dan usus besar, yaitu ileum terminal, akan
mengosongkan isisnya ke dalam sekum. Pertemuan ini membentuk katup
ileosekum yang dikelilingi oleh otot polos tebal, sfingter ileosekum. Tekanan di sisi
sekum mendorong katup tertutup dan menyebabkan sfingter berkontraksi. Hal ini
mencegah isi kolon yang penuh bakteri mencemari usus halus yang kaya akan
nutrien. Sebagai respon terhadap tekanan di sisi ileum dan terhadap hormon gastrin
yang disekresikan sewaktu makanan baru masuk ke lambung, sfingter membuka
dan memungkinkan isi ileum memasuki usus besar.(4)

Dalam keadaan normal, kolon menerima sekitar 500ml kimus dari usus halus
setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang
tidak dapat dicerna (misal selulosa), empedu yang tidak dapat diserap, dan sisa
cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya kemudian
memekatkan dan menyimpan residu makanan sampai mereka dapat dieliminasi
dari tubuh sebagai feses. (4)

Gerakan dalam kolon (kontraksi haustrae) bergerak lambat untuk mengaduk


isi kolon maju mundur untuk menyelesaikan penyerapan sisa cairan dan elektrolit.
Umumnya setelah makan, tiga sampai empat kali sehari terjadi peningkatan
motilitas pada segmen kolon asenden dan tranversum. Kontraksi usus yang disebut
mass movement ini mendorong isi kolon ke bagian distal. Mass movement ini
terjadi akibat refleks gastrokolon, yang diperantarai hormon gastrin dan saraf
9
otonom ekstrinsik. Refleks ini mendorong isi kolon ke dalam rektum yang memicu
refleks defekasi. Refleks ini disebabkan untuk sfingter anus internus yang melemas
dan rektum serta sigmoid untuk berkontraksi lebih kuat. Refleks ini dapat dengan
secara sengaja dihentikan dengan kontraksi sfingter anus eksternus. (4)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi

Ileus obstruksi merupakan gangguan mekanik baik parsial maupun total dari
pasase isi usus. Ileus obstuktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal ini menyebabkan pasase lumen usus
terganggu.(8)

Ileus obstruksi disebut juga obstruksi lumen usus, disebut demikian apabila
disebabkan oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus. Pada
obstruksi harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dari obstruksi strangulasi. Obstruksi

10
sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada
strangulasi ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat, yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan
kombinasi gejala obstruksi dengan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis.
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin
sekali disertai strangulasi. Sedangkan obstruksi oleh tumor atau obstruksi oleh cacing
askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi. (9)

III.2 Epidemiologi

Ileus obstruksi merupakan kelainan bedah yang paling sering ditemui pada
usus halus. Adhesi intraabdominal pasca operasi merupakan etiologi yang paling sering
yaitu 75% dari seluruh kasus. Etiologi yang sering lainnya adalah hernia dan penyakit
Crohn. Pada kolon, kanker merupakan penyebab tersering dari ileus obstruksi.
Penyebab lainnya meliputi menyempitnya lumen usus karena diverkulitis atau penyakit
infeksi usus.(3,10)

Di Indonesia, perlekatan usus merupakan penyebab yang menempati urutan


pertama saat ini. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari ileus adalah
perlekatan. Survey Ileus Obstruksi RSUD dr Soetomo tahun 2001 mendapatkan 50%
dari penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti hernia 33,3%, keganasan
15%, volvulus 1,7%.

III.3 Klasifikasi

1. Secara umum(9)

-
Ileus obstruksi sederhana : obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah

-
Ileus obstruksi strangulata: ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi
iskemia yang akan menyebabkan nekrosis atau gangren.

2. Berdasarkan letak obstruksi(16)

11
 Letak tinggi : duodenum – jejenum

 Letak tengah : ileum terminal

 Letak rendah : colon sigmoid – rektum

Gambar 3.1. Klasifikasi ileus berdasarkan letak obstruksi

3. Berdasarkan stadium(9)

 Parsial : menyumbat sebagian lumen usus. Sebagian sisa makanan dan udara
masih dapat melewati tempat obstruksi.

 Komplit : menyumbat total lumen usus.

 Strangulasi : sumbatan kecil tapi dengan jepitan pembuluh darah.

III. 4 Etiologi

Penyebab ileus obstruksi secara umum dapat dibagi menjadi tiga mekanisme,
yaitu blokade intralumen,intramural atau lesi instrinsik dari dinding usus, kompresi
12
lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari usus (Thompson 2005). Lesi intraluminal
seperti fekalit, batu empedu, lesi intramural misalnya malignansi atau inflamasi, lesi
ektralumisal misalnya adhesi, hernia, volulus atau intususepsi.(3)

Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh :

Gambar 3.2. Penyebab ileus obstruksi pada usus halus(9)

1. Adhesi

Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis lokal


atau umum, atau pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengketan dalam bentuk
tunggal maupun multipel, dan dapat setempat maupun luas.Sering juga ditemukan
adhesi yang bentuknya pita. Pada operasi, perlengketan dilepaskan, dan pita dipotong
agar pasase usus pulih kembali. Ileus akibat adhesi umumnya tidak disertai
strangulasi.(9)

2. Hernia inkarserata

13
Hernia disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, sehingga terjadi
gangguan pasase atau gangguan vaskularisasi. Hernia merupakan penyebab kedua
terbanyak setelah adhesi dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. (9)

3. Askariasis

Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena
higiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Obstruksi umumnya
disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor
cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.

Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing atau
pencahar, demam, serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut atau anus. (9)

4. Invaginasi

Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada
dewasa muda. Invaginasi adalah masuknya bagian usus proksimal (intussuseptum)
kedalam bagian yang lebih distal dari usus (intussupien). Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk dan naik ke kolon asenden serta mungkin keluar
dari rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan obstruksi ataupun nekrosis iskemik pada
bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. (9)

Gambar 3.3. Invaginasi

5. Volvulus

14
Volvulus merupakan proses memutarnya usus sehingga menyebabkan
obstruksi usus dan gangguan vaskularisasi. Volvulus jarang terjadi di usus halus.
Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum. (9)

6. Kelainan kongenital

Dapat berupa stenosis atau atresia. Kelainan bawaan ini akan menyebabkan
obstruksi setelah bayi mulai menyusui. (9)

7. Radang kronik

Morbus Chron dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi, dan


fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik ini. (9)

8. Tumor

Lebih dari separuh tumor jinak ditemukan di ileum, sisanya di duodenum dan
yeyenum. Tumor jinak usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali
jika menimbulkan invaginasi (penyebab tidak langsung) atau karena tumornya sendiri
(penyebab langsung).

Separuh kasus tumor ganas terdapat di ileum. Keluhannya samar, seperti


penurunan berat badan dan sakit perut. Sama halnya dengan tumor jinak usus halus,
tumor ganas juga jarang menyebabkan obstruksi. (9)

9. Batu empedu yang masuk ke ileus

Inflamasi yang berat dari kantung empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu ke duodenum yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
ileum terminal atau katup ileosekal yang menyebabkan obstruksi. (9)

Ileus obstruksi pada kolon disebabkan 60% oleh malignansi, 20% oleh divertikulosis dan 5%
oleh volvulus sigmoid. (11)

1. Karsinoma kolon

15
Obstruksi kolon yang akut dan mendadak kadang-kadang disebabkan oleh
karsinoma. Sekitar 70-75% kasinoma kolon dan rektum terletak pada rektum dan
sigmoid. Karsinoma colon merupakan penyebab angka kematian yang tertinggi dari
pada bentuk kanker yang lain. Faktor predisposisi yang dikenal adalah poliposis
multiple, biasanya terdapat tanda-tanda yang mendahului antara lain penyimpangan
buang kotoran, keluarnya darah perektal dan colon akan mengalami distensi hebat
dalam waktu yang cepat. (9)

2. Volvulus

Volvulus terajadi akibar memutarnya usus (biasanya pada sekum atau


sigmoid) pada mesokolonnya sehingga menyebabkan obstruksi lumen dan gangguan
sirkulasi vena maupun arteri.

Volvulus sigmoid ditemukan jauh lebih banyak daripada volvulus sekum,


yaitu sekitar 90%.Kelainan ini terutama ditemukan pada orang yang lebih tua, orang
dengan riwayat kronik konstipasi. Volvulus sigmoid sering mengalami strangulasi
bila tidak dilakukan dekompresi.(9)

Volvulus sekum terjadi karena kelainan bawaan kolon kanan yang tidak
terletak retroperitoneal, jadi terdapat mesenterium yang panjang dan sekum yang yang
mobile karena tidak terfiksasi. Kelainan ini biasanya menyerang pada usia 60 tahunan.
Volvulus sigmoid terjadi karena mesenterium yang panjang dengan basis yang
sempit.( 9,11)

3. Divertikulitis

Diverticulitis adalah radang akut dalam divertikel tanpa atau dengan perforasi.
Biasanya radang disebabkan oleh retensi feses di dalamnya. Divertikel kolon paling
sering ditemui di sigmoid.Komplikasi dapat berupa perforasi, abses terbuka, fistel,
obstruksi parsial, dan perdarahan. ( 9)

4. Intususepsi/invaginasi

Merupakan suatu keadaan masuknya suatu segmen proksimal usus ke segmen


bagian distal yang akhirnya terjadi obstruksi usus strangulasi. Invaginasi diduga oleh
karena perubahan dinding usus khususnya ileum yang disebabkan oleh hiperplasia

16
jaringan lymphoid submukosa ileum terminal akibat peradangan, dengan abdominal
kolik.

Intususepsi sering terjadi pada anak anak. Namun, sekitar 5-15% dari kasus
intususepsi di belahan bumi bagian Barat terjadi di orang dewasa, yang mana dua per
tiga kasusnya disebabkan oleh tumor atau polip di usus halus(9,11).

5. Penyakit Hirschsprung

Penyakit Hirschprung atau yang disebut juga megacolon dapat digambarkan


sebagai suatu usus besar yang dilatasi, membesar dan hipertrofi yang berjalan kronik.
Penyakit ini dapat kongenital ataupun didapat dan biasanya berhubungan dengan ileus
obstruksi. (12)

Penyebab kongenital dari penyakit ini diakibatkan dari kegagalan migrasi dari
neural crest ke kolon bagian distal. Sedangkan megakolon yang didapat merupakan
hasil dari adanya infeksi ataupun konstipasi kronis. Infeksi Trypanosoma cruzi
menyerang sel ganglion dan menyebabkan megakolon. (12)

17
Location

CauseColon Tumors (usually in left colon), diverticulitis (usually in


sigmoid), volvulus of sigmoid or cecum, fecal
impaction, Hirschsprung's disease, Crohn's disease
Duodenum

Tabel 3.1. Etiologi ileus


 Adults Cancer of the duodenum or head of pancreas, ulcer
disease
obstruksi
 Neonates Atresia, volvulus, bands, annular pancreas

Jejunum and ileum

 Adults Hernias, adhesions (common), tumors, foreign body,


Meckel's diverticulum, Crohn's disease
(uncommon), Ascaris infestation, midgut volvulus,
intussusception by tumor (rare)

 Neonates Meconium ileus, volvulus of a malrotated gut, atresia,


intussusception
III.5 Patofisiologi
Patofisiologi yang terjadi
setelah obstruksi usus adalah
Causes of Intestinal Obstruction
sama, tanpa memandang apakah
obstruksi itu disebabkan oleh
penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utama
terletak pada obstruksi paralitik
dimana peristaltik dihambat
sejak awal, sedangkan pada
obstruksi mekanik, awalnya
peristaltik diperkuat, kemudian
intermitten, dan akhirnya
menghilang.(1)

Pada ileus
obstruksi usus halus
terjadi dilatasi pada usus
proksimal secara
progresif akibat akumulasi dari sekresi pencernaan dan udara yang tertelan (70% dari
udara yang tertelan) dalam lumen. Dilatasi dari usus halus menstimulasi aktivitas sel
sekretori, yang berakibat bertambahnya akumulasi cairan. Hal ini mengakibatkan
18
peristaltik meningkat pada bagian atas dan bawah dari obstruksi, dengan buang air
besar yang jarang dan flatus pada awal perjalanan. (13)

Distensi berat pada dinding usus akan mengurangi pengaliran air dan natrium
dari lumen usus ke darah. Sekitar 8 liter cairan disekresi ke dalam saluran cerna setiap
hari, sehingga tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat. Hal ini akan mengompresi saluran limfe mukosa dan menyebabkan
limfedema pada dinding usus. Dengan meningkatnya tekanan hidrostatik intraluminal,
meningkatnya tekanan hidrostatik pada kapiler akan menyebabkan cairan yang
banyak, elektrolit dan protein ke dalam lumen usus. Kehilangan cairan dan dehidrasi
yang disebabkan oleh hal akan sangat parah dan dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. (13)

Muntah dan pengosongan isi usus merupakan penyebab utama kehilangan


cairan dan elektrolit. Akibat muntah tadi akan terjadi dehidrasi, hipovolemik. Pada
obstruksi proksimal, kehilangan cairan disertai oleh kehilangan ion hidrogen (H +),
kalium dan klorida, sehingga terjadi alkalosis metabolik. Peregangan usus yang terjadi
secara terus menerus mengakibatkan timbulnya lingkaran setan penurunan absorpsi
carian dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus
adalah iskemia akibar peregangan dan peningkatan permeabilitas yang disebabkan
oleh nekrosis, disertai dengan absorpsi toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan
sirkulasi sistemik.(1)

Pada obstruksi intestinal simpel, obstruksti terjadi tanpa gangguan


vaskularisasi. Makanan dan cairan yang masuk, sekresi getah pencernaan, dan gas
terkumpul di proksimal obstruksi. Bagian proksimal usus distensi, sedangkan bagian
distalnya kolaps.Fungsi absorpsi dan sekresi dari mukosa usus berkurang, dan dinding
usus menjadi edema dan terbendung. Distensi usus yang parah akan semakin
progresif, menambah peristaltik, dan meningkatkan risiko dehidrasi dan progresi ke
arah strangulasi. (8)

Obstruksi intestinal strangulasi merupakan obstruksi dengan gangguan aliran


pembuluh darah, terjadi pada 25% dari pasien dengan ileus obstruksi. Biasanya
berhubungan dengan hernia, volvulus, dan intususepsi. Obstruksi strangulasi bisa
menjadi infark dan gangren dalam waktu 6 jam. Awalnya akan terjadi obstruksi vena,

19
kemudia oklusi arteri dan akhirnya iskemi cepat dari dinding usus. Usus yang iskemi
akan menjadi edema dan infark, yang berujung gangren dan perforasi. Bila tidak
ditangani akan menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian. Pada ileus obstruksi
kolon, strangulasi jarang terjadi (kecuali pasien dengan volvulus).(8,13)

Perforasi dapat terjadi pada bagian yang iskemik (usus halus). Risiko akan
meningkat bila sekum dilatasi dengan diameter > 13 cm.

Pada ileus obstruksi kolon, terjadi dilatasi pada usus yang letaknya diatas
obstruksi, yang akan menyebabkan edema mukosa, gangguan aliran vena dan arteri ke
usus. Edema dan iskemi yang terjadi meningkatkan permeabilitas mukosa, yang
Obstruksi Usus
mengakibatkan translokasi bakteri (termasuk bakteri anaerob Bacteoides) , toksik
sistemik, dehidrasi, dan gangguan elektrolit. Iskemik pada kolon dapat mengakibatkan
perforasi. (11)

Akumulasi gas dan cairan intralumen di sebelah


proksimal dari letak obstruksi

Distensi Proliferasi bakteri Kehilangan H2O


yang berlangsung
dan elektrolit
cepat

Tekanan intralumen yang


Volume ECF
meningkat dipertahankan

Iskemia dinding usus

Kehilangan cairan menuju


ruang peritoneum

Pelepasan bakteri dan toksin


dari usus yang nekrotik ke
dalam peritoneum dan
sirkulasi sistemik
20

Peritonitis septikemia Syok hipovolemik


Diagram 3.1 Patofisiologi Ileus Obstruksi.(7)

III.6 Manifestasi Klinik


a. Obstruksi usus halus

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di dalam lumen usus
bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah. Keadaan umum akan
memburuk dalam waktu yang relatif singkat.(9)

Gejala yang timbul biasanya : kolik pada daerah umbilikus atau di


epigastrium, mual, muntah pada obstruksi letak tinggi, dan konstipasi (pada
pasien dengan obstruksi total). Pasien dengan obstruksi simpel/parsial
biasanya menderita diare pada awal obstruksi. Konstipasi dengan tidak dapat
flatus dirasakan oleh pasien pada fase lanjut..Gerakan peristaltik yang high
pitched dan meningkat yang bersamaan dengan adanya kolik merupakan tanda
yang khas. (8)

Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik.Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruksi usus halus, setiap 15
sampai 20 menit pada ileus obstruksi usus besar. Nyeri dari ileus obstruksi
usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen.
(7)

Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang


memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu. Pada ileus obstruksi
21
usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan
jernih, hijau atau kuning. Muntah fekulen dapat terjadi pada obstruksi usus
halus yang lama yang terjadi karena bakteri yang tumbuh banyak dan
merupakan tanda patognomonik dari ileus obstruksi usus halus bagian distal
komplit.(15)

Pada obstruksi strangulasi, gejalanya biasanya takikardi, demam, asidosis,


leukosistosis, dinding perut yang lemas. Apabila telah terjadi infark, dinding
perut akan lemas dan pada auskultasi didapatkan peristaltik yang minimal.(3,8)

b. Obstruksi kolon

Gejalanya biasanya lebih ringan dan terjadi lebih perlahan dibandingkan obstruksi pada usus halus. Gejala awalnya adalah perubahan

kebiasaan buang air besar, terutama berupa obstipasi dan kembung, yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah (suprapubik).

Akhirnya,penderita mengeluh konstipasi menyebabkan adanya distensi abdomen. Muntah mungkin terjadi namun tidak sering. muntah

timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan karena

adanya renggang waktu yang lama.(3,8)

Small-intestinal Large Intestinal


obstruction obstruction

Penyebab paing sering Adhesi dan hernia Kanker

Gejala Kolik abdomen dan Kolik abdomen dan


muntah dengan interval muntah yang jarang
yang reguler

Pemeriksaan fisik Distensi abdomen mild- Distensi abdomen


moderate moderate

Foto polos abdomen Dilatasi lumen usus Dilatasi kolon dengan


halus dengan air fluid atau tanpa distensi usus
level ; udara dan kotoran halus dan air fluid level
yang sedikit pada distal

Tabel 3.2 Tabel Perbedaan Klinis Obstruksi Usus Halus dan Kolon(15)

22
III.7 Diagnosis

Diagnosis ileus obstruksi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis mengenai


gejala klinis yang timbul, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan juga
pemeriksaan penunjang. (15)

1. Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruksi tinggi, sering dapat ditemukan


penyebab, misalnya berupa adhesi dalam perut karena dioperasi atau terdapat
hernia. Gejala yang timbul umumya berupa syok, oligouri,dan gangguan
elektrolit.Kemudian ditemukan adanya serangan kolik perut, di sekitar
umbilikus pada ileus obstruksi usus halus dan disuprapubik pada ileus
obstruksi usus besar. Pada anamnesis, didapatkan adanya mual dan
muntah,tidak bisa BAB (buang air besar), tidak dapat flatus, perut kembung.
(2,9)

Pada strangulasi, terdapat jepitan yang menyebabkan gangguan


peredaran darah sehinggga terjadi iskemia, nekrosi atau gangren. Gangren
menyebabkan tanda toksis seperti, demam, takikardi, syok septik, dengan
leukosistosis. (2,9)

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi

Pada inspeksi secara umum, terlihat adanya tanda-tanda


dehidrasi, dilihat dari turgor kulit, mulut kering. Penderita tampak
gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik. Pada inspeksi
abdomen, terlihat distensi, darm countour (gambaran kontur usus),
darm steifung (gambaran gerakan usus), terutama pada penderita yang
kurus. (2,14)

Adanya adhesi dapat dilihat dengan adanya bekas luka operasi


pada abdomen. Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang
menandakan adanya hernia. (14)

23
b. Auskultasi

Pada auskultasi, terdengar hiperperistaltik yang kemudian suara


usus meninggi (metallic sound) terutama pada permulaan terjadinya
obstruksi dan borborygmi sound terdengar sangat jelas pada saat
serangan kolik. Kalau obstruksi berlangsung lama dan telah terjadi
strangulasi serta peritonitis, maka bising usus akan menghilang(15).

c. Palpasi

Pada palpasi, diraba adanya defans muskular, ataupun adanya


tanda peritonitis seperti nyeri tekan, nyeri lepas, teraba massa seperti
pada tumor, invaginasi, dan hernia. (2,14)

d. Perkusi

Pada perkusi didapatkan bunyi hipertimpani. (9,15)

 Rectal Toucher

Untuk mengetahui apakah adanya massa dalam rectum. Apakah


ada darah samar, adanya feses harus diperhatikan. Tidak adanya feses
menunjukan obstruksi pada usus halus. Apabila terdapat darah berarti
penyebab ileus obstruksi adalah lesi intrinsik di dalam usus seperti
malignansi. .(11,15)

3. Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman


untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan ialah
darah lengkap, elektrolit, BUN (blood urea nitrogen), ureum amilase, dan
kreatinin. (15)

Pada ileus obstruksi sederhana, hasil pemeriksaan laboratoriumnya dalam


batas normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis,
24
dan nliai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering
didapatkan pada semua jenis ileus obstruksi, terutama strangulasi. Penurunan
dalam kadar serum natrium, klorida dan kalium merupakan manifestasi lebih
lanjut, dapat juga terjadi alkalosis akibat muntah. Bila BUN didapatkan
meningkat, menunjukkan hipovolemia dengan azotemia prerenal.(2,15)

 Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis ileus obstruksi biasanya dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan


radiologi.

a. Foto polos abdomen

Diperlukan foto abdomen 3 posisi yaitu foto posisi supine, foto posisi
setengah duduk, dan foto left lateral decubitus. Pada posisi supine dapat
ditemukan gambaran distensi usus dan herring bone appearance, posisi
lateral dekubitus ataupun setengah duduk dapat ditemukan gambaran step
ladder pattern,

Hal yang paling spesifik dari obstruksi usus halus ialah distensi usus
halus (diamater > 3 cm), adanya air fliud level pada foto posisi setengah
duduk, dan kekurangan udara pada kolon. Negatif palsu dapat ditemukan
pada pemeriksaan radiologi ketika letak obstruksi berada di proksimal usus
halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak adanya
udara. Hal ini dapat mengakibatkan tidak adanya gambaran air fluid level
ataupun distensi usus.(2,3)

Pada ileus obstruksi kolon, pemeriksaan foto abdomen menunjukan


adanya distensi pada bagian proksimal dari obstruksi. Selain itu, tampak
gambaran air fluid level yang berbentuk seperti tangga yang disebut juga
step ladder pattern karena cairan transudasi.  

25
Gambar 3.4 Foto polos abdomen posisi supine (dilatasi usus) (2)

(a) (b)

Gambar 3.5 (a) ileus obstruksi (b) posisi setengah duduk dengan gambaran air fluid level
yang membentuk step ladder pattern) (9,15)

b. Foto Thorax

26
Foto thorax dapat menggambarkan adanya free air sickle yang terletak
dibawah difaragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi usus.(11)

Gambar 3.6. Gambaran free air sickle(11)

c.CT scan

CT scan berguna untuk menentukan diagnosa dini dari obstruksi


strangulasi dan untuk menyingkirkan penyebab akut abdominal lain, terlebih
jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT scan juga dapat
membedakan penyebab dari ileus obstrusi usus halus,yaitu penyebab
ekstrinsik (seperti adhesi dan hernia) dengan penyebab instrinsik (seperti
malignansi dan penyakit Chron). Obtruksi pada CT scan ditandai dengan
diameter usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter kurang dari 1 cm.(11)

Temuan lain pada obstruksi usus yaitu zona transisi dengan dilatasi usus
proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tidak
dapat melewati bagian obstruksi, dan pada bagian kolon terdapat gas ataupun
cairan. Strangulasi ditandai dengan menebalnya dinding usus, pneumatosis
intestinalis (udara pada dinding usus), udara pada vena porta, dan
berkurangnya kontras intravena ke dalam usus yang terkena.(3)

27
Penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas CT 80-90%, spesifisitas 70-
90% dalam mendeteksi obstruksi.(3)

Gambar 3.7. Ileus obstruksi pada CT scan (dilatasi lumen usus halus, dan dekompresi
terminal ileum (I) dan kolon asenden (C)) (3,11)

d. Enteroclysis

Enteroclysis berguna untuk mendeketsi adanya obstruksi dan berguna


membedakan antara obstruksi parsial atau total. Metode ini berguna jika
foto polos abdomen mempelihatkan gambaran normal namun gambaran
klinis menunjukan adanya obstruksi atau jika foto polos abdomen tidak
spesifik. Pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi karena metastase,
tumor yang rekuren, dan kerusakan akibat radiologi. Enteroclysis dapat
dilakukan dengan dua jenis kontras. Barium merupakan kontras yang sering
digunakan dalam pemeriksaan ini. Barium aman digunakan dan berguna
mendiagnosa obstruksi bila tidak terdapat iskemia usus ataupun perforasi.
Namun, penggunaan barium sering dihubungkan dengan terjadinya
peritonitis, dan harus dihindari bila diduga adanya perforasi.(11)

Enteroclysis jarang digunakan pada keadaan akut. Pada pemeriksaan


ini, digunakan 200-250 mL barium dan diikuti 1-2 L larutan
methylcellulose dalam air yang dimasukan melalui proksimal jejenum
melalu kateter nasoenteric.

28
(a) (b)

Gambar 3.8. (a). adhesional small bowel obstruction. Menunjukan gambaran lumen usus
yang menyempit (tanda anak panah) (b). Enteroclysis(11)

e.USG abdomen

USG merupakan pemeriksaan yang tidak invasif dan murah


dibandingnkan CT scan, dan spefisitas dari USG dilaporkan mencapai 100%.
Pemeriksaan ini dapat menunjukan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus. (2,12)

Gambar 3.9. USG abdomen dengan gambaran dilatasi usus halus(2,12)

III.8 Diagnosa Banding


Diagnosa banding dari ileus obstruksi adalah :
29
a. Ileus paralitik

Pada ileus paralitik terdapat distensi yang hebat namun nyeri yang dirasakan
lebih ringan dan cenderung konstan, mual, muntah, bising usus yang
menghilang, pada pemeriksaan fisik tidak adanya defans muskular dan pada
gambaran foto polos didapatkan gambaran udara pada usus.(9,13)

b. Appendisitis akut

Pada appendisitis akut, didapatkan gejala nyeri tumpul pada epigastrium yang
kemudian berpindah pada kuadran kanan bawah, demam, mual, dan muntah. (9)

c. Pankreatitis akut

Nyeri pada pankreatitis akut biasanya dirasakan sampai ke punggung. Gejala


ini dapat juga berhubungan dengan ileus paralitik. Pada pankreatitis akut, amilase
kadarnya akan sangat tinggi bila dibandingkan ileus obstruksi. (13)

d. Gastroenteritis akut

Pada gastoenteritis akut juga terdapat nyeri perut dan muntah. Diare pada
penyakit ini juga menyebabkan adanya hiperperistaltik pada auskultasi.Namun
dapat dipikirkan adanya ileus bila abdomen distensi dan hilangnya suara atau
sedikitnya aktifitas usus. (9,13)

e. Torsio ovarium, dysmenorrhea, endometriosis (8)

III.9 Penatalaksanaan
Ileus obstruksi di usus harus dihilangkan segera setelah keadaan umum
diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tatalaksana
dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. Pada
strangulasi, tidak ada waktu untuk memperbaiki keadaan umum, sehingga strangulasi
harus segera diatasi.(9)

1. Terapi konservatif


Pasien dengan ileus obstruksi bisanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan elektrolit (Natrium, kalium, dan klorida) akibat

30
berkurangnya intake makanan, muntah, sehingga membutuhkan
penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer
Laktat. Koreksi melalui cairan ini dapat dimonitor melalui urin dengan
menggunakan kateter , tanda tanda vital, pemeriksaan laboratorium,
tekanan vena sentral. (3,11)


Pemberian antibiotik broadspectrum dapat diberikan sebagai profilaksis
atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ileus obstruksi. Injeksi
Ceftriakson 1 gram 1 kali dalam 24 jam dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat juga diberikan untuk mengatasi muntah.
(3,11)


Dekompresi traktus gastrointestinal dengan menggunakan nasogastric
tube (NGT) dan pasien dipuasakan. Hal ini berguna untuk mengeluarkan
udara dan cairan dan untuk mengurangi mual, distensi, dan resiko
aspirasi pulmonal karena muntah. (3,11)


Pada ileus obstruksi parsial, biasanya dilakukan tindakan konservatif dan
pemantauan selama 3 hari. Penelitian menunjukkan adanya perbaikan
dalam pasien dengan keadaan tersebut dalam waktu 72 jam. Namun jika
keadaan pasien tidak juga membaik dalam 48 jam setelah diberi terapi
cairan dan sebagainya, maka terapi operatif segera dilakukan.(3,11)

2. Operatif

Secara umum, pasien dengan ileus obstruksi total memerlukan tindakan


operatif segera, meskipun operasi dapat ditunda untuk memperbaiki keadaan
umum pasien bila sangat buruk. Operasi dapat dilakukan bila rehidrasi dan
dekompresi nasogastrik telah dilakukan. (3,8)

Tindakan operatif dilakukan apabila terjadi :

-
Strangulasi

-
Obstruksi total

31
-
Hernia inkarserata

-
Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif (pemasangat NGT,
infus, dan kateter).(9)

Tindakan operatif pada ileus obstruksi ini tergantung dari


penyebabnya. Misalnya pada adhesi dilakukan pelepasan adhesi tersebut,
tumor dilakukan reseksi, dan pada hernia dapat dilakukan herniorapi dan
herniotomi. Usus yang terkena obstruksi juga harus dinilai apakah masih
bagus atau tidak, jika sudah tidak viabel maka dilakukan reseksi. Kriteria
dari usus yang masih viabel dapat dilihat dari warna yang normal, dan
adanya peristaltik, dan pulsasi arteri.(3)

Kanker kolon yang meyebabkan obstruksi kadang dilakukan reseksi dan


anastomosis, dengan atau tanpa colostomi atau ileostomy sementara. Jika
tidak dapat dilakukan, maka tumor diangkat dan kolostomi atau ileostomi
dibuat. Diverkulitis yang menyebabkan obstruksi, biasanya sering terjadi
perforasi. Reseksi bagian yang terkena divertikel mungkin agak sulit tapi
merupakan indikasi jika terjadi perforasi ataupun peritonitis umum.
Biasanya dilakukan reseksi dan kolostomi, namun anastomosis ditunda
sampai rongga abdomen bebas radang (cara Hartman).Volvulus sekal
biasanya dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang
terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang
juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Pada volvuus
sigmoid, dapat dilakukan reposisi dengan sigmoidoskopi, dan reseksi dan
anastomosis dapat dilakukan beberapa hari kemudian. Tanpa dilakukan
reseksi, kemungkinan rekuren dapat terjadi.(8)

32
Gambar 3.2. Algoritma penatalaksanaan ileus obstruksi usus halus(14)

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus :

a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah


sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh adhesi atau pada volvulus ringan. (14)

b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.

c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat


obstruksi,misalnya pada Ca stadium lanjut. (14)

d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung


usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma
colon,invaginasi strangulata dan sebagainya. (14)

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan


operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan

33
penderitanya,misalnya pada Ca sigmoid obstruksi, mula-mula dilakukan kolostomi
saja, kemudian dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (15)

Tindakan dekompresi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
kesimbangan asam basa darah tetap dilaksanakan pasca tindakan operasi.
Pada obstruksi lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca
bedah sangat penting sampai 6-7 hari pasca bedah. Bahaya pada pasca
bedah ialah toksinemia dan sepsis. Gambaran klinisnya biasanya tampak
pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas
dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting. (3)

III.10 Komplikasi
Komplikasi dari ileus obstruksi dapat berupa nekrosis usus, perforasi usus
yang dapat menyebabkan peritonitis, syok septik, dan kematian. Usus yang strangulasi
mungkin mengalami perforasi yang mengakibatkan materi dalam usus keluar ke
peritoneum dan mengakibatkan peritonitis. Meskipun tidak mengalami perforasi,
bakteri dapat melintasi usus yang permeabel dan masuk ke sirkulasi darah yang
mengakibatkan syok septik.(14)

III.11 Prognosis
Angka kematian pada ileus obstruksi usus non-strangulasi adalah < 5 %,
dengan banyaknya kematian terjadi pada pasien usia lanjut dengan komorbid. Angka
kematian pada operasi ileus obstruksi usus strangulasi berkisar 8-25%. (3)

Pada ileus obstruksi kolon, biasanya angka kematian berkisar antara 15 – 30 %. Perforasi
sekum merupakan penyebab utama kematian. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
dilakukan dengan cepat.

BAB IV

KESIMPULAN

Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh
34
adhesi, hernia inkarserata, askariasis, invaginasi, volvulus, kelainan kongenital, radang
kronik, neoplasma, benda asing. Sedangkan ileus obstruksi pada kolon dapat disebabkan oleh
karsinoma, volvulus, divertikulum meckel, intsusuepsi, penyakit Hirchsprung.
Gejala umum yang timbul ialah syok, oligouri, gangguan elektrolit. Selanjutnya gejala
dari ileus obstruksi ialah nyeri kolik abdomen, mual, muntah, tidak dapat buang air besar,
tidak dapat flatus, perut kembung (distensi). Pada pemeriksaan fisik, terutama abdomen,
terlihat distensi abdomen, terdapat darm contour, darmn steifung, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik dengan nada tinggi (metalic sound) yang jika obstruksi terus berlanjut, bising
usus akan melemah dan menghilang. Pada pemeriksaan radiologi, yaitu foto polos abdomen 3
posisi, didapatkan gambaran herring bone appearance, air fluid level yag membentuk
kaskade yang disebut juga step ladder pattern. Bila terjadi perforasi usus, dapat ditemukan
adanya free air sickle di bawah diafragma kanan.
Terapi pada ileus obstruksi meliputi tindakan konservatif yaitu resusitasi cairan
dengan cairan intravena dan monitoring melalui urin, dekompresi dengan menggunakan
NGT, pemberian antibiotik broadspectrum dan tindakan operatif yang biasanya sering
dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lindseth Glenda. Gangguan Usus Halus. In : Price Slyvia, Wilson Lorraine,editors.
Patofisiologi Konsep Kinis Proses – Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC ; 2006. p
437-52

2. Sjamsuhidajat R,Dahlan M, Jusi Djang. Gawat Abdomen. Dalam : Sjamsuhidajat R,


Karnadiharja W, Rudiman R, Prasetyono Theddeus, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Ed 3. Jakarta : EGC ; 2012. P 237-45

35
3. Whang E E, Ashley Stanley, Zinner J Michael. Small Intestine. In :Charles F
Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006. P 702-
11

4. Sherwood Lauralee. Sistem Pencernaan. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. D 2.


Jakarta ; EGC ; 2001. p 570-88

5. Kumar Vinay Kapoor. Small Intestine Anatomy. 2011. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/1948951-overview#showall. Accesed
September 29, 2012

6. Kumar Vinay Kapoor. Large Intestine Anatomy. 2011. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/1948929-overview#showall. Accesed
September 29, 2012

7. Lindseth Glenda. Gangguan Usus Besar. In : Price Slyvia, Wilson Lorraine,editors.


Patofisiologi Konsep Kinis Proses – Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC ; 2006. p
456-59

8. Ansari Parswa. Intestinal Obstruction. 2012. Available at :


http://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal_disorders/acute_abdome
n_and_surgical_gastroenterology/intestinal_obstruction.html#v890928. Accesed
September 25, 2017

9. Riwanto Ign. Hidayat A H, Pieter J, Tjambolang T, Ahmadsyah I. Usus Halus,


Apendiks, Kolon, dan Anorektum. Dalam : Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W,
Rudiman R, Prasetyono Theddeus, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta :
EGC ; 2012. p 731- 72

10. Anonim. Bowel Obstruction. 2011. Available at : http://www.webmd.com/digestive-


disorders/tc/bowel-obstruction-topic-overview. Accesed September 29, 2012

11. Hopkins Christy. Large Bowel Obstruction. 2011. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/774045-treatment#showall. Accesed September
29, 2012

12. Bullard Kelli, Rothenberger David. Colon, Rectum, and Anus. In : Charles F
Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006. P 770

36
13. Nobie Brian. Small Bowel Obstruction. 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview#showall. Accesed September
29, 2012

14. Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih
Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993; 239 – 42

15. Hodin Richard, Matthews Jeffrey. Small Intestine. Dalam : Norton Jeffey, Bolinger
Randal, Chang Alfred, Lowry Stephen, et all. Surgery Basic Science and Clinical E
vidence. New Yoek : Springer. 2000. P 617-26

16. Mansjoer A,Suprohaita,Wardhani WI.,Setiowulan W.Ileus obstruktif. Dalam : Kapita


Selekta Kedokteran Edisi Ke-empat Jilid 1. Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Indonesia.Jakarta.2014;221-222

37

Anda mungkin juga menyukai