DAFTAR ISI.........................................................................................................................................1
BAB I....................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.................................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
BAB III................................................................................................................................................11
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................................11
III.1 Definisi....................................................................................................................................11
III.2 Epidemiologi...........................................................................................................................11
III.3 Klasifikasi................................................................................................................................12
III. 4 Etiologi...................................................................................................................................13
III.5 Patofisiologi.............................................................................................................................18
III.7 Diagnosis.................................................................................................................................22
III.9 Penatalaksanaan......................................................................................................................30
III.10 Komplikasi.............................................................................................................................34
III.11 Prognosis...............................................................................................................................34
BAB IV...............................................................................................................................................35
KESIMPULAN...................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................36
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi dua yaitu ileus
obstruksi dan ileus paralitik. Ileus obstruksi merupakan kegawatdarurataan abdomen dan
merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen diluar appendisitis akut.
Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Obstruksi usus dapat disebabkan karena adanya lesi pada
bagian dinding usus, diluar usus, maupun di lumen usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut
maupun kronis, parsial maupun total. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering adalah
karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Sebagian besar obstruksi
mengenai usus halus. Obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi
atau sumbatan di dalam lumen usus. 75% dari kasus obstruksi usus halus disebabkan oleh
adhesi intraabdominal pasca operasi. Penyebab tersering lainnya adalah hernia inkarserata
dan penyakit Chron.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan
diagnosis dini dan tindakan pembadahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.(1,2,3)
Pada referat ini akan dibahas mengenai ileus obstruksi, mulai dari anatomi usus,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik maupun penunjang,
komplikasi, terapi sampai prognosis.
2
BAB II
1. Pars superior duodeni, yang hampir selalu ditutupi oleh peritoneum dan cukup
mobile.
2. Pars descenden duodenum terletak pada garis vertical dari apex pars superior
duodeni sampai sepertiga bagian horizontal. Pada bagian medialnya terdapat
ductus choledocus dan ductus pancreaticus wirsungi. Terletak di
retroperitoneum
3
Gambar 2.1. Bagian duodenum
4
duodenum dn jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai penggantung
(suspensorium). (1)
Sekitar duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga
perlima bagian akhirnya adalah ileum. Jejenum dan ileum digantung oleh
mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum yang menyokong pembuluh
darah dan limfe yang menyuplai ke usus. Secara histologi, ileum memiliki plak
peyeri dan jejenum memiliki lapisan mukosa yang lebih tebal yang disebut
plica sirkulare(5).
B. Kolon
6
.
Aliran balik vena usus besar melalui vena mesenterica superior, vena
mesenterika inferior dan vena hemoroidalis superior yang bermuara ke vena
porta. Vena hemoroidalis media dan inferior menuju ke vena iliaka.(7)
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan penyerapan
nutrisi, air, elektrolit, dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, HCL, pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung
terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut ke dalam duodenum terutama
7
oleh kerja enzim enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat memberikan
perlindungan terhadap asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzi-enzim. .
(1,4)
Getah yang dikeluarkan oleh usus halus yang disebut sukus enterikus tidak
mengandung enzim pencernaan apapun. Enzim-enzim pencernaan yang disintesis
oleh usus halus bekerja secara intrasel di dalam membran brush border sel epitel.
Enzim-enzim ini menyelesaikan pencernaan karbohidrat dan protein sebelum
masuk ke dalam darah.(4)
Pencernaan lemak terjadi di lumen usus halus oleh lipase pankreas. Karena
tidak larut air, produk pencernaan lemak harus mengalami beberapa transformasi
yang memungkinkan diserap secara pasif dan masuk ke limfe. Sebagian besar
garam empedu dikeluarkan oleh kandung empedu ke dalam duodenum untuk
membantu pencernaan lemak, yang akan direabsorpsi dalam ileum terminal dan
masuk kembali ke hati. (4)
Mukosa usus halus memiliki adaptasi tinggi terhadap fungsi pencernaan dan
penyerapan. Lapisan ini membentuk lipatan-lipatan yang mengandung banyak
tonjolan berbentuk jari,vilus, yang juga terdapat mikrovilus / brush border. Vilus
dan mikrovilus ini meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk menyimpan
enzim-enzim dan untuk melaksanakan penyerapan aktif dan pasif. Mukosa usus ini
8
diganti setiap 3 hari untuk memastikan adanya sel sel epitel yang sehat dan
fungsional.(4)
Usus halus menyerap hampir semua nutrisi dari makanan yang masuk dan
getah pencernaan yaitu sekitar 9 L per hari, dalam bentuk H 2O dan zat zat terlarut
termasuk vitamin, elektrolit, hanya sejumlah kecil cairan dan residu makanan yang
tidak dapat diserap (sekitar 500ml) yang lolos ke usus besar. Sebagian besar
penyerapan berlangsung di duodenum dan jejenum, sangat sedikit yang
berlangsung di ileum karena sebagian besar penyerapan sudah selesai sebelum isi
lumen sampai ke ileum. Bila ileum terminal diangkat, penyerapan vitamin B 12 dn
garam empedu akan terganggu karena mekanisnme transportasi khusus hanya
terdapat pada daerah ini.(1,4)
Di pertemuan antara usus halus dan usus besar, yaitu ileum terminal, akan
mengosongkan isisnya ke dalam sekum. Pertemuan ini membentuk katup
ileosekum yang dikelilingi oleh otot polos tebal, sfingter ileosekum. Tekanan di sisi
sekum mendorong katup tertutup dan menyebabkan sfingter berkontraksi. Hal ini
mencegah isi kolon yang penuh bakteri mencemari usus halus yang kaya akan
nutrien. Sebagai respon terhadap tekanan di sisi ileum dan terhadap hormon gastrin
yang disekresikan sewaktu makanan baru masuk ke lambung, sfingter membuka
dan memungkinkan isi ileum memasuki usus besar.(4)
Dalam keadaan normal, kolon menerima sekitar 500ml kimus dari usus halus
setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang
tidak dapat dicerna (misal selulosa), empedu yang tidak dapat diserap, dan sisa
cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya kemudian
memekatkan dan menyimpan residu makanan sampai mereka dapat dieliminasi
dari tubuh sebagai feses. (4)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Definisi
Ileus obstruksi merupakan gangguan mekanik baik parsial maupun total dari
pasase isi usus. Ileus obstuktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal ini menyebabkan pasase lumen usus
terganggu.(8)
Ileus obstruksi disebut juga obstruksi lumen usus, disebut demikian apabila
disebabkan oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus. Pada
obstruksi harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dari obstruksi strangulasi. Obstruksi
10
sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada
strangulasi ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat, yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan
kombinasi gejala obstruksi dengan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis.
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin
sekali disertai strangulasi. Sedangkan obstruksi oleh tumor atau obstruksi oleh cacing
askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi. (9)
III.2 Epidemiologi
Ileus obstruksi merupakan kelainan bedah yang paling sering ditemui pada
usus halus. Adhesi intraabdominal pasca operasi merupakan etiologi yang paling sering
yaitu 75% dari seluruh kasus. Etiologi yang sering lainnya adalah hernia dan penyakit
Crohn. Pada kolon, kanker merupakan penyebab tersering dari ileus obstruksi.
Penyebab lainnya meliputi menyempitnya lumen usus karena diverkulitis atau penyakit
infeksi usus.(3,10)
III.3 Klasifikasi
1. Secara umum(9)
-
Ileus obstruksi sederhana : obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah
-
Ileus obstruksi strangulata: ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi
iskemia yang akan menyebabkan nekrosis atau gangren.
11
Letak tinggi : duodenum – jejenum
3. Berdasarkan stadium(9)
Parsial : menyumbat sebagian lumen usus. Sebagian sisa makanan dan udara
masih dapat melewati tempat obstruksi.
III. 4 Etiologi
Penyebab ileus obstruksi secara umum dapat dibagi menjadi tiga mekanisme,
yaitu blokade intralumen,intramural atau lesi instrinsik dari dinding usus, kompresi
12
lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari usus (Thompson 2005). Lesi intraluminal
seperti fekalit, batu empedu, lesi intramural misalnya malignansi atau inflamasi, lesi
ektralumisal misalnya adhesi, hernia, volulus atau intususepsi.(3)
1. Adhesi
2. Hernia inkarserata
13
Hernia disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, sehingga terjadi
gangguan pasase atau gangguan vaskularisasi. Hernia merupakan penyebab kedua
terbanyak setelah adhesi dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. (9)
3. Askariasis
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena
higiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Obstruksi umumnya
disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor
cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing atau
pencahar, demam, serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut atau anus. (9)
4. Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada
dewasa muda. Invaginasi adalah masuknya bagian usus proksimal (intussuseptum)
kedalam bagian yang lebih distal dari usus (intussupien). Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk dan naik ke kolon asenden serta mungkin keluar
dari rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan obstruksi ataupun nekrosis iskemik pada
bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. (9)
5. Volvulus
14
Volvulus merupakan proses memutarnya usus sehingga menyebabkan
obstruksi usus dan gangguan vaskularisasi. Volvulus jarang terjadi di usus halus.
Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum. (9)
6. Kelainan kongenital
Dapat berupa stenosis atau atresia. Kelainan bawaan ini akan menyebabkan
obstruksi setelah bayi mulai menyusui. (9)
7. Radang kronik
8. Tumor
Lebih dari separuh tumor jinak ditemukan di ileum, sisanya di duodenum dan
yeyenum. Tumor jinak usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali
jika menimbulkan invaginasi (penyebab tidak langsung) atau karena tumornya sendiri
(penyebab langsung).
Inflamasi yang berat dari kantung empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu ke duodenum yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
ileum terminal atau katup ileosekal yang menyebabkan obstruksi. (9)
Ileus obstruksi pada kolon disebabkan 60% oleh malignansi, 20% oleh divertikulosis dan 5%
oleh volvulus sigmoid. (11)
1. Karsinoma kolon
15
Obstruksi kolon yang akut dan mendadak kadang-kadang disebabkan oleh
karsinoma. Sekitar 70-75% kasinoma kolon dan rektum terletak pada rektum dan
sigmoid. Karsinoma colon merupakan penyebab angka kematian yang tertinggi dari
pada bentuk kanker yang lain. Faktor predisposisi yang dikenal adalah poliposis
multiple, biasanya terdapat tanda-tanda yang mendahului antara lain penyimpangan
buang kotoran, keluarnya darah perektal dan colon akan mengalami distensi hebat
dalam waktu yang cepat. (9)
2. Volvulus
Volvulus sekum terjadi karena kelainan bawaan kolon kanan yang tidak
terletak retroperitoneal, jadi terdapat mesenterium yang panjang dan sekum yang yang
mobile karena tidak terfiksasi. Kelainan ini biasanya menyerang pada usia 60 tahunan.
Volvulus sigmoid terjadi karena mesenterium yang panjang dengan basis yang
sempit.( 9,11)
3. Divertikulitis
Diverticulitis adalah radang akut dalam divertikel tanpa atau dengan perforasi.
Biasanya radang disebabkan oleh retensi feses di dalamnya. Divertikel kolon paling
sering ditemui di sigmoid.Komplikasi dapat berupa perforasi, abses terbuka, fistel,
obstruksi parsial, dan perdarahan. ( 9)
4. Intususepsi/invaginasi
16
jaringan lymphoid submukosa ileum terminal akibat peradangan, dengan abdominal
kolik.
Intususepsi sering terjadi pada anak anak. Namun, sekitar 5-15% dari kasus
intususepsi di belahan bumi bagian Barat terjadi di orang dewasa, yang mana dua per
tiga kasusnya disebabkan oleh tumor atau polip di usus halus(9,11).
5. Penyakit Hirschsprung
Penyebab kongenital dari penyakit ini diakibatkan dari kegagalan migrasi dari
neural crest ke kolon bagian distal. Sedangkan megakolon yang didapat merupakan
hasil dari adanya infeksi ataupun konstipasi kronis. Infeksi Trypanosoma cruzi
menyerang sel ganglion dan menyebabkan megakolon. (12)
17
Location
Pada ileus
obstruksi usus halus
terjadi dilatasi pada usus
proksimal secara
progresif akibat akumulasi dari sekresi pencernaan dan udara yang tertelan (70% dari
udara yang tertelan) dalam lumen. Dilatasi dari usus halus menstimulasi aktivitas sel
sekretori, yang berakibat bertambahnya akumulasi cairan. Hal ini mengakibatkan
18
peristaltik meningkat pada bagian atas dan bawah dari obstruksi, dengan buang air
besar yang jarang dan flatus pada awal perjalanan. (13)
Distensi berat pada dinding usus akan mengurangi pengaliran air dan natrium
dari lumen usus ke darah. Sekitar 8 liter cairan disekresi ke dalam saluran cerna setiap
hari, sehingga tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat. Hal ini akan mengompresi saluran limfe mukosa dan menyebabkan
limfedema pada dinding usus. Dengan meningkatnya tekanan hidrostatik intraluminal,
meningkatnya tekanan hidrostatik pada kapiler akan menyebabkan cairan yang
banyak, elektrolit dan protein ke dalam lumen usus. Kehilangan cairan dan dehidrasi
yang disebabkan oleh hal akan sangat parah dan dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. (13)
19
kemudia oklusi arteri dan akhirnya iskemi cepat dari dinding usus. Usus yang iskemi
akan menjadi edema dan infark, yang berujung gangren dan perforasi. Bila tidak
ditangani akan menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian. Pada ileus obstruksi
kolon, strangulasi jarang terjadi (kecuali pasien dengan volvulus).(8,13)
Perforasi dapat terjadi pada bagian yang iskemik (usus halus). Risiko akan
meningkat bila sekum dilatasi dengan diameter > 13 cm.
Pada ileus obstruksi kolon, terjadi dilatasi pada usus yang letaknya diatas
obstruksi, yang akan menyebabkan edema mukosa, gangguan aliran vena dan arteri ke
usus. Edema dan iskemi yang terjadi meningkatkan permeabilitas mukosa, yang
Obstruksi Usus
mengakibatkan translokasi bakteri (termasuk bakteri anaerob Bacteoides) , toksik
sistemik, dehidrasi, dan gangguan elektrolit. Iskemik pada kolon dapat mengakibatkan
perforasi. (11)
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di dalam lumen usus
bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah. Keadaan umum akan
memburuk dalam waktu yang relatif singkat.(9)
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik.Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruksi usus halus, setiap 15
sampai 20 menit pada ileus obstruksi usus besar. Nyeri dari ileus obstruksi
usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen.
(7)
b. Obstruksi kolon
Gejalanya biasanya lebih ringan dan terjadi lebih perlahan dibandingkan obstruksi pada usus halus. Gejala awalnya adalah perubahan
kebiasaan buang air besar, terutama berupa obstipasi dan kembung, yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah (suprapubik).
Akhirnya,penderita mengeluh konstipasi menyebabkan adanya distensi abdomen. Muntah mungkin terjadi namun tidak sering. muntah
timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan karena
Tabel 3.2 Tabel Perbedaan Klinis Obstruksi Usus Halus dan Kolon(15)
22
III.7 Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
23
b. Auskultasi
c. Palpasi
d. Perkusi
Rectal Toucher
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan foto abdomen 3 posisi yaitu foto posisi supine, foto posisi
setengah duduk, dan foto left lateral decubitus. Pada posisi supine dapat
ditemukan gambaran distensi usus dan herring bone appearance, posisi
lateral dekubitus ataupun setengah duduk dapat ditemukan gambaran step
ladder pattern,
Hal yang paling spesifik dari obstruksi usus halus ialah distensi usus
halus (diamater > 3 cm), adanya air fliud level pada foto posisi setengah
duduk, dan kekurangan udara pada kolon. Negatif palsu dapat ditemukan
pada pemeriksaan radiologi ketika letak obstruksi berada di proksimal usus
halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak adanya
udara. Hal ini dapat mengakibatkan tidak adanya gambaran air fluid level
ataupun distensi usus.(2,3)
25
Gambar 3.4 Foto polos abdomen posisi supine (dilatasi usus) (2)
(a) (b)
Gambar 3.5 (a) ileus obstruksi (b) posisi setengah duduk dengan gambaran air fluid level
yang membentuk step ladder pattern) (9,15)
b. Foto Thorax
26
Foto thorax dapat menggambarkan adanya free air sickle yang terletak
dibawah difaragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi usus.(11)
c.CT scan
Temuan lain pada obstruksi usus yaitu zona transisi dengan dilatasi usus
proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tidak
dapat melewati bagian obstruksi, dan pada bagian kolon terdapat gas ataupun
cairan. Strangulasi ditandai dengan menebalnya dinding usus, pneumatosis
intestinalis (udara pada dinding usus), udara pada vena porta, dan
berkurangnya kontras intravena ke dalam usus yang terkena.(3)
27
Penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas CT 80-90%, spesifisitas 70-
90% dalam mendeteksi obstruksi.(3)
Gambar 3.7. Ileus obstruksi pada CT scan (dilatasi lumen usus halus, dan dekompresi
terminal ileum (I) dan kolon asenden (C)) (3,11)
d. Enteroclysis
28
(a) (b)
Gambar 3.8. (a). adhesional small bowel obstruction. Menunjukan gambaran lumen usus
yang menyempit (tanda anak panah) (b). Enteroclysis(11)
e.USG abdomen
Pada ileus paralitik terdapat distensi yang hebat namun nyeri yang dirasakan
lebih ringan dan cenderung konstan, mual, muntah, bising usus yang
menghilang, pada pemeriksaan fisik tidak adanya defans muskular dan pada
gambaran foto polos didapatkan gambaran udara pada usus.(9,13)
b. Appendisitis akut
Pada appendisitis akut, didapatkan gejala nyeri tumpul pada epigastrium yang
kemudian berpindah pada kuadran kanan bawah, demam, mual, dan muntah. (9)
c. Pankreatitis akut
d. Gastroenteritis akut
Pada gastoenteritis akut juga terdapat nyeri perut dan muntah. Diare pada
penyakit ini juga menyebabkan adanya hiperperistaltik pada auskultasi.Namun
dapat dipikirkan adanya ileus bila abdomen distensi dan hilangnya suara atau
sedikitnya aktifitas usus. (9,13)
III.9 Penatalaksanaan
Ileus obstruksi di usus harus dihilangkan segera setelah keadaan umum
diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tatalaksana
dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. Pada
strangulasi, tidak ada waktu untuk memperbaiki keadaan umum, sehingga strangulasi
harus segera diatasi.(9)
1. Terapi konservatif
Pasien dengan ileus obstruksi bisanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan elektrolit (Natrium, kalium, dan klorida) akibat
30
berkurangnya intake makanan, muntah, sehingga membutuhkan
penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer
Laktat. Koreksi melalui cairan ini dapat dimonitor melalui urin dengan
menggunakan kateter , tanda tanda vital, pemeriksaan laboratorium,
tekanan vena sentral. (3,11)
Pemberian antibiotik broadspectrum dapat diberikan sebagai profilaksis
atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ileus obstruksi. Injeksi
Ceftriakson 1 gram 1 kali dalam 24 jam dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat juga diberikan untuk mengatasi muntah.
(3,11)
Dekompresi traktus gastrointestinal dengan menggunakan nasogastric
tube (NGT) dan pasien dipuasakan. Hal ini berguna untuk mengeluarkan
udara dan cairan dan untuk mengurangi mual, distensi, dan resiko
aspirasi pulmonal karena muntah. (3,11)
Pada ileus obstruksi parsial, biasanya dilakukan tindakan konservatif dan
pemantauan selama 3 hari. Penelitian menunjukkan adanya perbaikan
dalam pasien dengan keadaan tersebut dalam waktu 72 jam. Namun jika
keadaan pasien tidak juga membaik dalam 48 jam setelah diberi terapi
cairan dan sebagainya, maka terapi operatif segera dilakukan.(3,11)
2. Operatif
-
Strangulasi
-
Obstruksi total
31
-
Hernia inkarserata
-
Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif (pemasangat NGT,
infus, dan kateter).(9)
32
Gambar 3.2. Algoritma penatalaksanaan ileus obstruksi usus halus(14)
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus :
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
33
penderitanya,misalnya pada Ca sigmoid obstruksi, mula-mula dilakukan kolostomi
saja, kemudian dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (15)
Tindakan dekompresi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
kesimbangan asam basa darah tetap dilaksanakan pasca tindakan operasi.
Pada obstruksi lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca
bedah sangat penting sampai 6-7 hari pasca bedah. Bahaya pada pasca
bedah ialah toksinemia dan sepsis. Gambaran klinisnya biasanya tampak
pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas
dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting. (3)
III.10 Komplikasi
Komplikasi dari ileus obstruksi dapat berupa nekrosis usus, perforasi usus
yang dapat menyebabkan peritonitis, syok septik, dan kematian. Usus yang strangulasi
mungkin mengalami perforasi yang mengakibatkan materi dalam usus keluar ke
peritoneum dan mengakibatkan peritonitis. Meskipun tidak mengalami perforasi,
bakteri dapat melintasi usus yang permeabel dan masuk ke sirkulasi darah yang
mengakibatkan syok septik.(14)
III.11 Prognosis
Angka kematian pada ileus obstruksi usus non-strangulasi adalah < 5 %,
dengan banyaknya kematian terjadi pada pasien usia lanjut dengan komorbid. Angka
kematian pada operasi ileus obstruksi usus strangulasi berkisar 8-25%. (3)
Pada ileus obstruksi kolon, biasanya angka kematian berkisar antara 15 – 30 %. Perforasi
sekum merupakan penyebab utama kematian. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
dilakukan dengan cepat.
BAB IV
KESIMPULAN
Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh
34
adhesi, hernia inkarserata, askariasis, invaginasi, volvulus, kelainan kongenital, radang
kronik, neoplasma, benda asing. Sedangkan ileus obstruksi pada kolon dapat disebabkan oleh
karsinoma, volvulus, divertikulum meckel, intsusuepsi, penyakit Hirchsprung.
Gejala umum yang timbul ialah syok, oligouri, gangguan elektrolit. Selanjutnya gejala
dari ileus obstruksi ialah nyeri kolik abdomen, mual, muntah, tidak dapat buang air besar,
tidak dapat flatus, perut kembung (distensi). Pada pemeriksaan fisik, terutama abdomen,
terlihat distensi abdomen, terdapat darm contour, darmn steifung, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik dengan nada tinggi (metalic sound) yang jika obstruksi terus berlanjut, bising
usus akan melemah dan menghilang. Pada pemeriksaan radiologi, yaitu foto polos abdomen 3
posisi, didapatkan gambaran herring bone appearance, air fluid level yag membentuk
kaskade yang disebut juga step ladder pattern. Bila terjadi perforasi usus, dapat ditemukan
adanya free air sickle di bawah diafragma kanan.
Terapi pada ileus obstruksi meliputi tindakan konservatif yaitu resusitasi cairan
dengan cairan intravena dan monitoring melalui urin, dekompresi dengan menggunakan
NGT, pemberian antibiotik broadspectrum dan tindakan operatif yang biasanya sering
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lindseth Glenda. Gangguan Usus Halus. In : Price Slyvia, Wilson Lorraine,editors.
Patofisiologi Konsep Kinis Proses – Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC ; 2006. p
437-52
35
3. Whang E E, Ashley Stanley, Zinner J Michael. Small Intestine. In :Charles F
Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006. P 702-
11
12. Bullard Kelli, Rothenberger David. Colon, Rectum, and Anus. In : Charles F
Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006. P 770
36
13. Nobie Brian. Small Bowel Obstruction. 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview#showall. Accesed September
29, 2012
14. Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih
Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993; 239 – 42
15. Hodin Richard, Matthews Jeffrey. Small Intestine. Dalam : Norton Jeffey, Bolinger
Randal, Chang Alfred, Lowry Stephen, et all. Surgery Basic Science and Clinical E
vidence. New Yoek : Springer. 2000. P 617-26
37