Anda di halaman 1dari 19

LAOPORAN KASUS

Ketuban Pecah Dini

Pada G1P0A0 gravida 39 minggu inpartu fase laten

Disusun oleh:
Welmin sorya leatomu
112017280

Pembimbing
Dr. Ekarini Aryasatiani, SPOG

BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


JAKARTA

1
Ketuban Pecah Dini

Laporan Kasus

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. FH Nama suami : Tn. NT
Usia : 30 tahun Usia : 30 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : ibu rumah tangga Pekerjaan : wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Jl. Administrasi 2 rusun petamburan

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Keluar darah sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os mengatakan mengeluarkan air-air disertai darah semenjak 1 hari SMRS. Kurang lebih
pukul 02.00 os mulai mengeluarkan air-air 1 hari yang lalu. G1P0A0, HPHT tanggal 14
febuari 2018 jadi diperkirakan usia kehamilan ±39-40 minggu, tafsiran partus tanggal 23
Oktober 2018. Os melakukan tidak melakukan pemeriksaan ANC.
1 hari SMRS os mengeluarkan air-air kira-kira pukul 02.00 pagi, os tidak merasakan
adanya nyeri yang berlebih. Setelah itu os mengeluarkan darah dari vaginanya berupa flek-
flek.
5 jam SMRS os masih mengeluarkan air-air sedikit dan darah yang kurang dari satu
softex. Rasa nyeri pada perut sudah ada akan tetapi hanya sebentar saja dan hilang timbul. Os
segera masuk ke IGD Rs. Tarakan
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Hipertensi (-), DM (-), asma(-), riwayat operasi (-), riwayat obat (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Hipertensi (-), DM (-), asma (-).
Riwayat Haid :
 Menarche usia 14 tahun, HPHT 14-02-2018, taksiran persalinan 23-10-2018.
Riwayat Kontrasepsi : (-)

2
Riwayat Obat :-
ANC : -
Riwayat G / P / A : 1/0/0

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis

Vital Sign
Tekanan darah : 125/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Berat Badan : 75 kg
Tinggi Badan : 159 cm
Kepala : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Dada : Paru : I = gerakan paru kanan dan kiri simetris
Pal = sulit dinilai
Per = sonor seluruh lapangan paru
Au = auskultasi vesikuler
Jantung : I = ictus cordis tidak terlihat
Pal = ictus cordis teraba di SIC V
Per = batas jantung dalam batas normal
Au = reguler, tidak terdapat bunyi jantung tambahan
Abdomen : Tidak ada bekas operasi
Genitalia : Vulva/ uretra dbn
Ekstremitas : Simeteris, edema tungkai (-/-).

Status Obstetri
Muka : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Mamae : Hiperpigmentasi areola dan papilla (+/+).
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit.
Palpasi : Nyeri tekan (-), Leopold:

3
I : TFU 32 cm, teraba massa bulat dan kenyal.
II : Tahanan terbesar di kanan.
III : Teraba massa bulat, keras.
IV : Bagian terbawah janin belum masuk PAP.
DJJ : 145 x/menit
HIS : (-).
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : BU (+) normal.
Genitalia : VT Portio tebal kaku, pembukaan (1 jari), belum masuk PAP

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Rutin (1/6/2012)
Hb : 11,2 g/dl
Ht : 34,7 vol%
Leukosit : 14.56/ul
Trombossit : 348.000 /ul
MCV : 77,1 %
MCH :24,9
MCHC :32,3%

Hasil USG
-
DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 H. ±39-40 minggu + inpartu fase laten + ketuban pecah dini >24 jam

RENCANA PENATALAKSANAAN

 RENCANA DIAGNOSTIK

1. Observasi KU, TTV, DJJ, HIS

2. Lakukan VT untuk menilai pembukaan cervix, penurunan bagian terbawah

janin

4
 RENCANA TERAPI

1. tirah baring

2. IVFD RL 20tpm

 RENCANA PENDIDIKAN

Inform concent ke pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien

 PROGNOSIS

1. Ibu : ad bonam

2. Bayi : ad bonam

5
BAB I

PENDAHULUAN

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang

sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim

dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi

menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi 1.

Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah

dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini

terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan

prematur. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban

pecah dini 1.

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri yang berkaitan

dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,

yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu 1.

Penyebab KPD ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui banyak penelitian yang

telah dilakukan oleh beberapa dokter menunjukan infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain

yang mempengaruhinya adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan

kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya chlamydia trachomatis, dan

nesceria gonorrhea. Selain itu infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban,

fisiologi selaput ketuban /amnion yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma

oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya ketuban

pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan pemeriksaan dalam.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SELAPUT KETUBAN DAN CAIRAN AMNION

1. Selaput Ketuban

Selaput ketuban (selaput janin) terdiri dari amnion dan korion. Amnion adalah

membran janin paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion. Sktuktur

avaskular khusus ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada manusia. Amnion

adalah jaringan yang menentukan hampir semua kekuatan regang membran janin.

Dengan demikian, pembentukan komponen-komponen amnion yang mencegah ruptur

atau robekan sangatlah penting bagi keberhasilan kehamilan 2.

Menurut Helen, amnion (selaput ketuban) merupakan membran internal yang

membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, ulet, dan transparan.

Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah).

Selaput ini menutupi permukaan fetal plasenta sampai pada insersio tali pusat dan

kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga umbilikus

janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal yang berwarna putih dan

terbentuk dari vili-vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput

ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus 3.

7
Gambar 2.1 Selaput amnion dan korion
2. Cairan Amnion

a. Volume cairan amnion

Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga amnion ini

akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai

menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume cairan amnion pada banyak

kehamilan normal.

Tabel 2.1 Cairan amnion yang lazim 2

Minggu Janin Plasenta Cairan Amnion Persen Cairan

Gestasi (g) (g) (ml)


16 100 100 200 50
28 1000 200 1000 45
36 2500 400 900 24
40 3300 500 800 17
Volume cairan amnion pada hamil aterm sekitar 1000 –1500 ml, warna putih,

agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis. Cairan ini

dengan berat jenis 1.008, terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri atas garam anorganik

8
serta bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat rambut lanugo, sel-sel epitel dan

verniks kaseosa. Protein ditemukan rata-rata 2,6% g per liter, sebagian besar sebagai

albumin 1.

Keadaan normal cairan amnion antara lain pada usia kehamilan cukup bulan

volume 1000-1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis dan

amis, terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan organik

(protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel-sel

epitel dan sirkulasi sekitar 500 cc/jam 4.

b. Fungsi cairan amnion

Beberapa fungsi dari cairan amnion 3:

 Proteksi : melindungi janin terhadap trauma dari luar.

 Mobilisasi : memungkinkan ruang gerak bagi janin.

 Homeostasis : menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (pH)

dalam rongga amnion untuk suasana lingkungan yang optimal

bagi janin.

 Mekanik : menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang

intrauterin.

 Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril

sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir.

B. KETUBAN PECAH DINI

9
2.1 DEFINISI

Ketuban pecah dini adalah ketuban pecah, 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda

awal persalinan 5.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm, dan pada

midtrimester kehamilan. Frekuensi kejadiannya yaitu 8%, 1% –3% dan kurang dari 1

%. Secara umum, insiden dari KPD terjadi sekitar 7 –12 % 6. Menurut EASTMAN

insidensi ketuban pecah dini ini kira-kira 12 % dari semua kehamilan 7 sedangkan

menurut Rahmawati, insiden KPD adalah sekitar 6-9 % dari kehamilan 8.

2.3 ETIOLOGI

Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.

Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD,

namunfaktor mana yang berperat sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor

predisposisinya, meliputi 9,10:

a. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan

meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi

kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan

infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa

menimbulkan morbidiats janin dan komplikasi ketuban pecah dini makin

meningkat.

b. Serviks inkompeten menyebabkan dinding ketuban paling bawah mendapatkan

tekanan yang semakin tinggi.

c. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).

10
d. Multipara, grandemultipara. Pada kehamilan yang terlalu sering akan

mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan

lebih tipis yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda-tanda

inpartu.

e. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda dan sefalopelvik

disproporsi.

Hidramnion atau kadang-kadang disebut polihidramnion adalah keadaan di mana

banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc (Prawirohardjo, 2007). Hidramnion dapat

terjadi pada kasus anensefalus, atresia esophagus, gemeli dan ibu yang mengalami

diabetes mellitus gestasional (DMG). Ibu dengan DMG akan melahirkan bayi

dengan berat badan berlebihan pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan

amnion juga akan berlebih (Saifuddin, 2002). Kehamilan ganda adalah kehamilan

dengan dua janin atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion

bertambah 10 kali lebih besar (Mochtar, 1998).

f. Kelainan letak yaitu letak lintang sungsang

g. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu

muda.

i. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih.

j. Merokok selama kehamilan.

2.4 PATOFISIOLOGI

Mekanisme Ketuban Pecah Dini 1

11
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus

dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi

perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban bagian inferior rapuh.

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ektraseluler matriks.

Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktifitas kolagen

berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor resiko untuk terjadinya

ketuban pecah dini adalah:

a. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

b. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakhibat pertumbuhan struktur

abnormal karena antaralain merokok.

Degenerasi kolagen dimediasi oleh matriks Metaloproteinase (MMP) yang

dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor proteinase.

Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah

pada degenerasi proteolitik dari matriks ektraseluller dari membran janin. Aktfitas

degenerasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.

Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari

komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu.

Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen amnion

interstitial terutama tipe I dan III yang dihasilkan oleh sel mesenkim juga penting

dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.

Matriks metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat

dalam remodeling tissue dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3 dan MMP-9

ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah

dini. Aktivitas MMP ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloproteinases

(TIMPs). TIMPs ini pula ditemukan rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan

12
ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan penurunan dari inhibitor

mendukung teori bahwa enzim-enzim ini mempengaruhi kekuatan dari membran fetal.

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-marker

apoptosis di membran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran

pada kehamilan yang normal. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa ketuban

pecah dini terjadi karena gabungan aktivasi aktivitas degradasi kolagen dan kematian

sel yang membawa pada kelemahan dinding membran fetal 11.

2.5 DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang 6.

Anamnesis

Dari anamnesis bisa menegakkan 90% dari diagnosis. Kadangkala cairan seperti urin

dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah pada

vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba- tiba dari jalan lahir.

Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila

ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan

lebih jelas.

 Pemeriksaan inspekulo

13
Merupakan langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam

seperti vaginal toucher dapat meningkatkan risiko infeksi. Cairan yang keluar dari

vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH-nya. Yang dinilai adalah :

a. Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari serviks.

Dilihat juga dari prolaps dari tali pusat atau ekstremitas bayi. Bau dari amnion

yang khas juga diperhatikan.

b. Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diagnosis KPD.

Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien batuk untuk mempermudah

melihat pooling.

c. Cairan amnion dikonfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas

nitrazin akan berubah menjadi biru jika pH cairan diatas 6.0 –6.5. Sekret vagina

ibu hamil memiliki pH 4 –5, dengan kertas nitrazin tidak memberikan

perubahan warna. Tes nitrazin ini bisa memberikan hasil positif palsu bila

tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen atau vaginitis seperti

trichomoniasis.

d. Mikroskopis (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazin masih samar dapat

dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks

posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan di atas gelas objek dan dilihat

dibawah mikroskop. Gambaran ‘ferning’ menandakan cairan amnion.

e. Dilakukan juga kultur dari swab untuk Chlamydia, gonnorhea dan group B

Streptococcus.

Pemeriksaan Penunjang

14
1. Pemerksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan alpha-fetoprotein (AFP). Konsentrasinya tinggi di dalam cairan

amnion tetapi tidak di semen dan urin.

b. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisis.

c. Tes pakis.

d. Tes lakmus (Nitrazine test).

2. Pemeriksaan ultrasonography (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam

kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit

(oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan

anamnesis dari pasien bisa membantu diagnosis tetapi bukan menegakkan diagnosis

rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai Amniotic Fluid Index (AFI), presentasi

janin, berat janin, dan usia janin. Ultrasonografi dapat mengidentifikasikan

kehamilan ganda, janin yang tidak normal atau melokalisasi kantong cairan amnion

pada amniosentesis dan sering digunakan dalam mengevaluasi janin. Pemeriksaan

USG berguna untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini.

2.6 DIAGNOSA BANDING 5

a. Amnionitis

b. Vaginitis

2.7 PENATALAKSANAAN 5
a. KPD dengan kehamilan aterm
 Diberikan antibiotik
 Observasi suhu rektal tidak meningkat,
Ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi

15
 Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam,
Tidak ada tanda-tanda inpartu, dilakukan terminasi
b. KPD dengan kehamilan prematur
1. EFW > 1500 gram
 Ampiciline 1gr/hr tiap 6 jam, im/iv selama 2 hari dan gentamycine 60-80 mg
tiap 12 jam selama 2 hari
 Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru. (Betamethasone 12mg iv, 2
x selang 24 jam)
 Observasi 2 x 24 jam, kalau belum ada tanda-tanda inpartu segera terminasi
 Observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat >
37.6oC segera terminasi
2. EFW < 1500 gram
 Observasi 2 x 24 jam
 Observasi suhu rektal tiap 3 jam
 Pemberian antibiotik (Ampiciline 1gr/hr tiap 6 jam, im/iv selama 2 hari dan
gentamycine 60-80 mg tiap 12 jam selama 2 hari) / kortikosteroid
(Betamethasone 12mg iv, 2 x selang 24 jam)
 Bila suhu rektal meningkat > 37.6oC, segera terminasi
 Bila 2 x 24 jam cairan tidak keluar
USG: Bagaimana jumlah air ketuban
- Bila jumlah air ketuban cukup, dilanjutkan perawatan diruangan s/d
5 hari
- Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi
 Bila 2 x 24 jam cairan ketuban tetap keluar, segera terminasi
 Bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat:
- Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam, atau keluar cairan
lagi
- Tidak boleh koitus
- Tidak boleh manipulasi vagina
Terminasi Persalinan yang dimaksudkan diatas adalah
1. Induksi persalinan dengan memakai drip oxytocin (5u/500cc D5%), bila
persyaratan klinis memenuhi

16
2. Sektio Sesar : bila persyaratan untuk drip oxytoxin tidak terpenuhi (ada
kontra indikasi), atau drip oxytocin gagal.

c. KPD yang dilakukan induksi


1. Bila 12 jam belum ada tanda-tanda awal persalinan dengan atau belum keluar
dari fase laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan diselesaikan dengan
seksio sesar
2. Bila dengan 2 botol (5u/500cc D5%) dengan tetesan maksimum, belum ada
tanda-tanda inpartu atau belum keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal,
persalinan diselesaikan dengan seksio sesar.

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden secsio
sesarea, atau gagalnya persalinan normal 1.
a. Infeksi
Resiko infeksi pada ibu dan anak meningkat pada kasus ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.
b. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24
jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
c. Hipoksia dan Afiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
sehingga terjadi afiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajad oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.
d. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan serta hipoplasi
pulmonar.

17
2.9 PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada usia kandungan, keadaan ibu dan serta adanya
infeksi atau tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimister (13-26 minggu)
memiliki prognosis yang buruk. Kelangsungan hidup bervariasi dengan usia
kehamilan saat diagnosis (dari 12% ketika terdiagnosa pada 16-19 minggu, sebanyak
60% didiagnosis pada 25-26 minggu). Pada kehamilan dengan infeksi prognosis
memburuk, sehingga bila bayi selamat dan dilahirkan memerlukan penanganan yang
intensif. Apabila KPD terjadi setelah usia masuk ke dalam aterm maka prognosisnya
lebih baik terutama bila tidak terdapatnya infeksi, sehingga terkadang paska aterm
sering digunakan induksi untuk membantu persalinan 12,13.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohardjo, 2009. “Ilmu Kebidanan”. Bina Pustaka Prawirohardjo. Jakarta.


2. Cunningham F, Gary et al, 2006, Obstetri Williams, Edisi 21, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
3. Helen F , 2001. “Perawatan Maternitas : Plasenta dan Janin”. Edisi 2. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
4. Yulaikhah, Lily, 2009. “Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan”. Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2008. Bag/Smf Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan. Edisi III. RSUD Dr. Soetomo Surabaya
6. Chan Paul D, John Susan M, 2006. Current Clinical Strategies Gynecology and
Obstetrics, Current Clinical Strategies Publishing, California
7. Mocthar Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri jilid 1. Edisi kedua. Buku Kedokteran. ECG.
Jakarta
8. Rahmawati, Eni Nur, 2011. Ilmu Praktis Kebidanan: Kelainan-kelainan dan penyakit
telur. Victory Inti Cipta. Surabaya
9. Manuaba Chandranita Ida Ayu et all, 2009, Buku Ajar Patologi Obstetri untuk
Mahasiswa Kebidanan, Cetakan pertama, Buku Kedokteran EGC,Jakarta
10. Morgan Geri, Hamilton Carole, 2009. Panduan Praktik Obstetri dan Ginekologi, Buku
Kedokteran ECG. Jakarta
11. Parry Samuel et al,1998. Premature Rupture of The Fetal Membranes. New England
Journal Medicine, pp : 663 –670
12. Manuaba IBG, 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit ECG. h 456-60
13. The Medscape Journal of Medicine. 2011. “Premature Rupture of Membrane”. Diunduh
dari emedicine.medscape.com, 25 Agustus 2014

19

Anda mungkin juga menyukai