FEBRI FERNANDEZ
NURAZIMAH
Dosen Pengampuh:
H. NIKMAT SABLI. Lc
FAKULTAS EKONOMI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
NATUNA
TAHUN 2020 M / 1441 H
KATA PENGANTAR
~1~
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Tafsir Ayat-Ayat
Isqtishadi ini dengan judul Ayat-Ayat tentang Konsumsi. Diharapkan makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Ayat-Ayat tentang
Konsumsi
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Penulis
~2~
DAFTAR ISI Halaman
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ..............................................................................................21
~3~
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
untuk beribadah kepada Allah. Dalam makalah ini kami akan memaparkan
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
dalam memenuhi kebutuhan hidup, yaitu sandang, pangan, dan papan. Jika di
pandang secara khusus, maka sering kali konsumsi hanya terbatas pada pola makan
dan minum. Namun, apabila cakupan konsumsi diperluas akan di temukan konsep
berikut:
Faktor Pribadi
Faktor Sosial
Faktor Budaya
1
Hardi Vizon, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi (Curup: Lp2 STAINCurup. 2015) hal. 57
2
ISTAN, Muhammad. Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam
Memilih Belanja Di Alfa Mart Curup. AL-FALAH : Journal of Islamic Economics, [S.l.], v. 1, n. 1, p.
66-87, dec. 2016. ISSN 2548-3102. Available at:
<http://journal.staincurup.ac.id/index.php/alfalah/article/view/62/13>. Date accessed: 21 apr. 2017.
Prilaku konsumsi bukan terjadi pada hal-hal yang dapat di konsumsi saja
namun juga pada suatu kawasan yang dapat di rasakan manfaatnya, contohnya yang
pula kebutuhan akan tanah, baik untuk pemukiman maupun untuk tempat usaha.
Bagi pemerintah, tanah juga diperlukan guna pembangunan sarana yang akan
3
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
Dan dalam hal itu juga Konsumsi berlebih – lebihan, yang merupakan ciri
khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut
dengan istilah isra (pemborosan) atau tabzir (menghambur – hamburkan harta tanpa
guna). Tabzir berarti menggunakan barang dengan cara yang salah, yakni, untuk
menuju tujuan – tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal – hal yang melanggar
hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Pemborosan berarti penggunaan harta
secara berlebih – lebihan untuk hal – hal yang melanggar hukum dalam hal seperti
makanan, pakaian, tempat tinggal, atau bahkan sedekah. Ajaran – ajaran Islam
menganjurkan pada konsumsi dan penggunaan harta secara wajar dan berimbang,
yakni pola yang terletak diantara kekikiran dan pemborosan. Konsumsi diatas dan
melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap lisraf dan tidak disenangi Islam.
Salah satu ciri penting dalam Islam adalah bahwa ia tidak hanya mengubah
nilai – nilai dan kebiasaan – kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan kerangka
legislatif yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan – tujuan ini dan
3
FALAHY, lutfi el. Alih Fungsi Tanah Wakaf Ditinjau Dari Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf. Al-ISTINBATH : Jurnal Hukum Islam, [S.l.], v. 1, n. 2, p. 121-140,
dec. 2016. ISSN 2548-3382. Available at:
<http://journal.staincurup.ac.id/index.php/alistinbath/article/view/117/65>. Date accessed: 21 apr.
2017.
~6~
menghindari penyalahgunaannya. Ciri khas Islam ini juga memiliki daya aplikatif
Ajaran konsumsi pada arti khusus untuk pola makan dan minum dalam al qur‟an
yang diambil dari kata kulu dan isyrabu. Di antara ayat ayat yang membahas tentang
Artinya :
118. Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika
119. Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang
~7~
terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar
benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa
~8~
120. Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya
orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat),
121. Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya
Asbabun nuzul
Rasulullah dan berkata:”ya Rasulullah! Mengapa kita boleh makan yang kita
sembelih dan dilarang memakan yang dimatikan Allah?”maka Allah menurukan ayat
118. Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika
10
H.A.A. Dahlan, op. cit hal. 226
Dalam penafsiran al- Maraghi. Pada ayat pertama ini, apabila keadaan dari
kebanyakan orang itu sesat, seperti yang telah aku terangkan kepada kamu, maka
binatang lain, jika kalian beriman kepada ayat Allah yang telah datang kepadamu,
dengan membawa petunjuk ilmu pengetahuan dan mendustakan hal hal yang
11
bertentangan dengan ayat al-Qur‟an.
Dalam hal ini juga sedang yang dimaksud dengan ayat sebelumnya, apakah
Padahal Allah telah menerangkan dengan rinci kepada mu, hal hal yang dia
haramkan atasmu dan dia jelaskan, dalam firmannya QS al-An‟am (6) ayat 145:
11
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi jilid 8, Terj. Bahrun Abubakar, Lc, Drs Hery
Noer, K. Anshori Umar ((Semarang : PT. Karya Toha Putra Semarang, 1992) hal.20
145. Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu,
sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena
Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain
Allah.
Adapun yang dimaksud dengan uhilla li gairillahi bihi ialah binatang yang ketika di
sembelih disebutkan nama selain nama Allah. Kata ini muncul pada ayat ke 121.
Pada ayat ini (119) ini puladijelaskan apabila kita dalam keadaan terdesak,
berikut yang ditafsirkan oleh al- Maraghi “kecuali bila kamu terdesak oleh keadaan
darurat untuk memakannya. Seumpama tidak ada makanan lagi ketika mengalami
lapar yang amat sangat, selain makanan yang diharamkan. Maka ketika itu tidak ada
12
lagi pengharaman.
Dan selain dalam hal ini pada ayat al-An‟am(6) :118-121 ini menjelaskan
tentang konsumsi selain dari al- Maraghi ada juga mufassir M. Quraish Shihab yang
dengan uraian tentang penciptaan langit dan bumi serta aneka manfaat yang
dihamparkannya untuk manusia. Setelah itu, disusul dengan ayat yang menunjukan
makna keheranan atas sikap oarng yang mempersekutukannya, kemudian yang ini
dilanjutkan dengan perintah makan, itu semua mengingatkan manusia akan aneka
12
Ibid., hal 22
Dan dari sini ayat diatas, datang mengingatkan bahwa, “ berpegang teguhlah
pada petunjuka Allah agar kamu tidak ikut sesat dan jangan benarkan dalih mereka
menyangkut semblihan dan lain-lain. Maka jika demikian atau jika kau jujur dalam
pengakuan iman kamu, makanlah dari apa, yakni binatang binatang yang halal, yang
disebut nama Allah atasnya ketika menyembelihnya dan tinggalkan apa yang mati
tanpa di sembelih, dan tinggal kan juga yang disembelih selain atas nama Allah. Jika
kamu terhadap ayat-ayatnya semuanya adalah benar benar orang mukmin yang telah
Dan dari penggalan ayat diatas yang juga di sambungkan dengan penggalan
ayat selanjutnya, dan dalam ayat ke 120 ini mufassir berpendapat yang menyatakan
bahawa ayat lalu yang memrintahkan untuk memakan sembelihan yang disebut nama
mendekatkan diri kepada Allah melalui sikap menjauh dari kenikmatan walau yang
mubah, ayat ini seakan berkata kepada mereka: kalau kalian ingin mendekatkan diri
kepada Allah, lakukanlah itu dengan bukan meninggalkan amal amal mubah yang
dibolehkan Allah tetapi dengan meninggalkan dosa yang lahir dan yang batil.
Dan pada ayat 121 M. Quraish Shihab menafsirkan setelah ayat yang lalu
memerintahkan memakan apa yang bermanfaat untuk mereka didunia dan diakhirat,
sambil mengingatkan untuk menjauhi segala macam dosa, dan kini di tegaskan dosa
itu , yakni sembelihan yang tidak di sebut nama Allah sekaligus menjelaskan sebab
larangan itu, ayat ini menegaskan bahwa, dan jangan lah juga kamu memakan dari
apa, yakni walau sedikit pun dari binatang binatang halal yang tidak disebut nama
Allah atasnya ketika penyembelihan, dan sesungguhnya ia, yakni memakannya dan
atau sembelihan itu, sungguh adalah demikian ayat ini sekali lagi menguatkan
kesungguhan pesannya suatu kefasikan, yakni sikap dan perbuatan yang mengantar
Pada ayat ini terdapat kata musyrikin yang ada pada penutup ayat ini. Kata tesebut
dapat pula dipahami dalam arti kata pada suatu ketika akan menjadi musyrik. Ayat
ini merupakan peringatan bagi kita, jika kita mengikuti pandangan orang musyrik
13
maka tentulah kita akan menjadi musyrik.
memenuhi kebutuhan para konsumen saja, namun juga di harapkan dengan konsumsi
Jangan berlebihan
Jelas
Halal dan baik (halal dalam hal ini di pandang dari 2 aspek yaitu berdasarkan
13
M. Quraish shihab, op. citI hal. 640
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan ayat konsumsi di atas dapat sedikit kami simpulkan yang
pertama di ayat al-ma‟idah : 3, dari penafsiran m.quraish shihab dan juga al- Maraghi
kedua mufassir ini hamper sama dalam menafsirkan ayat tersebut yang menyatakan
seperti ayat ini tidak menyebutkan siapa yang mengharamkan makanan makanan
yang disebutkan disini, hal itu juga bukan saja karena setiap muslim mengetahui
bahwa yang berwenang mengharamkan hanya Allah swt, tetapi juga untuk
mengisyaratkan bahwa apa yang akan di sebut berikut ini sedemikian buruk sehingga
siapa pun pasti akan jijik.
Dalam hal itu juga kedua mufassir ini menyatakan bahwa illah ma yutla
„alaikum, semuanya ada sepuluh macam antara lain seperti bangkai,darah,daging
babi, binatang yang di sembelih tidak atas nama Allah, binatang yang tercekik,
binatang yang mati dipukul,binatang yang mati jatuh, binatang yang mati ditanduk,
binatang yang mati karena terkaman binatang muas, binatang yang disembelih untuk
berhala.
Al- Maraghi, Mustafa. Tafsir Al-Maraghi jilid 6. Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang
Al- Maraghi, Mustafa. Tafsir Al-Maraghi jilid 8. Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang
Penerbit Diponegoro
FALAHY, lutfi el. Alih Fungsi Tanah Wakaf Ditinjau Dari Hukum Islam dan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Al-ISTINBATH : Jurnal Hukum Islam, [S.l.], v. 1,
n. 2, p. 121-140, dec. 2016. ISSN 2548-3382. Available at:
<http://journal.staincurup.ac.id/index.php/alistinbath/article/view/117/65>. Date accessed:
28 apr. 2017.