Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

GINEKOLOGI MIOMA UTERI

Disusun Oleh :

BUDIYANTO
NIM : 2020207209223

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU –
LAMPUNG 2020/2021
1. PENGERTIAN

Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal dari otot
polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau
uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada
traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri jarang
ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat berdampak karena
mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan
malpresentasi (Aspiani, 2017)

2. ETIOLOGI

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang
dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai
abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi
genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
1. Estrogen.
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan  tumor yang cepat
selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang
tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara
(14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron
(estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai
struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan
bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil
dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai
faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
1. Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada
wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis
antara 35 – 45 tahun.
2. Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil, tetapi sampai
saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya
mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik :
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri
tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat
keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium :
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana
mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami
regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi
hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma
mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor
pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen.
Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen
lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada
perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini
tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka.
Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan
setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
3. PATOFISIOLOGI
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium dan lambat laun
membesar. Karena pertumbuhan itu miometrium terdesak menyusun semacam pseudekapsula
atau simpai semu yang mengelilingi tumor. Di dalam uterus mungkin terdapat satu mioma,
akan tetapi mioma biasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam
korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding
depan uterus, uterus mioma dapat menonjol ke depan sehingga menekan dan mendorong
kandung kencing ke atas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi.
Masalah akan timbul jika terjadi berkurangnya pemberian darah pada mioma uteri yang
menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu
masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang berlebihan
sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh
lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan
perdarahan yang banyakbisa mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan volume
cairan.

4. TANDA DAN GEJALA


a. Gejala Subjektif
Pada umumnya kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Timbulnya gejala subjektif dipengaruhi
oleh: letak mioma uteri, besar mioma uteri, perubahan dan komplikasi yang terjadi.
Gejala subjektif pada mioma uteri yaitu:
1. Perdarahan abnormal, merupakan gejala yang paling umum dijumpai. Gangguan
perdarahan yang terjadi umumnya adalah: menoragia, dan metrorargia. Beberapa
faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini antara lain adalah: pengaruh ovarium
sehingga terjadilah hiperplasia endometrium, permukaan endometrium yang lebih
luas dari pada biasa, atrofi endometrium, dan gangguan kontraksi otot rahim karena
adanya sarang mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. Akibat perdarahan penderita dapat
mengeluh anemis karena kekurangan darah, pusing, cepat lelah, dan mudah terjadi
infeksi.
2. Rasa nyeri, gejala klinik ini bukan merupakan gejala yang khas tetapi gejala ini dapat
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan
dilahirkan dan pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan juga dismenore.
3. Tanda penekanan, Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuria, pada uretra dapat
menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai
dan nyeri panggul.
b. Gejala Objektif
Gejala Objektif merupakan gejala yang ditegakkan melalui diagnosa ahli medis.
Gejala objektif mioma uteri ditegakkan melalui:
1. Pemeriksaan Fisik.
Pemeriksaan fisik dapat berupa pemeriksaan Abdomen dan pemeriksaan pelvik. Pada
pemeriksaan abdomen, uterus yang besar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor
teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya
perubahan degeneratif. Pada pemeriksaan Pelvis, serviks biasanya normal, namun
pada keadaan tertentu mioma submukosa yang bertangkai dapat mengakibatkan
dilatasi serviks dan terlihat pada ostium servikalis. Uterus cenderung membesar tidak
beraturan dan noduler. Perlunakan tergantung pada derajat degenerasi dan kerusakan
vaskular. Uterus sering dapat digerakkan, kecuali apabila terdapat keadaan patologik
pada adneksa.
2. Pemeriksaan Penunjang; Apabila keberadaan masa pelvis meragukan maka
pemeriksaan dengan ultrasonografi akan dapat membantu. Selain itu pemeriksaan
dengan laporoskopi juga dapat dilakukan untuk mengetahui ukuran dan lokasi tumor
dan biopsi untuk mengetahui adanya keganasan.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada kasus Mioma Uteri adalah :
1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit turun/meningkat,
Eritrosit turun.
2. USG (Ultrasonografi) : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan
ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat
tindakan operasi.
6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan
operasi.
7. Ultrasonografi trans abdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan
adanya Mioma Uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus
yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar, paling baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma Uteri secara khas menghasilkan gambaran
ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran
uterus. Adanya klasifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan
akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.
8. Histeroskopi dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya Mioma Uteri submukosa,
jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
9. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran dan lokasi mioma, tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat
dibedakan dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang
dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.
6. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada mioma uteri, diantaranya:
1. Pada mioma kecil dan tidak menimbulkan keluhan, tidak diberikan terapi hanya
diobservasi tiap 3 – 6 bulan untuk menilai pembesarannya. Mioma akan lisut setelah
menopause
2. Radioterapi
3. Pemberian GnRH agonis selama 6 minggu
4. Miomektomi dengan atau tanpa histerektomi bila uterus melebihi seperti kehamilan
12- 14 minggu
5. Estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi setiap 6 minggu.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan efek sekunder dari mioma uteri
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam,perdarahan
uterus yang berlebihan atau abnormal
3. Gangguan eliminasi : BAK berhubungan dengan adanya penekanan pada mioma uteri
terhadap kandung kemih
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, keterbatasan pergerakan.

7. ASUHAN KEPERAWATAN
Kriteria hasil : tidak terjadi hipovelemi (oliguri, kapilarirefil menurun, turgor jelek),
tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 120/80 mmHg, nadi 69 – 100 x/menit, RR 16 –
24 x/menit, suhu 37° C)
Intervensi NIC:
a. Kaji tanda-tanda vital
b. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran cairan
c. Catat perdarahan baru setelah berhentinya perdarahan awal
d. Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalperubahan
e. mental, kelemahan, gelisah, pucat, berkeringat, peningkatansuhu
f. Berikan cairan baik roral maupun parenteral sesuai program
g. Monitor jumlah tetesan infus

Gangguan eliminasi : BAK berhubungan dengan adanya penekanan pada mioma uteri
terhadap kandung kemih
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkaneliminasi BAK lancar.
Kriteria hasil : urine dapat keluar lancar, klien tidak mengeluh sakit, klien merasa
nyaman
Intervensi NIC :
a. Kaji pola BAK pasien
b. Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine
c. Anjurkan pasien untuk minum banyak
d. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat sesuai dengan indikasi

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, keterbatasan pergerakan.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan perawatan diri terpenuhi
Kriteria hasil : klien merasa nyaman dan kebutuhan perawatan diri terpenuhi
Intervensi NIC:
a. Kaji kondisi klien
b. Motivasi klien untuk melakukan perawatan diri
c. Bantu klien untuk kebutuhan personal hygiene
d. Libatkan keluarga dalam pemehunan perawatan diri
e. Ajarkan pada klien cara untuk perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I. B. (2004). Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekolog. Jakarta:


EGC.
Ompusunggu, M. L. (2011). Mioma Uteri. USU:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25190/4/Chapter%20II.pdf
http://kesmas-unsoed.blogspot.mioma-Uteri(diakses,9 maret 2015.

Anda mungkin juga menyukai