OLEH :
AKUNTANSI – F
MASALAH
CSR berkontribusi pada kesejahteraan konsumen, namun respon konsumen terhadap CSR
tergantung bagaimana CSR diwujudkan. Berbagai bentuk CSR dapat berdampak pada perilaku
konsumen dan menunjukan bahwa konsumen tidak memahami semua bentuk CSR dengan cara
yang sama. Karena tidak ada penelitian sampai saat ini yang secara langsung mengukur nilai
konsumen yang diterima dari CSR, maka butuh sebuah penelitian untuk mengeksplorasi kapan
dan bagaimana inisiatif CSR akan menghasilkan dukungan konsumen.(Green & Peloza, 2011)
TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang bagaimana CSR dapat
memotivasi konsumen.
Ruang lingkup dalam penelitian ini informan yang direkrut dari berbagai kota Amerika
Utara, dan 14 perempuan dan 16 laki-laki mulai dari usia 22 hingga 57 tahun, dengan usia rata-
rata 34 tahun. Para peserta bekerja di berbagai industri dan vary across martal status, jumlah
tanggungan dan tingkat pendapatan. Batasan pada penelitian ini CSR memeiliki keterbatasan
dalam menjelaskan hal mengenai nilai fungsional.
METODE
Sampel dari penelitian ini merupakan informan yang direkrut dari berbagai kota di
Amerika Utara untuk memastikan pengalaman mereka menunjukkan siklus ekonomi secara
keseluruhan.
Variable riset dalam penelitian ini nilai yang diterima konsumen dari CSR yaitu
• emosional,
• sosial, dan
• fungsional.
PEMBAHASAN
• Pertama adalah nilai emosional (yaitu, "cahaya hangat") yang diterima ketika konsumen
melakukan pembelian dengan atribut sosial atau lingkungan.
• Kedua, nilai sosial dapat diperoleh dari pembelian dari perusahaan yang aktif dalam CSR
karena orang membuat penilaian tentang orang lain berdasarkan pembelian yang mereka
lakukan
• Ketiga yang relevan dengan CSR adalah nilai fungsional - aspek CSR yang terkait dengan
manfaat aktual yang diterima konsumen dari produk atau layanan. Sumber nilai ini sangat
memprediksi perilaku konsumen, menjelaskan perilaku yang mencakup penggunaan kategori
produk, preferensi merek, dan minat pada fitur produk tertentu
Beberapa inisiatif CSR yang mengandalkan nilai emosional atau sosial untuk
menghasilkan respons konsumen diberikan prioritas yang lebih rendah bagi konsumen, terutama
selama masa resesi ekonomi. Lebih lanjut, beberapa bentuk CSR dapat menghasilkan dua atau
bahkan tiga bentuk nilai secara bersamaan. Misalnya, kendaraan hibrida dapat memberikan nilai
fungsional (biaya operasi lebih rendah), nilai emosional (kegembiraan dalam menyelamatkan
atau pengelolaan lingkungan), dan nilai sosial (memenuhi norma sosial yang relevan).
Kehadiran satu bentuk CSR (dan sumber nilai yang relevan) dapat memiliki dampak
langsung - baik positif maupun negatif - pada sumber nilai lain dari produk yang sama.
TEMUAN
Temuan pada penelitian ini adalah cara CSR memanifestasikan dirinya menentukan
dukungan konsumen. CSR dapat memberikan tiga bentuk nilai kepada konsumen yaitu nilai
emosional, nilai sosial,dan nilai fungsional. Masing-masing meningkatkan atau mengurangi
proposisi nilai keseluruhan untuk konsumen. Nilai yang diciptakan oleh satu bentuk CSR bisa
berdampak baik meningkatkan atau mengurangi atribut produk lainnya.
Review Jurnal 2
Masalah
Corporate Social Responsibility (CSR) telah menjadi isu penting selama dua dekade
terakhir. Pengacara, praktisi, ekonom, dan masyarakat sipil telah berkontribusi untuk
mendefinisikan, mengembangkan, dan menganalisis konten, sifat, dan implementasi CSR. Salah
satu masalah kontroversial dalam konteks ini adalah bagaimana mengatur CSR.
Masalah dalam membedakan antara kerangka peraturan CSR wajib dan sukarela juga
telah dihadapi dalam konteks Indonesia karena adopsi Undang-Undang Perusahaan Indonesia
No. 40 tahun 2007 dan juga Undang-Undang Investasi Indonesia No. 25 tahun 2007, yang
memberi CSR sifat wajib. Berdasarkan Pasal 15 UU Investasi No. 2007 25, setiap perusahaan
wajib menerapkan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan, yang didefinisikan sebagai
[a] tanggung jawab di setiap perusahaan investasi untuk terus menciptakan hubungan yang
harmonis, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat
setempat.
Penelitian ini bertujuan untuk secara kritis mengevaluasi evolusi dan kemajuan yang
dibuat oleh Pasal 74, dan bagaimana hal itu telah direkonsiliasi oleh Pengadilan dalam proses
pelembagaan CSR di Indonesia. Tujuan artikel ini juga untuk mengidentifikasi pengaruh relatif
dari CSR implisit dan eksplisit di Indonesia untuk menggambarkan kesulitan yang dihadapi oleh
kedua model, dengan asumsi bahwa masing-masing, setidaknya, agak berlaku dalam konteks
nasional.
Perkembangan sebelum dan sesudah adopsi UU No. 40 tahun 2007, dan dampak dari sifat wajib
CSR dalam konteks di Indonesia.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode studi literatur, yakni dengan mencari referensi teori
dan peraturan yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan.
Sampel dari penelitian ini yakni beberapa jurnal, artikel, serta dasar-dasar hukum yang
berlaku mengenai CSR di Indonesia.
Pembahasan
Konsep CSR implisit dan eksplisit memfasilitasi pemahaman dan tinjauan CSR yang
lebih baik secara umum, sambil membuka jalan untuk diskusi tentang masalah terkait, termasuk
menentukan sifatnya yaitu wajib versus sukarela. Menugaskan CSR sifatnya wajib, sementara
telah menyelesaikan sebagian masalah yang terkait dengan keanekaragaman standar dan
memberikan tingkat kepastian yang lebih besar daripada praktik inisiatif sukarela, juga membuka
masalah baru sehubungan dengan substansi dan prosedur. Agar efektif, undang-undang yang
memberlakukan sanksi tanpa adanya kepatuhan CSR harus tepat dan tidak ambigu, dengan jelas
menyatakan tujuan, penerima manfaat, dan pemegang tugas, serta bagaimana menerapkan
langkah-langkah tersebut secara efektif, transparan, hemat biaya, dan cepat. Ini adalah masalah
inti dalam menciptakan kerangka peraturan untuk CSR. Selain itu, penting untuk
memperhitungkan dampak CSR wajib terhadap perusahaan, serta masyarakat. Dengan kata lain,
kerangka peraturan yang efektif untuk CSR mensyaratkan bahwa semua pemangku kepentingan
berpikir secara holistik.
Dalam hal ini, kasus Pasal 74 tidak terkecuali. Penerapan Pasal ini, yang menjatuhkan
sanksi bagi yang tidak patuh, harus diberi kredit jika sudah jatuh tempo. Ini berfungsi untuk
mendorong implementasi CSR di Indonesia, dan terlebih lagi, dapat bertindak sebagai alat
pencegahan untuk menjaga perusahaan dari perilaku yang tidak bertanggung jawab lebih lanjut.
Sementara Pasal 74 menawarkan harapan bagi mereka yang berusaha meningkatkan praktik
perusahaan di Indonesia, ini berhasil implementasi masih diragukan, karena sejumlah alasan.
Pertama, substansinya terlalu umum, tidak penting, dan ambigu. Kedua, saat ini gagal
menyediakan mekanisme implementasi, dan memberikan sedikit kejelasan tentang bagaimana
Pasal akan diimplementasikan dan dipantau. Ketiga, ada kurangnya penelitian tentang dampak
negatif potensial dari Pasal 74: misalnya, perlakuan yang tidak setara terhadap perusahaan yang
berbeda. Keempat, tidak ada arahan yang jelas dari para perancang atau pemerintah tentang apa
tepatnya yang ingin dicapai oleh Pasal ini, ke arah mana membawa bidang CSR, dan bagaimana
cara mencapai tujuan-tujuan ini. Singkatnya, Pasal 74 menghadapi krisis visi.
Temuan
Sifat wajib (mandatory) CSR adalah sah, sehingga dianjurkan di Indonesia. Namun,
dalam praktiknya, ini bermasalah. Pasal 74 akan menciptakan lebih banyak masalah daripada
menawarkan solusi bagi Indoenesia.
KESIMPULAN
Tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) adalah suatu konsep
bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap
konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan seperti terhadap masalah-masalah yang berdampak pada lingkungan.
The mandatory CSR merupakan suatu hal yang sah dilakukan dan karenanya dianjurkan.
Namun dalam praktiknya di Indoensia ini bermasalah. Respons dari konsumen mengindikasikan
kecenderungan untuk mempertimbangkan setiap bentuk CSR. Oleh karena itu terdapat nilai yang
paling berdampak pada perilaku konsumen. Pertama, nilai emosional yakni nilai yang biasanya
dihasilkan melalui konvensional bentuk CSR seperti amal sumbangan. Kedua, nilai sosial untuk
konsumen berhubungan dengan bagaimana tindakan mereka dirasakan dalam hal norma dan
harapan masyarakat mereka. Ketiga, nilai fungsional terkait atribut produk fungsional, utilitarian
atau fisik yang memang mempengaruhi perilaku mereka
Green, T., & Peloza, J. (2011). How does corporate social responsibility create value for
consumers? Journal of Consumer Marketing, 28(1), 48–56.
https://doi.org/10.1108/07363761111101949
https://accounting.binus.ac.id/2019/05/14/memahami-corporate-social-responsibility-cs/