Anda di halaman 1dari 25

Tugas Kelompok : Anatomi Fisiologi Kebidanan

Dosen Pengampu : Prof. Dr. dr. Andi Wardihan Sinrang, MS.

TEKNOLOGI REPRODUKSI PADA MANUSIA

DI SUSUN
OLEH : KELOMPOK IX

SITI HUSAIDAH : P102171039


DAMAYANTI : P102171043
MELI DOLOKSARIBU : P102171044
KUDRIAH : P102171039

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN
2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT, pencipta alam semesta, Wahai Dia
yang karenan-Nya terlepas simpul kesulitan, wahai Dia yang dari-Nya diperoleh jalan
keluar menuju jalan keselamatan, yang telah menganugerahkan Rahmat serta Inayah-
Nya kepada KELOMPOK IX sehingga makalah kami dengan judul pembahasan
”TEKNOLOGI REPRODUKSI” ini dapat terselesaikan walaupun masih jauh dari
kesempurnaan. Semoga shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada hambah-Nya
yang diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam, sang revolusioner sejati yang telah
mengantarkan kita dari pengetahuan klasik sampai kepada pengetahuan modern yaitu
Baginda Nabi besar Muhammad SAW.
Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas pada mata
kuliah ANATOMI FISIOLOGI KEBIDANAN. Makalah ini tidak akan pernah
terwujud tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu, semua
pihak yang telah memberikan bantuan kepada kelompok kami, kami menghaturkan
banyak terima kasih.
Tidak ada manusia yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini, masih
banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu,
KELOMPOK IX mengharapkan saran dan kritikan dari semua pihak yang sifatnya
membangun guna penyempurnaan makalah ini.

Makassar, Desember 2017

KELOMPOK IX

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 3
C. Tujuan....................................................................................... 3
D. Sistematika Penulisan................................................................ 3
BAB II : PEMBAHASAN........................................................................... 5
A. Pengertian Teknologi Reproduksi.............................................. 5
B. Jenis-Jenis Teknologi Reproduksi............................................. 6
C. Risiko Teknologi Reproduksi.................................................... 19
D. Peraturan Per-UU Terkait Dengan Teknologi Reproduksi........ 19
BAB III : PENUTUP................................................................................... 21
A. Kesimpulan............................................................................... 21
B. Saran.......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 22

iii
BAB I
PEDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk yang unik. Ia tahu bahwa ia tahu dan ia tahu
bahwa ia tidak tahu. Ia mengenal dunia sekelilingnya dan lebih dari itu ia
mengenal dirinya sendiri. Manusia memiliki akal budi, rasa, karsa, dan daya cipta
yang digunakan untuk memahami eksistensinya, dari mana sesungguhnya ia
berasal, dimana berada dan akan kemana perginya. Pertanyaan-pertanyaan selalu
muncul, akan tetapi pertanyaan itu belum pernah berhasil dijawab secara tuntas.
Manusia tetap saja diliputi ketidaktahuan.
Demikianlah sesungguhnya manusia, siapa saja, eksis dalam suasana
yang diliputi dengan pertanyaan–pertanyaan. Manusia eksis di dalam dan pada
dunia filsafat dan filsafat hidup subur di dalam aktualisasi manusia.
Bereproduksi merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling awal.
Sejak zaman pembentukan manusia, manusia sudah melakukan kegiatan
reproduksi. Bahkan dalam beberapa kitab suci, Allah memerintahkan manusia
untuk berkembang biak (bereproduksi) dan menaklukkan berbagai makhluk lain
demi kebaikan umat manusia. Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa memiliki
keturunan (dalam hal ini melalui kegiatan bereproduksi) merupakan hak setiap
umat manusia di bumi
Diperkirakan sekitar 9% dari pasangan di dunia mengalami infertilitas
(Boivin et al. 2007). Definisi medis umum 'infertilitas' adalah kegagalan untuk
mencapai kehamilan klinis setelah 12 bulan atau lebih setelah berhubungan
seksual tanpa kondom (Zegers-Hochschild et al. 2009).
Ilmu pengetahuan dan terutama teknologi terus berkembang;
menyebabkan hal-hal yang dulu jelas dan mudah diselesaikan menjadi sulit dan
berada pada daerah abu-abu (grey area) atau kontroversial. Salah satu yang paling

1
kontroversial adalah teknik reproduksi buatan. Meskipun pelaksanaannya sudah
berjalan sekitar 2-3 dekade ini, namun kontroversi di dalamnya masih terjadi
sampai hari ini.
Berdasarkan rasa, karsa dan daya cipta yang dimilikinya manusia
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Namun,
perkembangan teknologi yang luar biasa menyebabkan manusia “lupa diri”.
Manusia menjadi individual, egoistik dan eksploitatif, baik terhadap diri sendiri,
sesamanya, masyarakatnya, alam lingkungannya, bahkan terhadap Tuhan Sang
Penciptanya sendiri. Karena itulah filsafat ilmu pengetahuan dihadirkan
ditengah-tengah keanekaragaman IPTEK untuk meluruskan jalan dan menepatkan
fungsinya bagi hidup dan kehidupan manusia di dunia ini.
Salah satu bidang IPTEK yang berkembang pesat dewasa ini adalah
teknologi reproduksi. Cabang ilmu ini mengalami kemajuan pesat dan secara
dinamis melahirkan paradigma baru dalam dunia ilmu pengetahuan. Sejarah telah
membuktikan, teknologi reproduksi telah mengubah wajah peradaban, yakni
dimulai dari diterapkannya inseminasi buatan, super ovulasi sampai aplikasi
teknik bayi tabung, bahkan kloning pada manusia sudah mulai dirambah.
Teknologi reproduksi manusia telah berkembang sangat pesat pada
beberapa dekade terakhir ini. Ruang lingkup teknologi reproduksi antara lain
meliputi Inseminasi buatan, fertilisasi in vitro (IVF), ICS, simpan beku gamet dan
embrio, serta transfer embrio. Hasil dari embrio yang telah diproduksi secara in
vitro akan digunakan untuk keperluan transfer embrio.
Embrio yang dihasilkan dari fertilisasi in vitro dapat berjumlah lebih dari
satu karena adanya prosedur hiperstimulasi ovarium. Prosedur tersebut dilakukan
agar ovum yang dihasilkan banyak sehingga dapat meningkatkan keberhasilan
fertilisasi in vitro. Namun, perlu dilakukan pengendalian jumlah embrio yang
hendak ditransfer untuk menghindari terjadinya kejadian kehamilan multipel.
Transfer embrio yang multipel ke dalam rahim ibu tentu akan meningkatkan

2
kejadian kehamilan multipel yang memiliki resiko tinggi baik untuk ibu maupun
janinnya.
Kelebihan embrio yang diproduksi secara in vitro tersebut dapat disimpan
dan dapat digunakan kembali untuk transfer embrio di kemudian hari. Hal ini
tentu dapat mengurangi kejadian kehamilan multipel yang beresiko. Penyimpanan
embrio tersebut dapat dilakukan dengan cara dibekukan atau kriopreservasi.
Metode ini sudah sering diaplikasikan baik pada hewan maupun manusia.
Dalam makalah ini akan membahas tentang teknologi reproduksi dan
jenis-jenis dari teknologi reproduksi serta ditinjau dari aspek hokum yang berlaku
di Indonesia mengenai teknologi reproduksi.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas dapat dijadikan sebagai rumusan masalah adalah
“Apakah yang dimaksud dengan teknologi reproduksi, dan bagaimanakah jenis-
jenis teknologi reproduksi itu serta bagaimana aspek hukum teknologi reproduksi
di Indonesia ? “
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan teknologi reproduksi
2. Mengetahui jenis-jenis teknologi reproduksi
3. Mengetahui peraturan per-UU terkait dengan teknologi reproduksi
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sampul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Sistematika Penulisan

3
BAB II : Pembahasan
A. Pengertian Teknologi Reproduksi
B. Jenis-jenis Teknologi Reproduksi
1. Inseminasi Buatan
2. in vitro fertilization (IVF)
3. Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI)
C. Aspek Hukum Teknologi Reproduksi
BAB III : Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TEKNOLOGI REPRODUKSI


Teknologi reproduksi merupakan satu kesatuan dari teknik-teknik
rekayasa sistem reproduksi baik hewan maupun manusia yang dikembangkan
melalui suatu proses penelitian dalam bidang reproduksi hewan maupun manusia
secara terus menerus dan berkesinambungan dengan hasil berupa alat, metoda
ataupun alat dan metoda yang dapat diaplikasikan dengan tujuan tertentu.
Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu tentang
perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk
menghasilkan suatu produk (keturunan). Teknologi reproduksi yang telah banyak
dikembangkan meliputi inseminasi buatan, perlakuan hormonal, donor sel telur
dan sel sperma, kultur telur dan embrio, pembekuan sperma dan embrio, GIFT
(gamet intrafallopian transfer), ZIFT (zygote intrafallopian transfer), IVF (in
vitro fertilization), partenogenesis .
Teknologi reproduksi buatan adalah metode penanganan terhadap sel
gamet (ovum, sperma) serta hasil konsepsi (embrio) sebagai upaya untuk
mendapatkan kehamilan di luar cara-cara alami, tidak termasuk kloning atau
duplikasi manusia.
Reproduksi pada manusia diawali dengan pertemuan antara sel sperma
dan sel telur di dalam organ reproduksi (tuba fallopi) seorang wanita. Penyatuan
ini menghasilkan zigot yang akan berkembang menjadi embrio dan selanjutnya
berkembang menjadi janin. Setelah kurang lebih 36 minggu berkembang dalam
rahim ibu lahirlah seorang bayi.
Tidak semua pasangan dapat melakukan proses reproduksi secara normal.
Sebagian kecil diantaranya memiliki berbagai kendala yang tidak memungkinkan
mereka memiliki keturunan. Pada wanita, kendala ini dapat berupa sistik ovari,

5
hipofungsi ovarium, gangguan pada saluran reproduksi dan rendahnya kadar
hormon progesteron. Sedangkan pada pria, berupa abnormalitas spermatozoa,
kriptorkhid, azoospermia, necrospermia dan rendahnya kadar testosteron. Kendala
ini merupakan tantangan bagi para ahli yang berkecimpung dalam bidang medis
khususnya reproduksi. Mereka terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan
yang dapat membantu pasangan ini keluar dari kesulitan, dengan dasar Ilmu
Reproduksi dikembangkanlah teknik fertilisasi in vitro .
B. JENIS-JENIS TEKNOLOGI REPRODUKSI
Teknologi ini terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu: Intra-Coroporeal
dan Extra-Corporeal. Intra Corporeal dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
Inseminasi (IUI = Intra Uterine Insemination) dan Gamete Intra Fallopian
Transfer (GIFT). Sedangkan yang Extra Corporeal dibagi menjadi empat, yaitu:
Zygote Intrafallopian Transfer (ZIFT), Tuba Embrio Transfer (TET), In Vitro
Fertilization (IVF), dan Assisted fertilization: Intra Cytoplasmic Sperm Injection
(ICSI).
Khusus untuk ICSI, sperma dapat berasal dari hasil ejakulasi, epididymitis, testis,
bahkan sperma yang belum matur pun bisa dipakai setelah dilakukan pematangan
di luar tubuh melalui teknik In Vitro Maturation (IVM).
1. Inseminasi Buatan
a. Pengertian
Inseminasi buatan adalah proses bantuan reproduksi di mana sperma
disuntikkan dengan kateter ke dalam vagina (intracervical insemination)
atau rahim (intrauterine insemination) pada saat calon ibu mengalami
ovulasi. Proses inseminasi buatan berlangsung singkat dan terasa seperti
pemeriksaan papsmear. Dalam dua minggu, keberadaan janin sudah bisa
dicek dengan tes kehamilan. Bila gagal, prosesnya bisa diulang beberapa
kali sampai berhasil. (Umumnya bila setelah 3-6 siklus tidak juga berhasil,
dokter akan merekomendasikan metode bantuan reproduksi lainnya).

6
Inseminasi buatan merupakan cara memasukkan sperma ke dalam
rahim wanita untuk menghasilkan kehamilan. Tindakan ini pada umumnya
berhasil dengan baik, tergantung pada keterampilan dokter. Dengan Syarat
Syarat untuk inseminasi ini adalah minimal jumlah sperma prewashed 10
juta/cc, salah satu saluran telur minimal harus terbuka (patent).
Untuk meningkatkan peluang keberhasilan seperti halnya pada
proses bayi tabung, calon ibu yang akan menjalani inseminasi buatan
dirangsang kesuburannya dengan hormon dan obat-obatan lainnya.
Pemberian rangsangan ini dimulai pada awal siklus menstruasi agar pada
saat ovulasi indung telur menghasilkan beberapa telur yang matang (dalam
keadaan normal, hanya satu telur yang dilepaskan per ovulasi). Sperma
yang diinjeksi melalui kateter juga diproses terlebih dahulu agar terseleksi
dan terkonsentrasi, sehingga kualitasnya baik dan jumlahnya cukup.
Inseminasi buatan bisa membantu kehamilan bila :
1) Istri memiliki alergi sperma
2) Suami memiliki jumlah sperma sedikit atau kurang gesit
3) Sebab-sebab lain yang tidak dapat diketahui
b. Jenis-jenis
1) Inseminasi intravaginal adalah spermatozoa disebarkan ke dalam liang
vagina.
2) Inseminasi paraservikal adalah spermatozoa ditaburkan ke dalam
puncak kubah vagina yang disebut forniks. Bagian ini mengelilingi
leher rahim sehingga sangat dekat dengan mulut luar rahim (ostium
uteri eksternum).
3) Inseminasi intraservikal adalah spermatozoa dimasukkan melalui
mulut luar rahim dan ditempatkan di saluran leher rahim (kanal
serviks).
4) Inseminasi intrauterine adalah spermatozoa yang sudah terpilih dan
tersaring dimasukkan melalui mulut luar rahim dan ditempatkan jauh

7
ke dalam, sehingga berada di dalam rongga rahim dekat dengan mulut
dalam saluran telur (ostium tuba internum).
5) Inseminasi intraperitoneal adalah spermatozoa yang sudah terpilih dan
tersaring dimasukkan melalui tembusan di puncak kubah vagina
langsung ke dalam rongga perut (rongga peritoneum).

Gambar 2.1 Proses Inseminasi Buatan


Berdasarkan sifatnya, dibagi menjadi 2 (Dua), yakni :
1) Homologous Artificial Insemination ialah pembuahan homolog dengan
menggunakan benih dari suami sendiri.
2) Heterologous Artificial Insemination ialah pembuahan heterolog
dengan menggunakan benih bukan suami sendiri.
c. Teknik Inseminasi Buatan
1) Teknik IUI (Intrauterine Insemination) : Teknik IUI dilakukan dengan
cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke lubang uterine
(rahim).
2) Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal Insemination) : Teknik DIPI
telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan
cara sperma diinjeksikan langsung ke peritoneal (rongga peritoneum).
Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan
mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk
memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain dimasukkan ke

8
dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI
dimasukkan ke dalam peritoneal. Jumlah sperma yang
disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah
inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan perlakuan
inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit.
d. Indikasi utama untuk program inseminasi ini adalah :
1) Masalah sperma ringan (oligo/astheno/teratozoospermiaringan)
2) Masalah kekentalan mulut Rahim
3) Masalah disfungsi seksual
4) Masalah pasangan dengan jarak jauh
5) Masalah kegagalan terapi penyubur berulang
6) Unexplained Infertility
e. Preparasi sperma
Persiapan sperma berupa membuat konsentrat sperma yang aktif
motilitasnya dalam volume tertentu dan cairan kultur. Teknik laboratorium
untuk proses pencucian sperma tergantung keahlian petugasnya. Metode
yang sederhana berupa mencuci semen dalam medium kultur (dengan
sentrifus dan mengumpulkan pellet). Metode swim up dengan teknik
layering merupakan medium kultur special yang diletakkan diatas tabung
tes semen. Kualitas sperma yang baik akan berenang ke atas permukaan
medium kultur dalam 45 sampai 60 menit, sperma yang ada dipermukaan
medium diambil untuk dimasukkan kedalam kavum uterus. Metode yang
lebih canggih menggunakan density gradient column. Dilakukan
pemisahan kualitas aperma yang baik dari sperma yang motilitasnya
kurang baik, dan plasma seminal, karena lebih ringan dari sperma yang
motil. Ini cara terbaik untuk memperbaiki motilitas sperma dan
merupakan teknik standart yang digunakan sekarang terutama bila kualitas
sperma jelek.

9
Perkembangan metode preparasi sperma seperti teknik pencucian
dan renang atas (wash and swin-up) serta penggunaan Percoll bertingkat,
telah menjadikan para ahli infertilitas menggunakan cara ini sebagai
pilihan utama dalam menjalankan teknologi rekayasa konsepsi terhadap
para wanita infertile dengan tuba fallopii yang paten. Dengan
menggunakan sperma preparasi pada prosedur inseminasi buatan, dapat
menurunkan efek samping seperti kram, kollaps dan infeksi.
f. Prosedur Awal
Inseminasi ini umumnya dimulai dengan proses pematangan sel
telur dengan pemberian obat baik minum maupun suntikan hormon.
Tujuannya adalah siklus dengan jumlah dan ukuran yang lebih dari
biasanya perbulan. Protokol umumnya bervariasi diantara klinisi dan
kondisimedis. Pemantauan telur umumnya dilakukan melalui USG
transvaginal. Kadang-kadang tes hormone untuk menentukan kematangan
telur perlu dilakukan Pada saat telur telah mencapai ukuran yang ideal dan
dinding selaput rahim juga telah mencapai tebal yang cukup, pasien akan
diminta untuk melakukan penyuntikan obat pemecah telur. Dua hari
setelah itu inseminasi akan dilakukan. Sebagai opsi tambahan inseminasi
dapat diulangi sebanyak 2x dalam masa subur. Ini tergantung pada kondisi
klinis. Umumnya proses ini hanya meningkatkan angka keberhasilan
sedikit sehingga ini bukan merupakan hal yang rutin dilakukan.
Saat inseminasi suami akan diminta untuk memberikan sampel
sperma yang umumnya melalui proses masturbasi pada pagi hari. Sperma
akan dicuci dengan proses sentifugasi selama beberapa jam. Setelah siap
sperma akan dimasukkan ke dalam kateter untuk dipindahkan kedalam
rongga rahim. Proses ini umumnya tidak memakan waktu yang lama dan
tidak terlalu sulit. Kendala yang umumnya terjadia dalah akses kateter
yang terkadang sempit. Setelah dimasukkan pasien akan diminta untuk
terlentang selama 15 menit dan diperbolehkan pulang.

10
g. Pemilihan Kateter IUI
Beberapa tipe kateter tersedia untuk IUI dan transfer embrio.
Perbedaannya pada diameter lubang distal dan konsistensi ujungnya (keras
atau lunak). Hal ini berpengaruh bila kateter ujung lunak sedikit
mengakibatkan kerusakan dari endometrial line dan mengurangi kontraksi
uterus yang dapat mengakibatkan keluarnya sperma setelah IUI.
Sejauh ini pengaruh kedua tipe kateter, yaitu kateter ujung lunak
Wallace (Marlow, Willoughby, USA) dan ujung keras kateter Tom Cat
(Tom Cat catheter, Sherwood Medical, St. Louis, USA) angka kehamilan
rata-rata per siklus pada IUI dinilai pada dua penelitian (Lavie et al., 1997;
Smith et al., 2002). Penelitian ketiga menggunakan kateter yang lain yaitu,
kateter ujung lunak Soft-Pass (Cook, Spencer, USA) dan kateter ujung
keras Tom Cat (Kendall Sovereign, Mansfield, USA) (Miller et al., 2005).
Peneliti pertama (Lavie et al., 1997) secara prospektif tidak secara RCT
dan menilai efek dari tipe kateter pada endometrial three-layer pattern dan
angka kehamilan rata-rata per siklus IUI 102. Walaupun total kerusakan
endometrial three-layer pattern sangat rendah pada kelompok kateter
ujung lunak [12.5% (4/32)] dibandingkan kelompok kateter ujung keras
[50% (40/80)], sedangkan angka rata-rata kehamilan per siklus sama pada
kedua kelompok.
Peneliti kedua dengan menggunakan sampel lebih besar (n = 747
IUI cycles) dan RCT (Smith et al., 2002), angka kehamilan rata-rata per
siklus sama pada kelompok kateter ujung lunak (16%) dan kelompok
kateter ujung keras (18%). Peneliti ketiga (Miller et al., 2005), secara
prospektif dan RCT dengan 100 pasien. Tidak perbedaan bermakna pada
angka kehamilan rata-rata per siklus pada kelompok kateter ujung lunak
dan kelompok kateter ujung keras.
Gold standart keberhasilan ART adalah kelahiran hidup rata-rata per
siklus dan kelahiran hidup kembar rata-rata per siklus atau total jumlah

11
kelahiran hidup tidak disebutkan pada penelitian ini (Lavie et al., 1997;
Smith et al., 2002; Vermeylen A.,et al., 2006)
Prosedur IUI menggunakan kateter untuk memasukkan sperma
yang telah dicuci melewati barier mucus serviks ke dalam kavum uterus
dan meningkatkan konsentrasi sperma untuk fertilisasi sehingga angka
kehamilan per siklus meningkat.(Hughes, 1997).
Several faktors have been accepted as being prognostic to the
success of IUI treatments. These include the woman's age, cause of
infertility, sperm volume and quality, and controlled ovarian stimulation
(Sahakyan et al., 1999; Duran et al., 2002).
Systematic review and meta-analysis yang dipublikasikan mengenai
penggunaan kateter ujung lunak merupakan faktor yang menentukan
keberhasilan embrio transfer (Abou-Setta et al., 2005).
Sebaliknya dampak pemilihan tipe kateter pada program ART
jarang diteliti dan data perbandingan perbedaan tipe kateter pada IUI
sangat terbatas. Bebarapa penelitian membandingkan perbedaan kateter
pada IUI, tetapi disain penelitiannya hanya observasional, retrospektif atau
prospektif, sedikit yang RCT. Dibawah ini review tentang perbandingan
tipe kateter IUI (Ahmed M, et al. 2006).

Gambar 2.2 Kateter IUI

h. Tingkat Keberhasilan

12
Beberapa faktor prognostik keberhasilan IUI diantaranya, usia
wanita, ketebalan endometrium dan jumlah folikel saat ovulasi, etiologi
dan lama infertil, persentasi morfologi sperma normal, jenis dan persentasi
motilitas sperma dan jumlah total sperma motil yang diinseminasi.
(Farimani M, Amiri I, 2007)
Usia Ibu. Usia ibu adalah variabel kunci dalam seluruh pasangan
infertil. Bahkan ketika sperma donor digunakan, probabilitas kesuksesan
menurun secara progresif sesuai dengan peningkatan usia ibu.
Fecundabilitas siklus dan angka kehamilan kumulatif (setelah hingga 7
siklus) pada perempuan berusia di bawah 35 tahun yang diinseminasi
dengan sperma donor (0,20, 88%) sama dengan yang terlihat pada
pasangan fertil normal tapi lebih rendah untuk perempuan berusia antara
35 - 40 tahun (0,12, 65%) dan yang berusia lebih dari 40 tahun (0,06,
42%). Keberhasilan hamil juga menurun pada mereka yang memiliki
riwayat keluarga menopause dini, bedah ovarium sebelumnya,
kemoterapi, atau radiasi, dan ketika dia adalah perokok atau sebelumnya
kurang respon terhadap stimulas gonadotropin eksogenus.

Total Jumlah Sperma Motil. Probabilitas IUI yang berhasil


meningkat seiring jumlah total sperma motil yang diinseminasi. Hasil

13
terbaik dicapai ketika jumlah total sperma motil melampaui ambang batas
sekitar 10 juta. Jumlah yang lebih tinggi tidak lebih jauh meningkatkan
kemungkinan sukses, dan IUI sangat jarang berhasil ketika jumlahnya
kurang dari 1 juta total sperma motil diinseminasi. Dengan
menggabungkan hasil dari 2 ejakulasi yang diperoleh sekitar 4 jam
terpisah mungkin meningkatkan angka sperma yang tersedia dari pria
oligospermik.
Seperti hasil yang terlihat dalam siklus IVF, probabilitas sukses
dengan IUI naik sesuai persentase sperma normal secara morfologis.
Angka kesuksesan dengan IUI paling tinggi ketika 14% atau lebih sperma
memiliki morfologi normal, menengah ketika nilainya antara 4% dan
14%, dan secara umum sangat buruk ketika kurang dari 4% sperma
normal. Karena itu, secara umum pasangan dengan infertilitas faktor pria
yang melibatkan teratospermia parah (kurang dari 4% sperna normal)
mungkin paling baik disarankan menerapkan sumber daya yang tersedia
untuk IVF dan ICSI ketika hal itu memungkinkan.
Biaya terkait dengan program umumnya berkisar sekitar Rp2 juta
untuk sekali inseminasi diluar dari obat dan pemeriksaan. Umunya pasien
diharapkan mempersiapkan budget sekitar Rp5 juta.
i. Dampak
Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di
labolatorium, walaupun prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil
inseminasi buatan dapat memiliki resiko cacat bawaan lebih besar
daripada dibandingkan pada bayi normal. Penyebab dari munculnya cacat
bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam sel telur. Hal
ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada
inseminasi buatan belum tentu sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan
sel sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup besar. Cacat
bawaan yang paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down

14
sindrom, terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan
kelenjar pankreas.
2. In Vitro Fertilization (IVF)
Fertilisasi in vitro (IVF) adalah suatu proses dimana sel telur dibuahi
oleh sperma di luar tubuh: in vitro. IVF adalah pengobatan utama untuk
infertilitas ketika metode lain dari teknologi reproduksi buatan telah gagal.
Proses ini melibatkan pemantauan dan merangsang proses ovulasi wanita,
menghilangkan sel telur atau ovum (sel telur) dari indung telur wanita dan
membiarkan sperma membuahinya dalam suatu media cairan di laboratorium.
Telur yang sudah dibuahi (zigot) yang dibudidayakan selama 2-6 hari dalam
media pertumbuhan kemudian ditransfer ke rahim ibunya dengan maksud
untuk menghasilkan kehamilan. Kelahiran pertama yang sukses dari "bayi
tabung", dialami oleh Louise Brown, terjadi pada tahun 1978. Louise Brown
lahir sebagai hasil dari siklus alami IVF di mana tidak ada rangsangan yang
dibuat. Robert G. Edwards, ahli fisiologi yang mengembangkan teknik ini,
dianugerahi Hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran pada tahun
2010.
Teknik bayi tabung yang lebih dikenal dengan ”in vitro fertilization”,
memerlukan 3 tahap yaitu sebagai berikut :
a) Pengambilan ovum yang sudah matang dari seorang wanita.
b) Menyediakan media kultur sebagai tempat pembuahan in vitro. Media ini
harus mempunyai kandungan kimia sesuai dengan cairan yang ada di
saluran fallopii.
c) Pengambilan sperma dari seorang pria.
Setelah itu, sperma diinjeksikan ke dalam ovum dengan harapan akan terjadi
pembuahan dan pembentukan embrio. Calon bayi inilah yang akan ditransfer
ke dalam rahim si calon ibu. Akan tetapi, kalau memungkinkan, embrio akan
terus dikembangkan di media kultur hingga hari ke enam dan berkembang
menjadi blastosis. Setelah itu, baru diimplantasikan ke rahim ibu.

15
Sebagaimana diterangkan di atas bahwa penggunaan rahim wanita lain
untuk membesarkan janin dari benih orang lain dalam hal ini adalah pasangan
suami istri yaitu menggunakan teknik In Vitro Fertilization. Maka, di sini
akan diterangkan terlebih dahulu mengenai teknik pembuahan di luar cara
alamiah dengan menggunakan teknik In Vitro Fertilization (IVF).
Proses pembuahan yang terjadi dalam In Vitro Fertilization (IVF) atau
yang dikenal dengan Bayi Tabung secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Tahap Induksi Ovulasi, Pada tahap ini dilakukan stimulasi pertumbuhan
sel telur sebanyak mungkin yang dilakukan dengan pemberian Follicle
Stimulating Hormone (FSH). Setelah dihasilkan cukup banyak sel telur,
diberikan hormon human Chorion Gonadotropin (hCG) untuk
menstimulasi pelepasan sel telur yang matang. Pematangan sel-sel telur
dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG).
b. Tahap Pengambilan Sel Telur Pada tahap ini, sel telur yang telah matang
akan diambil dari ovarium dengan menggunakan jarum yang runcing,
kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium
pertumbuhan. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur
tersebut akan dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses
sebelumnya dan dipilih yang terbaik kualitasnya.
c. Fertilisasi Sel Telur. Pada tahap ini, sel sperma motil yang telah
diperoleh dari metode swim-up dimasukkan ke dalam cawan Petri yang
telah berisi sel telur, kemudian disimpan di dalam inkubator. Sel telur
dan sel sperma yang telah dipertemukan dilakukan pemeriksaan selama
18-20 jam kemudian. Setelah terjadi fertilisasi (pembuahan), embrio
dibiarkan di dalam inkubator selama 3 – 5 hari.
d. Transfer Embrio, Setelah embrio hasil pembuahan tersebut terbentuk,
embrio tersebut ditransplantasikan atau dikembalikan ke dalam rahim
melalui kateter teflon14 tanpa pembiusan. Apabila dalam jangka waktu

16
14 hari setelah pemindahan embrio tidak terjadi menstruasi / haid, maka
dilakukan pemeriksaan air kemih untuk menentukan adanya kehamilan.
Kahamilan baru dipastikan dengan pemerikasaan ultrasonogafi (USG)
seminggu kemudian.

Gambar 2.3 Proses IVF (Bayi Tabung)


3. Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI).
1. Pengertian ICSI
ICSI adalah sebuah teknik mikromanipulasi dengan prosedur
fertilisasi in vitro di mana satu sperma disuntikkan langsung ke dalam
telur. Teknik inseminasi ini sangat membantu pasangan suami istri, yang
mana suami mempunyai kualitas sperma yang sangat buruk atau bahkan
tidak mengejakulasikan sperma sama sekali. Lewat bantuan ICSI, sel telur
dapat dibuahi walaupun semen atau air mani jumlahnya sangatlah sedikit.
Biasanya, dokter akan merekomendasikan ICSI ketika mereka berpikir
bahwa sel telur tidak akan mungkin dibuahi dengan metode In Vitro
Fertilisation (IVF) atau program bayi tabung yang konvensional.
Konsep penggunaan ICSI adalah sperma tidak perlu menerobos
lapisan luar telur atau bahkan mengalami perjalanan menuju sel telur.
Sebab, sel sperma akan disuntikkan langsung pada sel telur. Jika pasangan
Anda memiliki sel sperma dalam jumlah yang sangat rendah atau tidak
ada sama sekali, tentunya metode ICSI sangat membantu. Di samping itu,
mereka yang memiliki sperma abnormal dalam jumlah tinggi serta

17
memiliki motilitas rendah juga bisa menggunakan metode ini.
2. Cara kerja ICSI
Dengan ICSI, si istri akan diberikan obat kesuburan untuk
menstimulasi ovarium agar bisa memproduksi sel telur matang untuk
pembuahan. Kemudian si suami diambil spermanya, bisa melalui ejakulasi
atau pun pengambilan sperma dengan anestesi lokal oleh dokter.
Setelah sperma terambil, sebuah sperma saja bisa langsung
disuntikkan ke dalam sel telur untuk proses pembuahan. Telur yang sudah
dibuahi (embrio) kemudian muncul ke dalam rahim Anda beberapa hari
kemudian.

Gambar 2.4 Proses ICSI


3. Tingkat kesuksesan ICSI
Pembuahan rata-rata per telur yang disuntikkan adalah sekitar 60-
70 %, dan lebih dari 90 % pasien memiliki setidaknya satu telur yang
dibuahi. Anda cukup menunggu dan melihat apakah telur yang telah
dibuahi atau embrio tadi, tetap bertahan dan menghasilkan kehamilan
setelah ditanamkan dalam rahim.
Jika Anda berusia di bawah 35 tahun, persentase keberhasilan ICSI
membuat Anda hamil bisa mencapai 35%. Persentase ini bisa turun hingga
29% pada wanita berusia 35-37 tahun dan 21% pada usia 38-39 tahun.

18
Bagi yang berusia 40 hingga 42 tahun, cuma ada kemungkinan hamil
sebesar 14%. Persentase akan turun jauh hingga 6-5% jika Anda berusia
43-44 tahun.
C. RISIKO TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN
Risiko medis penggunaan teknologi reproduksi bantuan tergantung dari
setiap langkah spesifik prosedurnya. Beberapa risiko utama prosedur teknologi
reproduksi bantuan, ialah:
1. Stimulasi ovarium membawa risiko untuk terjadinya hiperstimulasi, dimana
kedua ovarium akan mengalami pembengkakan dan mengakibatkan rasa sakit.
Cairan dapat berkumpul di rongga perut dan dada, dampak yang akan
dirasakan adalah sesak, muntah, dan kurangnya nafsu makan.
2. Risiko yang terkait dengan prosedur pengambilan sel telur, yaitu pelaksanaan
setiap operasi yang membutuhkan anestesi, termasuk laparoskopi.
Mengangkat sel telur melalui jarum aspirasi dapat memberikan risiko
perdarahan, infeksi, dan kerusakan pada usus, kandung kemih, atau pembuluh
darah.
3. Kemungkinan kehamilan ganda meningkat pada semua teknologi reproduksi
bantuan ketika lebih dari satu embrio ditransfer. Meskipun beberapa pasangan
akan merasa bahagia memiliki anak kembar, tetapi banyak risiko yang dapat
terjadi berkaitan dengan kelahiran ganda.
4. Risiko keguguran pun dapat terjadi, bahkan setelah kehamilan teridentifikasi
melaui USG. Keguguran terjad i setelah USG di hampir 15% dari wanita yang
lebih muda dari usia 35, di 25% pada usia 40, dan di 35% pada usia 42
mengikuti prosedur ART. Selain itu, ada sekitar 5% kesempatan terjadinya
kehamilan ektopik dengan ART.
D. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT DENGAN
TEKNOLOGI REPRODUKSI
Di Indonesia masalah teknologi reproduksi buatan diatur dalam Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 127 yang berbunyi :

19
1. Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan
suami istri yang sah dengan ketentuan :
a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
b) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
c) Pada pelayanan kesehatan tertentu.
2. Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Lebih lanjut
dalam Permenkes RI Nomor 73/Menkes/PER/II/1999 tentang
penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan disebutkan bahwa :
Pasal 4 :
Pelayanan teknologi reproduksi buatan hanya dapat diberikan kepada kepada
pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya
akhir untuk memperoleh keturunan serta berdasarkan pada suatu indikasi
medik.
Pasal 10 :
1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenakan tindakan administrative.
2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
peringatan sampai dengan pencabutan izin penyelenggaraan pelayanan
teknologi reproduksi buatan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

20
Teknologi reproduksi buatan adalah metode penanganan terhadap sel
gamet (ovum, sperma) serta hasil konsepsi (embrio) sebagai upaya untuk
mendapatkan kehamilan di luar cara-cara alami, tidak termasuk kloning atau
duplikasi manusia.
Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu tentang
perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk
menghasilkan suatu produk (keturunan).  Teknologi reproduksi yang telah banyak
dikembangkan meliputi inseminasi buatan, perlakuan hormonal, donor sel telur dan sel
sperma, kultur telur dan embrio, pembekuan sperma dan embrio, GIFT (gamet
intrafallopian transfer), ZIFT (zygote intrafallopian transfer), IVF (in vitro
fertilization), Tuba Embryo Transfer (TET).
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan baik
itu dari segi metode penulisan, bahasa, maupun materi yang dirangkum, masih
terdapat banyak kekeliruan dan kekurangan.
Maka dari itu Penyusun sangat mengharapkan masukan dan kritikan yang
sifatnya membangun untuk perbaikan makalah yang akan datang, agar lebih
relevan serta dapat membantu kita dalam referensi pembelajaran berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

21
Aboubakr M., Intrauterine insemination. Middle East Fertility Society Journal, 2004;
9 (2): 101-6.

Ahmed M., Mansour T., Al-Inany G., Aboulghar A., Ahmed Kamal, Gamal I.
Intrauterine insemination catheters for assisted reproduction: a systematic
review and meta-analysis. Hum. Reprod. May 4, 2006: 1-7

Farimani M., Amiri I., Analysis of prognostic faktors for successful Outcome in
patients undergoning intrauteruine insemination. Acta Medica Iranica, 2007;
45 (2): 101-7.

Kelana, A. dan I.A.Asmanto.  2000. Diselamatkan Bayi Tabung. Dalam Rubrik


Kesehatan, Gatra 14 Oktober 2000.
RCOG, Fertility: assessment and treatment for people with fertility problems.
Clinical Guideline for the NHS. February 2004

Sugiarto, N. 2011. “Tinjauan Teknik Reproduksi Buatan dari Aspek Ilmu


Pengetahuan, Etika, Moral, dan Hukum” dalam Majalah CDK 186 Vol.3B
no.5.
(http://www.kalbemed.com/Portals/6/35_186Opinitinjauanteknikreproduksi.p
df)
Vermeylen A., D'Hooghe T., Debrock S., Meeuwis L., Meuleman C., Spiessens C.
The type of catheter has no impact on the pregnancy rate after intrauterine
insemination: a randomized study. Hum Repro 2006; 21 (9): 2364–7.

Internet :
 http://bunda.co.id/bic/id_ID/mengenal-inseminasi/ Diakses tanggal 14
November 2017
 http://www.artikelpria.com/2013/08/27/apakah-intracytoplasmic-sperm-
injection-icsi.html Diakses tanggal 14 November 2017

22

Anda mungkin juga menyukai