Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
nilai, moral, dan hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Masalah-masalah
serius yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan nilai, moral, dan hukum antara lain
mengenai kejujuran, keadilan, menjilat, dan perbuatan negatif lainnya sehingga perlu
dikedepankan pendidikan agama dan moral karena dengan adanya panutan, nilai, bimbingan,
dan moral dalam diri manusia akan sangat menentukan kepribadian individu atau jati diri
manusia, lingkungan sosial dan kehidupan setiap insan. Pendidikan nilai yang mengarah
kepada pembentukan moral yang sesuai dengan norma kebenaran menjadi sesuatu yang
esensial bagi pengembangan manusia yang utuh dalam konteks sosial.
Pendidikan moral tidak hanya terbatas pada lingkungan akademis, tetapi dapat dilakukan oleh
siapa saja dan dimana saja. Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat kondusif untuk
melaksanakan pendidikan moral yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan
lingkungan masyarakat. Peran keluarga dalam pendidikan mendukung terjadinya proses
identifikasi, internalisasi, panutan dan reproduksi langsung dari nilai-nilai moral yang hendak
ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan keluarga. Hal-hal yang juga perlu
diperhatikan dalam pendidikan moral di lingkungan keluarga adalah penanaman nilai-nilai
kejujuran, kedisiplinan dan tanggung jawab dalam segenap aspek.

B. Rumusan masalah

1. Pengertian dari nilai, moral dan hokum


2. Hakikat fungsi perwujudan nilai moral dan hokum
3. Keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan
4. Problematika nilai, moral, hokum dalam masyarakat dan Negara

C. Tujuan

1. Membahas mengenai nilai, moral dan hukum


2. Mengetahui Hakikat fungsi dari perwujudan nilai moral dan hukum
3. Mempelajari tentang keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan
4. Membahas tentang problematika nilai, moral dalam masyarakat dan Negara

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Manusia

Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti
berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain).
Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau
realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan
lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism).

Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat
dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika,
tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir,
ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis,
menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul
anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan
(sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan
sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan

Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada individu lain. Ia
belajar berjalan,belajar makan,belajar berpakaian,belajar membaca,belajar membuat sesuatu
dan sebagainya,memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa.

Malinowski(1949), salah satu tokoh ilmu Antropologi dari Polandia menyatakan bahwa
ketergantungan individu terhadap individu lain dalam kelompoknya dapat terlihat dari usaha-
usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosialnya yang dilakukan
melalui perantaraan kebudayaan.

Rasa aman secara khusus tergantung kepada adanya system perlindungan dalam
rumah,pakaian dan peralatan. Perlindungan secara umum, dalam pengertian
gangguan/kelompok lain akan lebih mudah diwujudkan kalau manusia berkelompok. Untuk
menghasilkan keamanan dan kenyamanan hidup berkelompok ini, diciptakan aturan-aturan 
dan kontrol-kontrol social tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap
anggota kelompok. Selain itu ditentukan pula siapa yang berhak mengatur kehidupan
kelompok untuk tercapainya tujuan bersama.

2.2. Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi
manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan
manusia.

2
Sifat-sifat nilai adalah Sebagai berikut.

1. Nilai itu suatu relitas abstrak dan ad dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat
abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu.
Misalnya orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bias
menindra kejujuran itu.
2. Nilai memiliki sifat normative, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita dan suatu
keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal das sollen. Nilai diwujudkan dalam
bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya nilai keadilan.
Semua orang berharap manusia dan mendapatkan dan berperilaku yang
mencerminkan nilai keadilan.
3. Niliai berfungsi sebagai daya dorong dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia
bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya nilai
ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai
derajat ketakwaan.

Menurut Cheng(1995): Nilai merupakan sesuatu yang potensial,dalam arti terdapatnya


hubungan yang harmonis dan kreatif ,sehingga berfungsi untuk menyempurnakan manusia
,sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki(dalam
Lasyo,1999,hlm.1).

Menurut Lasyo(1999,hlm.9)sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan landasan atau


motivasidalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai
yaitu sesuatu yang menjadi etika atau estetika yang menjadi pedoman dalam berperilaku.

Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks,pertama
akan memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif,apabila dia memandang nilai itu ada
meskipun tanpa ada yang menilainya,bahkan memandang nilai telah ada sebelum adanya
manusia sebagai penilai.Baik dan buruk,benar dan salah bukan hadir karena hasil persepsi
dan penafsiran manusia,tetapi ada sebagai sesuatu yang ada dan menuntun manusia dalam
kehidupannya.Pandangan kedua memandang nilai itu subjektif,artinya nilai sangat tergantung
pada subjek yang menilainya.Jadi nilai memang tidak akan ada dan tidak akan hadir tanpa
hadirnya penilai.Oleh karena itu nilai melekat dengan subjek penilai. Meskipun banyak pakar
yang mengemukakan pengertian nilai, namun ada yang telah disepakati dari semua
pengertian itu bahwa nilai berhubungan dengan manusia, dan selanjutnya nilai itu penting.
Pengertian nilai yang telah dikemukakan oleh setiap pakar pada dasarnya adalah upaya dalam
memberikan pengertian secara holistik terhadap nilai, akan tetapi setiap orang tertarik pada
bagian bagian yang “relatif belum tersentuh” oleh pemikir lain.

Definisi yang mengarah pada pereduksian nilai oleh status benda, terlihat pada pengertian
nilai yang dikemukakan oleh John Dewney yakni, Value Is Object Of Social Interest, karena
ia melihat nilai dari sudut kepentingannya.

Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan, alasan atau
motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.

Nilai itu penting bagi manusia. Apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia karena
dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar
manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai kegiatan menilai.

3
Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam
perbuatan. Menilai dapat diartikan menimbang yakni suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu lainnya yang kemudian dilanjutkan dengan
memberikan keputusan. Keputusan itu menyatakan apakah sesuatu itu bernilai positif
(berguna, baik, indah) atau sebaliknya bernilai negatif. Hal ini dihubungkan dengan unsur-
unsur yang ada pada diri manusia yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaan.

Nilai memiliki polaritas dan hirarki, antara lain:

1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai polaritas
seperti baik dan buruk; keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarkis yaitu hierarki urutan pentingnya.
Nilai (value) biasanya digunakan untuk menunjuk kata benda abstrak yang dapat
diartikan sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Notonagoro
membagi hierarki nilai pokok yaitu:
3. Nilai material yaitu sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
4. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
5. Nilai kerohanian yaitu sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.

Nilai kerohanian terbagi menjadi empat macam:

1. Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
2. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis manusia
3. Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
4. Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan
melalui akal budi dan nuraninya

Hal-hal yang mempunyai nilai tidak hanya sesuatu yang berwujud (benda material) saja,
bahkan sesuatu yang immaterial seringkali menjadi nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi
manusia seperti nilai religius.

Nilai juga berkaitan dengan cita-cita, keinginan, harapan, dan segala sesuatu pertimbangan
internal (batiniah) manusia. Dengan demikian nilai itu tidak konkret dan pada dasarnya
bersifat subyektif. Nilai yang abstrak dan subyektif ini perlu lebih dikonkretkan serta
dibentuk menjadi lebih objektif. Wujud yang lebih konkret dan objektif dari nilai adalah
norma/kaedah. Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-
siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu.

Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan.
Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran.
Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.

Ada beberapa macam norma/kaedah dalam masyarakat, yaitu:

1.  Norma kepercayaan atau keagamaan


2.  Norma kesusilaan
3.  Norma sopan santun/adab
4.  Norma hokum

4
Dari norma-norma yang ada, norma hukum adalah norma yang paling kuat karena dapat
dipaksakan pelaksanaannya oleh penguasa (kekuasaan eksternal).

Nilai dan norma selanjutnya berkaitan dengan moral. Moral berasal dari bahasa latin yakni
mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia
moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum
diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Istilah moral
mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang sangat
ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam
kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Bisa dikatakan manusia
yang bermoral adalah manusia yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2.3. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.Kata mores ini
mempunyai sinonim mos,moris,manner mores atau manners,morals.

Dalam bahasa Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa Arab)atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing
tingkah laku batin dalam hidup.Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang
menjadi etika. Secara etimologis ,etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima
masyarakat umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban,dan sebagainya.

Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu
tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang
mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu
dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan
manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai
ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur
dari kebudayaan masyarakat setempat.

Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat
tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu
dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya
dan Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur
kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang
mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.

2.4. Pengertian Hukum

Disamping adat istiadat tadi ,ada kaidah yang mengatur kehidupan manusia yaitu hukum,
yang biasanya dibuat dengan sengaja danmempunyai sanksi yang jelas.Hukum dibuat dengan
tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian diantara wrga

5
masyarakat dan system social yang dibangun oleh suatu masyarakat.Pada masyarakat modern
hukum dibuat oleh lembaga – lembaga yang diberikan wewenang oleh rakyat.

Keseluruhan kaidah dalam masyarakat pada intinya adalah mengatur masyarakat agar
mengikuti pola perilaku yang disepakati oleh system social dan budaya yang berlaku pada
masyarakat tersebut. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau
berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.Setiap
tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku masyarakat tadi.Pola
perilaku berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang yang
kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Pola perilaku dan norma-norma yang
dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang berhubungan dengan orang
lain, dinamakan social organization.

2.5 Hubungan Manusia dengan Moral

Moral memiliki arti yang hampir sama dengan etika. Etika berasal daribahasa kuno yang
berarti ethos dalam bentuk tunggal ethos memiliki banyak artiyaitu tempat tinggal biasa,
padang rumput, kebiasaan, adat, watak sikap , dan caraberfiki. Dalam bentuj jamak ethos (ta
etha) yang artinya adat kebiasaan. Moralberasal dari bahsa latin yaitu mos (jamaknya mores)
yang berarti adat, cara, dantampat tinggal. Dengan demikian secara etismologi kedua kata
tersebut bermaknasama hannya asal uasul bahasanya yang berbeda dimana etika dari bahasa
yunanisementara moral dari bahasa latin.

Moral yang pengertiaannya sama dengan etika dalam makna nilai-nilaidan orma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalammengatur tingkah lakunya. Dalam
ilmu filsafat moral banyak unsur yang dikajisecara kritis, di landasi rasionalitas manusia
seperti sifat hakiki manusia, prinsipkebaikan, pertimbangan etis dalam pengambilan
keputusan terhadap sesuatu dansebagainya. Moral lebih kepada sifat aplikatif yaitu berupa
nasehat tentang hal-halyang baik.

Ada beberapa unsur dari kaidah moral yaitu :

1. Hati NuraniMerupakan fenomena moral yang sangat hakiki.

Hati nurani merupakanpenghayatan tentang baik atau buruk mengenai perilaku manusia dan
hati nuraniini selalu dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu terkait dalamdengan
situasi kongkret. Dengan hati nurani manusia akan sanggupmererfleksikandirinya terutama
dalam mengenai dirinya sendiri atau juga mengenal orang.

2. Kebebasan dan tanggung jawab.

Kebebasan adalah milik individu yang sangat hakiki dan manusiawi dankarena manusia pada
dasar nya adal;ah makhluk bebas. Tetapi didalam kebebasanitu juga terbatas karena tidak
boleh bersinggungan dengan kebebasan orang lainketika mereka melakukan interaksi. Jadi,
manusia itu adalah makhluk bebas yang dibatasi oleh lingkungannya sebagai akibat tidak
mampunya ia untuk hidupsendiri.

6
3. Nilai dan Norma Moral.

Nilai dan moral akan muncul ketika berada pada orang lain dan ia akanbergabung dengan
nilai lain seperti agama, hukum, dan budaya. Nilai moralterkait dalam tanggung jawab
seseorang.

Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang
mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa artinya undang-undang jika tidak disertai
moralitas?). Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena
itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang
immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa
hukum hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam
masyarakat.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda,
sebab dalam kenyataannya ‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada
undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral.
Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks
membutuhkan hukum.

Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum
tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum
dan moral sangat jelas.

Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :

1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis


dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki
kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih
subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari
kejelasan tentang yang harus dianggap utis dan tidak etis.
2. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi
diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena
hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh
bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi
dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara.
Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun
hukum itu harus di akui oleh negara supaya berlaku sebagai hukum.moralitas
berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat.
Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum,
tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral
menilai hukum dan tidak sebaliknya.

7
Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :

1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam
sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia),
sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,
4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati,
batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan
bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan
moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).

2.6 Hubungan Manusia dengan Hukum

Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin
menggambarkan hidup manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat,
dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban
dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam
masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi
akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.

Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law)
dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu
hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada
masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan
struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat
sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang
berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.

Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan
(organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order) yang
bernama: masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat
yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal:
aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).

2.7 Perwujudan Masyarakat Bermoral dan Taat Hukum

Terciptanya kondisi masyarakat yang bermoral dan beretika sangat penting bagi terciptanya
suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis.

8
Disamping itu kesadaran akan budaya memberikan arah bagi perwujudan identitas daerah
yang sesuai dengan nilai-nilai leluhur budaya daerah dan menciptakan iklim kondusif dan
harmonis sehingga nilai-nilai kearifan lokal akan mampu merespon modernisasi secara positif
dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan.

Pembangunan agama diarahkan untuk memantapkan fungsi dan peran agama sebagai
landasan moral dan etika dalam pembangunan, membina akhlah mulia, memupuk etos kerja,
menghargai prestasi, dan menjadi kekuatan pendorong guna mencapai kemajuan dalam
pembangunan. Disamping itu, pembangunan agama diarahkan pula untuk meningkatkan
kerukunan hidup umat beragama dengan meningkatkan rasa saling percaya dan harmonisasi
antar kelompok masyarakat sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh
toleransi, tenggang rasa, dan harmonis.

Pembangunan dan pemantapan jati diri daerah ditunjukan untuk mewujudkan karakter daerah
dan sistem sosial yang berakhir unit modern dan unggul. Jati diri tersebut merupakan
kombinasi antar nilai luhur daerah seperti religius, kebersamaan dan persatuan dan nilai
modern yang universal seperti etos kerja dan prinsip tata kepemerintahan yang baik.
Pembangunan jati diri daerah tersebut dilakukan melalui transformasi, revitalisasi, dan
reaktualisasi tata nilai budaya bangsa mempunyai potensi unggul dan menerapkan nilai
modern untuk pembangunan. Untuk memperkuat jati diri dan kebanggaan daerah,
Pembangunan olah raga diarahkan pada peningkatan budaya dan presentasi olah raga.

Budaya inovasi yang berorientasi iptek terus dikembangkan agar Kota Samarinda menguasai
iptek serta mampu berjaya diera persaingan global. Pengembangan budaya iptek tersebut
dilakukan dengan meningkatkan penghargaan masyarakat terhadap iptek melalui
pengembangan budaya membaca dan menulis, masyarakat pembelajar, masyarakat yang
cerdas, kritis, dan kreatif dalam rangka pengembangan tradisi iptek, bersama dengan
pengarahan budaya konsumtif budaya produktif. Bentuk- bentuk pengungkapan kreatifitas
antara lain melalui kesenian, tetap didorong untuk mewujudkan keseimbangan aspek
material, spritual dan emosional. Pengembangan iptek serta kesenian diletakkan dalam
kerangka peningkatan harkat, martabat dan peradapan manusia.

1. Masyarakat Bermoral

Seringkali kita mendengar kata “moral‟ diucapkan banyak orang seperti ungkapan, amoral,
moralitas bangsa, dasar tidak bermoral, anak tidak bermoral, moral bejat, tidak punya moral,
dasar tidak punya moral dan lain sebagainya. Kata moral seringkali diucapkan orang dan
biasanya kata-kata seperti itu akan sering muntah begitu saja jika dalam kondisi marah dalam
bentuk umpatan atau juga sering diucapkan dalam memberisuatu nasehat atau dakwah,
seperti seringkali di katakan oleh para ustad,para kyai maupun para pemimpin.

Ciri orang bermoral dan tidak bermoral adalah jika seseorang melakukan tindakan sesuai
dengan nilai rasa dan budaya yang berlaku ditengah masyarakat tersebut dan dapat diterima
dalam lingkungan kehidupan sesuai aturan yang berlaku maka orang tersebut dinilai memiliki
moral. Kata moral atau akhlak sering kali digunakan untuk menunjukkan pada suatu perilaku
baik atau buruk, sopan santun dan kesesuaiannya dengan nilai-nilai kehidupan pada
seseorang. Terlepas dari perbedaan kata yang digunakan baik moral, etika, akhlak, budi
pekerti mempunyai penekanan yang sama, yaitu adanya kualitas-kualitas yang baik yang
teraplikasi dalam perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari, baik sifat-sifat yang ada
dalam dirinya maupun dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat. Nilai baik

9
sekaligus ciri manusia bermoral sebagai makhluk individu dapat dilihat dengan adanya
perilaku seperti jujur, dapat dipercaya, adil, bertanggung jawab dan lain-lain, maupun sebagai
makhluk sosial dalam hubungannya dengan masyarakat, seperti kejujuran, penghormatan
sesama manusia, tanggung jawab, kerukunan, kesetiakawanan, solidaritas sosial dan
sebagainya.

2. Kesadaran Hukum

Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu makluk yang selalu berinteraksi dan
membutuhkan bantuan dengan sesamanya.Dalam konteks hubungan dengan sesama perlu
adanya keteraturan sehingga setiap individu dalam berhubungan secara harmonis dengan
individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang
disebut oleh kita hukum. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa
kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat.

Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan
hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang kepastian hukum dan
lain-lain. Akan tetapi dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat
direduksi untuk ketertiban (order). Mochtar Kusumaatmaja (2002,hlm.3) mengatakan
“ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan terhadap
ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat yang
teratur, ketertiban sebagai tujuan utama hukum yang merupakan fakta objektif yang berlaku
bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya”. Untuk mencapai ketertiban dalam
masyarakat ini, diperlukan adanya kepastiandalam pergaulan antar manusia dalam
masyarakat.

Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti kaidah agama, kaidah
susila, kesopanan, adat kebiasaan dan kaidah moral.Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah
sosial tidak berarti meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut,bahkan antara kaidah hukum
dengan kaidah lain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipun ada
kalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak serasi dengan kaidah-kaidah tersebut.

Dahlan Thaib (2001,hlm.3) mengatakan bahwa hukum itu merupakan hukum apabila
dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggotamasyarakat ; apabila kita juga betul-betul
berpikir, demikian seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, dan terutama juga betul-
betul menjadi realitas hukum dalam kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan
demikian hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku pada suatu
masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Kesadaran hukum pada hakikatnya berpangkal pada adanya suatu pengetahuan tentang
ketentuan hukum yang mengatur hidup dalam hidup bersama. Dari pengakuan mengenai
ketentuan hukum ini akan lahir suatu pengakuan dan penghargaan terhadap ketentuan-
ketentuan hukum yang dimaksud, sehingga timbul penghayatan terhadap ketentuan hokum
tersebut. Kalau kondisi seperti ini telah terdapat pada suatu negara selaku pelaku pendukung
negara, maka terbinalah kesadaran hukum, yang berartipula ketertiban dan kepastian hukum
dalam kehidupan bersama tercipta.

10
2.8 Problematika Nilai, Moral, dan Hukum.

Hukum sebagai norma harus didasarkan pada nilai moral. Apa artinya Undang-Undang jika
tidak disertai moralitas. Norma moral adalah norma yang paling dasar. Norma moral
menentukan bagaimana kita menilai seseorang. Suatu hukum yang bertentangan dengan
norma moral kehilangan kekuatannya, demikian kata Thomas Aquinas. Secara ideal,
seharusnya manusia taat pada norma moral dan norma hukum yang tumbuh dan tercipta
dalam hidup sebagi upaya mewujudkan kehidupan yang damai, aman, dan sejahtera. Namun
dalam kenyataannya terjadi berbagai pelanggaran, baik terhadap norma moral maupun norma
hukum. Pelanggaran norma moral merupakan suatu pelanggaran etik, sedangkan pelanggaran
terhadap norma hukum merupakan suatu pelanggaran hukum.

Hukum adalah “sarana” pembaruan dalam masyarakat Indonesia yang luas jangkauannya.
Sehingga hukum yang digunakan dalam pembaharuan berupa undang-undang atau
yurisprudensi atau kombinasi antar keduanya. Agar pelaksanaan perundang-undangan
bertujuan pembaruan sebagaimana mestinya hendaknya perundang-undangan dibentuk sesuai
dengan inti aliran Sociological Jurisprudence yaitu hukum sesuai dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat (living law) atau (dapat dikatakan pencerminan narma-norma dalam
masyarakat), guna pembaruan serta menguban sikap mental masyarakat tradisional kea rah
modern. Sebagai contoh keharusan pembuatan sertifikat tanah dan lain sebagainya.

1. Pelanggaran Etik

Kebutuhan akan norma etik di oleh manusia diwujudkan dengan membuat serangkaian norma
etik untuk suatu kegiatan atau profesi. Kodeetik profesi berisi ketentuan-ketentuan normatif
etik yang seharusnya dilakukan oleh anggota profesi. Kode etik profesi dibutuhkan untuk
menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi, masyarakat dari
segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian. Meskipun telah memiliki
kode etik, masih terjadi pelanggaran terhadap profesi. Contohnya: Dokter melanggar kode
etik kedokteran. Pelanggaran terhadap kode etik tidak diberikan sanksi lahiriah ataupun yang
bersifat memaksa. Pelanggaran etik biasanya mendapat sanksi etik berupa rasa menyesal,
bersalah, dan malu. Bila seorang profesi melanggar kode etik profesinya ia akan
mendapatkan sanksi etik darilembaga profesi, seperti teguran, dicabut keanggotaannya, atau
tidak diperbolehkan lagi menjalani profesi tersebut.

2. Pelanggaran Hukum

Problema hukum yang berlaku dewasa ini adalah masih rendahnya kesadaran hukum
masyarakat. Akibatnya banyak terjadi pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-hal kecil yang
sesungguhnya tidak perlu terjadi. Misalnya, secara sengaja tidak membawa SIM dengan
sengaja dengan alasan hanya untuk sementara waktu.

Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti pelanggaran terhadap perundang-undangan


negara. Sanksi atas pelanggaran hukum adalah sanksi pidana dari negara yang bersifat
lahiriah dan memaksa masyarakat secara resmi (negara) berhak memberi sanksi bagi warga
negara yang melanggar hukum. Bila dicermati, ada beberapa hal yang menyebabkan

11
lemahnya penegakan hukum pertama kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah.
Kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah dapat berefek pada pengambilan jalan pintas
dalam menyelesaikan persoalan masing-masing. masyarakat yang tidak mengerti akan
hukum, berpotensi besar dalam melakukan pelanggaran terhadap hukum.

Dalam hukum, dikenal dengan adanya fiksi hukum artinya semua dianggap mengerti akan
hukum. Seseorang tidak dapat melepaskan diri dari kesalahan akan perbuatannya dengan
alasan bahwa ia tidak mengerti hukum atau suatu peraturan perundang-undangan. Jadi dalam
hal ini sudah sewajarnya bagi setiap individu untuk mengetahui hukum. Sedangkan bagi
aparatur hukum atau elemen lain yang concern pada supremasi hukum sudah seharusnya
memberikan kesadaran hukum bagi tiap individu.

Kedua adalah ketaatan terhadap hukum. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang budaya
egoisme dari individu muncul. Ada saja orang yang melanggar hukum dengan bangga malah
menceritakan perbuatannya kepada orang lain. Misalnya pelanggaran terhadap lalu lintas.
Oleh pelakunya menganggap itu hal yang biasa-biasa saja, bahkan dengan bersikap bangga
diri ia menceritakan kembali kepada orang lain perbuatan yang telah dilakukannya. Hal
semacam ini telah mereduksi nilai-nilai kebenaran, sehingga menjadi suatu kebudayaan yang
sebenarnya salah.

Ketiga adalah perilaku aparatur hukum. Perilaku aparatur hokum baik dengan sengaja
ataupun tidak juga telah mempengaruhi dalam penegakan hukum. Misalnya aparat kepolisian
yang dalam menangani suatu kasus dugaan tindak pidana, tidak jarang dalam kenyataannya
juga langsung memvonis seseorang telah bersalah. Hal ini dapat dilihat denga perilaku aparat
yang dengan “ringan tangan” terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana. Perilaku-
perilaku semacam ini justru bukan mendidik seseorang untuk menghormati akan hokum. Ia
menghormati hukum hanya karena takut pada polisi.

Keempat adalah faktor penegak hukum. Seseorang yang melakukan tindak pidana namun ia
selalu bisa lolos dari jeratan pemidanaan, akan berpotensi bagi orang yang lain untuk
melakukan hal yang sama. Korupsi yang banyak dilakukan namun banyak pelaku yang lepas
dari jeratan hukum berpotensi mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Adanya mafia peradilan telah mempengaruhi semakin bobroknya penegakan hukum di negeri
kita. Aparatur hukum yang sedianya diandalkan untuk menjunjung tinggi supremasi hukun
justru melakukan pelanggaran hukun. Sebagai akibatnya masyarakat pesimis terhadap
penegakan hukum. Seharusnya penegak hukum mampu menegakkan hukum seadil-adilnya.
Tidak ada lagi diskriminasi terhadap si miskin sehingga terciptalah keadilan. Permasalahan
hukum di Indonesia dapat di minimalisasi melalui proses pendidikan yang diberikan kepada
masyarakat, diharapkan wawasan pemikiran mereka pun semakin meningkat sehingga
mempunyai kemampuan untuk memikirkan banyak alternatif dalam usaha memecahkan
masalah hukum dan tidak melakukan pelanggaran hukum.

12
2.9 KEADILAN, KETERTIBAN, DAN KESEJAHTERAAN
Keadilan adalah pengakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Pengakuan atas hak
hidup individu harus diimbangi melalui kerja keras tanpa merugikan pihak lain, karena orang
lain punya hak hidup seperti kita. Jadi kita harus member kesempatan pada orang lain untuk
mempertahankan hidupnya. Prinsipnya keadilan terletak apada keseimbangan atau
keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Tindakan-tindakan yang
menuntut hak dan lupa pada kewajiban merupakan pemerasan. Sedangkan tindakan yang
hanya menjalankan kewajiban tanpa menuntut hak berakibat pada mudah diperbudak atau
dipengaruhi orang lain.

Jadi keadilan bila disimpulkan adalah :


1. Kesadaran adanya hak yang sama bagi setiap warga Negara
2. Kesadaran adanya kewajiban yang sama bagi setiap warga Negara
3. Hak dan kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran yang merata.

Ciri-ciri keadilan adalah :


1. Tidak memihak
2. Sama hak
3. Sah menurut hokum
4. Layak dan wajar
5. Benar secara moral

Sedangkan akibat dari ketidakadilan adalah :


1. Kehancuran : diri, keluarga, perusahaan, masyarakat, bangsa dan Negara
2. Kezaliman yaitu keadaan yang tidak lagi menghargai, menghormati hak-hak orang lain,
sewenang-wenang merampas hak orang lain demi keserakahan dan kepuasan nafsu.

Macam-macam Keadilan :
1. Keadilan Legal (keadilan moral)
Dalam suatu komunitas yang adil, setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasar
yang paling cocok baginya (the man behind the gun). Rasa keadilan akan terwujud bila setiap
individu melakukan fungsinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, keadilan tidak
akan terjadi bila ada intervensi pada pihak lain dalam melaksanakan tugas kemasyarakatan
dan hal ini dapat memicu pertentangan, konflik dan ketidakserasian.

2. Keadilan Distributive
Keadilan akan terlaksana bila hal yang sama diperlukan secara sama dan hal yang tidak sama
diperlakukan secara tidak sama diperlakukan secara tidak sama (justice is done when equals
are treated equally). Contoh : gaji pegawai lulusan smu dan sarjana harus dibedakan.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling
menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan
dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni
kehidupan.
Manusia adalah individu yg terdiri dari jasad dan roh dan makhluk yang paling sempurna,
paling tertinggi derajatnya, dan menjadi khalifah di permukaan bumi.
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap pentong
oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang berharga,
bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti
sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.

B. Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia beserta aparatur pengawas hukum menegakkan dan
menjalankan hukum dengan sebaik-baiknya dan bertindak adil.Hal itu dilakukan agar tidak
timbul lagi berbagai problematika dalam nilai,moral,dan hukum di indonesia. Kita sebagai
mahasiswa hendaknya menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara sesuai dengan
koridor yang telah ditentukan agar tidak timbul problematika dalam hukum.

14

Anda mungkin juga menyukai