Anda di halaman 1dari 14

GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM

PERBANKAN SYARIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Manajemen Operasional
Bank Syariah
O
L
E
H
KELOMPOK 12
KHAIRUL ANNISA 3319037
ILHAM 3319036
RAHMAN GUSWANDI 3319041

PERBANKAN SYARIAH A (PS A)


IAIN BUKITTINGGI
T.A. 2020 / 2021
GOOD CORPORATE
GOVERNANCE DALAM
PERBANKAN SYARIAH
Pengertian GCG

Good Corporate Governance (GCG) adalah sistem dan struktur


untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai
pemegang saham (stakeholders value) serta mengalokasi berbagai
pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders),
seperti kreditor, supplier, asosiasi usaha, konsumen, pekerja,
pemerintah, dan masyarakat luas.
Good Corporate Governance dalam arti khusus yaitu tata kelola
manajemen keuangan dengan baik. Secara umum istilah
governance lebih ditujukan untuk sistem pengendalian dan
pengaturan perusahaan, dalam arti lebih ditujukan pada tindakan
yang dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak merugikan
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama
dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi demi terciptanya tujuan perusahaan
Urgensi Penerapan Prinsip GCG

Secara yuridis bank syariah bertanggung jawab kepada


banyak pihak (stakeholders), yaitu nasabah penabung,
pemegang saham, investor obligasi, bank koresponden,
regulator, pegawai perseroan, pemasok serta masyarakat dan
lingkungan, sehingga penerapan good corporate governance
menjadi sebuah kebutuhan bagi setiap bank syariah.
Penerapan good corporate governance merupakan wujud
pertanggungjawaban bank syariah kepada masyarakat bahwa
bank syariah dikelola dengan baik, professional dan hati- hati
(prudent) dengan tetap berupaya meningkatkan nilai
pemegang saham (shareholder's value) tanpa mengabaikan
kepentingan stakeholders lainnya.
Penerapan prinsip-prinsip GCG sangat penting (urgen)
untuk diterapkan dalam operasional perusahaan. Lebih-lebih
perusahaan yang bergerak dibidang perbankan, karena
dalam operasional bank pihak banker dituntut untuk selalu
melaksanakan prinsip kehati-hatian bank (prudential
principle) dalam memberikan jasa keuangan kepada
masyarakat. Hal ini sangat mungkin mengingat bank sebagai
institusi yang telah diatur sedemikian kompleksnya (the most
regulated industry in the world). Bank Indonesia sebagai
pemegang otoritas perbankan harus mampu melakukan
penilaian dan penindakan terhadap pelaksanaan GCG bank.
Pelaksanaan GCG dalam Perbankan Syariah

Dalam ketentuan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Bank Indonesia


No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
Bank Umum disebutkan bahwa bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip
good corporate governance dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh
tingkatan atau jenjang organisasi.
Pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance oleh bank
paling tidak harus diwujudkan dalam :
1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi;
2. Kelengkapam dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja
yang menjalankan fungsi pengendalian intern;
3. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal;
4. Penerapan manajemen resiko, termasuk sistem pengendalian intern;
5. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar;
6. Rencana strategis bank;
7. Transparasi kondisi keuangan dan non keuangan bank.
Corporate governance merupakan suatu konsepsi yang secara riil
dijabarkan dalam bentuk ketentuan/peraturan yang dibuat oleh
lembaga otoritas, norma-norma, dan etika yang dikembangkan oleh
asosiasi industri dan diadopsi oleh pelaku industri, serta lembaga-
lembaga yang te rkait dengan tugas dan peran yang jelas untuk
mendorong disiplin, mengatasi dampak moral hazard, dan
melaksanakan fungsi check and balance. Adapun sejumlah perangkat
dasar yang diperlukan dalam pembentukan good corporate governance
pada bank syariah antara lain:
1. Sistem pengendalian intern;
2. Manajemen risiko;
3.Ketentuan yang mengarah pada peningkatan keterbukaan informasi;
4. Sistem informasi;
5. Mekanisme jaminan kepatuhan syariah;
6. Audit eksternal.
Khusus untuk meningkatkan pemenuhan prinsip syariah
oleh bank, minimal terdapat dua langkah penting yang perlu
dijalani, yaitu:
1. Perlunya mengefektifkan aturan dan mekanisme
pengakuan (endorsement) dari otoritas fatwa dalam hal
ini DSN MUI dalam hal menentukan kehalalan atau
kessesuaian produk dan jasa keuangan bank dengan
prinsip syariah.
2. Mengefektifkan sistem pengawasan yang memantau
transaksi keuangan bank sesuai dengan fatwa yang
dikeluarkan oleh otoritas fatwa perbankan. Terkait
dengan hal ini, permasalahan yang sering muncul
adalah masih minimnya ahli yang memiliki pemahaman
ilmu fikih dan syariah serta sekaligus memiliki
pengetahuan perbankan yang memadai.
Rekomendasi Pelaksanaan GCG di Lingkungan Perbankan Syariah

Salah satu penyebab dari lemahnya implementasi prinsip good


corporate governance (GCG) di Indonesia adalah berkenaan dengan
penegakan hukum (law enforcement). Indonesia sebenarnya tidak
kekurangan dalam hal produk hukum. Secara implisit, ketentuan-
ketentuan mengenai GCG telah tersebar dalam UUPT, undang-
undang dan peraturan perbankan, undang-undang pasar modal,
dan lain-lain. Namun, penegakannya oleh pemegang otoritas,
seperti Bank Indonesia, Bapepam, BPPN, Kementerian Keuangan,
BUMN, bahkan pengadilan sangat lemah. Oleh karena itu,
diperlukan test case atau kasus preseden untuk membiasakan
proses, baik yang yudisial maupun quasi-yudisial, dalam
menyelesaikan praktik-praktik pelanggaran hukum perusahaan atau
GCG. Pelanggaran yang biasa dilakukan adalah dalam hal fiduciary
duties atau berkenaan dengan piercing the corporate veil.
Berdasarkan pada kecenderungan di atas, penulis
berpendapat bahwa pendekatan yang paling efektif bagi
Indonesia untuk berhadapan dengan pencanangan GCG
adalah dengan melanjutkannya menjadi suatu produk atau
ketentuan-ketentuan yang masuk dalam hukum positif.
Dengan demikian, GCG sendiri harus mewujud dalam
praktik kegiatan bisnis sebagai hukum modern
sebagaimana diidentifikasi oleh Max Weber, yakni menjadi
hukum yang (1) memiliki kualitas normatif yang umum dan
relatif abstrak; (2) yang merupakan hasil keputusan-
keputusan yang diambil secara sadar (hukum positif); (3)
diperkuat oleh kekuasaan yang memaksa dari negara
dalam bentuk sanksi yang diberikan dengan sengaja yang
dikaitkan dengan aturan-aturan yang dapat diberlakukan
melalui pengadilan; (4) sistematis; dan (5) sekular.
Selain itu juga bagi para pemegang otoritas
perbankan perlu mengantisipasi munculnya
tantangan yang kemungkinan muncul terkait dengan
implementasi GCG Bank Syariah di Indonesia.
Implementasi GCG pada bank syariah juga akan
dikawal oleh lembaga-lembaga lain, seperti dewan
syariah nasional (DSN), dewan pengawas syariah
(DPS), badan arbitrase syariah nasional (Basyarnas),
dan terakhir adanya perluasan kewenangan yang
dimiliki oleh pengadilan agama dalam hal mengadili
sengketa di bidang ekonomi syariah sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Adapun tantangan yang mungkin muncul di
depan terkait dengan implementasi GCG pada bank
syariah, antara lain perlunya penyempurnaan
regulasi dan panduan best practice. Sementara
pembentukan lembaga terkait guna mendorong
GCG, antara lain pembentukan Islamic Rating
Agency dan Lembaga/Forum Informasi,
pengefektifan fungsi Otoritas Fatwa Perbankan
Syariah Nasional, pembentukan Auditor Syariah
Resmi, pemberdayaan Lembaga Arbitrase Syariah,
pembentukan Lembaga Riset dan Training, serta
optimalisasi Pasar Keuangan, Pasar Modal Syariah,
dan Lembaga Sekuritisasi.
Di samping itu juga perlu ditempuh upaya
pengembangan dan pengadopsian nilai-nilai syariah
dan kode etik (code of conduct) perbankan syariah
dengan cara melakukan edukasi publik dalam rangka
mendorong consumer advocacy, meningkatkan
market discipline, serta melakukan pengembangan
sistem dan mekanisme pengawasan syariah yang
efektif. Melalui cara-cara tersebut, tata kelola bank
syariah akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya.

Anda mungkin juga menyukai