Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan dunia kini tengah memasuki era revolusi industri 4.0 atau

revolusi industri dunia keempat dimana, teknologi informasi telah menjadi basis

dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) dengan

penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited) (Hodie, at.al:

2018). Era ini juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di

dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan.Salah

satu upaya menghadapi era revolusi industri 4.0 yaitu diperlukan sumberdaya

manusia yang berkualitas, hal ini dapat melalui pendidikan.

Pendidikan merupakan usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara (Abdul Rachman: 2013).

Menurut Siti Zubaidah (2017) peningkatan kualitas SDM jalur pendidikan

seharusnya tidak hanya berfokus pada pengetahuan, sikap, dan kemampuan tetapi

juga harus berfokus kepada aspek keterampilan. Keterampilan-keterampilan

penting di abad ke-21 harus relevan dengan empat pilar kehidupan yang mencakup

learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together.Siti

Zubaidah melajutkan bahwa empat prinsip tersebut masing-masing mengandung

17
keterampilan khusus yang perlu diberdayakan dalam kegiatan belajar, seperti

keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, metakognisi, keterampilan

berkomunikasi, berkolaborasi, inovasi dan kreasi, literasi informasi, dan berbagai

keterampilan lainnya. Pencapaian keterampilan abad ke-21 tersebut dilakukan

dengan memperbarui kualitas pembelajaran, membantu siswa mengembangkan

partisipasi, menyesuaikan personalisasi belajar, menekankan pada pembelajaran

berbasis proyek/masalah, mendorong kerjasama dan komunikasi, meningkatkan

keterlibatan dan motivasi siswa, membudayakan kreativitas dan inovasi dalam

belajar, menggunakan sarana belajar yang tepat, mendesain aktivitas belajar yang

relevan dengan dunia nyata, memberdayakan metakognisi, dan mengembangkan

pembelajaran student-centered.

Berdasarkan penjelasan di atas SDM yang mempunyai beberapa

kemampuan penting seperti critical thinking dan kreativitas, dapat menghasilkan

suatu terobosan baru baik di bidang teknologi, olahraga, maupun bidang lain yang

pada dasarnya dapat membantu meningkatkan keunggulan komparatif dan daya

saing bangsa dalam menghadapi era industri4.0. Karena dengan adanya

keterampilan berpikir kritis seseorang yang baik, maka akan menghasilkan

kreativitas seseorang yang baik pula (Arthur I. Miller: 2009). Kreativitas seseorang

bukan didapatkan dari lahir, melainkan diciptakan dengan cara latihan (Daniela

Pusca & Derek O. Northwood, 2018). Maka dari itu jika melalui pendidikan,

keterampilan berpikir kritis dan kreativitas siswa dilatih dengan baik dan tepat,

artinya akan tercipta generasi bangsa yang memiliki kreativitas yang berkualitas.

18
Hasil salah satu evaluasi literasi sains berskala internasional yaitu

Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan

kemampuan berpikir kritis siswa Indonesia masih cukup rendah. Hasil PISA

menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat ke 57 dari

63 negara. Pada tahun 2012 Indonesia menduduki peringkat ke 64 dari 65 negara.

Pada tahun 2015 Indonesia berada di peringkat ke 62 dari 70 negara (Youssef:

2014). Di samping itu kemampuan kreativitas siswa yang tergolong rendah saat ini,

hampir 80% diakibatkan karena dalam proses pembelajaran guru selalu

mengkesampingkan faktor-faktor atau unsur-unsur yang dapat meningkatkan

kreativitas siswa, yaitu seperti kemampuan intelektual, bakat, aspek afektif dan

psikomotor yang dimiliki siswa dalam belajar (Koronis, G, at.al, 2017).

Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa kemampuan berpikir kritis

dan kreativitas siswa selama ini tidak mengalami peningkatan yang baik bahkan

signifikan, ini diakibatkan kurangnya pengarahan, pemahaman, hingga penerapan

yang tepat dalam mengatasi keadaan yang buruk ini. Padahal jelas bahwa critical

thinking skills (kemampuan berpikir kritis) dan kreativitas yang dimiliki oleh siswa

merupakan salah satu kemampuan utama yang memegang peranan penting dalam

kehidupan dan perkembangan siswa.

Sedangkan faktanya, tantangan yang dihadapi oleh di berbagai negara yang,

menunjukkan bahwa ada kebutuhan tingkat inovasi yang tinggi untuk

meningkatkan kualitas hidup di masyarakat (Stein & Harper, 2012). Karena

menciptakan ide-ide baru, serta menganalisis dan menerapkannya, adalah proses

19
utama yang terlibat dalam inovasi (Cropley, Kaufman, & Cropley, 2011; Reiter-

Palmon, 2011), stimulasi kreativitas dan pemikiran kritis dalam konteks pendidikan

tetap sangat penting. Hasil dari studi yang dilakukan oleh Organization of

Educational and Economic Development (OECD, 2009) dan United Nations

Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO, 2016), di berbagai

negara, telah menekankan bahwa kreativitas, pemikiran kritis, pemecahan masalah

, dan pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai kompetensi utama abad ke-

21 yang harus dikembangkan oleh sistem pendidikan (Solange.M.Wechslera, at.al,

2018)

Critical thinking atau berpikir kritis tidak berarti hanya orang yang suka

berdebat dengan mempertentangkan pendapat atau asumsi yang keliru, akan tetapi

berfikir kritis juga dapat memberikan suatu solusi dari permasalahan dan pendapat

yang disampaikan memiliki dasar yang tepat, rasional dan hati-hati (Zuhur F: 2017).

Keterampilan berpikir kritis adalah dianggap keterampilan yang paling

penting untuk membantu siswa berpikir secara logis, membuat keputusan dan

memecahkan masalah di pembelajaran (Vijayaratnam: 2009). Berpikir kritis berarti

berpikir secara rasional untuk menentukan apa yang harus dipercaya atau apa yang

harus dilakukan (Ennis: 2013). Ini termasuk mengoreksi diri, kesadaran konteks,

dan pemberdayaan intelektual (Lipman: 2003). Berpikir kritis adalah analisis,

evaluasi, penarikan kesimpulan, proses penalaran deduktif dan induktif (Facione &

Facione, 1994). Ini bertujuan menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi dan

kesimpulan serta penjelasan tentang konsep, metodologi, kriteria, bukti dan

20
pertimbangan kontekstual (Facione: 2013). Seorang siswa yang berpikir kritis akan

memiliki keterampilan penalaran, dan akan dapat membuat kesimpulan, keputusan,

dan merumuskan masalah (Finken & Ennis, 1993). Ia juga akan dapat

mengumpulkan dan membenarkan informasi yang relevan, menggunakan ide-ide

abstrak, memiliki pikiran terbuka, dan berkomunikasi secara efektif dengan orang

lain (Duncan, 2016, Duron et al, 2006). Pemikiran kritis haruslah diasuh dan diasah

bagi siswa semenjak sekolah dasar hingga mahasiswa di perguruan tinggi sehingga

menjadikan pemikiran kritis sebagai habitus yang memajukan bangsa (Sumaryadi

& Susilo, 2018).

Tingkatan berfikir ada dua tingkat yaitu, berfikir tingkat dasar (LOTS-low

order thinking skills) dan tingkat tinggi (HOTS-high order thinking). Berfikir

tingkat tinggi meliputi berfikir kritis dan berfikir kreatif. Berfikir kritis yaitu proses

berfikir membuat keputusan yang tepat sedangkan berfikir kreatif proses berfikir

untuk menemukan atau menciptakan ide yang baru (Abdul Halim Abdullah.at.all,

2017).

Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu dengan

mengkombinasi karya-karya yang telah ada sebelumnya, menjadi sesuatu yang baru

dan berbeda, dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi

permasalahan, dan mencari alternatif pemecahannya dengan cara berpikir divergen

(Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2012: 42-43).

Seseorang yang memiliki keativitas selalu berpikir luas dalam

mengembangkan gagasannya. Kreativitas sering digambarkan dengan kemampuan

21
berpikir kritis, mempunyai banyak ide, mampu menggabungkan sesuatu gagasan

yang belum pernah tergabung sebelumnya dan kemampuan untuk menemukan ide

untuk memecahkan permasalahan (Oppezo, a.t.all, 2014).

Kreativitas tidak hanya harus menciptakan sesuatu yang baru dan belum

pernah ada sebelumnya, melainkan siswa dapat menyalurkan ide dengan membuat

sesuatu yang menurutnya berbeda dari yang lain melalui kombinasi dari data atau

informasi yang tersedia sebelumnya, sehingga ada kebanggaan sendiri dari siswa

dalam menciptakan karyanya (Paul J. Silvia: 2011). Secara umum kreativitas dapat

ditingkatkan melalui seluruh proses mata pelajaran, namun tidak seluruh konsep

mata pelajaran berhasil meningkatkan kreativitas siswa. Hal ini dikarenakan tahap

dan bentuk yang diberikan dalam proses pembelajaran tidak tepat.

Pembentukan kreativitas sangat di butuhkan untuk mendukung terciptanya

suasana belajar yang menyenangkan serta dapat membangkitkan motivasi siswa

dalam mengikuti proses pembelajaran (May Fitriana H: 2017). Suasana belajar

yang menyenangkan serta disukai oleh siswa sangat penting demi tercapainya

tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh sebab itu, guru harus mampu

menciptakan suasana belajar yang diinginkan oleh siswa (Troy E. Smith.at.all,

2018). Selain guru, sarana dan prasarana, metode hingga bahan ajar yang digunakan

juga harus memiliki standar yang sesuai dengan kebutuhan, agar dapat menunjang

kinerja seorang guru dalam menciptakan suasana belajar yang dapat meningkatkan

kreativitas siswa dengan cara berpikir kritis (Carmen.R, Punya.M, 2017).

Belakangan ini Indonesia juga telah mulai menggalakkan kurikulum 2013

yang dimana tujuan utamanya adalah membuat anak mulai berpikir kritis disetiap

22
mata pelajaran yang ia dapat di sekolah. Meskipun kenyataannya, masih banyak

juga sekolah yang belum menerapkan atau setengah menerapkan. Dari hasil

penelitian Alifa (2012) kita bisa lihat bahwa pada kenyataannya, pembelajaran di

sekolah lebih bersifat menghafal atau pengetahuan faktual, hal ini menjadikan

pembelajaran tidak searah dengan tujuan pendidikan nasional. Mata pelajaran

merupakan sebuah alat untuk mencapai tujuan, untuk dapat melatih siswa memiliki

keterampilan berpikir yang dapat menciptakan hasil-hasil yang kreatif disetiap hasil

pembelajaran.

Pada dasarnya semua mata pelajaran dalam Pendidikan mampu

meningkatkan critical thinking skills dan kreativitas siswa, hal ini dikarenkan

semua mata pelajaran memiliki tujuan Pendidikan yang sama, akan tetapi pada

praktiknya semua mata pelajaran belum mampu mencapai tingkat tujuan tersebut

dengan maksimal, dapat dilihat pada setiap hasil penelitian-penelitian masih

menemukan kekurangan-kekurangan pada setiap proses belajar mengajar.

Termasuk dalam mata pelajaran Pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani adalah

aktivitas fisik (psikomotorik) yang dilaksanakan atas dasar pengetahuan (kognitif),

dan pada saat melaksanakannya akan terjadi perilaku pribadi yang terkait dengan

sikap (afektif) seperti kedisiplinan, kejujuran, percaya diri, dan ketangguhan serta

perilaku social seperti kerjasama dan saling tolong menolong (Dwinanto: 2014).

Pembelajaran penjas seharusnya mempunyai peran khusus dalam penyampaian

nilai-nilai pendidikan melalui gerak, dapat pula memberikan kontribusi terhadap

kemampuan berpikir siswa (Messa.R.S, 2017).

23
Untuk menciptakan SDM yang berkualitas melalui pendidikan jasmani dan

olahraga di sekolah tidak hanya diperlukan model pembelajaran tradisional saja,

yang hanya untuk meningkatkan keterampilan dan kebugaran jasmani, namun lebih

dari itu diperlukan model pembelajaran pendidikan jasmani yang dapat

membangkitkan critical thinking skills dan kreativitas siswa berkembang dan

terlatih, dengan memberikan pengalaman praktik sebagaimana kondisi yang

sebenarnya. Salah satunya termasuk pembelajaran materi aktivitas ritmik. Materi

ini dulunya dikenal dengan beberapa nama lain seperti materi senam irama,

aktivitas senam ritmik, dan lainya. Hal ini dikarenakan aktivitas ritmik merupakan

aktivitas rangkaian gerak manusia yang dilakukan dalam ikatan pola irama,

disesuaikan dengan perubahan tempo atau semata-mata gerak ekspresi tubuh

mengkuti iringan musik atau ketukan diluar musik (Margono & Agus, 2009).

Melalui pembelajaran aktivitas ritmik, diharapkan siswa juga memperoleh

pemahaman dan keluwesan gerak tubuhnya. Siswa dapat mengekspresikan diri dan

mengembangkan dirinya, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk

memilih apa yang disukainya dan yang hendak dilakukanya, berarti kita telah

membantu pertumbuhan dan perkembangan motorik dan daya pikir (kognitif)

mereka

Materi pembelajaran aktivitas ritmik terdapat banyak konsep-konsep serta

model-model pembelajaran yang dapat melatih dan mengembangkan keterampilan

berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa sehingga mampu meningkatkan

kemampuan kreativitas siswa dalam belajar, hal ini dapat langsung dinilai oleh guru

dengan pengamatan.Namun pada pelaksanaanya berbanding terbalik, berdasarkan

24
pengalaman penulis pada saat masih mengajar disalah satu sekolah SMP swasta di

Provinsi Jambi, serta observasi awal yang telah dilakukan pada pertemuan

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PJOK SMP se-Kabupaten Kulon

Progo, Yogyakarta yang dihadiri oleh 26 guru PJOK SMP, dengan cara melakukan

wawancara tidak terstruktur terhadap beberpa guru PJOK yang bersedia untuk

diwawancarai, mengenai kendala yang dialami oleh guru dalam pembelajaran

aktivitas ritmik, yang bertujuan peningkatan critical thinking skills dan kreativitas

siswa.

Berdasarkan seluruh hasil wawancara tidak terstruktur tersebut dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut; (1) model aktivitas ritmik yang selama ini

digunakan oleh guru PJOK masih belum efektif untuk meningkatkan critical

thinking skills dan kreativitas siswa, serta lebih dominan untuk meningkatkan

kebugaran jasmani siswa, seperti senam SKJ 2012, senam Angguk, senam

Pramuka, dan lainya; (2) guru PJOK merasa kesulitan dalam mengembangkan

model aktivitas ritmik yang telah ada dalam mengajar, karena pada umumnya

model yang digunakan berupa senam kebugaran yang telah baku/senam baku; (3)

Guru PJOK kesulitan untuk mengembangkan penilaian critical thinking skills dan

kreativitas siswa; (4) guru PJOK membutuhkan keterbaruan model aktivitas ritmik

yang dapat meningkatkan critical thinking skills dan kreativitas siswa.

Pada dasarnya didalam kurikulum pembelajaran, pada materi aktivitas

ritmik ini siswa tidak hanya dituntut untuk bisa melakukan gerakan senam secara

umum saja saja, namun siswa juga harus mampu berpikir dengan kritis untuk dapat

berkreasi dalam mengkombinasikan variasi gerakan-gerakan dalam senam. Sesuai

25
dengan Kompetensi Inti (KI) 3 dan 4, Kompetensi Dasar (KD) 3.8 dan 4.6 pada

pembelajaran PJOK kelas VIII yang diatur dalam Kurikulum 2013 yaitu;

…KI 3: Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan


prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan
kejadian tampak mata.
…KI 4:Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret
(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan menga-rang) sesuai dengan yang dipelajari di
sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

…KD 3.8: Menentukan variasi rangkaian aktivitas gerak berirama (aktivitas


ritmik) dalam bentuk rangkaian sederhana
…KD 4.6: Mempraktikkan variasi rangkaian aktivitas gerak berirama (akti-
vitas ritmik) dalam bentuk rangkaian sederhana

Namun pada kenyataanya dilapangan berdasarkan kekurangan-kekurangan

yang penulis temukan seperti diatas sebelumnya, membuat guru PJOK kesulitan

untuk mencapai tujuan pembelajaran aktivitas ritmik yang sesuai dengan KI dan

KD di Kurikulum 2013 karena keterbatasan model bahan ajar, serta metode

pengajaran guru yang masih menggunakan metode tradisional juga memperhambat

ketidak tercapaiannya tujuan tersebut dalam pembelajaran.

Berdasarkan seluruh latar belakang tersebut, maka peneliti sangat tertarik

untuk melakukan penelitian pengembangan yang berjudul “Pengembangan Model

Aktivitas Ritmik untuk Critical Thinking Skills dan Kreativitas Siswa SMP”,

dengan bentuk produk yang dihasilkan berupa sebuah senam yang diberi nama

“Senan Siswa Kreatif (SENSITIF)”. Produk tersebut nantinya akan dikemas dalam

3 bentuk yaitu VCD, link video, dan buku panduan. Produk ini juga dibuat sesuai

dengan kebutuhan guru PJOK dalam mengajar aktivitas ritmik, guna membantu

ketercapaian tujuan pembelajaran Penjas.

26
B. Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah antara lain:

1. Kurangnya bahan ajar aktivitas ritmik yang dapat meningkatkan critical

thinking skills dan kreativitas siswa

2. Terdapat beberapa kekurangan dari model-model senam baku yang

digunakan oleh guru sebagai bahan ajar aktivitas ritmik

3. Kurangnya model bahan ajar yang digunakan guru untuk ketercapaian

tujuan pembelajaran aktivitas ritmik

4. Guru masih menggunakan metode pembelajaran tradisional teaching-drill-

teaching dalam pembelajaran aktivitas ritmik yaitu berupa peniruan gerakan

senam melalui audio-visual

5. Keterbatasan bahan ajar yang dapat membantu guru dalam menciptakan

suasana yang menyenangkan, agar dapat meningkatkan kreativitas siswa

dalam belajar

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas dan banyak faktor yang

mempengaruhi serta mengingat luasnya masalah yang ditemukan, maka peneliti

merasa perlu untuk mengatasinya, agar penelitian ini dapat dilaksanakan sesuai

dengan jangkauan pengarahan, waktu, biaya, serta tercapainya sasaran penelitian

yang diinginkan, oleh sebab itu perlu pembatasan masalah dalam penelitian ini.

Maka dalam penelitian ini yang menjadi masalah adalah pengembangan aktivitas

ritmik untuk meningkatkan critical thinking skills dan kreativitas siswa SMP.

27
D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah dan identifikasi masalah serta

pembatasan masalah, maka rumusan masalahnya secara umum sebagai beikut.

Bagaimana mengembangkan model pembelajaran aktivitas ritmik untuk

meningkatkan critical thinking dan kreativitas siswa SMP. Secara khusus rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mengembangkan langkah-langkah pembelajaran materi

aktivitas ritmik sesuai dengan karakteristik siswa SMP dan tujuan

pembelajaran critical thinking skills dan kreativitas?

2. Apakah pelaksanaan model yang dikembangkan efektif?

3. Apakah efektif model yang dikembangkan untuk meningkatkan critical

thinking skills dan kreativitas siswa?

E. Tujuan Pengembangan

Berdasarkan rumusan masalah diatas penelitian pengembangan ini

bertujuan:

1. Untuk menyusun langkah-langkah pembelajaran materi aktivitas ritmik

sesuai dengan karakteristik siswa SMP dan tujuan pembelajaran critical

thinking skills dan kreativitas

2. Untuk menguji efektifitas pelaksanaan model yang dikembangkan.

3. Untuk menguji efektifitas model yang dikembangkan terhadap

peningkatan critical thinking skills dan kreativitas siswa SMP

28
F. Spesifik Produk yang Dikembangkan

Spesifik Produk yang dikembangkan berupa:

1) CD berisi “Senam Siswa Kreatif (SENSITIF)”, dan

2) Buku panduan model pembelajaran materi aktivitas ritmik. Selain itu

spesifik produk yang dikembangkan ditinjau dari tujuan pembelajaran,

produk model pembelajaran materi aktivitas ritmik ini tujuannya lebih

menekankan pada peningkatan critical thinking skills dan kreativitas siswa

SMP daripada model pembelajaran penjas yang sudah ada. Karena model

pembelajarn penjas yang sudah ada tujuannya lebih menekan pada aspek

keterampilan olahraganya, dan juga ada model pembelajaran penjas yang

menekan pada aspek kognitif dan aspek sosial.

G. Manfaat Penelitian Pengembangan

1. Manfaat Teoritis

Manfaat akademik produk ini dapat menambah khasanah dalam bidang

ilmu pendidikan jasmani, dan memberi sumbangan informasi bagi peneliti

sejenis guna menyempurnakan penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru-guru PJOK sebagai salah satu solusi bahan ajar dalam

pembelajaran penjas untuk meningkatkan critical thinking skills dan

kreativitas siswa.

b. Bagi masyarakat dapat dipakai salah satu model pembelajaran aktivitas

ritmik untuk kebugaran jasmani, psikis dan sosial

29
H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Berdasarkan pendapat Vijayaratnam (2009) mengatakan bahwa

keterampilan berpikir kritis adalah dianggap keterampilan yang paling penting

untuk membantu siswa berpikir secara logis, membuat keputusan dan memecahkan

masalah di pembelajaran. Daniela Pusca & Derek O. Northwood (2018) juga

berpendapat bahwa kreativitas seseorang bukan didapatkan dari lahir, melainkan

diciptakan dengan cara latihan. Selain itu berdasarkan studi pendahuluan yang telah

dilakukan terdapat hasil yang menunjukan bahwa model aktivitas ritmik pada

pembelajaran Penjas yang ada pada saat ini, masih berbentuk struktur yang

monoton sehingga tidak mampu untuk meningkatkan critical thinking skills dan

kreativitas siswa. Atas dasar inilah peneliti berasumsi bahwa pentingnya untuk

mengembangkan model aktivitas ritmik yang dapat meningkatkan critical thinking

skilss dan kreativitas siswa.

Pengembangan model aktivitas ritmik untuk meningkatkan critical thinking

skills dan kreativitas siswa ini memiliki keterbatasan sebagai berikut:

1. Pengembangan model aktivitas ritmik ini hanya dikembangkan untuk siswa

kelas VIII SMP.

2. Pengembangan model aktivitas ritmik ini hanya mencakup bentuk senam

saja.

3. Model aktivitas ritmik ini dikembangkan hanya untuk dunia pendidikan

saja, peneliti belum tau apakah model senam ini dapat digunakan untuk para

instruktur senam, seperti halnya senam-senam kebugaran yang lain dapat

30
digunakan sebagai senam pemanasan oleh instruktur aerobik pada saat

memimpin senam.

31

Anda mungkin juga menyukai