Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH TUTORIAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. N DENGAN GANGGUAN


SISTEM RESPIRASI: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KLINIS
(PPOK) DI RUANG PDL PERAWATAN LAKI-LAKI
RSUD PALEMBANG BARI

OLEH:

LAILA DEWI

21219034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS (PPN)


STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Paru Obstruksi Kronis atau PPOK sudah bukan suatu hal yang
asing terdengar ditelinga masyarakat. PPOK adalah istilah yang
menggambarkan sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru dalam jangka
waktu yang panjang dan ditandai dengan obstruksi aliran udara dan
hiperinflasi paru. PPOK tergolong penyakit tidak menular dan menjadi
penyebab kematian terbesar ke-4 di dunia, setelah penyakit kardiovaskuler,
kanker, dan diabetes (WHO, 2010).
Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 mencatat sebesar 3,7 persen
penduduk Indonesia menderita PPOK dimana prevalensi lebih tinggi pada
laki-laki. Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menyatakan adanya keterkaitan penderita PPOK dengan kebiasaan merokok
dan keterpajanan asap rokok secara pasif di Indonesia, yang mana semakin
tinggi prevalensi merokok akan semakin tinggi resiko-resiko terjadinya
PPOK (Kusumawardani et al., 2017).
The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(GOLD) mendefinisikan PPOK sebagai penyakit gangguan saluran napas
yang bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi oleh karena
gas atau partikel iritan tertentu. Pada tahun 2014, PPOK tidak lagi
dimasukkan terminologi penyakit bronkitis kronis dan emfisema, sehingga
GOLD mendefinisikan ulang PPOK sebagai gabungan penyakit saluran napas
kecil dan destruksi parenkim yang bersifat progresif dengan gejala yang
hampir mirip seperti bronkitis kronis, emfisema, asma, bronkiektasis, dan
bronkiolitis (Soeroto dan Suryadinata, 2014).
Permasalahan yang kerap kali ditemui yaitu penurunan nilai Arus
Puncak Ekspirasi (APE). APE menjadi salah satu indikator fungsi paru yang
dapat mendiagnosis adanya PPOK melalui pemeriksa Peak Expiratory Flow
Rate (PEFR), yaitu parameter pada spirometri yang mengukur kecepatan
aliran udara maksimal yang terjadi pada tiupan paksa maksimal yang dimulai
dari paru dengan keadaan inspirasi maksimal (Mulyadi et al., 2011). Nilai
APE dapat dipengaruhi oleh adanya obstruksi pada saluran napas yang
dialami penderita yang mana dapat memicu terjadinya hiperinflasi yang
berdampak pada penurunan kapasitas inspirasi paru (Yatun et al., 2016).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Usamah bin Syarik
Radhiyallahuanhu berkata, Rasulullah SAW bersabda “Berobatlah wahai
hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit melainkan
Allah menurunkan obat untuknya, ada yang mengetahuinya dan ada pula
yang tidak mengetahuinya”. Hadits tersebut menerangkan bahwa setiap
penyakit pasti ada obatnya namun tidak semua obat sudah ditemukan dan
diketahui. Hal ini menjadi dasar dalam perkembangan ilmu fisioterapi yang
terus diperbarui guna memberikan pengobatan yang terbaik untuk
penyembuhan suatu penyakit. Salah satunya memberikan intervensi pada
penderita PPOK.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan keperawatan dasar
profesi pada klien dengan PPOK.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu meningkatkan pengertian mengenai masalah yang
berhubungan dengan PPOK.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan
PPOK.
c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien
dengan PPOK.
d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan
PPOK.
e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan
PPOK.
f. Mahasiswa mampumengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan pada
klien dengan PPOK.
C. TEMPAT DAN WAKTU
Tempat : Ruang PDL perawatan laki-laki RSUD Palembang BARI
Waktu : 01 s.d 04 Oktober 2019

D. MANFAAT
1. Manfaat secara Teoritis
Secara teoritis makalah ini bermanfaat untuk memberikan informasi
terkait asuhan keperawatan klien dengan PPOK.
2. Manfaat secara Praktis
a. STIKes Muhammadiyah Palembang
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi
dibidang keperawatan dasar profesi khususnya mengenai asuhan
keperawatan klien dengan PPOK.
b. Rumah Sakit
Sebagai sarana untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam
keperawatan dasar profesi khususnya mengenai asuhan keperawatan
klien dengan PPOK.
c. Mahasiswa
Sebagai tambahan ilmu bagi mahasiswa mengenai asuhan
keperawatan klien dengan PPOK
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama
(Grace & Borlay, 2011) yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Padila, 2012). Adapun pendapat
lain mengenai (PPOK) adalah kondisi ireversibel yang berkaitan dengan
dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru
(Smeltzer&Bare, 2006) yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Edward, 2012).
Penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis  dan
perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara
saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenunya reversibel dan
berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap
gas atau partikel yang berbahaya (Hariman, 2010).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering diguanakan untuk
sekelompok penyakir paru-paru yang berlangsung lama dan ditanndai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan adalah bronkitis
kronis, emfisiema paru-paru, asma bronchitis. (Smeltzer 2007). PPOK adalah
penyakit paru kronik  yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas
yang bersifat progresif  non reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
bronkitis kronik dan emifiesema atau gabungan dari keduanya (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003).

B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah:
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi
paru-paru bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma orang
dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,
walau pun tidak merokok.

C. KLASIFIKASI PPOK
1. Bronkitis kronik
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan
dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam
setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).
2. Emfisiema paru
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner &
Suddarth, 2002).
3. Asma bronchial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat
dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan
yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).

D. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu
kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah
menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya
batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama
sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang
menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK
berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas
dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Tanda dan gejalanya adalah :
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak nafas
4. Whezing
5. Ekspirasi memanjang
6. Produksi sputum yang bertambah

E. KOMPLIKASI
1. Acute Respiratory Failure (ARF).
Acute Respiratory Failure (ARF) terjadi ketika ventilasi dan
oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh saat istirahat.
2. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi oksigen <85%. Pada awalnya
klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan
pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
3. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai hiperkapnia. Tanda yang muncul
antara lain: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
4. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema
mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan
timbulnya dyspnea.
5. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini
sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
6. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.
7. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.
4. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan oksigen harus diberikan
dengan aliran 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3. Latihan dengan olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.

G. PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam
usia yang lebih lanjut kekuatan kontraksi otot pernafasan juga dapat berkurang
sehingga sulit bernafas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang. Yakni
jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru paruuntuk digunakan
didalam tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah
ke paruparu. Berkurangnya fungsi paru paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fugsi ventilasi paru. Faktor – faktr
resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.
Udara yang msuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirsi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air traping). Hal
inilah yang mengakibatkan ada nya keluhan sesek nafas dengan segala
akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasiakan menimbulkan kesulitan
ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungs fungsi paru
sebagai ventilasi, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang
dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD,
2009).
H. PATHWAY

Pencetus
Asthma, Borkhitis kronis, emfisema Rokok dan Polusi

PPOK Inflamasi

Perubahan anatomi parenkim paru Sputum Meningkat

Pembesaran Alveoli Batuk

Hiperatropi kelenjar Mukosa Bersihan jalan nafas tidak


efektif

Penyempitan saluran pernapasan


Infeksi

Ekspansi paru
men Leukosit Meningkat

Suplai O2 tidak adekuat Imun menurun


Kompensasi untuk memenuhi
keseluruhan tubuh 2
kebutuhan O dengan meningkatkan
Frekuensi Pernafasan Kuman Patogen & endogen difagosi
Hipoksia
ktif oleh makrofag
Kontraksi Otot Pernapasan penggunaan

Sesak energi untuk pernapasan meningkat Nafsu makan menurun


Anoreksia

Pola Nafas Tidak Efektif


Resiko Defisit Nutrisi
I. PENGKAJIAN
Pengkajian mencakup informasi tentang gejala gejala terakhir dan
manifestasi klinis penyakit sebelum. Beberapa pertanyaan untuk mendapatkan
data riwayat kesehatan :
1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan bernafas?
2. Berapa jauh batasan pasien terhadap intoleransi aktivitas?
3. Kapan pasien mengeluh sesek nafas?
4. Apakah pasien mempunyai riwayat merokok?
5. Obat apa yang dikonsumsi setiap hari?
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan
sebagai berikut :
1. Frekuensi nadi dan pernafasan pasien?
2. Apakah ada kontraksi otot otot abdomen selama inspirasi?
3. Apakkah ada batuk?
4. Apakah ada peningkatan kegelisahan??

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan napas pendek, nyeri dan
iritan jalan napas.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penyakit paru
obstruksi, perokok aktif dan perokok pasif, batuk tidak efektif.
3. Resiko Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
K. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan  Manajemen Jalan Napas 1. Mengetahui adanya abnormalitas
napas berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Posisikan pasein semi fowler 2. Mengetahui adanya abnormalitas pada
dengan napas pendek, bersihan jalan nafas teratasi dengan untuk memudahkan ventilasi respirasi pasien
nyeri dan iritan jalan KH : pernafasan 3. Memberi rasa nyaman
napas  Status Pernapasan 2. Ajarkan Pasien cara batuk 4. Mempertahankan kebutuhan O2
DS: N Kriteria A T efektif 5. Mengencerkan secret dan melebarkann
1. Pasien mengatakan o 3. Berikan O2 untuk membantu saluran nafas
sesak sudah 1 minggu 1 Frekuensi 3 4 pernapasan
2. Pasien mengatakan pernapasan 4. Monitor tanda-tanda vital
memiliki riwayat 2 Kepatenan 3 4 pasien
perokok aktif jalan napas 5. Kolaborasi dengan tim medis
3. Pasien mengatakan 3 TTV dalam 2 4
sering batuk rentang normal
4 Saturasi 4 5
DO: oksigen dalam
1. Pasien tampak sesak rentang normal
2. Pasein tampak lemah
lesu Indikator:
3. Pernapasan pasien 1. Berat
cepat dan dangkal 2. Cukup
4. RR pasien 26 3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
Ketidakefektifan bersihan setelah dilakukan tindakan  Manajeman Jalan napas 1. Mengetahui suara nafas pasien
jalan napas berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Buang sekret dengan 2. Membuka jalan nafas dan memberikan
dengan penyakit paru pola nafas tidak efektif teratasi memotivasi pasien untuk posisi nyaman untuk ventilasi’
obstruksi, perokok aktif dengan KH : batuk efektif 3. Untuk mendapatkan penanganan
dan perokok pasif, batuk  Kepatenan jalan napas 2. Auskultasi suara tambahan secara akurat
tidak efektif. N Kriteria A T 3. Ajarkan batuk efektif
DS: o 4. Kolaborasi dengan tim medis
1. Pasien mengatakan 1 Frekuensi 3 4 untuk pemberian nebulizer
sesak napas pernapasan
2. Pasien mengatakan 2 Suara tambahan 4 5
batuk berdahak warna 3 Dispnea saat 3 4
putih istirahat
3. Pasien cepat dan 4 Batuk 4 5
dangkal
Indikator:
DO: 1. Berat
1. Pasien tampak batuk 2. Cukup
2. Pasien tampak pucat 3. Sedang
3. Pasien tampak sesak 4. Ringan
4. RR 26 5. Tidak Ada
Resiko Defisit Nutrisi b.d setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi: 1. Mengetahui kondisi nutrisi saat ini
ketidakmampuan keperawatan selama 3x24 jam maka 1. Identifikasi status nutrisi 2. Dapat dijadikan dalam perencanaan
mengabsorpsi nutrient, gangguan pertukaran gas teratasi 2. Identifikasi makanan yang makan
ditandai dengan: dengan KH : disukai 3. Mengetahui jumlah intake makanan
DS: Status nutrisi 3. Monitor asupan makanan 4. Mengetahui kladar serum albumin
Klien mengatakan tidak N Kriteria A T 4. Monitor hasil pemerikasaan 5. Menambah rasa nafsu makan
nafsu makan o laboratorium
1 Kekuatan otot 3 4 5. Sajikan makanan secara
DO: pengunyah menarik
1. Membran mukosa 2 Kekuatan otot 4 5
pucat menelan
2. BB menurun 5kg 3 Serum albumin 3 4
4 Frekuensi nafas 3 4
5 Nafsu makan 3 4
Indikator:
1. Berat
2. Cukup
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
KASUS

Tn. N berusia 54 tahun datang ke IGD RSUD Palembang Bari mengeluh


sesak nafas sejak 1 minggu dan batuk berdahak berwarna putih. Saat dilakukan
pengkajian pasien mengeluh sesak nafas, batuk berdahak warna putih, badan
lemah dan lesu, dan nyeri pada bagian ulu hati. Pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan TD: 130/90 mmHg, RR: 26 x/menit, HR: 90 x/menit, dan suhu:
36,4 C. Palpasi pernafasan terapat ekspansi pernafasan, perkusi hipersonor,
suara nafas bronkial, bentuk dada barrel chest dan terdapat suara tambahan
berupa ronki. Pasien mengatakan memiliki riwayat darah tinggi. Hasil
laboratorium didapatkan eritrosit (4,47 juta/l), leukosit (19,3 103/l), limfosit
(2%), dan Natrium (128 mmol/liter). Hasil EKG: sinus takikardia.

A. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Hipersonor: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan
timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.
2. Suara nafas bronkial: sering disebut “tubular sound” karena dihasilkan
oleh udara yang melalui suatu pipa, suaranya terdengar keras, nyaring,
dengan hembusan yang lembut, fase ekspirasinya lebih panjang daripada
inspirasi, dan tidak ada henti diantara dua fase tersebut.
3. Bentuk dada barrel chest: suatu kondisi yang ditandai dengan peningkatan
diameter anterior-posterior dada yang disebabkan oleh peningkatan
kapasitas residual fungsional karena perangkap udara dari runtuhnya jalan
nafas kecil.
4. Ronki: suara tambahan yang dihasilkan aliran udara melalui saluran nafas
yang berisi sekret atau eksudat atau akibat saluran yang menyempit atau
oleh odem saluran nafas.
5. Eritrosit: bagian dari sel darah yang mengandung hemoglobin.
6. Limfosit: sel darah putih yang terdapat dalam peredaran darah.

B. DEFINE THE PROBLEMS


1. Bagaimana penatalaksanaan penderita PPOK?
2. Mengapa pada kasus diatas pasien dikatakan mengalami PPOK?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari PPOK?
4. Apa saja diagnosa keperawatan PPOK?
5. Bagaimana intervensi keperawatan PPOK?
6. Bagaimana implementasi dan evaluasi keperawatan PPOK?

C. BAINSTORM POSSIBLE HYPOTHESIS


1. Penatalaksanaan PPOK antara lain:
a. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
a. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.
d. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan oksigen harus diberikan
dengan aliran 1 - 2 liter/menit.
2. Pada pasien ini, laki-laki usia 54 tahun, dengan keluhan sesak napas sejak 1
minggu, batuk berdahak warna putih, mempunyai riwayat merokok dan
berhenti 23 tahun lalu dengan rata-rata menghabiskan kurang lebih 6 batang
per hari. Faktor risiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari
partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya
antara lain asap rokok, polusi tempat kerja berupa bahan kimia berbahaya,
infeksi saluran nafas berulang, status sosio ekonomi dan nutrisi, jenis
kelamin (laki-laki lebih banyak dibanding perempuan), dan faktor genetik.
3. Tanda dan gejala:
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu
kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian
berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung
lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah
hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang
menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK
berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan
aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Tanda dan gejalanya adalah :
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak nafas
d. Whezing
e. Ekspirasi memanjang
f. Produksi sputum yang bertambah
4. Diagnosa keperawatan:
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d nafas pendek,nyeri, dan iritan jalan
nafas.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penyakit paru,obstruksi,
perokok aktif dan perokok pasif, batuk efektif.
c. Resiko defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.
5. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan  Manajemen Jalan Napas 1. Mengetahui adanya abnormalitas
napas berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Posisikan pasein semi fowler 2. Mengetahui adanya abnormalitas pada
dengan napas pendek, bersihan jalan nafas teratasi dengan untuk memudahkan ventilasi respirasi pasien
nyeri dan iritan jalan KH : pernafasan 3. Memberi rasa nyaman
napas  Status Pernapasan 2. Ajarkan Pasien cara batuk 4. Mempertahankan kebutuhan O2
No Kriteria A T efektif 5. Mengencerkan secret dan melebarkann
1. Pasien mengatakan 1 Frekuensi 3 4 3. Berikan O2 untuk membantu saluran nafas
sesak sudah 1 minggu pernapasan pernapasan
2. Pasien mengatakan 2 Kepatenan 3 4 4. Monitor tanda-tanda vital
memiliki riwayat jalan napas pasien
perokok aktif 3 TTV dalam 2 4 5. Kolaborasi dengan tim medis
3. Pasien mengatakan rentang normal
sering batuk
DO: Indikator :
1. Pasien tampak sesak 1. Berat
2. Pasein tampak lemah 2. Cukup
lesu 3. Sedang
3. Pernapasan pasien 4. Ringan
cepat dan dangkal 5. Tidak ada
4. RR pasien 26
Ketidakefektifan bersihan setelah dilakukan tindakan  Manajeman Jalan napas 1. Mengetahui suara nafas pasien
jalan napas berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Buang sekret dengan 2. Membuka jalan nafas dan memberikan
dengan penyakit paru maka pola nafas tidak efektif teratasi memotivasi pasien untuk posisi nyaman untuk ventilasi’
obstruksi, perokok aktif dengan KH : batuk efektif 3. Untuk mendapatkan penanganan
dan perokok pasif, batuk 2. Auskultasi suara tambahan secara akurat
tidak efektif.  Kepatenan jalan napas 3. Ajarkan batuk efektif
DS: N Kriteria A T 4. Kolaborasi dengan tim medis
1. Pasien mengatakan untuk pemberian nebulizer
sesak napas o
2. Pasien mengatakan 1 Frekuensi 3 4
batuk berdahak warna pernapasan
putih 2 Suara tambahan 4 5
3. Pasien cepat dan 3 Dispnea saat 3 4
dangkal istirahat
DO: 4 Batuk 4 5
1. Pasien tampak batuk
2. Pasien tampak pucat Indikator :
3. Pasien tampak sesak. 1. Berat
4. TD : 130/90 mmhg 2. Cukup
RR : 26 x/mnt 3. Sedang
N : 90 x/mnt 4. Ringan
Temp : 36,4 oc 5. Tidak ada
Resiko Defisit Nutrisi setelah dilakukan tindakan  Manajeman nutrisi 1. Mengetahui kodisi saat ini
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam maka 1. Identifikasi status nutrisi 2. Dapat dijadikan dlam perencanaan
ketidakmampuan gangguan pertukaran gas teratasi 2. Identifikasi makanan yang makanan
mengabsorpsi nutrient dengan KH : disukai 3. Mengetahui jumlah intake makanan
ditandai dengan :  Status nutrisi 3. Monitor asupan makanan 4. Mengetahui kadar albumin
No Kriteria A T 4. Monitor hasil pemeriksaan 5. Menambah rasa nafsu makna
1. Pasien mengatakan 1 Kekuatan 3 4 laboratorium
tidak nafsu makan otot 5. Sajikan makanan secara
2. Keluarga pasien penguyahan menarik
mengatakan bahwa 2 Kekutan 4 5
Tn. N hanya otot
menghabiskan ¼ menelan
makanan yang 3 Serum 3 4
didapat pihak RS. albumin
3. Pasien mengatakan 4 Frekuensi 3 4
BB nya turun 5 Kg, nafas
dari 60 menjadi 55 kg 5 Nafsu 3 4
DO: makan
1. Membra mukosa
pucat Indikator :
2. Tubuh pasien terlihat 1. Berat
kurus 2. Cukup
3. Sedang
4. Ringan
RR : 26 x/mnt 5. Tidak ada
N : 90 x/mnt
Temp : 36,4 oc

6. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Tn. N
Umur : 54 Tahun
No D Ha Paraf
i ri,
a Tgl
g da
n n Implemntasi
Evaluasi
o Ja (Tindakan)
s m
a

1 K Sel1. Memposisikan pasien dengan senyaman S: Pasien mengatakan masih berkurang


e asa mungkin (semi fowler) setalah dilakukan tindakan mencari
t 012. Mengajarkan klien untuk batuk efektif posisi nyaman, mengajarkan batuk
i Ok3. Memberikan terapi O2 untuk membantu efektif.
d tob pernapasan O: -Pasien masih sesak, muka pucat, TD :
a er4. Memonitor tanda-tanda vital 130/90 mmhg, RR : 26 x/mnt, N : 90
k 2015. Mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk x/mnt, Temp : 36,4 oc
e 9 pemberian obat
f Pu A: Masalah belum teratasi
e kul No KriteriaA S T
k 14: 1 Frekuensi3 3 4
t 15 pernapasa
i WI n
f B 2 kepatenan3 3 3
a jalan
n napas
3 TTV 2 3 4
p dalam
o rentang
l normal
a P: - Berikan terapi
O2
- Kolaborasi dengan tim dokter untuk
n pemberian obat.
a
p
a
s

b
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n

d
e
n
g
a
n

n
a
p
a
s

p
e
n
d
e
k
,
n
y
e
r
i
d
a
n

i
r
i
t
a
n

j
a
l
a
n

n
a
p
a
s
D
S
:
1. Pasien mengatakan
sesak
2. Pasien mengatakan
memiliki riwayat
perokok aktif
3. Pasien mengatakan
sering batuk

DO:
1. Pasien tampak sesak
2. Pasein tampak lemah
lesu
3. Pernapasan pasien
cepat dan dangkal
4. TD : 130/90 mmhg
RR : 26 x/mnt
N : 90 x/mnt
Temp : 36,4 oc
2 K Sel1. Mengajarkan pasien untuk batuk efektif S : Pasien mengatakan masih batuk tapi
e asa2. Mengauskultasi suara tambahan sudah tidak sering sebelumnya
t 01 3. Mengkolaborasi dengan tim medis untuk O: Masih terdengar suara tambahan
i Ok pemberian nebulizer A : Masalah belum teratasi
d tob N Kriteria A S T
a er o
k 201 1 Frekuensi 3 3 4
e 9 pernapasan
f Pu 2 Suara tambahan 4 4 5
e kul 3 Dispnea saat 3 3 4
k 14: istirahat
t 15 4 Batuk 4 4 5
i WI
f B P : - Ajarkan batuk efektif pada pasien
a untuk memuang sekret
n - Kolaborasi dengan tim dokter
untuk pemberian obat nebulizer.
b
e
r
s
i
h
a
n

j
a
l
a
n

n
a
p
a
s
 
b
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n

d
e
n
g
a
n

p
e
n
y
a
k
i
t
p
a
r
u

o
b
s
t
r
u
k
s
i
,
p
e
r
o
k
o
k

a
k
t
i
f

d
a
n

p
e
r
o
k
o
k

p
a
s
i
f
,
b
a
t
u
k

t
i
d
a
k

e
f
e
k
t
i
f
.
D
S
:
1. Pasien mengatakan
sesak napas
2. Pasien mengatakan
batuk berdahak warna
putih
3. Pasien cepat dan
dangkal

DO:
1. Pasien tampak batuk
2. Pasien tampak pucat
3. Pasien tampak sesak.
4. TD : 130/90 mmhg
RR : 26 x/mnt
N : 90 x/mnt
Temp : 36,4 oc

3 R  Manajemen Nutrisi S : Klien mengatakan tidak napsu makan


e Sel 1. Mengidentifikasi statsu nutrisi O : Membaran mukosa pucat
s asa 2. Mengidentifikasi makanan yang disukai A : Masalah belum teratasi
i 01 3. Memonitor asupan makanan No Kriteria A S T
k Ok 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium 1 Kekuatan otot 3 3 4
o tob 5. Menyajikan makanan secara menarik penguyahan
er 2 Kekutan otot 4 4 5
D 201 menelan
e 9 3 Serum albumin 3 3 4
f Pu 4 Frekuensi 3 3 4
i kul nafas
s 14: 5 Nafsu makan 3 4 4
i 15
t WI P : Lanjutkan intervensi
N B - Monitor asupan makanan pasien
u - Monitor hasil laboratorium
t - Monitor status nutrisi pasien
r - Melakukan penyajian makanan yang
i menarik
s
i
b
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n

d
e
n
g
a
n

k
e
t
i
d
a
k
m
a
m
p
u
a
n

m
e
n
g
a
b
s
o
r
p
s
i
n
u
t
r
i
e
n
t
d
i
t
a
n
d
a
i
d
e
n
g
a
n

:
D
S
:
1. Pasien mengatakan
tidak nafsu makan
2. Keluarga pasien
mengatakan bahwa
Tn. N hanya
menghabiskan ¼
makanan yang
didapat pihak RS.
3. Pasien mengatakan
BB nya turun 5 Kg,
dari 60 menjadi 55 kg
DO:
1. Membra mukosa
pucat
2. Tubuh pasien terlihat
kurus
T
D

:
1
3
0
/
9
0

m
m
h
g
RR : 26 x/mnt
N : 90 x/mnt
Temp : 36,4 oc
D. MAIN MAPPING/PATHWAY

Pencetus
Asthma, Borkhitis kronis, emfisema Rokok dan Polusi

PPOK Inflamasi

Perubahan anatomi parenkim paru Sputum Meningkat

Pembesaran Alveoli Batuk

Hiperatropi kelenjar Mukosa Bersihan jalan nafas tidak


efektif

Penyempitan saluran pernapasan


Infeksi

Ekspansi paru
men Leukosit Meningkat

Suplai O2 tidak adekuat Imun menurun


Kompensasi untuk memenuhi
keseluruhan tubuh
kebutuhan O2 dengan meningkatkan
Frekuensi Pernafasan Kuman Patogen & endogen difagosi
Hipoksia
ktif oleh makrofag
Kontraksi Otot Pernapasan penggunaan

Sesak energi untuk pernapasan meningkat Nafsu makan menurun


Anoreksia

Pola Nafas Tidak Efektif


Resiko Defisit Nutrisi

E. LEARNING OBJECTIVE
1. Memahami dan menjelaskan tentang PPOK
2. Memahami dan menjelaskan etiologi PPOK
3. Memahami dan menjelaskan klasifikasi PPOK

F. BELAJAR MANDIRI
-
G. MENSINTESIS DAN MENGUJI INFORMASI
1. DEFINISI
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama (Grace & Borlay, 2011) yang ditandai oleh adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Padila,
2012). Adapun pendapat lain mengenai (PPOK) adalah kondisi ireversibel
yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk
dan keluar udara paru-paru (Smeltzer&Bare, 2006) yang ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya (Edward, 2012).
Penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis  dan
perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara
saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenunya reversibel dan
berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru
terhadap gas atau partikel yang berbahaya (Hariman, 2010).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering diguanakan untuk
sekelompok penyakir paru-paru yang berlangsung lama dan ditanndai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan adalah
bronkitis kronis, emfisiema paru-paru, asma bronchitis. (Smeltzer 2007).
PPOK adalah penyakit paru kronik  yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran nafas yang bersifat progresif  non reversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emifiesema atau
gabungan dari keduanya (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

2. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah:
a. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas
kimiawi.
b. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi paru-paru bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
c. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma
orang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
d. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang
yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang
relatif muda, walau pun tidak merokok.

3. KLASIFIKASI PPOK
a. Bronkitis kronik
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai
dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum
selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2002).
b. Emfisiema paru
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran
dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar
(Bruner & Suddarth, 2002).
c. Asma bronchial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang
meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam
rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang
disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas
(Bruner & Suddarth, 2002).

Anda mungkin juga menyukai