Anda di halaman 1dari 31

Profil Penderita Malaria di Rumah Sakit Imanuel

Bandar Lampung Periode Januari – April 2015


Olivia
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

ABSTRAK

Malaria adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Plasmodium. Malaria
banyak terjadi di daerah tropis dan sutropis, termasuk Indonesia. Penelitian ini dilakukan
dengan studi deskriptif cross sectional terhadap 15 subjek yang memenuhi kriteria di Rumah
Sakit Imanuel selama kurun waktu 4 bulan sejak Januari-April 2015. Tujuan: memahami
definisi epidemiologi, etiologi, siklus hidup Plasmodium dan patogenesis, manifestasi klinis,
diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis penyakit malaria serta mendeskripsikan jumlah
penderita, jenis parasit, daerah, pengobatan, dan prognosis penderita malaria di RS.Imanuel
dari Januari-April 2015. Hasil: Malaria bukanlah suatu penyakit endemis di Provinsi
Lampung, namun selalu ada kasus yang terjadi setiap bulannya dengan jenis parasit penyebab
yang berbeda-beda. Malaria banyak lebih banyak menyerang laki-laki usia produktif yang
tinggal di pesisir pantai. Kesimpulan: Faktor risiko terjadinya penyakit malaria antara lain
adalah kekebalan tubuh terhadap malaria dan tingkat mobilitas yang tinggi ke daerah endemis
malaria. Sebagian besar pasien malaria dapat teratasi dengan baik, meskipun ada beberapa
kasus relaps terjadi.
Kata kunci: malaria, plasmodium, faktor risiko

PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang dominan di daerah tropis dan
subtropis. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu kabupaten atau wilayah dengan
wilayah lain, dari satu negara dengan negara lain. Menurut WHO, Indonesia termasuk ke
dalam kelompok negara potensial terjadinya penyebaran malaria di samping sembilan negara
lainnya seperti Afrika, India, Brazil, Afganistan, Sri Langka, Thailand, Vietnam, Cambodia
dan China. Plasmodium Falciparum merupakan spesies paling dominan dengan 120 juta
kasus baru pertahun, dan lebih dari satu juta kematian pertahun secara global. Di Indonesia
malaria mempengaruhi morbiditas dan mortalitas bayi, anak balita, ibu melahirkan dan
produktivitas sumber daya manusia.1

1
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program
pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan
cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukàn untuk
memutus mata rantai penularan malaria.2
Tahun 1990, dilaporkan telah terjadi resistensi parasit Plasmodium falciparum
terhadap klorokuin dan seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya
kasus resistensi Plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di
Indonesia. Keadaan seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit
malaria. Salah satu upaya untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple drugs
resistance), maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan
Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) dengan terapi kombinasi artemisinin.1,2

KERANGKA TEORI

Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa, genus
Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Manifestasi klinis berupa
demam, anemia dan pembesaran limpa.3

Epidemiologi
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan
perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan
mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan
dapat meningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang
terinfeksi malaria adalah:4-6
1. Ras atau suku bangsa.
Pada penduduk benua Afrika, prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi sehingga
lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat menghambat perkembangbiakan
Plasmodium falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD) mampu memberikan
perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi terhadap enzim ini
merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada wanita.
3. Kekebalan pada malaria dapat terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan atau
menghalangi perkembangan Plasmodium yang masuk. Hal ini dapat terjadi pada orang-orang

2
yang sudah mempunyai gametosit dalam darahnya kemudian menjadikan nyamuk anopheles
terinfeksi. Anak-anak mungkin penting dalam hal ini. Penularan malaria banyak terjadi pada
daerah tropis dan subtropis, walaupun daerah lain juga dapat menjadi wabah malaria bila
nyamuk lokal terinfeksi oleh wisatawan yang datang dari daerah endemis.
Malaria kongenital disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui barier plasenta,
kasus seperti ini jarang ada. Sebaliknya, malaria neonates agak sering terjadi akibat adanya
pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama proses kelahiran.6

Gambar1. Distribusi Geografik Malaria di Indonesia


(Sumber: Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan)

Etiologi
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yaitu suatu protozoa obligat intraseluler di
dalam darah yang termasuk ke dalam phylum Apicomlexa, kelas Sporozoa, subkelas
Cocciddida, ordo Eucoccidides, subordo Haemosporidiidea, family Plasmodiidae, genus
Plasmodium. Masing-masing malaria pada manusia disebabkan spesies plasmodium yang
berbeda, diantaranya Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan
Plasmodium malariae. Sifat-sifat spesifik parasit berbeda untuk setiap
spesies Plasmodium dan hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan.
Gejala klasik tiap-tiap jenis biasanya sama, yaitu berupa panas dingin, menggigil dan keringat
dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini dapat muncul
kembali secara periodik.4-6
Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria yang
berbeda, yaitu:3,4

3
1. Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana yaitu jenis malaria yang paling
ringan. Gejala yang timbul adalah demam yang terjadi setiap 2 hari sekali setelah gejala
pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi). Tanpa pengobatan dapat
berakhir dalam 2-3 bulan. Relaps 50% dalam beberapa minggu sampai 5 tahun setelah
penyakit awal.
2. Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana. Masa inkubasi lebih lama
daripada malaria tertian. Gejala awal biasanya timbul antara 18 sampai 40 hari setelah
terinfeksi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Malaria yang
disebabkan oleh Plasmodium malariae pun dapat kambuh jika tidak diobati dengan baik.
3. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria demam rimba (jungle fever),
malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika. Spesies ini paling berbahaya
karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat dalam waktu singkat dan dapat
menyerang eritrosit dalam jumlah besar serta menghalangi peredaran darah ke otak (penyakit
mikrovaskular), sehingga menimbulkan berbagai komplikasi pada organ-organ tubuh, seperti
cerebral malaria, anemia berat, syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas sekaligus
menjadi penyebab sebagian besar kematian akibat malaria.
4. Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale yang paling jarang ditemukan,
umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat. Gejala yang ditimbulkan mirip malaria tertian
tetapi lebih ringan dan seringkali sembuh tanpa pengobatan.
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium.
Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya campuran
Plasmodium falciparum dengan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae. Infeksi
campuran tiga jenis sekaligus jarang sekali terjadi. Infeksi jenis ini biasanya terjadi di daerah
yang tinggi angka penularannya (endemis). Malaria yang disebabkan oleh spesies selain
Plasmodium falciparum jarang berakibat fatal, namun menurunkan kondisi imun tubuh,
lemah, menggigil dan demam yang biasanya berlangsung 10-14 hari.3,4
 Plasmodium falciparum mempunyai masa infeksi yang paling pendek, akan tetapi
menghasilkan parasitemia yang paling tinggi. Gametosit Plasmodium falciparum baru
berkembang setelah 8-15 hari sesudah masuknya parasit ke dalam darah. Plasmodium
vivax dan Plasmodium ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala
yang lebih ringan dan mempunyai masa inkubasi yang lebih lama daripada Plasmodium
falciparum. Walaupun begitu, sporozoit Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale di dalam
hati dapat berkembang menjadi skizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini menjadi
sumber terjadinya relaps.3 
4
Tabel1.  Karakteristik Spesies Plasmodium
No Karakteristik P.falciparu P.vivax P.ovale P.malariae
m
1 Siklus eksoeritrositik primer (hari) 5- 7 8 9 14-15
2 Siklus aseksual dalam darah (hari) 48 48 50 72
3 Masa prepaten (hari) 6-25 8-27 12-20 18-59
4 Masa inkubasi (hari) 7-27 13-17 14 23-69
5 Keluarnya gametosit (hari) 8-15 5 5 5-23
6 Jumlah merozoit per sizonjaringan 30-40.000 10 15 15
7 Siklus sporogoni dalam nyamuk (hari) 9-22 8-16 12-14 16-35

Setiap spesies Plasmodium terdiri dari berbagai strain yang secara morfologis tidak


dapat dibedakan. Strain suatu spesies yang menginfeksi vektor lokal, mungkin tidak dapat
menginfeksi vektor dari daerah lain. Lamanya masa inkubasi dan pola terjadinya relaps juga
berbeda menurut geografisnya. Plasmodium vivax dari daerah Eropa Utara mempunyai masa
inkubasi yang lama, sedangkan Plasmodium vivax dari daerah Pasifik Barat, antara lain
Papua, mempunyai pola relaps yang berbeda. Terjadinya resistensi terhadap obat anti malaria
juga berbeda menurut strain geografis parasit. Pola resistensi di Papua juga berbeda dengan
di Sumatera dan Jawa.3

Nyamuk Anopheles betina dapat menularkan malaria pada manusia. Pada saat
menggigit penderita malaria, nyamuk Anopheles akan menghisap Plasmodium bersamaan
dengan darah, sebab di dalam darah manusia yang telah terinfeksi malaria banyak terdapat
parasit malaria. Parasit malaria tersebut kemudian bereproduksi dalam tubuh nyamuk
Anopheles dan pada saat menggigit manusia lain yang sehat, maka parasit akan masuk
ketubuh bersamaan dengan air liur nyamuk. Dari lebih 400 spesies anopheles di dunia, hanya
sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria.2
Kehidupan nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang ada, seperti
suhu, kelembaban, curah hujan, dan sebagainya.Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah
tropik dan subtropik, namun bisa juga hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah
Antarika. Anopheles jarang ditemukan pada ketinggian 2000– 2500 m,
sebagian Anopheles  ditemukan di dataran rendah. Semua vektor tersebut hidup sesuai dengan
kondisi ekologi setempat, antara lain ada nyamuk yang hidup di air payau pada tingkat
salinitas tertentu (An. sundaicus, An. subpictus), ada yang hidup di sawah (An. aconitus), air
bersih di pegunungan (An. maculatus), genangan air yang terkena sinar matahari (An.
punctulatus, An. farauti).2 

5
Nyamuk Anopheles betina menggigit diantara waktu senja dan subuh, dengan jumlah
yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Jarak terbang nyamuk Anopheles pun terbatas,
biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perkembangbiakan. Bila ada angin yang kuat
nyamuk Anopheles bisa terbawa sampai 30 km. Nyamuk Anopheles  dapat terbawa pesawat
terbang atau kapal laut dan menyebarkan malaria ke daerah yang non endemik.2 
Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan hal-hal sebagai berikut:2
1) Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia.
2) Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia.
3) Frekuensi menghisap darah (ini tergantung dari suhu).
4) Lamanya sporogoni (berkebangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi efektif).
5) Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian menginfeksi jumlah
yang berbeda-beda menurut spesies. 

Cara Penularan
Parasit malaria memiliki siklus hidup yang kompleks. Untuk kelangsungan hidupnya,
parasit tersebut membutuhkan dua host (tempatnya menumpang hidup) yaitu pada manusia
dan nyamuk anopheles betina.3
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang
berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih
kurang 30 menit. Setelah itu, sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit
hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000
merozoit hati. Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama kurang lebih
2 minggu. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut
hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga
dapat menimbulkan relaps (kambuh).3,4
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran
darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut
berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8 sampai30 merozoit). Proses
perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya, eritrosit yang terinfeksi (skizon)
pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini
disebut eritrositer.3,4

6
Gambar2.Siklus Hidup Plasmodium
(Sumber:www.dpd.cdc.gov/dpdx)

Setelah 2-3 siklus skizogeni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah
merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina. Apabila nyamuk
anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk,
gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi
ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk
ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini akan bersifat
infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit
masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi
tergantung species Plasmodium. Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk
sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pmeriksaan mikroskopik.3,4

Patogenesis

7
Malaria timbul akibat adanya interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan.
Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemia tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain
yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan
gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar.
Faktor lain yang menyebabkan anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap
eritrosit.7
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah
pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis
dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis, terjadi
hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Pembesaran limpa (splenomegali)
akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut dimana akan terjadi bengkak, nyeri dan
hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi
malaria, penelitian pada binatang percobaan, limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi
melalui perubahan metabolisme, antigenik dan rheological dari eritrosit yang terinfeksi.7
Pada malaria berat, mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke
dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami
perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.
Perubahan tersebut meliputi mekanisme transpor membran sel, penurunan deformabilitas,
pembentukan knob, ekspresi varian non antigen di permukaan sel, sitoadherensi, sekuestrasi
dan rosetting, peranan sitokin dan NO (Nitrik Oksida).8
Menurut pendapat ahli lain patogenesis malaria berat atau malaria falciparum
dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor penjamu (host). Yang termasuk ke dalam faktor
parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang
termasuk ke dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik,
usia, status nutrisi, dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar
mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam pertama dan stadium matur pada 24
jam kedua. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (Ring Erytrocite
Suirgace Antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan
membran EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan
Histidin Rich Protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut
mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu

8
Glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF α dan Interleukin 1 (IL-1) dari
makrofag.5,8
Sitoadherensi adalah peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi Plasmodium
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga
dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset. Rosseting adalah
suatu fenomena perlekatan antara satu buah eritrosit yang mengandung merozoit matang
yang di selubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti
bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya rosseting adalah golongan darah,
dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada
permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi parasit. Rosseting menyebabkan obstruksi aliran
darah lokal atau dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya
sitoadherensi.Sitoadherensi menyebabkan eritrosit matur tidak beredar kembali dalam
sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskuler disebut
eritrosit matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya Plasmodium falciparum yang mengalami
sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah
perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalm tubuh.
Sekustrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru, jantung dan usus.
Sekuestrasi ini memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.6,8
Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi
dari toksin malaria. Sitokin ini antara lain TNF alfa (TNF α), interleukin 1 (IL-1), IL-6, IL3,
lymphotoxin (LT) dan interferon gamma (INF γ). Dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa
penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi berat seperti hipoglikemia
mempunyai kadar TNFα yang tinggi. Demikian juga malaria tanpa komplikasi kadar TNFα,
IL-1, IL-6 lebih rendah dari malaria serebral. Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten
karena juga dijumpai penderita malaria yang mati dengan TNF normal atau rendah atau pada
malaria serebral yang hidup dengan sitokin yang tinggi. Oleh karenanya diduga adanya peran
dari neurotransmiter yang lain sebagai free radical dalam kaskade ini seperti NO sebagai
faktor yang penting dalam patogenesa malaria berat.6,8
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah mulitifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal berikut:9
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tapi juga terhadap
eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan anoksia jaringan.
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, dan lebih sering
9
dijumpai pada penderita daerah endemik terutama pada anak-anak dan ibu hamil. Beberapa
mekanisme terjadinya anemia adalah pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan
eritropoeisis yang sementara, hemolisis karena proses complement mediated immune
complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit. Pada hemolisis
intravaskuler yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black water fever) dan dapat
menyebabkan gagal ginjal.
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari
saluran pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor
(TNF). TNF adalah suatu monokin yang ditemukan dalam peredaran darah manusia dan
hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin lainnya menimbulkan demam,
hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa.
3. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi
Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut P.falciparum dapat membentuk
tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan
bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung P.falciparum terhadap endotelium kapiler darah alat dalam, sehingga skizogoni
berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium dan
membentuk gumpalan yang membendung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan
edema jaringan.

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis penderita malaria sangat beragam, dari yang tanpa gejala sampai
dengan yang berat. Di daeran endemis malaria, manifestasi klinis tersebut sudah sangat
dikenal oleh tenaga kesehatan bahkan penderita dapat mendiagnosis penyakitnya sendiri.
Sedangkan pada daerah non endemis, diperlukan pengalaman untuk mengarah ke diagnosis
malaria. Banyak faktor yang mempengaruhi manifestasi klinis tersebut, antara lain:5
1) Status kekebalan yang biasanya berhubungan dengan tingkat endemisitas
tempat tinggalnya. Penderita yang tinggal atau berasal dari daerah endemis telah
mempunyai kekebalan terhadap malaria sehingga manifestasi klinisnya lebih ringan
dibandingkan penderita yang tidak kebal. Oleh sebab itu, malaria berat sering
didapatkan pada penderita tidak kebal bahkan dapat berakibat fatal. Di Irian dikenal
Plasmodium vivax Chesson strain yang lebih sulit disembuhkan.

10
2) Beratnya infeksi (kepadatan parasit). Secara umum, bila kepadatan parasit tinggi,
biasanya risiko menjadi malaria berat lebih besar, walaupun tidak jarang juga
didapatkan penderita malaria berat dengan kepadatan parasit rendah.
3) Jenis dan strain Plasmodium. Malaria berat umumnya disebabkan oleh Plasmodium
falciparum dan merupakan jenis malaria yang telah dilaporkan resisten terhadap
klorokuin maupun multidrug.
4) Status gizi sangat mempengaruhi kekebalan tubuh terhadap infeksi, terutama pada
anak-anak, sehingga tak mengherankan malaria pada anak kurang gizi sering
berkembang menjadi berat.
5) Obat anti malaria atau profilaksis. Manifestasi klinis penderita yang sudah minum
obat anti-malaria atau profilaksis biasanya dapat lebih ringan atau menjadi tidak jelas.
6) Keadaan lain penderita (bayi, anak, hamil, orang tua, menderita sakit lain)
biasanya lebih rentan terhadap infeksi. Malaria pada kehamilan dapat menyebabkan
abortus, kematian janin, bayi lahir mati, berat badan lahir rendah, malaria kongenital,
partus sulit, anemia, gangguan fungsi ginjal dan hipoglikemia.
7) Faktor genetik (HbF, defisiensi G6PD, ovalositosis, dan lain-lain) membuat
infeksi malaria lebih sulit terjadi. Pada penderita dengan defisiensi G6PD dapat
disertai dengan hemoglobinuria.

Manifestasi umum malaria:5


Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari, tergantung pada spesies parasit
(terpendek untuk Plasmodium falciparum dan terpanjang untuk Plasmodium malariae),
beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.
Keluhan prodromal yang terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: lesu, malaise,
sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, perut tidak enak,
diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering
terjadi pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sedangkan Plasmodium falciparum
dan Plasmodium malariae keluhan prodromalnya tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.
Gejala-gejala umum atau klasik terjadi trias malaria (malaria proxysm) secara
keseluruhan dapat berlangsung antara 6-10 jam, lebih sering terjadi pada infeksi Plasmodium
vivax. Pada infeksi Plasmodium falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak
ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada Plasmodium falciparum, 36 jam pada
Plasmodium vivax dan ovale, 60 jam pada Plasmodium malaria. Trias malaria itu secara
berurutan:

11
a. Periode dingin
Mulai menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan
selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15
menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
b. Periode panas
Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan tetap
tinggi dapat sampai 40°C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat,
nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun),
kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin,
dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah temperatur
turun, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat
dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
Untuk memudahkan penatalaksanaan penanganan kasus malaria, manifestasi klinis
dikelompokkan menjadi:5
Malaria ringan atau tanpa komplikasi
Malaria ini umumnya disertai gejala dan tanda klinis yang ringan terutama sakit kepala,
demam, menggigil dan mual serta tanpa kelainan fungsi organ.Kadang-kadang dapat disertai
dengan sedikit penurunan trombosit dan sedikit peningkatan bilirubin serum. Gejala-gejala
klinis ini juga sering dijumpai oleh peneliti-peneliti lain. Gejala dan tanda klinis lain yang
juga dapat ditemukan adalah pusing, pucat, tak nafsu makan, muntah, sakit perut, diare,
lemah, myalgia, hepatomegali dan splenomegali.
Malaria berat atau dengan komplikasi
Malaria berat adalah malaria falsiparum yang cenderung menjadi fatal atau malaria dengan
komplikasi dimana kemungkinan penyakit lain sudah dapat disingkirkan. Lebih kurang 10%
dari penderita malaria falsiparum adalah malaria berat dengan angka kematian 18,8-40,0%.

Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya yaitu berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan Iaboratorium. Diagnosis pasti malaria harus
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostik
cepat.10

12
Anamnesis
1. Keluhan utama : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.
4. Riwayat menderita malaria.
5. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
6. Riwayat mendapat transfusi darah.
Pemeriksaan fisik
1. Malaria tanpa komplikasi:
- Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C)
- Konjungtiva atau telapak tangan pucat anemia (hematokrit <20% atau menurun
dengan cepat)
- Pembesaran hati (hepatomegali) & limpa (splenomegali)
2. Malaria berat dengan komplikasi:
- Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat
- Distress pernafasan
- Keadaan umum yang lemah (tidak dapat duduk/berdiri)
- Kejang multipel
- Demam sangat tinggi (> 40oC), tidak responsif dengan asetaminofen
- Hipotensi, Oliguria atau anuria
- Pendarahan spontan
- Mata atau tubuh kuning
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas, lapangan, atau rumah
sakit untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif), spesies dan
stadium plasmodium, kepadatan parasit secara semi kuantitatif [(-) : tidak ditemukan parasit
dalam 100 LPB; (+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB; (++) : ditemukan 11-100
parasit dalam 100 LPB; (+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB; (++++) : ditemukan
>10 parasit dalam 1 LPB] dan Kuantitatif dengan menghitung jumlah parasit permikroliter
darah pada sediaan darah tebal atau tipis. Untuk penderita tersangka malaria berat, bila
pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari
berturut-turut. Bila hasil tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria dapat disingkirkan.

13
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik tes ini sangat bermanfaat
pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang
tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu. Hal yang penting lainnya adalah
penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin.
3. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:
- Darah rutin
- Kimia darah lain (gula darah < 50 mg/dL  hipoglikemia, serum bilirubin, SGOT &
SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin> 1,5 mg/dL, natrium dan
kalium, anaIisis gas darah)
- EKG
- Foto toraks
- Analisis cairan serebrospinalis
- Biakan darah dan uji serologi
- Urinalisis (Hemoglobinuria)

Diagnosis Banding Malaria10


1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai
berikut:
- Demam tifoid
- Demam dengue
- lnfeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
- Leptospirosis ringan
- lnfeksi virus akut lainnya.
2. Malaria berat atau dengan komplikasi dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai
berikut:
- Radang Otak (meningitis/ensefalitis)
- Stroke (gangguan serebrovaskuler)
- Tifoid ensefalopati
- Hepatitis
- Leptospirosis berat
- Glomerulonefritis akut atau kronik
- Sepsis

14
- Demam berdarah dengue atau Dengue Shock Syndrome

Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal
untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat
iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat
anti malaria.2

1. Malaria falciparum Tanpa Komplikasi


Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin
Setiap kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister
amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amodiakuin basa, dan blister artesunat
terdiri dari 12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan per-oral selama tiga hari dengan
dosis tunggal harian sebagai berikut: Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4
mg/kgbb. Primakuin tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi < 1 tahun, penderita
defisiensi G6PD.2

Tabel2. Pengobatan Lini Pertama Malaria falciparum Menurut Kelompok Umur


Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 ≥15
Bulan Bulan Tahun Tahun Tahun Tahun
1 Artesunat  ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin   ¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin  /KgBB /KgBB ¾ 1½ 2 2-3
2 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
3 Artesunat    ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan, jika pengobatan lini pertama
tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak
berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Kina tablet diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7(tujuh)
hari.

15
Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis orang dewasa adalah
4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin
tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia <8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat
digunakan tetrasiklin. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis
4- 5 mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak
dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu hamil. Pengobatan dengan primakuin diberikan
seperti pada lini pertama.2

Tabel3. Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falciparum


Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat
0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun
1 Kina /KgBB 3X½ 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Doksisiklin - - - 2 X 50mg 2 X 50mg
Primakuin - ¾ 11/2 2 2-3
2 Kina /KgBB 3 X 1/2 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Doksisiklin - - - 2 X 50mg 2 X 50mg
Tabel4. Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falciparum
Jenis Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari
Obat 0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun
1 Kina /KgBB 3X½ 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - /KgBB 4 X 250mg
Primakuin - ¾ 11/2 2 2-3
2–7 Kina /KgBB 3X½ 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - /KgBB 4 X 250mg

2. Malaria mix (Plasmodium falciparum + Plasmodium vivax) dapat diberikan


pengobatan obat kombinasi peroral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai
berikut: Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb ditambah dengan
primakuin 0,25 mg/ kgbb selama 14 hari.2
Malaria mix = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

Tabel5. Pengobatan Malaria Mix (P. Falciparum + P. Vivax)


Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat
0-1 Bulan 2-11 Bulan 1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn
1 Artesunat   1/4 ½ 1 2 3 4
Amodiakuin  1/4 ½ 1 2 3 4

16
 Primakuin  - - 1/2 1 1½ 2
2 Artesunat   1/4 ½ 1 2 3 4
Amodiakuin   1/4 ½ 1 2 3 4
Primakuin   - - 1/2 1 1½ 2
3 Artesunat   1/4 ½ 1 2 3 4
Amodiakuin  1/4 ½ 1 2 3 4
3-14 Primakuin  - - 1/2 1 1½ 2

3. Pengobatan Malaria vivax, Malaria ovale, Malaria malariae


A. Malaria vivax dan ovale
Lini Pertama = Klorokuin + Primakuin
Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb.
Primakuin dengan dosis 0.25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari dan diberikan
bersama klorokuin.Seperti pengobatan malaria falciparum, primakuin tidak boleh diberikan
kepada: ibu hamil, bayi <1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD.2

Tabel6. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks dan Malaria ovale


Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat
0-1 Bulan 2-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun
1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
 Primakuin  - - ¼ 1/2  3/4 1
2 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin   - - ¼ 1/2 3/4 1
3 Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1 1/2 2
Primakuin   - - ¼ 1/2 3/4 1
4-14 Primakuin  - - ¼ 1/2 3/4 1

Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin


Lini kedua : Kina + Primakuin
Kina diberikan dengan dosis 30mg/kgbb/hari yang diberikan 3 kali per hari. Pemberian kina
pada anak usia di bawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat badan. Primakuin
diberikan dengan dosis 0,25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari. Seperti
pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan kepada Ibu hamil, bayi
< 1tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. Dosis dan cara pemberian primakuin adalah sama
dengan cara pemberian primakuin pada malaria vivaks terdahulu yaitu 0.25 mg/kgbb perhari
selama 14 hari.2

Tabel7. Pengobatan Lini Kedua Malaria vivaks dan Malaria ovale


Hari Jenis Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Obat 0-1 Bln 2-11 Bln 1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 >15 Thn

17
Thn
1-7 Kina /KgBB /KgBB 3X½ 3X1 3 X 1 1/2 3X3
1-14 Primakuin - - ¼ 1/2 3/4 1
 

B. Pengobatan Malaria vivax yang Relaps


Pengobatan kasus malaria vivax relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya
hanya dosis primakuin ditingkatkan Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan
dosis total 25 mg basa/kgbb dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5
mg/kgbb/hari.2

Tabel8. Pengobatan Malaria vivax yang relaps (kambuh)


Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1 Bln 2-11 Bln 1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn
1 Klorokuin ¼ 1/2 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1/2 1 1½ 2
2 Klorokuin ¼ 1/2 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1/2 1 1½ 2
3 Klorokuin 1/8 1/4 ½ 1 1½ 2
Primakuin - - ½ 1 1½ 2
4 -14 Primakuin - - ½ 1 1½ 2

Khusus. untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat
(golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan diberikan secara
mingguan. Klorokuin diberikan 1 kali per-minggu selama 8 sampai dengan 12 minggu,
dengan dosis 10 mg basa/kgbb/kali Primakuin juga diberikan bersamaan dengan klorokuin
setiap minggu dengan dosis 0,76 mg/kgbb/kali.2

Tabel9. Pengobatan Malaria vivax pada Penderita Defislensi G6PD


Lama Jenis Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
minggu Obat 0-1 Bln 2-11 Bln 1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn
8 s/d12 Klorokuin 1/4 ½ 1 2 3 3-4
8 s/d12 Primakuin - - 3/4 1 1/2 2 1/4 3

C. Pengobatan Malaria malariae

18
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali per-hari selama
3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb.2

Tabel10. Pengobatan Malaria malariae


Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat
0-1 Bln 2-11 Bln 1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn
1 Klorokuin 1/4 ½ 1 2 3 3-4
2 Klorokuin 1/4 ½ 1 2 3 3-4
3 Klorokuin 1/8 ¼ 1/2 1 1 1/2 2
 
Catatan
Fasilitas pelayanan kesehatan dengan sarana diagnostik malaria dan belum tersedia
obat kombinasi artesunat + amodiakuin, maka penderita dengan infeksi Plasrnodium
falciparurn diobati dengan sulfadoksinpirimetamin (SP) untuk membunuh parasit stadium
aseksual. Obat ini diberikan dengan dosis tunggal sulfadoksin 25 mg/kgbb atau berdasarkan
dosis pirimetamin 1,25 mg/kgbb Primakuin juga diberikan untuk membunuh parasit stadium
seksual dengan dosis tunggal 0,75 mg/kgbb.2

Tabel11. Pengganti Artesunat-Amodiakuin untuk Pengobatan Malaria falciparum


Har Jenis Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
i Obat <1 Tahun 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun
1 SP - ¾ 1 1/2 2 3
Primakuin - ¾ 1 1/2 2 2-3

Pengobatan malaria falsiparum gagal atau alergi SP


Jika pengobatan dengan SP tidak efektif (gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual
tidak berkurang atau timbul kembali) atau penderita mempunyai riwayat alergi terhadap SP
atau golongan sulfa lainnya, penderita diberi regimen kina + doksisiklin/tetrasiklin +
primakuin.2

Pengobatan alternatif = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin


Pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur seperti tertera pada tabel3 dan
tabel4. Dosis maksimal penderita dewasa yang dapatdiberikan untuk kina 9 tablet, dan
primakuin 3 tablet. 2

Fasilitas pelayanan kesehatan tanpa sarana diagnostik malaria. Penderita dengan


gejala klinis malaria dapat diobati sementara dengan regimen klorokuin dan primakuin.

19
Pemberian klorokuin 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb.
Primakuin diberikan bersamaan dengan klorokuin pada hari pertarna dengan dosis 0,75
mg/kgbb.2

Tabel12. Pengobatan terhadap Suspek Penderita Malaria


Har Jenis Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
i Obat 0-1 Bln 2-11 Bln 1-4 Thn 5-9 Thn 10-14 Thn >15 Thn
1 Klorokuin ¼ 1/2 1 2 3 3-4
Primakuin - - ¾ 1 1/2 2 2-3
2 Klorokuin ¼ 1/2 1 2 3 4
3 Klorokuin 1/8 1/4 ½ 1 1½ 2

4. Pengobatan Malaria Dengan Komplikasi


Definisi malaria berat/komplikasi adalah ditemukannya Plasmodium falciparum
stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis dibawah ini (WHO,1997):2
1) Malaria serebral (malaria otak)
2) Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%)
3) Gagal ginjal akut (urin<400 mI/24 jam pada orang dewasa atau<1 ml/kgbb/jam padä anak
setelah dilakukari rehidrasi; dengan kreatinin darah >3 mg%).
4) Edema paru atau Acute Respiratory Distress Syndrome.
5) Hipoglikemi: gula darah< 40 mg%.
6) Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: tekanan nadi_ ≤20
rnmHg); disertai keringat dingin.
7) Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan/atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulast intravaskuler
8) Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia
9) Asidemia (pH:< 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L).
10) Makroskopik hemoglobinuria oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti
malaria pada seorang dengan defisiensi G-6-PD).
Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat:2
1. Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15)
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologik
3. Hiperparasitemia > 5 %.
4. lkterus (kadàr bilirubin darah > 3 mg%)
5. Hiperpireksia (temperatur rektal > 40° C pada orang dewasa, >41° C pada anak)

Tabel13. Perbedaan Manifestasi Malaria Berat pada Anak dan Dewasa

20
Manifestasi malaria berat pada Anak Manifestasi malaria berat pada Dewasa
Koma (malaria serebral) Koma (malaria serebral)
Distres pernafasan Gagal ginjal akut
Hipoglikemia (sebelum terapi kina) Edem paru, termasuk ARDS#
Anemia berat Hipoglikaemia (umumnya sesudah terapi
kina)
Kejang umum yang bertulang Anemia berat (< 5 gr%)
Asidosis metabolik Kejang umum yang berulang
Kolaps sirkulasi, syok hipovolemia, Asidosis metabolik
hipotensi (tek. sistolik<50mmHg)
Gangguan kesadaran selain koma Kolaps sirkulasi, syok
Kelemahan yang sangat (severe prostation) Hipovolemia, hipotensi
Hiperparasitemia
Ikterus Perdarahan spontan
Hiperpireksia (SUhu>410C) Gangguan kesadaran selain koma
Hemoglobinuria (blackwater fever) Hemoglobinuria (blackwater fever)
Perdarahan spontan Hiperparasitemia (>5%)
Gagal ginjal Ikterus (Bilirubin total >3 mg%)
Komplikasi terbanyak pada anak : Hiperpireksia (Suhu >40C)
Hipoglikemia (sebelum pengobatan kina) Komplikasi dibawah ini lebih sering pada
Anemia berat. dewasa:
Keterangan : Gagal ginjal akut
Anemia berat ( Hb<5 g%, Ht<15%) Sering Edem paru
pada anak umur 1-2 tahun. Malaria serebral Ikterus
Gula darah <40mg% lebih sering pada anak
<3 tahun. # Adult Respiratory Distress Syndrom

Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi
klinis berat termasuk yang gagal dengan pengobatan lini pertama. Apabila fasilitas tidak atau
kurang memungkinkan, maka penderita dipersiapkan untuk dirujuk ke rumah sakit atau
fasilitas pelayanan yang lebih lengkap.Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya
meliputi:2
1) Tindakan umum
2) Pengobatan simptomatik
3) Pemberian obat anti malaria
21
4) Penanganan komplikasi
Pilihan utama : derivat artemisinin parenteral
 Artesunat Intravena atau intramuskular
 Artemeter Intramuskular

Pemberian obat anti malaria berat


Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit atau
Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan untuk di
lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat artesunat ini tidak boleh
diberikan pada ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria berat.2
Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam
artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk
membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan larutan
0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 ml.
Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-iv selama ± 2 menit,
dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4
mg/kgbb per-iv satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini
juga bisa diberikan secara intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama. Bila penderita
sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat +
amodiakuin + primakuin (Lihat Tabel2).2
Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam
larutan minyak Artemeter diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramuskular
Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai penderita
mampu minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan
dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat Tabel1).2

Obat Alternatif Malaria Berat


Kina dihidroklorida parenteral
Kina parenteral atau per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat
pada daerah yang tidak tersedia derivat artemisinin parenteral, dan pada ibu hamil trimester
pertama Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%, Satu ampul berisi
500 mg /2 ml 2

22
Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa, termasuk juga untuk ibu
hamil: Loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5% atau NaCI
0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutnyá selama 4 jam ke-dua hanya diberikan
cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina dengan dosis maintenance 10
mg/kgbb dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau NaCI selama 4 jam Empat jam
selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9% Setelah itu diberikan
lagi dosis maintenance seperti diatas sampai penderita dapat minum kina per-oral. Bila sudah
sadar / dapat minum obat pemberian kina iv diganti dengan kina tablet per-oral dengan dosis
10 mg/kgbb/kali, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian
kina perinfus yang pertama). 2
Dosis anak-anak: Kina.HCI 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2
bulan : 6-8 mg/kg bb) diencerkan dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 % sebanyak 5-10
cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat
minum obat. 2

Kina dihidrokiorida pada kasus pra-rujukan:


Apabila tidak memungkinkan pemberian kina parenteral/per-infus, maka dapat
diberikan kina dihidroklorida 10 mg/kgbb intramuskular dengan masing-masing 1/2 dosis
pada paha depan kiri-kanan (jangan diberikan pada bokong) Untuk pemakaian intramuskular,
kina diencerkan dengan 5-8 cc NaCI 0,9% untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml. 2

Catatan :
 Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi jantung dan dapat
menimbulkan kematian.
 Pada penderita dengan gagal ginjal, loading dose tidak diberikan dan dosis maintenance
kina diturunkan 1/2 nya.
 Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75 mg/kgbb
(Dosis rnaksimum dewasa : 2.000 mg/hari).2

5. Kemoprofilaksis Malaria
Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang
bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis,

23
peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau individu yang akan
bepergian/tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personaI
protection seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa dan Iain-lain.2
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum
terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis. Doksisiklin
diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb selama tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin
tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.2
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5
mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum masuk ke daerah
endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin lebih
dari 3-6 bulan.2

Prognosis4
1) Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa, ketepatan dan kecepatan
pengobatan.
2) Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-
anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %.
3) Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada
kegagalan 2 fungsi organ
 Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %
 Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %
 Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:
 Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %
 Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %
 Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %

HASIL PENELITIAN
Dari penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Imanuel, Way Halim, Bandar
Lampung diperoleh hasil pengumpulan data sebanyak 15 sampel pasien penderita malaria
selama kurun waktu 4 bulan sejak Januari sampai April 2015. Penelitian ini merupakan studi
deskriptif dengan pendekatan cross sectional, yang berarti pengukuran variabel-varibel
terkait seperti umur, jenis kelamin, jenis parasit penyebab malaria, dan daerah tempat tinggal
penderita hanya dilakukan satu kali pada saat itu juga. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui profil penderita malaria di kota Bandar Lampung.

24
Penyakit Infeksi Tropik yang Sering Terjadi di RS.Imanuel
Periode Januari-April 2015 Malaria
2%

Demam Dengue
34%

Demam Tifoid
51%

Demam Berdarah
Dengue
13%

Jumlah Penderita Malaria di RS.Imanuel Periode Januari-


April 2015
7

6
6

4
4

3
3

2
2

0
Januari Februari Maret April

25
Sebaran Penderita Malaria di Lampung Periode Januari-
April 2015
Lampung Barat
7%

Bandar Lampung
20%

Lampung Selatan
73%

Persentase Penderita Malaria Berdasarkan Jenis


Kelamin di RS.Imanuel Periode Januari-April 2015

33%

Laki-Laki
Perempuan

67%

26
Persentase Penderita Malaria Berdasarkan Umur di
RS.Imanuel Periode Januari-April 2015

13%

33%
15-24 tahun
25-44 tahun
45-64 tahun
>65 tahun

53%

Klasifikasi Penyakit Malaria berdasarkan Parasit


Penyebabnya di RS.Imanuel Periode Januari-April 2015

Malaria mix
20%

Malaria Tertiana (P.vivax)


47%

Malaria Tropicana (P.falciparum)


33%

27
Lama Perawatan Penderita Malaria Di Rumah Sakit
Imanuel

>6 hari
20% 4 hari
27%

6 hari
13%

5 hari
40%

PEMBAHASAN
Penularan malaria banyak terjadi pada daerah tropis dan subtropis. Indonesia
tergolong sebagai daerah tropis dengan beberapa propinsinya yang endemis, meskipun daerah
lain juga dapat menjadi wabah malaria bila nyamuk lokal terinfeksi oleh wisatawan yang
datang dari daerah endemis. Di Rumah Sakit Imanuel, penyakit malaria tidak termasuk dalam
10 penyakit terbanyak. Jumlah penderita malaria hanya sekitar 2% dari penyakit infeksi
tropik lainnya yang sering terjadi. Meskipun jumlahnya tidak banyak, penyakit malaria selalu
ada setiap bulannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan
bahwa penderita malaria di bulan Januari berjumlah 6 orang, Februari berjumlah 3 orang,
Maret berjumlah 4 orang, dan April berjumlah 2 orang. Tidak pernah ada bulan bebas
malaria.
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih sering dikaitkan dengan
respon imun terhadap suatu penyakit. Dari hasil penelitian, didapatkan perempuan (33%)
lebih sedikit menderita malaria daripada laki-laki (67%). Hal ini menunjukkan bahwa
perempuan memiliki imunitas yang lebih kuat daripada laki-laki. Malaria juga lebih banyak
terjadi di usia produktif antara 25-44 tahun (53%), dengan asumsi mobilitas tinggi ke daerah
endemis yang berkaitan dengan pekerjaan atau daerah tempat tinggal penderita. Wilayah
terbanyak penderita malaria di Lampung adalah di daerah Lampung Selatan dengan

28
mayoritas pekerjaan sebagai nelayan atau pekerja tambak yang tinggal di dataran rendah
pesisir pantai.
Jenis malaria yang ada di RS Imanuel tidadaklah banyak. Hanya ada 2 jenis
plasmodium yang berperan besar atas terjadinya penyakit malaria yaitu Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax. Paling banyak adalah malaria tertiana yang disebabkan
oleh Plasmodium vivax dengan gejala khas demam intermiten 2 hari sekali yang diikuti
dengan periode bebas demam. Dua dari 7 orang pasien malaria jenis ini mengalami relaps
dalam waktu 2-4 bulan setelah infeksi pertama berakhir. Diduga faktor imunitas tubuh turut
berperan. Imunitas tubuh yang menurun dapat menyebabkan kekambuhan malaria. Hal ini
dapat terjadi jika plasmodium yang sebelumnya dalam bentuk dorman (hipnozoit) di dalam
sel hati muncul dan menjadi aktif kembali.
Penderita malaria dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium atau yang
lebih dikenal dengan mixed infection, biasanya campuran antara Plasmodium falciparum
dengan Plasmodium vivax. Infeksi jenis ini biasanya terjadi di daerah endemis malaria. Di
Rumah Sakit Imanuel pernah terjadi 3 kasus malaria mix antara malaria tertiana (vivax)
dengan malaria tropicana (falciparum) selama kurun waktu 4 bulan.
Dalam penelitian ini, tidak ditemukan adanya kasus malaria dengan komplikasi
serius. Gejala yang biasa terjadi meliputi demam ≥ 37,5°C disertai menggigil, sakit kepala,
mual dan muntah. Hasil laboratorium yang ditemukan adanya anemia, hematokrit yang
menurun dengan cepat dalam waktu 2 hari, trombositopenia, leukopenia atau normal, disertai
dengan peningkatan SGOT/SGPT pada sebagian besar pasien.
Penderita malaria tanpa komplikasi serius pada umumnya memiliki prognosis yang
baik. Pengobatan yang diberikan bersifat simtomatik dan kausatif. Lamanya perawatan di
rumah sakit tergantung dari kecepatan diagnosa, ketepatan dan kecepatan pengobatan. Rata-
rata penderita malaria di Rumah Sakit Imanuel dirawat selama ±4-6 hari karena sudah
menunjukkan adanya perbaikan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium darah yang
menunjukkan sudah tidak ditemukannya lagi parasit malaria di dalam tubuh penderita.
Pengobatan simtomatik berupa obat penurun panas paracetamol 500mg, obat mual-muntah
ondansetron atau domperidon, vitamin, dan obat untuk lambung seperti golongan PPI
(omeprazole, pantoprazole) atau sitoprotektor (sukralfat atau rebamipide). Sementara
pengobatan kausatif untuk daerah geografis malaria yang resisten klorokuin (seperti
Indonesia) menggunakan Coartem tab (20mg artemether dan 120mg lumefantrine) dengan
dosis berbeda tergantung berat badan. Untuk berat badan 5-15 kg dosis 1 tablet; 15-25 kg
dosis 2 tablet; 25-35 kg dosis 3 tablet; dan jika lebih dari 35kg diberikan 4 tablet sekali
29
minumnya.Coartem tablet diberikan dalam waktu lebih dari 3 hari dengan total dosis 6 kali.
Pemberian pertama dosis inisial, kedua setelah 8 jam, dan selanjutnya 2 kali sehari (jam ke-
24, 36, 48, dan 60). Coartem tablet hanya efektif untuk malaria akut tanpa komplikasi, dan
tidak dapat digunakan untuk profilaksis malaria.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Penyakit malaria lebih sering terjadi pada usia produktif antara 15 sampai 64 tahun
(53%) dan sebagian besarnya adalah laki-laki (67%).
2. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadiya penyakit malaria antara lain adalah
kekebalan atau imunitas terhadap malaria dan tingkat mobilitas yang tinggi ke daerah
endemis malaria seperti pesisir pantai.
3. Pemeriksaan laboratorium yang penting untuk menegakkan diagnosis malaria adalah
pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis yang tersedia di Puskesmas, lapangan,
atau rumah sakit untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif),
spesies dan stadium plasmodium, kepadatan parasit secara semi kuantitatif dan
kuantitatif dengan menghitung jumlah parasit permikroliter darah. Tetapi, bila hasil
tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria dapat disingkirkan. Parasit malaria
mungkin saja tidak ditemukan pada penderita malaria jika plasmodium berada dalam
fase aseksual ekso-eritrositer. Oleh karena itu, untuk pasien yang yang mengalami
demam <2 minggu dengan gejala klinis sesuai malaria dapat diperiksakan Rapid
Diagnostic Test untuk mendeteksi antigen parasit malaria.
4. Sebagian besar pasien malaria dapat teratasi dengan baik, meskipun ada beberapa kasus
relaps terjadi.

Saran
1. Bagi dokter: Informasi mengenai diagnosis penyakit sebaiknya ditulis secara jelas untuk
mengetahui perkembangan penyakit apakah penyakit sekarang masih berhubungan dengan
penyakit dahulu ataukah merupakan penyakit baru.
2. Bagi pelayan kesehatan: Informasi mengenai lamanya pasien menderita penyakit
sebaiknya dicatat sebagai acuan untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi. Perlu juga
dilakukan pencatatan berat dan tinggi badan untuk mengetahui status nutrisi sekaligus untuk
keperluan menghitung dosis beberapa obat. Pemberian edukasi di suatu layanan kesehatan
juga merupakan hal yang penting. Edukasi mengenai pencegahan penyakit dapat diberikan

30
melalui pendidikan kesehatan lewat brosur, iklan di media elektronik, pamphlet, dan lain-
lain.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ramdja M. Mekanisme resistensi plasmodium falciparum terhadap klorokuin. MEDIKA.
No.XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997.h.873.
2. Kartono M. Nyamuk anopheles: vektor penyakit malaria. MEDIKA. No.XX, tahun
XXIX. Jakarta, 2003.h.615.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Jakarta:
Depkes RI, 2006.h.1-12, 15-23, 67-68.
4. Nugroho A, Tumewu WM. Siklus hidup plasmodium malaria. Dalam: Harijanto PN
(editor). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta:
EGC, 2000.h.38-52.
5. Harijanto PN. Malaria. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III, edisi IV. Jakarta: Interna
Publishing, 2006.h. 1754-60.
6. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, epidemiologi,
patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC, 2000.h.1-15.
7. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC, 2000.h.249-
60.
8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto PN
(editor). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta:
EGC, 2000.h.118-26.
9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W (editor).
Parasitologi kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: FKUI, 2000.h.171-97.
10. Keputusan Menteri Kesehatan. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria.
No:041/MENKES/SK/I2007.

31

Anda mungkin juga menyukai