Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

DENGAN GANGGUAN STROKE DI PUSKESMAS BASIRIH BARU

BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :

DHEBBY KWS

11409718044

AKPER KESDAM VI TANJUNGPURA

KOTA BANJARMASIN

TAHUN 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Dhebby kws

Nim : 11409718044

Saya yang bertanda tangan dibawah ini telah menyelesaikan Laporan


Pendahuluan tentang Stroke di puskesmas Basirih Baru

Banjarmasin, 01 September 2020

Mengetahui

Dosen Pembimbing, Mahasiswa,

(DHEBBY KWS)
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE/ CEREBRO VASCULAR ACCIDENT
(CVA )

A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah 
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke
bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama
beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK


Rata-rata otak manusia dewasa terdiri dari 2% berat badan tubuh,
dengan kisaran 1,2 - 1,4 kg. Otak merupakan organ yang sangat vital,
dan sangat penting untuk kehidupan dan fungsi tubuh kita. Oleh karena
itu, otak mengkonsumsi jumlah besar dari volume darah yang beredar.
Seperenam dari semua keluaran jantung melewati otak dalam satu waktu,
dan sekitar seperlima dari seluruh oksigen tubuh digunakan oleh otak
ketika sedang beristirahat.
Otak merupakan organ yang paling kompleks yang mengkontrol
dan meregulasi tubuh, merespon terhadap stress dan ancaman, dan
mengontrol fungsi kognitif. Otak juga menjaga temperatur tubuh,
membantu menginterpretasi indra khusus, dan untuk berinteraksi sosial.
Selain itu, otak berperan untuk menjaga kerja tubuh secara optimal di
lingkungan baik dengan melindungi dan memelihara tubuh.
Pengetahuan mengenai anatomi arteri di otak dapat membantu
dalam menentukan arteri mana yang terlibat dalam stroke akut. Hemisfer
otak disuplai oleh 3 pasang arteri besar : arteri serebri anterior, media dan
posterior. Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris
dan membentuk sirkulasi pada bagian belakang otak, yang juga
mensuplai talamus, batang otak dan otak kecil.
Arteri cerebri anterior mencabangkan arteri komunikans anterior
sehingga membagi dua segmen arteri serebri anterior menjadi segmen
proksimal dan distal. 22 Cabang-cabang kortikal dari arteri serebri
anterior akan mensuplai darah untuk daerah lobus frontalis, permukaan
medial korteks serebri sampai prekuneus, korpus kalosum, permukaan
lateral dari girus frontalis superior dan medius. Cabang-cabang sentralnya
mengurusi hipotalamus, area preoptika dan supraoptika, kaput nukleus
kaudatus, bagian anterior dari kapsula interna dan putamen.
Arteri serebri media mencabangkan 4 segmen : segmen horizontal
yang memanjang hingga limen insula dan menyuplai arteri lentikulostriata
lateral, segmen insula, segmen operkulum, dan segmen korteks bagian
distal pada hemisfer lateral.
Pada sirkulasi posterior, arteri vertebralis bersatu membentuk
arteri basilaris. Arteri serebri inferior posterior merupakan cabang dari
arteri vertebralis bagian distal sedangkan arteri serebri inferior anterior
merupakan cabang dari arteri basilaris bagian proksimal. Arteri serebri
superior merupakan cabang distal dari arteri basilaris sebelum arteri
basilaris bercabang dua menjadi arteri serebri posterior. Adanya
gangguan suplai darah yang melalui pembuluh-pembuluh darah tersebut
akan menimbulkan defisit neurologis yang sesuai dengan fungsi-fungsi
dari bagian otak yang terkena.
Gambar 1. Circulus Willisi.26

C. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya,
yaitu: (Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah otak tertentu. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh
darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat
diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya keruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.

2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:


a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala
yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang
dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan
bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke
komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
D. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.
Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosi
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
1. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark
otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
2.Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
3.Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
E. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal
(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema
dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang
lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang
dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh
karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh  embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan
meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10
menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-
neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada
perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila
terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999
cit Muttaqin 2008)
Pathway
  

F. MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan
meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5.  Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8.  Gangguan persepsi
9.  Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

G. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi
komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis          nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
I. Prognosis
Prognosis pada stroke iskemik dipengaruhi oleh umur, penyakit
sebelumnya, dan komplikasi. Sebuah penelitian oleh Framingham dan
Roschester menunjukkan adanya angka kematian pada 30 hari setelah
stroke adalah 28%, pada stroke iskemik sebesar 19%, dan angka
sintasan 1 tahun pada stroke iskemik adalah 77%. Sebuah penelitian
menemukan skor National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)
merupakan prediktor terbaik pada risiko kematian awal.[48]
Pemeriksaan The National Institute of Health Stroke Scale dapat
menunjukkan letak kerusakan di otak.

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,

 Pengobatan Konservatif:

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara


percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.

b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin


intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan
dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada
aneurisma.

II KONSEP ASKEP

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.

4. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
4.     Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5.   Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6.   Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik.
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran.
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran.

 C.          RENCANA KEPERAWATAN


No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tekanan perfusi
Perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam, serebral
serebral  b.d diharapkan suplai aliran darah 2. Catat respon pasien terhadap
aliran darah ke keotak lancar dengan kriteria hasil: stimuli
otak terhambat. 1. mendemonstrasikan status 3. Monitor tekanan intrakranial
sirkulasi yang ditandai dengan pasien dan respon neurology
a. Tekanan systole dandiastole terhadap aktivitas
dalam rentang yang 4. Monitor jumlah drainage
diharapkan cairan serebrospinal
b. Tidak ada 5. Monitor intake dan output
ortostatikhipertensi cairan
c. Tidak ada tanda tanda 6. Restrain pasien jika perlu
peningkatan tekanan 7. Monitor suhu dan angka WBC
intrakranial (tidak lebih dari 8. Kolaborasi pemberian
15 mmHg) antibiotik
2. mendemonstrasikan 9. Posisikan pasien pada posisi
kemampuan kognitif yang semifowler
ditandai dengan: 10. Minimalkan stimuli dari
 berkomunikasi dengan jelas lingkungan
dan sesuai dengan
kemampuan menunjukkan
perhatian, konsentrasi dan
orientasi memproses
informasi membuat
keputusan dengan benar
3. menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter
2 Kerusakan Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Dengarkan setiap ucapan
komunikasi keperawatan selama  3 x 24 jam, klien dengan penuh perhatian
verbal b.d diharapkan klien mampu untuk 2. Gunakan kata-kata sederhana
penurunan berkomunikasi lagi dengan kriteria dan pendek dalam komunikasi
sirkulasi ke otak hasil: dengan klien
1. dapat menjawab pertanyaan 3. Dorong klien untuk mengulang
yang diajukan perawat kata-kata
2. dapat mengerti dan memahami 4. Berikan arahan / perintah
pesan-pesan melalui gambar yang sederhana setiap
3. dapat mengekspresikan interaksi dengan klien
perasaannya secara verbal
maupun nonverbal
3 Defisit Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kemempuan klien
perawatan diri; keperawatan selama 3x 24 jam, untuk perawatan diri yang
mandi,berpakaia diharapkan kebutuhan mandiri klien mandiri.
n, makan, terpenuhi, dengan kriteria hasil: 2. Monitor kebutuhan klien untuk
toileting b.d 1. Klien terbebas dari bau badan alat-alat bantu untuk
kerusakan 2. Menyatakan kenyamanan kebersihan diri, berpakaian,
neurovaskuler terhadap kemampuan untuk berhias, toileting dan makan.
melakukan ADLs 3. Sediakan bantuan sampai
3. Dapat melakukan ADLS dengan klien mampu secara utuh
bantuan untuk melakukan self-care.
           4. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang
normal sesuai kemampuan
yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari. 
4 Kerusakan Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital sign
mobilitas fisik b.d keperawatan selama 3x24 jam, sebelm/sesudah latihan dan
kerusakan diharapkan klien dapat melakukan lihat respon pasien saat
neurovaskuler pergerakan fisik dengan kriteria latihan
hasil : 2. Konsultasikan dengan terapi
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik tentang rencana ambulasi
fisik sesuai dengan kebutuhan
2. Mengerti tujuan dari 3. Bantu klien untuk
peningkatan mobilitas menggunakan tongkat saat
3. Memverbalisasikan perasaan berjalan dan cegah terhadap
dalam meningkatkan kekuatan cedera
dan kemampuan berpindah 4. Ajarkan pasien atau tenaga
4. Memperagakan penggunaan kesehatan lain tentang teknik
alat Bantu untuk mobilisasi ambulasi
(walker) 5. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
5 Pola nafas tidak Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas, guanakan
efektif perawatan selama 3 x 24 jam, teknik chin lift atau jaw thrust
berhubungan diharapkan pola nafas pasien efektif bila perlu
dengan dengan kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk
penurunan 1. Menujukkan jalan nafas paten memaksimalkan ventilasi
kesadaran ( tidak merasa tercekik, irama 3. Identifikasi pasien perlunya
nafas normal, frekuensi nafas pemasangan alat jalan nafas
normal,tidak ada suara nafas buatan
tambahan 4. Pasang mayo bila perlu
2. Mendemonstrasikan batuk 5. Lakukan fisioterapi dada jika
efektif dan suara nafas yang perlu
bersih, tidak ada sianosis dan 6. Keluarkan sekret dengan
dyspneu (mampu mengeluarkan batuk atau suction
sputum, mampu bernafas 7. Auskultasi suara nafas, catat
dengan mudah, tidak ada adanya suara tambahan
pursed lips). 8. Lakukan suction pada mayo
3. Menunjukkan jalan nafas yang 9. Berikan bronkodilator bila
paten (klien tidak merasa perlu
tercekik, irama nafas, frekuensi 10. Berikan pelembab udara
pernafasan dalam rentang 11. Kassa basah NaCl Lembab
normal, tidak ada suara nafas 12. Atur intake untuk cairan
abnormal mengoptimalkan
4. Tanda Tanda vital dalam keseimbangan.
rentang normal (tekanan darah, 13. Monitor respirasi dan status
nadi, pernafasan O2
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
6 Resiko Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk
kerusakan perawatan selama 3 x 24 jam, menggunakan pakaian yang
integritas kulit diharapkan pasien mampu longgar
b.d immobilisasi mengetahui dan  mengontrol resiko 2. Hindari kerutan padaa tempat
fisik dengan kriteria hasil : tidur
1. Integritas kulit yang baik bisa 3. Jaga kebersihan kulit agar
dipertahankan (sensasi, tetap bersih dan kering
elastisitas, temperatur, hidrasi, 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
pigmentasi) pasien) setiap dua jam sekali
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 5. Monitor kulit akan adanya
3. Perfusi jaringan baik kemerahan
4. Menunjukkan pemahaman 6. Oleskan lotion atau
dalam proses perbaikan kulit minyak/baby oil pada derah
dan mencegah terjadinya yang tertekan
sedera berulang 7. Monitor aktivitas dan
5. Mampu melindungi kulit dan mobilisasi pasien
mempertahankan kelembaban 8. Monitor status nutrisi pasien
kulit dan perawatan alami 9. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
7 Resiko Aspirasi Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Aspiration precaution
berhubungan perawatan selama 3 x 24 jam, 2. Monitor tingkat kesadaran,
dengan diharapkan tidak terjadi aspirasi reflek batuk dan kemampuan
penurunan pada pasien dengan kriteria hasil : menelan
tingkat 1. Klien dapat bernafas dengan 3. Monitor status paru
kesadaran mudah, tidak irama, frekuensi 4. Pelihara jalan nafas
pernafasan normal 5. Lakukan suction jika
2. Pasien mampu menelan, diperlukan
mengunyah tanpa terjadi 6. Cek nasogastrik sebelum
aspirasi, dan mampumelakukan makan
oral hygien 7. Hindari makan kalau residu
3. Jalan nafas paten, mudah masih banyak
bernafas, tidak merasa tercekik 8. Potong makanan kecil kecil
dan tidak ada suara nafas 9. Haluskan obat
abnormal sebelumpemberian
10. Naikkan kepala 30-45 derajat
setelah makan
8 Resiko Injury Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan yang
berhubungan perawatan selama 3 x 24 jam, aman untuk pasien
dengan diharapkan tidak terjadi trauma 2. Identifikasi kebutuhan
penurunan pada pasien dengan kriteria hasil: keamanan pasien, sesuai
tingkat 1. Klien terbebas dari cedera dengan kondisi fisik dan
kesadaran 2. Klien mampu menjelaskan fungsi kognitif  pasien dan
cara/metode untukmencegah riwayat penyakit terdahulu
injury/cedera pasien
3. Klien mampu menjelaskan 3. Menghindarkan lingkungan
factor resiko dari yang berbahaya (misalnya
lingkungan/perilaku personal memindahkan perabotan)
4. Mampumemodifikasi gaya hidup 4. Memasang side rail tempat
untukmencegah injury tidur
5. Menggunakan fasilitas 5. Menyediakan tempat tidur
kesehatan yang ada yang nyaman dan bersih
6. Mampu mengenali perubahan 6. Menempatkan saklar lampu
status kesehatan ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang
cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Dilaksanakan sesuai dengan interfensi.

E. EVALUASI

1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral teratasi.


2. Kerusakan komunikasi verbal teratasi.
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting teratasi.
4.   Kerusakan mobilitas fisik  teratasi.
5.   Pola nafas tidak efektif teratasi.
6.   Resiko kerusakan integritas kulit teratasi.
7. Resiko Aspirasi teratasi.
8. Resiko injuri teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth 2008, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Jakarta:EGC.

Mansjoer, arif, dkk 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid


Pertama, Jakarta:Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Muttaqin, Arif 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan, Jakarta:Salemba Medika.

Nurarif & Kusuma 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA Nic-Noc, Yogyakarta:Mediaction.

Sylvia, A.  Alih  bahasa Adji Dharma. 2009. Patofisiologi, konsep klinik proses-


proses penyakit ed. 4. Jakarta : EGC.

Wijaya dan Putri 2013, Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa


Teori dan Contoh Askep, Yogyakatra:Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai