Anda di halaman 1dari 32

BATCH DISTILLATION COLUMN

LABORATORIUM TEKNIK SEPARASI DAN PURIFIKASI

DISUSUN OLEH:

VIOLANDA DWI W P (03031181823008)

PUTRI MIDELIN (03031181823026)

AHMAD JULIANTO (03031281823030)

DINA SABRINA (03031281823044)

RICHARD SEPRIYADI O (03031281823054)

NAMA CO-SHIFT : M. PRAYOGO PUTRA

MUHAMMAD FIKRI

NAMA ASISTEN : MUHAMMAD FIKRI

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
ABSTRAK

Bahan baku dari alam atau produk yang dihasilkan dari industri kimia biasanya
memerlukan treatment berupa separasi atau pemisahan, salah satunya adalah
distilasi. Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat memahami prinsip dan cara
kerja batch distillation column, pengaruh power input terhadap pressure drop,
serta pengaruh laju boil-up terhadap pressure drop dan degree of foaming pada
tray. Batch distillation column memiliki prinsip kerja dalam memisahkan dua
komponen dalam suatu larutan yaitu dengan pemanasan larutan feed kemudian
komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan terlebih dahulu menguap
menuju kolom distilasi lalu terkondensasi di kondensor menghasilkan kondensat,
dan terakhir terdapat reflux. Semakin besar power input maka semakin besar pula
laju boil-up batch distillation column, dimana perbedaan atau kenaikan laju boil-
up yang paling tinggi terjadi pada kenaikan power input dari 0,75 kW menjadi
1,00 kW. Pengaruh power input terhadap pressure drop yaitu semakin besar
power inputnya maka semakin besar juga pressure drop yang terjadi, dimana
kenaikan paling ekstrem terjadi pada kenaikan power input dari 1,00 kW menjadi
1,25 kW. Semakin besar laju boil-up maka semakin besar pula pressure drop yang
terjadi, kenaikan pressure drop paling ekstrem terjadi pada kenaikan laju boil-up
dari 4,32-4,68 L/jam, lalu pengaruh laju boil-up terhadap degree of foaming
adalah semakin besar laju boil-up maka semakin tinggi degree of foaming atau
semakin frekuen buih yang terbentuk pada tray.

Kata kunci: Batch distillation column, reflux, boil-up rate, pressure drop, degree of
foaming.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Teknik kimia berkaitan dengan pengolahan atau pemrosesan bahan baku
mentah menjadi produk yang bernilai jual lebih tinggi dan pemenuhan kebutuhan
pasar. Proses kimia menggunakan bahan baku yang berasal dari alam atau ber-
gantung pada bahan feed yang berasal dari bahan baku alam. Pabrik kimia
bergantung pada ketersediaan dan kualitas bahan yang awalnya berasal dari alam.
Bahan baku dari alam umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu
dikarenakan tidak semua komponen yang terkandung dalam bahan baku tersebut
dibutuhkan dalam proses kimia. Kontaminan atau zat komponen bahan baku yang
tidak dibutuhkan dan dapat mengganggu berjalannya proses kimia sering ter-
kandung dalam bahan baku dari alam. Metode pengolahan yang umum digunakan
salah satunya adalah separasi. Contoh kasus proses pemisahan adalah minyak
mentah yang mengandung jenis senyawa yang harus diolah terlebih dahulu
dengan metode proses distilasi fraksionasi agar komponen senyawanya terpisah
dan dapat dihasilkan produk jadi atau setengah jadi yang siap untuk digunakan.
Proses separasi ini membutuhkan pasokan energi, yang jumlahnya cukup
banyak. Konsumsi energi di dunia sebesar 10-15% berasal dari kebutuhan energi
oleh proses separasi, seperti distilasi (Humphrey dan George, 1997). Distilasi
memerlukan pasokan energi yang sangat banyak dikarenakan cenderung
memerlukan temperatur yang tinggi. Proses distilasi juga akan terus ada untuk
jangka waktu yang sangat lama. Tantangan-tantangan tersebut harus dihadapi oleh
insinyur kimia agar proses separasi, khususnya distilasi semakin efisien. Proses
separasi dengan distilasi sering dijumpai di industri kimia, sehingga mahasiswa
teknik kimia harus belajar tentang distilasi, baik itu tipe sederhana maupun kolom.
Percobaan Batch Distillation Column ini memiliki urgensi yang sangat penting
karena bertujuan untuk memberikan wawasan dan pemahaman mengenai prinsip
dan cara kerja Batch Distillation Column dan bagaimana hubungan antara faktor
atau parameter operasi dari Batch Distillation Column terhadap kinerja hasilnya.

1
2

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana prinsip dan cara kerja Batch Distillation Column?
2) Bagaimana hubungan pressure drop yang melintasi Batch Distillation
Column dengan memvariasikan power input?
3) Bagaimana hubungan laju boil-up dengan pressure drop dan degree of
foaming pada tray?

1.3. Tujuan
1) Mengetahui prinsip dan cara kerja Batch Distillation Column.
2) Mengetahui hubungan pressure drop yang melintasi Batch Distillation
Column dengan memvariasikan power input.
3) Mengetahui hubungan laju boil-up dengan pressure drop dan degree of
foaming pada tray.

1.4. Manfaat
1) Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai Batch Distillation
Column.
2) Memberikan informasi yang kredibel mengenai Batch Distillation
Column, khususnya prinsip kerja dan pengaruh berbagai faktor terhadap
performa Batch Distillation Column.
3) Sebagai referensi bagi praktikan yang akan melakukan percobaan Batch
Distillation Column di masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip Dasar Distilasi


Distilasi adalah metode yang banyak digunakan untuk memisahkan
campuran zat berdasarkan berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan
menguap (volatilitas) bahan. Untuk memisahkan campuran zat fase cair dapat
dipanaskan untuk mengubah fase komponen yang memiliki titik didih berbeda ke
dalam fasa uap. Uap tersebut kemudian dikondensasikan kembali menjadi bentuk
cair dan hasil kondesnsat dikumpulkan. Komponen yang mengandung lebih
banyak liquid memiliki titik didih yang lebih tinggi sedangkan komponen yang
lebih mudah menguap memiliki titik didih yang lebih rendah. Meskipun proses ini
paling umum digunakan untuk pemisahan campuran fase cairan, proses
kebalikannya dapat digunakan untuk memisahkan uap dengan mencairkan
komponen yang ada menggunakan perubahan suhu dan tekanan.
Secara umum, distilasi dapat dilakukan dengan atau tanpa melibatkan
refluks. Untuk kasus distilasi satu tahap, campuran cairan dipanaskan untuk
membentuk uap yang berada dalam kesetimbangan dengan cairan sisa. Uap
kemudian dikondensasikan dan dikeluarkan dari sistem tanpa ada cairan yang
dibiarkan kembali ke pemanas. Uap ini lebih kaya dalam komponen yang lebih
mudah menguap daripada cairan yang dikeluarkan sebagai produk dasar pada
akhir proses pemisahan. Namun, bila produk dengan kemurnian yang jauh lebih
tinggi diinginkan, bagian dari kondensat harus dikontakkan dengan uap dalam
perjalanannya ke kondensor dan didaur ulang ke pemanas. Prosedur ini dapat
diulang berkali-kali untuk meningkatkan derajat pemisahan dalam campuran
aslinya. Proses seperti itu biasanya disebut retification. Proses distilasi Juga
bergantung pada konsentrasi komponen yang ada. Campuran cairan memiliki nilai
titik didih yang berbeda. Proses destilasi akan bergantung pada tekanan uap
campuran liquid. Tekanan uap suatu liquid pada suhu tertentu didefinisikan
sebagai nilai tekanan keseimbangan yang dikeluarkan oleh molekul-molekul yang
keluar dan masuk pada permukaan liquid (Yoshikawa dkk, 1980).

3
4

2.2 Campuran Biner


Sistem biner adalah sistem multikomponen yang lebih umum di mana
terdapat dua komponen penyusun. Sistem semacam itu disebut campuran biner
dengan syarat keadaan dua zat tercampur secara homogen. Campuran biner dalam
bentuk larutan, komponen yang berlebih disebut pelarut dan yang lainnya, zat
terlarut. Karakteristik umum dari sistem biner adalah ketika, dua cairan zat
dicampur bersama pada tekanan dan suhu yang sama, sifat ekstensif dari
campuran tersebut bukanlah penjulahan jumlah dari kedua komponen semulanya.
Sistem biner bisa bersifat ideal ataupun tidak ideal. Sistem biner yang bersifat
ideal akan mengikuti hukum Raoult pada seluruh komposisi campuran, perubahan
volume campuran dan perubahan entalpi yang bernilai nol (Castellan, 1971).
Perubahan entalpi pada sistem biner bernilai tidak sama dengan nol. Sistem biner
yang tidak ideal memiliki sifat-sifat molal parsial yang lebih kompleks.
Sifat molal parsial pada sistem biner seperti volume molal parsial dari
komposisi larutan, perubahan entalpi molal parsial, perubahan entalpi diferensial
larutan, perubahan energi dalam parsial molal, dan energi bebas molal parsial atau
potensial kimia. (Smith dkk, 2001). Koefisien aktifitas dapat digunakan untuk
mengukur penyimpangan suatu larutan dari perilaku ideal. Harga aktifitas dan
koefisien aktifitas dapat berbeda, tetapi perubahan sifat termodinamik tetap sama.
Larutan biner yang tersusun dari 2 komponen zat terlarut peratama dan
kedua, bila gaya tarik antara zat pertama dan kedua tidak sama dengan gaya
kohesi antara molekul zat pertama dan antara molekul zat kedua, maka proses
pelarutan zatnya menimbulkan perubahan kalor. Ketika kondisi ini terjadi larutan
merupakan larutan non ideal. Apabila besarnya gaya tarik antara zat pertama dan
zat kedua lebih besar dibandingkan gaya tarik antara molekul zat pertama atau
gaya tarik antar molekul zat kedua, maka proses pelarutan merupakan reaksi
eksoterm. Pada reaksi jenis eksoterm terjadi pelepasan kalor dari sistem ke
lingkungan. Hal ini akan menyebabkan tekanan uap larutan sistem lebih kecil
dibandingkan tekanan uap hukum Raoult. Pada sistem ini penyimpangan bernilai
negatif. Contoh sistem biner non ideal dengan penyimpangan negatif adalah
campuran antara aseton dan kloroform (McCabe dkk, 1950).
5

Keadaan sebaliknya ketika gaya tarik antara zat pertama dan zat kedua
lebih lemah daripada gaya kohesi antar molekul masing-masing komponen maka
perubahan entalpinya lebih besar dari nol atau reaksi pelarutan bersifat endoterm
(Erdiyanti, 2019). Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan panas dari
lingkungan ke sistem. Akibat dari reaksi endoterm ini, tekanan uap larutan sistem
akan lebih besar daripada nilai tekanan uap hasil perhitungan dengan
menggunakan hukum Raoult. Penyimpangan pada sistem biner ini bernilai positif.
Larutan yang mengalami penyimpangan positif yaitu sistem biner yang terdiri
dari dua macam larutan, eter ((C2H5)2O) dan karbon tetra klorida (CCl4).

2.3 Kesetimbangan Fase Uap dan Fase Cairan Campuran Biner


Kesetimbangan adalah kondisi statis dimana tidak terjadi perubahan pada
sifat makroskopis dari sistem terhadap perubahan waktu. Ini menyiratkan
keseimbangan semua potensi yang dapat menyebabkan perubahan. Sifat
campuran dua komponen tidak sesederhana seperti sifat pada zat murni.
Kesetimbangan sistem biner merupakan terdistribusinya komponen-komponen
dalam semua fase pada suhu, tekanan dan fugasitas tertentu, sehingga akan ada
kesamaan pada tekanan, suhu dan fugasitas masing-masing komponen. Keadaan
setimbang terjadi ketika energi Gibbs harus konstan pada suhu dan tekanan
tertentu, sehingga energi Gibbs harus diminimalkan. Energi Gibbs (G) merupakan
energi bebas fungsi dari perubahan nilai suhu dan tekanan. Energi Gibbs total
pada sistem tertutup ketika tekanan dan temperatur tetap akan bernilai lebih kecil
dari nol, apabila terjadi suatu perubahan properti maka energi Gibbs total akan
berubah menjadi lebih kecil. Dengan kata lain energi Gibbs bernilai minimal pada
kondisi kesetimbangan (Rasmito, 2010). Energi Gibbs total pada sistem dapat
memberikan kondisi umum suatu kesetimbangan sistem biner.
Hukum Dalton menjelaskan tekanan uap total suatu campuran biner, atau
tekanan uap suatu cairan (P), adalah jumlah tekanan parsial dari masing-masing
komponen A dan B (PA dan PB). Didukung dengan penjelasan mengenai hukum
Raoult yang menyatakan bahwa pada suhu dan tekanan tertentu, tekanan parsial
uap komponen A (PA) dalam campuran sama dengan hasil kali antara tekanan uap
komponen murni A (PAmurni) dan fraksi molnya (XA). Tekanan uap total suatu
6

campuran cairan biner tergantung pada tekanan uap komponen murni dan fraksi
molnya dalam campuran (Coulson,1983). Hukum Dalton dan Raoult adalah
fungsi matematis yang dapat menggambarkan kondisi pada proses distilasi,
dimana terjadi perubahan komposisi zat dan tekanan pada cairan yang dipanaskan
selama proses distilasi. Komposisi fraksi uap komponen dengan titik didih lebih
rendah akan lebih banyak dan tekanan uapnya bernilai lebih besar.

Gambar 2.1. Diagram Komposisi terhadap Tekanan dan Temperatur


pada Sistem Kesetimbanga Uap-Cair
(Sumber: Smith dkk, 2001)

Konsentrasi kesetimbangan uap dalam liquid dapat dihubungkan dengan


menggunakan hukum Henry yang menyatakan fungsi tekanan uap dalam liquid.
Konsentrasi kesetimbangan uap (CA) dapat dihitung melalui mol uap total yang
terserap di dalam sejumlah volume liquid pengabsorb. Tekanan uap komponen
adalah tekanan kesetimbangan (saturasi) untuk cairan murni pada suhu tertentu.
Ketika suhu meningkat, molekul-molekul dalam fase cair bergerak lebih cepat dan
kemungkinan besar mencapai energi yang cukup untuk berubah ke fase uap,
sehingga tekanan uap meningkat seiring kenaikan suhu. Ketika suhu dan tekanan
uap yang dihasilkan meningkat, molekul-molekul tersebut semakin mendekati
fase uap, dan akhirnya mencapai titik kritis (pada suhu Tc dan tekanan Pc), di
mana tidak ada perbedaan antara fase cair dan uap. Untuk komponen murni, suhu
kritis (Tc) adalah suhu tertinggi pada proses di mana fase uap dapat kembali
mengembun menjadi cairan (Fatimura, 2014).
7

Hukum Raoult tidak dapat digunakan untuk komponen supercritical


dengan suhu di atas suhu kritis (Tc) untuk komponen uap. Ini karena tekanan
saturated hanya ditentukan untuk suhu yang berada di bawah suhu kritis. Namun,
komponen supercritical juga memiliki kelarutan dalam cairan. Untuk contoh
karbon dioksida (CO2) dapat larut dalam air pada suhu 50°C meskipun pada suhu
kritis untuk CO2 adalah 31°C. Konsentrasi fase supercritical (bersama komponen
ringan lainnya) dalam fase cair biasanya bernilai rendah. Untuk campuran yang
cukup encer (konsentrasi rendah) umumnya memiliki hubungan yang linier antara
fugasitas komponen uap atau tekanan parsial termodinamika dan konsentrasi
cairannya, bahkan untuk campuran yang tidak ideal.
Keadaan kesetimbangan fase uap dan cair pada sistem tidak ideal
berhubungan dengan nilai K-Value dan koefisien aktifitas. K-Value didefinisikan
sebagai rasio antara fraksi mol fase uap terhadap fraksi mol fase cair pada keadaan
setimbang. Umumnya K-Value merupakan fungsi dari suhu, tekanan, dan
komposisi fraksi. Koefisien aktivitas (γi) bergantung terutama pada komposisi
cairan (xi). Biasanya dihitung dari persamaan empiris seperti Wilson, Nonrandom

Two-Liquid (NRTL), persamaan Universal Quasi-Chemical (UNIQUAC) dan


Functional Group Activity Coefficients (UNIFAC), berdasarkan data interaksi
eksperimental sistem biner.
2.4 Sistem Operasi pada Proses Distilasi
Pemanfaatan proses sistem operasi distilasi sangat luas mulai dari
pemisahan produk, pemurnian suatu cairan, hingga pembuangan limbah dalam
industri proses kimia. Operasi distilasi yang digunakan bergantung pada keperluan
yang ditangani seperti menangani petrokimia, bulk chemical, bahan kimia khusus,
atau farmasi. Proses distilasi dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu batch
distillation dan continuous distillation.
2.4.1 Batch Distillation
Distilasi batch adalah jenis proses pemisahan tertua dan paling banyak
digunakan pada unit operasi di industri batch. Distilasi batch banyak digunakan
dalam industri pengolahan kimia skala kecil dimana jumlah bahan yang harus
8

ditangani tidak teratur atau terjadwal secara periode musiman. Distilasi batch juga
diterapkan ketika komposisi feed sangat bervariasi dari periode ke periode lain
atau di mana stok feed yang sama sekali berbeda harus ditangani. Studi teoritis
tentang distilasi batch dimulai dengan distilasi sederhana yang masih dilakukan di
laboratorium. Dalam distilasi sederhana, penyulingan awalnya diisi dengan umpan
campuran senyawa yang menguap. Uap lebih kaya dalam komponen yang lebih
mudah menguap, dikumpulkan di kondensor di bagian atas dan terakumulasi di
penampung. Dalam operasi distilasi sederhana masih merupakan contoh operasi
batch yang sering disebut sebagai Distilasi Rayleigh.
Konsep refluks dan penggunaan alat pelengkap seperti pelat dan packing
untuk meningkatkan perpindahan masa mengubah distilasi sederhana menjadi
kolom distilasi batch. Karena kolom batch ini pada dasarnya melakukan operasi
rectifying, maka operasi batch dengan sistem refluks disebut sebagai batch
rectifier. Fitur distilasi batch yang paling menonjol adalah fleksibilitasnya dalam
pengoperasian. Fleksibilitas ini memungkinkan operasi untuk menghadapi
ketidakpastian dalam stok umpan atau produk spesifikasi. Selain itu, operasi batch
dapat menangani beberapa campuran hanya dengan mengganti kondisi operasi
kolom. Perbedaan mendasar antara distilasi batch dan distilasi kontinyu adalah
bahwa dalam distilasi kontinyu, umpan terus-menerus memasuki kolom,
sedangkan dalam distilasi batch, umpan dimasukkan ke dalam kolom reboiler di
awal operasi.
Kolom distilasi batch konvensional dapat dioperasikan pada kondisi
operasi dimana refluks dan variable memiliki komposisi produk konstan. Di
bawah kondisi refluks konstan, komposisi distilat sementara terus berubah karena
komposisi dasar dari komponen yang lebih mudah menguap terus menerus habis.
Di sisi lain, komposisi komponen dalam distilat dapat dipertahankan konstan
dengan meningkatkan rasio refluks (Soewarno dkk, 2006).
2.4.2 Continuous Distillation
Campuran cairan (umpan), yang akan dipisahkan menjadi komponen-
komponennya, diumpankan ke kolom secara berskala dan teratur. Cairan mengalir
ke kolom karena gravitasi sementara uap mengalir ke kolom. Uap dihasilkan oleh
9

penguapan parsial dari cairan yang mencapai dasar kolom. Cairan yang tersisa
ditarik dari kolom sebagai produk dasar yang kaya akan komponen berat. Uap
yang mencapai puncak kolom terkondensasi sebagian atau seluruhnya. Bagian
dari cairan yang terkondensasi direfluks ke kolom, sementara sisanya ditarik
sebagai produk distilat. Bagian kolom di atas tray umpan memperbaiki aliran uap
dengan komponen ringan, oleh karena itu disebut bagian rectlfying. Bagian kolom
di bawah tray umpan memisahkan komponen berat dari aliran uap ke aliran cairan
dan disebut sebagai stripping section.

2.5. Faktor Pengaruh Operasi Kolom Distilasi


Kinerja kolom distilasi ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya kondisi
umpan, sifat campuran, karakteristik kolom, jenis kolom dan jenis tray. Terdapat
4 macam aliran dalam proses kolom distilasi. Aliran umpan atau feed yaitu aliran
yang masuk ke dalam kolom distilasi. Aliran produk yaitu aliran yang keluar dari
kolom distilasi. Aliran internal yaitu aliran fluida yang terjadi di dalam kolom
distilasi. Aliran internal terbagi menjadi dua macam yaitu aliran uap (vapor
stream) dan aliran cairan (liquid stream). Aliran refluks yaitu sebagian produk
atas dikembalikan ke kolom distilasi melalui puncak kolom (Fatimura, 2014).
Proses kolom distilasi terbagi menjadi 3 seksi, yaitu seksi umpan tempat
terjadinya aliran umpan masuk. Seksi rektifikasi atau seksi pengayaan tempat
terjadinya pengayaan fraksi ringan di dalam destilate yang prosesnya berada
diatas seksi umpan. Seksi stripping tempat terjadi pelepasan fraksi ringan yang
prosesnya berada di bawah seksi umpan. Umpan mengalir ke bawah bagian
stripping.

Gambar 2.2. Pembagian Kolom Distilasi


10

(Sumber: Fatimura, 2014)


2.6. Prinsip Termodinamika Distilasi
Proses distilasi berlangsung berdasarkan hukum termodinamika. Proses
penguapan komponen yang mudah menguap akan terkonsentrasi di fasa uap. Uap
yang banyak mengandung komponen akan lebih mudah menguap. Uap bergerak
ke atas tahap berikutnya dan terjadi kontak dengan fasa liquid. Kontak proses
vaporisasi kondensat berlangsung dan mengakibatkan konsentrasi komponen
mudah menguap semakin terkonsentrasi di fasa uap (Kolmetz, 2013). Prinsip
proses distilasi hanya dapat dilakukan untuk memisahkan komponen-komponen
yang memiliki titik didih. Prinsip hukum ini tidak bisa digunakan untuk
memisahkan komponen dengan titik didih yang nilainya berdekatan atau sama.
Proses pemisahan secara disilasi, peningkatan efisiensi dapat dilakukan
dengan cara mengalirkan kembali sebagian produk hasil ke dalam kolom. Cara ini
dikenal dengan sistem refluk. Secara refluk yaitu cairan refluk atau uap refluk
untuk mengadakan kontak ulang dalam kolom. Proses refluk, waktu kontak antar
fasa akan semakin lama. Perpindahan massa dan perpindahan panas akan terjadi
kembali. Distribusi suhu, tekanan dan konsentrasu di setiap fasa semakin uniform.
Terwujudnya keseimbangan semakin didekati. Peningkatan efisiensi pemisahan
dalam proses refluk dapat ditinjau dari dua sudut pandang. Jumlah stage ideal
dibutuhkan untuk mencapai kemurnian yang sama. Kemurnian produk hasil
pemisahan semakin tinggi pada penggunaan jumlah stage ideal.

2.7. Jenis Kolom dan Panjang Kolom


Terdapat dua jenis kolom pemisah yaitu tray column dan packed column
(Asep, 2014). Tray atau Plate column merupakan kolom pemisah berupa silinder
tegak. Kolom berisi sejumlah tray atau plate yang disusun pada jarak tertentu di
sepanjang kolom. Proses terjadi dengan dimasukkan cairan dari puncak kolom.
Cairan akan mengalir dari tray yang satu ke tray yang lain yang berada
dibawahnya. Selama proses berlangsung, disetiap tray akan terjadi kontak fasa
antara fasa cair dan fase uap. Fasa cairan dan fase uap dimasukkan dari dasar
kolom. Kontak antara fase dalam tray terjadi aliran yang berlawanan arah
(countercurrent). Packed column digunakan dalam absorpsi gas. Proses kerja
11

packed column cairan masuk didistribusikan sampai pada operasi yang ideal.
Penggunaan kolom destilasi jenis tray lebih banyak digunakan karena
memungkinkan pemngoprasian pada kondisi yang beragam dan efisiensi tetap.

Gambar 2.3. Tray Column


(Sumber: Fatimura, 2014)
Kolom disitilasi merupakan serangkaian peralatan proses. Kolom distilasi
digunakan untuk memisahkan suatu bahan yang mengandung dua atau lebih
komponen. Komponen dipisahkan berdasarkan perbedaan volatility (kemudahan
menguap) dari masing-masing komponen bahan (Pfeifer, 2014). Kolom distilasi
memiliki dua kegunaan, yaitu untuk memisahkan feed menjadi dua porsi dan
untuk menjaga campuran kedua fasa cair dan uap agar seimbang, sehingga
pemisahannya menjadi lebih sempurna. Uap akan naik ke bagian atas kolom dan
cairan turun ke bagian bawah. Kolom juga sering disebut dengan tower.
Proses pemisahan dipengaruhi oleh kecepatan aliran uap atau gas. Jika
kecepatan gas terlalu rendah, maka gelembung-gelumbung gas akan
mengembang. Luas permukaan bidang kontak tiap satuan volume menjadi kecil
sehingga menurunkan efisiensi pemisahan (Asep, 2014). Sebagai alat pemisah
tray tower dipilih untuk campuran yang tidak kororif, tidak mudah membentuk
buih dan terdapat suspensi padatan. Proses pemisahan disertai dengan reaksi
kimia.
Tray tower memiliki beberapa jenis diantaranya bubble cap tray, sieve
tray dan valve tray. Bubble cap tray memiliki riser atau chimmey yang dipasang
pada setiap lubang dan ditutupi oleh sebuah cap. Sieve tray merupakan jenis tray
yang paling sederhana dibandingkan jenis tray yang lain dan lebih murah daripada
12

jenis bubble cap. Pada sieve tray uap naik ke atas melalui lubang-lubang pada
plate dan terdispersi dalam cairan sepanjang plate. Pada valve tray, terdapat cap
yang dapat naik dan turun. Aliran uap mengangkat cap, cap yang terangkat akan
menyebabkan uap mengalir secara horizontal menuju fase cair.
2.8. Penelitian Terkait Kolom Destilasi
Mesfer (2019), telah melakukan penelitian terkait pemisahan campuran
sistem biner antara toluena dan benzena dengan proses distilasi batch total refluks.
Penelitian yang dilakukan bertujuan menguji jumlah panas dan rasio refluks yang
dibutuhkan untuk membuat operasi distilasi optimal. Distilasi dilakukan dalam
skala laboratorium menggunakan kolom destilasi armfield dengan operasi batch.
Digunakan feed dalam reboiler sebanyak 10 liter campuran toluena dan benzena
dengan rasio masing-masing 50:50%. Aliran air pendingin kondensor yang
digunakan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair diatur melalui rotameter
sebanyak 5000 cc. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan pasokan panas
dari catu daya: 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; dan 1,50 kW. Pada setiap pasokan panas
diuji rasio refluks 3:1, 2:1, 1:1, 1:2 dan 1:3. Setiap percobaan dilakukan hingga
mencapai kondisi ekuilibrium, lalu pasokan panas dihentikan dan distilat
dibiarkan dingin hingga mencapai suhu kamar. Sampel dari produk distilasi dan
sampel reboiler bawah diambil dan dilakukan pengukuran indeks bias secara
seragam.
Hasil pengamatan menunjukkan ketika beban panas rendah menghasilkan
fraksi mol benzena yang lebih rendah, sedangkan pada beban panas tinggi
kemurnian benzena meningkat. Begitu pula dengan komposisi rasio refluks yang
digunakan menunjukkan pada rasio tertinggi yaitu 3:1 diperoleh fraksi benzena
dalam reboiler terendah dibandingkan rasio refluks lainnya. Daya terendah yaitu
0,50 kW diperoleh hasil fraksi benzena pada distilat seperti pada gambar 2.2.
Fraksi mol benzena di sampel distilat dan sampel reboiler tidak banyak
perubahan pada beban panas 0,75 kW dan 1,00. Tidak ada perbedaan yang
signifikan pada rasio refluks lainnya. Pada rasio refluks yang lebih rendah, mol
fraksi benzena pada distilat menurun. Pada kenaikan lebih lanjut pada beban
panas 1,25 kW dan 1,50 kW, maka fraksi mol benzena menurun pada distilat dan
13

meningkat di reboiler dibandingkan dengan beban panas 0,75 kW dan 1,00 kW.
Perilaku ini disebabkan oleh kenaikan suhu di kolom karena beban panas yang
tinggi mencapai rata-rata suhu campuran. Dua alasan di balik penurunan fraksi
mol distilat benzena, pertama karena suhu reboiler tinggi sehingga lebih banyak
benzena yang menguap dibandingkan pada beban panas yang lebih rendah.
Kedua, karena banyaknya busa (bubble) sehingga fase gas benzena terperangkap
di dalam fase cair pada setiap tray dan tidak terjangkau kondensor.

Gambar 2.4. Hasil Distilasi Campuran Benzena-Toluen 0,5 Kw


(Sumber: Masfeer dkk, 2019)

Pola plot yang menunjukkan bahwa beban panas 1,00 kW cukup banyak
untuk mencapai fraksi mol benzena yang tertnggi pada distilat. Dari semua hasil
dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa distilasi batch bergantung pada
pasokan panas dan rasio refluks. Terlihat jelas hasil distilasi yang optimal
diperoleh pada beban kalor 1 kW dengan rasio refluks yang digunakan sebanyak
3:1.

Gambar 2.5. Hasil Distilasi Campuran Benzena-Toluen 1,0 Kw


14

(Sumber: Masfeer dkk, 2019)

Penelitian lain mengenai proses distilasi dengan menggunakan kolom


distilasi batch telah dilakukan untuk menguji pengaruh penambahan garam dan
rasio refluks terhadap pemurnian etanol (Sato dkk, 2015). Umpan distilasi dalam
penelitian ini berupa etanol (C2H5OH), kalium klorida (KCl) dan air (H2O). Alat
yang digunakan berupa serangkaian alat destillasi bertingkat jenis sieve tray dari
pipa berukuran 2.5 inchi. Penelitian ini memvariasikan komposisi garam kalium
klorida (0; 5; 10) gram/liter larutan alkohol, konsentrasi feed etanol (10; 50; 90) %
berat dan rasio refluks sebesar (0,5; 1; 1,5). Waktu destillasi selama 120 menit
dengan jumlah tray sebanyak 11 tray. Penelitian dilakukan dengan memasukkan
etanol dengan konsentrasi tertentu kedalam feed storage dan sebagian dalam
reboiler kemudian memasukkan kalium klorida dengan jumlah tertentu kedalam
salt storage. Produk distilasi diukur volume dan konsentrasinya dengan metode
pengukuran berdasarkan masa jenis menggunakan picnometer, serta mengukur
indeks bias produk dengan menggunakan refakto meter.
Penambahan garam KCl disini berfungsi untuk memberikan efek dehidrasi
yang berpengaruh pada sistem pemisahan etanol dan air, sehingga didapatkan
etanol berkadar tinggi. Dari hasil penelitian diperoleh kadar etanol tertinggi 98%
berat pada konsentrasi feed masuk (50-90)% berat, penambahan garam kalium
klorida sebanyak 10 gram/liter dan rasio refluks sebesar 1,5.

Gambar 2.6. Pengaruh Rasio Refluks terhadap Kadar Etanol Pada Berbagai Variasi
Penambahan Garam, pada Konsentrasi Feed Masuk 90%.
(Sumber: Masfeer dkk, 2019)
15

Penelitian lebih sederhana untuk menguji desain kolom distilasi dalam


penyulingan air mineral dengan menggunakan perangkat kolom distilasi
dilakukan Laboratorium Rekayasa Kimia Universitas Mulawarman (Wahyudi
dkk, 2017). Penelitian ini membuktikan pentingnya pertimbangan desain alat
terhap efisiensi proses distilasi. Diketahui dari penelitian ini kebocoran perangkat
kolom destilasi menurunkan kemurnian zat distilat hasil proses distilasi.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat
Rangkaian alat Distilari Armfileld
3.1.2. Bahan
1) Ethanol
2) Air
3.2. Prosedur Percobaan
1) Semua valve (V) dipastikan sudah tertutup.
2) Campuran sampel dimasukkan ke dalam tangki feed.
3) Air kondensat dari keran air disiapkan dan laju alir diatur dengan memutar
valve V5 2,5 liter/menit atau 2500 cc/menit.
4) Valve V10 dibuka.
5) Reboiler dinyalakan dengan menekan switch on kemudian knop tekanan
diatur sampai 0,5.
6) Kondisi reflux diatur pada kondisi total reflux dengan tombol “ON” tidak
ditekan pada panel reflux control.
7) Tunggu sampai kondisi alat berada pada kesetimbangan
8) Degree of foaming yang terjadi pada setiap tray diamati dan dicatat..
9) Valve V6 dan V7 dibuka secara berurutan dan pressure drop yang
ditampilkan pada manometer dicatat.
10) Valve V6 dan V7 ditutup secara bersamaan.
11) Valve V3 dibuka dan kondensat ditampung pada gelas kimia hingga selang
reflux kosong dan kondensat baru dialirkan secara steady.
12) Kondensat ditampung pada gelas kimia yang lain selama 10 detik.
13) Valve V3 ditutup
14) Langkah diatas diulangi dengan variasi energi yang digunakan oleh
reboiler.

16
17

3.3. Blok Diagram

Tutup semua valve (V).

Isi tangki feed dengan campuran sampel.

Siapkan air pendingin dan Pada V5, laju air diatur.

Valve V10 dibuka.

Nyalakan reboler dan atur sampai 0,5.

Kondisi reflux diatur pada kondisi total reflux.

Tunggu sampai kondisi alat berada


pada kesetimbangan.

Catat dan amati Degree of foaming.

Buka V6 dan V7 berurutan, catat pressure


drop dan tutup bersamaan.

V3 dibuka dan kondensat ditampung,


lalu tutup kembali V3.

Uangi langkah diatas dengan variasi


energi yang lain pada reboiler.
Gambar 3.1. Blok Diagram Percobaan Column Distillation Batch
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Tabel 4.1. Analisa Sampel Hasil Distilasi


Daya (kW) Boil-up rate Pressure Drop Degree of
(mL/10 detik) Overall Foaming
(cm𝑯𝟐 𝑶)

0,50 4,3000 19 Gentle


localized

0,75 6,5000 20 Violent


localized

1 12,000 26 Foaming gently


over whole tray

1,25 13,000 98 Foaming


violent over
whole tray

18
19

4.2. Grafik Hasil Pengamatan

6
5
4
3
2
1
y = -29.952x3 + 76.896x2 - 57.384x + 14.76
0 R² = 1
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25

Gambar 4.1. Pengaruh Daya terhadap Boil-up Rate

100

80

60 y = 650,67x3 - 1424x2 + 1011,3x - 212


R² = 1
40

20

0
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25

Gambar 4.2. Pengaruh Daya terhadap Pressure Drop Overall

100 Foaming
violent over
80 whole tray

60 Foaming
40 gently over
Gentle Violent whole trat
localized localized
20

0
0 1 2 3 4 5

Gambar 4.3. Pengaruh Boil Up terhadap Pressure Drop


Overall
20

4.3.1 Pembahasan
Proses distilasi melibatkan suatu campuran liquid yang homogen dan
didasarkan pada perbedaan titik didih dari setiap komponen campuran. Percobaan
distilasi ini menggunakan bahan campuran antara etanol dan aquadest. Etanol
memiliki titik didih yang lebih rendah dari air, sehingga etanol akan menguap
terlebih dahulu satelah mengalami pemanasan. Alat yang digunakan berupa batch
distillation column armfield. Proses yang terjadi yaitu proses pemisahan suatu zat
yang bercampur dengan zat yang lain. Prinsip proses distilasi yakni menguapkan
komponen yang bersifat volatile untuk kemudian dikembalikan ke fase cair.
Umpan atau feed pada proses distilasi batch dimasukan ke dalam tangki
tanpa ada lagi penambahan bahan selama proses distilasi berlangsung, sehingga
disebut dengan batch distillation. Komposisi maupun laju alir dari umpan dan
produk pada distilasi batch tidak tetap atau berubah selama waktu pemisahan.
Distillation column armfield tersusun atas beberapa bagian utama yaitu kolom
distilasi, kondensor, reboiler, kolom refluks dan kontrol fanel. Proses distilasi
batch memiliki sifat yang lebih fleksibel jika dibandingkan dengan proses
kontiyu, terutama jika konsentrasi pada umpan berubah-ubah (Purwanti, 2016).
Menurut Muzwar (2014) distilasi yang digunakan pada praktikum ini
merupakan distilasi dengan sistem biner, dimana hanya ada dua komponen yang
akan dipisahkan. Proses pemisahan sistem biner ini dilakukan dengan
menggunakan tekanan rendah dan temperatur tinggi. Valve harus ditutup terlebih
dahulu dalam pengoperasiannya. Terdapat lebih dari sepuluh valve yang ada pada
rangkaian alat batch distillation column. Penutupan valve bertujuan untuk
mengontrol laju setiap aliran yang ada pada proses, baik laju feed masuk, laju
pada proses dan laju pada produk keluar. Valve lima adalah valve yang pertama
dibuka, dimana berfungsi untuk mengontrol laju air pendingin atau kondensat.
Input yang digunakan pada percobaan yaitu etanol dan aquadest dengan
perbandingan yang sama besar, yakni lima liter etanol dan lima liter aquadest.
Digunakan etanol dan aquadest karena kedua komponen tersebut memiliki
perbedaan titik didih yang cukup berpengaruh pada proses. Titik didih etanol
berada dibawah titik didih air sehingga etanol akan lebih cepat menguap. Etanol
21

dan aquadest dimasukan ke dalam tangki feed untuk kemudian menerima panas.
Pemanasan uap yang merupakan pemasukan energi panas ke dalam kolom
distilasi bertujuan untuk memanaskan campuran hingga mencapai titik didih.
Reboiler merupakan salah satu bagian dari rangkaian batch distillation column
yang berfungsi sebagai tempat penampung feed yang akan dipanaskan.
Proses pemanasan akan menyebabkan etanol berubah fase menjadi uap
ketika titik didihnya tercapai. Titik didih etanol yaitu 750C sedangakan titik didih
air yakni 100 0C. Uap yang dihasilkan adalah uap yang hampir murni etanol,
karena air masih berada pada fase cair karena belum mencapat titik didihnya.
Proses ini terjadi di kolom distilasi. Kolom distilasi merupakan bagian alat dari
batch distillation column diamana merupakan tempat distilasi berlangsung.
Kolom yang digunakan pada percobaan ini adalah jenis tray sehingga temperatur
setiap titik pada kolom dapat diamati. Pengamatan temperatur pada setiap tray
dapat dilihat pada control fanel. Control fanel merupakan alat yang berfungsi
untuk mengatur, mengamati temperatur setiap tray, dan daya boiler. Kolom
distilasi dibalut dengan bahan isolator. Bahan isolator tersebut digunakan untuk
menjaga panas agar tidak terkontaminasi panas yang berasal dari luar.
Tray memiliki fungsi untuk memperluas atau memperbesar kontak antara
fase uap dan cairan sehingga pemisahan komponen dapat dilakukan berdasarkan
rapat jenisnya. Tray disusun disusun pada jarak tertentu di sepanjang kolom. Alat
kontak jenis Tray dan picking merupakan alat yang dirancang untuk membuat
distribusi komposisi kedua fase mendekati sempurna. Tray merupakan bagian
yang disusun disepanjang kolom dengan jarak tertentu pada tray tower.
Menurut Fatimura (2014) Tray tower terdiri dari beberapa komponen yaitu
seperti downcomer. Downcomer adalah tempat masuknya suatu aliran liquid dari
tray atas ke tray bawah. Tray atau plate adalah alat yang meiliki berbagai fungsi.
Tempat berlangsungnya proses perpindahan, tempat tebentuknya keseimbangan
dan sebagai alat pemisah dua fasa yang berada dalam keseimbangan. Tray
memiliki tiga tipe, yaitu Bubble Cap Tray, Sieve tray atau perforated tray, dan
ballest valve tray. Tipe sieve tray merupakan tipe yang digunakan pada
percobaan ini. Perpindahan masa uap yang tejadi pada sieve tray dianggap lebih
22

efisien. Pada operasi normal uap akan mengalir melalui lubang yang akan
menyebabkan turbulensi cairan dan akan membentuk froth sepanjang tray. Aliran
yang dihasilkan pada tray yaitu jenis aliran cross flow.
Aliran cross flow merupakan aliran liquid yang dihasilkan dari atas atau
downcomer lalu mengalir disepanjang tray dan mengalir ke plate bawahnya di
downflow. Letak dari downcomer dengan downflow berada diposisi
berseberangan, karena itulah aliran yang terbentuk disebut dengan aliran
crossflow. Efisiensi yang dihasilkan pada aliran ini tinggi karena jarak yang
dilewati oleh liquid panjang, yaitu disenjang susunan pada tray.
Fase uap etanol diproses di dalam kondensor, hingga terjadi keadaan
setimbang, dan didapatkan tetesan pertama. Degree of foaming dapat diamati
setelah adanya tetesan pertama. Foaming merupakan suatu dampak dari aliran
vapour atau gas yang akan menyebabkan ekspansi. Pada proses distilasi foaming
dalam kadar yang tinggi akan menyebabkan penumpukan liquid dalam tray. Foam
yang bercampur dengan liquid pada tray bagian atas akan menyebabkan dampak
buruk. Dampak buruk yang ditimbulkan dari penumpukan foam yaitu
menyebabkan proses separasi atau pemisahan yang terjadi menjadi kurang efektif.
Pilling dan Holden (dalam Azis, 2017) menjelaskan bahwa tingginya
pressure drop menyebabkan meningkatnya kebutuhan energi dan pemborosan
saat meningkatkan tekanan uap atau vapor. Valve enam dan valve tujuh
merupakan valve yang digunakan untuk mengukur pressure drop. Pressure drop
merupakan selisih dari tekanan dari tray atas atau tray satu dengan tekanan tray
bawah atau tray delapan. tingginya pressure drop akan menimbulkan kerugian.
Flooding merupakan peristiwa liquid dikembalikan ke tray atas pada downcomer,
disebabkan karena pressure drop yang dihasilkan bernilai tinggi.
Permatasari (dalam Purwanti, 2016) menjelaskan bahwa bahan yang
mempunyai titik didih lebih tinggi akan cenderung mudah mengembun
dibandingkan komponen yang memiliki titik didih rendah. Tetesan pertama
merupakan etanol fase cair tanpa komponen air. Pendinginan uap atau pelepasan
energi panas dilakukan melalui kondensor yang mendinginkan atau
mengkondensasi uap. Kondensor merupakan tempat mendinginkan uap etanol
23

dengan air digunakan sebagai pendingin. Cairan hasil pengembun atau destilat
yang diperoleh dikumpulkan dalam kolom destilat dan sampel bisa diambil
melalui valve tiga atau dikembalikan sebagai reflux untuk diproses kembali.
Proses pengembunan melibatkan suatu zat pendingin berupa air yang
disebut dengan air pendingin atau air kondensat. Laju alir air yang digunakan
pada proses pendinginan yaitu sebesar 2500 cc/min. Laju alir di bawah 2500
cc/min dapat memungkinkan uap yang dihasilkan tidak terkondensasi dengan
sempurna. Laju alir di atas 2500 cc/min akan menimbulkan pemborosan bahan
dan energi yang dibutuhkan. Kecepatan laju alir tersebut merupakan kecepatan
yang dianggap optimum. Kecepatan optimum aliran tersebut disesuaikan dengan
seberapa banyak komponen yang akan dipisahkan. Laju alir yang dibutuhkan
dalam proses pendinginan akan berbanding lurus dengan jumlah komponen atau
bahan yang digunakan, agar dihasilkan hasil kondensasi yang optimal.
Perpindahan uap yang masuk ke dalam kondensor yang berasal dari kolom
distilasi akan menyebabkan terjadinya kontak antara fase uap dan cair. Uap
menuju ke atas di dalam menara distilasi dikontakkan dengan sebagian kondensat
uap, peristiwa ini disebut dengan fraksionasi. Kondensat uap dikembalikan ke
dalam menara distilasi sebagai reflux. Uap dan cairan yang mengalami peristiwa
kontak tersebut menimbulkan peristiwa perpindahan masa. Perindahan masa
terjadi akibat dari cairan refux yang melepaskan komponen dalam kondensat yang
memiliki titik didih rendah untuk dibawa oleh uap. Cairan reflux juga menyerap
komponen terdapat dalam fase uap yang memiliki titik didih tinggi.
Aliran yang terjadi pada proses kondensasi merupakan aliran counter
current. Aliran ini merupakan aliran dimana aliran fluida panas berlawanan arah
dengan aliran fluida yang dingin. Temperatur fluida yang menerima kalor ketika
keluar dari suatu penukar kalor bisa menghasilkan nilai yang sama dengan
temperatur fluida yang melepas kalor pada saat memasuki penukar kalor. Counter
current merupakan merupakan aliran yang paling efektif (Haryadi, 2015).
Peristiwa perpindahan panas juga terjadi akibat proses kontak fase uap dan
fase cair. Peristiwa tersebut disebabkan karena panas latent dari aliran uap yang
naik pada kolom distilasi diserap oleh cairan reflux. Panas latent yang diserap
24

akan digunakan untuk menguapkan komponen-komponen ringan. Komponen


latent akan diembunkan dengan cara panas latent dari aliran uap akan melepaskan
panas latent. Peristiwa akibat uap dan cairan yang mengalami kontak membuat
proses pemisahan komponen terjadi dengan lebih sempurna.
Jumlah reflux yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap hasil
pemisahan, yakni didapatkan hasil yang lebih baik. Proses pendinginan yang
terjadi semakin banyak sehingga proses menyebabkan proses pemisahan akan
maksimal. Reflux total merupakan proses dikembalikannnya seluruh hasil
destolasi atau destilat ke kolom distilasi sebagai reflux. Keadaan reflux total
menyebabkan jarak antara garis operasi dengan kurva kesetimbangan y versus x
yang jauh jika keadaan tersebut digambarkan dalam kurva (Setyadji, 2007).
Pemisahan suatu komponen dengan metode distilasi secara teoritis dapat
dioptimalkan yaitu dengan mengembalikan hasil destilasi atau destilat ke dalam
kolom. Ketika dilakukan reflux total maka diharapkan hasil pemisahan atau
distilasi yang di dapat adalah hasil yang paling optimum. Dari hasil reflux,
kondensat akan ditampung pada saat mencapai kondisi steady state.
Percobaan ini akan menunjukkan data hasil analisa yaitu Boil up rate,
pressure drop overall dan degree of foaming, pada setiap percobaan dengan
berbagai supply energy. Daya yang semakin besar menunjukan semakin besar
pula nilai boil up rate yang terbentuk. Boil up rate berbanding lurus dengan daya
energi yang diberikan. Pressure drop overall yang didapatkan juga berbanding
lurus dengan daya yang diberikan. Power input, divariasikan pada percobaan dan
didapatkan nilai pressure drop yang juga beragam. Sampel pertama bernilai 19
(cmH2O) dan akan mengalami peningkatan hingga mencapai 98 (cmH2O) pada
power input yang diberikan yaitu sebesar 1,25 (ml/10 detik).
Degree of foaming yang dihasilkan dalam percobaan yaitu Gentle
localized pada daya sebesar 0,50 kW, violent localized pada daya 0,75 kW,
foaming gentle over whole trat pada daya 1 kW dan foaming violent over whole
tray pada saat daya yang diberikan sebesar 1.25 kW. Semakin tinggi daya yang di
berikan akan semakin banyak degree of foaming yang terbentuk. Foam yang
banyak akan menyebabkan proses pemisahan yang terjadi menjadi kurang efektif.
BAB V
PENUTUP

1.5. Kesimpulan
1) Prinsip utama batch distillation column adalah pemisahan beberapa
komponen dengan perbedaan titik didih antar komponen.
2) Semakin besar power input, maka semakin besar laju boil-up dan pressure
drop overall pada batch distillation column.
3) Semakin besar laju boil-up, maka semakin besar pressure drop overall dan
degree of foaming pada tray.
1.6. Saran
1) Penulisan laporan sebaiknya segera dilakukan dan jangan ditunda-tunda.
2) Sebaiknya lebih teliti dalam melaksanakan prosedur kerja praktikum.
3) Pastikan laju alir masuk air pendingin dari keran mencukupi agar proses
kondensasi terjadi dengan baik.

25
DAFTAR PUSTAKA

Asep, M.S. 2014. Tipe Kolom Pemisah Perancangan Alat Proses. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Azis, T. 2017. Studi Penggunaan Packed Sieve Tray Column pada Proses
Pemurnian Etanol melalui Proses Distilasi. [SKRIPSI] Surabaya (IDN),
Institut Teknologi Sepuluh November.
Castellan dan William, G. 1971. Physical Chemistry 2nd Edition. Manila:
Addison Wesley Publishing Company.
Erdiyanti, dkk. 2019. Prediksi Kesetimbangan Uap-Cair Sistem Biner Tersier
Butanol+Isoamil Alkohol Menggunakan Hukum Raoult. Distilat Jurnal
Teknologi Separasi, Vol. 5(2) : 178-183.
Fatimura, M. 2014. Tinjauan Teoritis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Operasi
pada Kolom Destilasi. Jurnal Media Teknik, Vol. 1(1) : 23-31.
Haryadi, S. 2015. Pengaruh Arah Aliran Air Pendingin pada Kondensor terhadap
Hasil Pengembunan Proses Pirolisis Limbah Plastik. [SKRIPSI] Malang
(IDN), Universitas Negeri Malang.
Humphrey, J. L., dan George, E. K. 1997. Separation Process Technology.
Michigan: McGraw-Hill.
Kolmetz, K. 2013. Distillation Column Selection and Sizing Engineering Design
Guidelines. Malaysia: KLM Technology Group.
McCabe, W.L., Smith J.C., dan Harriot, P. 1950. Unit Operation of Chemical
Engineering 5th Edition. Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha.
Muzwar, H.S.N. 2014. Pemodelan Kolom Distilasi Pabrik Petrokimia dengan
Menggunakan Distributed Control System. Jurnal Otomatis Kontrol dan
Instrumentasi, Vol. 6(4) : 87-94.
Pfeifer. 2014. Pratica in Process Engineering II. Zurich.
Purwanti, A. 2014. Pemodelan Kolom Distilasi Pabrik Petrokimia dengan
Menggunakan Distributed Control System. Jurnal Otomatis Kontrol dan
Instrumentasi, Vol. 6(4) : 87-94.
Purwanti, A. (2016). Pemisahan Amil Alkohol dari Limbah Cair Kutter Washer.
Jurnal Teknoin, Vol. 22 (1) : 19-26.

26
27

Rasmito, A dan Wulandari, Y. (2010). The Use of Wilson Equation, NRTL and
Uniquac in Predicting VLE of Ternary Systems. Jurnal Teknik Kimia, Vol.
4(2) : 304-308.
Sato, A., Rahardianto, A., dan Santoso, A.B. (2015). Pemurnian Ethanol Secara
Destilasi dengan Penambahan Garam KCl. Jurnal IPTEK, Vol. 19(2) : 1-7.
Setyadji, M. (2007). Pemilihan Amil Alkohol dari Limbah Perbandingan Refluks
pada Distilasi Pemisahan Metanol dari Produk Samping Biodiesel. Jurnal
Berkala MIPA, Vol. 17(1) : 21-29.
Smith,J.M., Ness, H.C.V., dan Abbott, M.M. (2001). Introcution to Chemical
Engineering Thermodynamics 6th Edition. Singapore: McGraw Hill.
Soewarno, N., dkk. (2006). Simulasi Pemisahan Sistem Biner dengan Distilasi
Batch Sederhana. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 1(1) : 1-9.
Wahyudi, N.T., dkk. (2017). Rancangan Alat Distilasi untuk Menghasilkan
Kondensat dengan Metode Distilasi Satu Tingkat. Jurnal Chemurgy, Vol.
1(2) : 30-33.
Yoshikawa Y., T. A. (2006). Indirect Determination of Vapor Liquid Equilibria
by a Small Ebulliometer Tetrahydrofuran-Alcohol Binary Systems.
Journal of Chemical & Engineering Data, Vol. 51(3) : 344-346.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1. Konversi Boil-up Rate


A.1.1. Perhitungan Laju Boil-up 4,3000 mL/10detik
4,3000𝑚𝐿 1𝐿 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
= 𝑥 1000 𝑚𝐿 𝑥 𝑥 1 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
10 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 1 𝐽𝑎𝑚
𝐿
= 1,5480 𝐽𝑎𝑚

A.1.2. Perhitungan Laju Boil-up 6,5000 mL/10detik


6,5000𝑚𝐿 1𝐿 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
= 𝑥 1000 𝑚𝐿 𝑥 𝑥 1 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
10 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 1 𝐽𝑎𝑚
𝐿
= 2,3400 𝐽𝑎𝑚
A.1.3. Perhitungan Laju Boil-up 12,0000 mL/10detik
12,0000𝑚𝐿 1𝐿 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
= 𝑥 1000 𝑚𝐿 𝑥 𝑥 1 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
10 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 1 𝐽𝑎𝑚
𝐿
= 4,3200 𝐽𝑎𝑚

A.1.4. Perhitungan Laju Boil-up 13,0000 mL/10detik


13,0000𝑚𝐿 1𝐿 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 60 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
= 𝑥 1000 𝑚𝐿 𝑥 𝑥 1 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
10 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 1 𝐽𝑎𝑚
𝐿
= 4,6800
𝐽𝑎𝑚
LAMPIRAN B
RANGKAIAN ALAT

Gambar B. 1 Rangkaian Alat Batch Distillation Column


HASIL CEK PLAGIARISME

Anda mungkin juga menyukai