DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD FIKRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
ABSTRAK
Bahan baku dari alam atau produk yang dihasilkan dari industri kimia biasanya
memerlukan treatment berupa separasi atau pemisahan, salah satunya adalah
distilasi. Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat memahami prinsip dan cara
kerja batch distillation column, pengaruh power input terhadap pressure drop,
serta pengaruh laju boil-up terhadap pressure drop dan degree of foaming pada
tray. Batch distillation column memiliki prinsip kerja dalam memisahkan dua
komponen dalam suatu larutan yaitu dengan pemanasan larutan feed kemudian
komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan terlebih dahulu menguap
menuju kolom distilasi lalu terkondensasi di kondensor menghasilkan kondensat,
dan terakhir terdapat reflux. Semakin besar power input maka semakin besar pula
laju boil-up batch distillation column, dimana perbedaan atau kenaikan laju boil-
up yang paling tinggi terjadi pada kenaikan power input dari 0,75 kW menjadi
1,00 kW. Pengaruh power input terhadap pressure drop yaitu semakin besar
power inputnya maka semakin besar juga pressure drop yang terjadi, dimana
kenaikan paling ekstrem terjadi pada kenaikan power input dari 1,00 kW menjadi
1,25 kW. Semakin besar laju boil-up maka semakin besar pula pressure drop yang
terjadi, kenaikan pressure drop paling ekstrem terjadi pada kenaikan laju boil-up
dari 4,32-4,68 L/jam, lalu pengaruh laju boil-up terhadap degree of foaming
adalah semakin besar laju boil-up maka semakin tinggi degree of foaming atau
semakin frekuen buih yang terbentuk pada tray.
Kata kunci: Batch distillation column, reflux, boil-up rate, pressure drop, degree of
foaming.
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3. Tujuan
1) Mengetahui prinsip dan cara kerja Batch Distillation Column.
2) Mengetahui hubungan pressure drop yang melintasi Batch Distillation
Column dengan memvariasikan power input.
3) Mengetahui hubungan laju boil-up dengan pressure drop dan degree of
foaming pada tray.
1.4. Manfaat
1) Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai Batch Distillation
Column.
2) Memberikan informasi yang kredibel mengenai Batch Distillation
Column, khususnya prinsip kerja dan pengaruh berbagai faktor terhadap
performa Batch Distillation Column.
3) Sebagai referensi bagi praktikan yang akan melakukan percobaan Batch
Distillation Column di masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
Keadaan sebaliknya ketika gaya tarik antara zat pertama dan zat kedua
lebih lemah daripada gaya kohesi antar molekul masing-masing komponen maka
perubahan entalpinya lebih besar dari nol atau reaksi pelarutan bersifat endoterm
(Erdiyanti, 2019). Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan panas dari
lingkungan ke sistem. Akibat dari reaksi endoterm ini, tekanan uap larutan sistem
akan lebih besar daripada nilai tekanan uap hasil perhitungan dengan
menggunakan hukum Raoult. Penyimpangan pada sistem biner ini bernilai positif.
Larutan yang mengalami penyimpangan positif yaitu sistem biner yang terdiri
dari dua macam larutan, eter ((C2H5)2O) dan karbon tetra klorida (CCl4).
campuran cairan biner tergantung pada tekanan uap komponen murni dan fraksi
molnya dalam campuran (Coulson,1983). Hukum Dalton dan Raoult adalah
fungsi matematis yang dapat menggambarkan kondisi pada proses distilasi,
dimana terjadi perubahan komposisi zat dan tekanan pada cairan yang dipanaskan
selama proses distilasi. Komposisi fraksi uap komponen dengan titik didih lebih
rendah akan lebih banyak dan tekanan uapnya bernilai lebih besar.
ditangani tidak teratur atau terjadwal secara periode musiman. Distilasi batch juga
diterapkan ketika komposisi feed sangat bervariasi dari periode ke periode lain
atau di mana stok feed yang sama sekali berbeda harus ditangani. Studi teoritis
tentang distilasi batch dimulai dengan distilasi sederhana yang masih dilakukan di
laboratorium. Dalam distilasi sederhana, penyulingan awalnya diisi dengan umpan
campuran senyawa yang menguap. Uap lebih kaya dalam komponen yang lebih
mudah menguap, dikumpulkan di kondensor di bagian atas dan terakumulasi di
penampung. Dalam operasi distilasi sederhana masih merupakan contoh operasi
batch yang sering disebut sebagai Distilasi Rayleigh.
Konsep refluks dan penggunaan alat pelengkap seperti pelat dan packing
untuk meningkatkan perpindahan masa mengubah distilasi sederhana menjadi
kolom distilasi batch. Karena kolom batch ini pada dasarnya melakukan operasi
rectifying, maka operasi batch dengan sistem refluks disebut sebagai batch
rectifier. Fitur distilasi batch yang paling menonjol adalah fleksibilitasnya dalam
pengoperasian. Fleksibilitas ini memungkinkan operasi untuk menghadapi
ketidakpastian dalam stok umpan atau produk spesifikasi. Selain itu, operasi batch
dapat menangani beberapa campuran hanya dengan mengganti kondisi operasi
kolom. Perbedaan mendasar antara distilasi batch dan distilasi kontinyu adalah
bahwa dalam distilasi kontinyu, umpan terus-menerus memasuki kolom,
sedangkan dalam distilasi batch, umpan dimasukkan ke dalam kolom reboiler di
awal operasi.
Kolom distilasi batch konvensional dapat dioperasikan pada kondisi
operasi dimana refluks dan variable memiliki komposisi produk konstan. Di
bawah kondisi refluks konstan, komposisi distilat sementara terus berubah karena
komposisi dasar dari komponen yang lebih mudah menguap terus menerus habis.
Di sisi lain, komposisi komponen dalam distilat dapat dipertahankan konstan
dengan meningkatkan rasio refluks (Soewarno dkk, 2006).
2.4.2 Continuous Distillation
Campuran cairan (umpan), yang akan dipisahkan menjadi komponen-
komponennya, diumpankan ke kolom secara berskala dan teratur. Cairan mengalir
ke kolom karena gravitasi sementara uap mengalir ke kolom. Uap dihasilkan oleh
9
penguapan parsial dari cairan yang mencapai dasar kolom. Cairan yang tersisa
ditarik dari kolom sebagai produk dasar yang kaya akan komponen berat. Uap
yang mencapai puncak kolom terkondensasi sebagian atau seluruhnya. Bagian
dari cairan yang terkondensasi direfluks ke kolom, sementara sisanya ditarik
sebagai produk distilat. Bagian kolom di atas tray umpan memperbaiki aliran uap
dengan komponen ringan, oleh karena itu disebut bagian rectlfying. Bagian kolom
di bawah tray umpan memisahkan komponen berat dari aliran uap ke aliran cairan
dan disebut sebagai stripping section.
packed column cairan masuk didistribusikan sampai pada operasi yang ideal.
Penggunaan kolom destilasi jenis tray lebih banyak digunakan karena
memungkinkan pemngoprasian pada kondisi yang beragam dan efisiensi tetap.
jenis bubble cap. Pada sieve tray uap naik ke atas melalui lubang-lubang pada
plate dan terdispersi dalam cairan sepanjang plate. Pada valve tray, terdapat cap
yang dapat naik dan turun. Aliran uap mengangkat cap, cap yang terangkat akan
menyebabkan uap mengalir secara horizontal menuju fase cair.
2.8. Penelitian Terkait Kolom Destilasi
Mesfer (2019), telah melakukan penelitian terkait pemisahan campuran
sistem biner antara toluena dan benzena dengan proses distilasi batch total refluks.
Penelitian yang dilakukan bertujuan menguji jumlah panas dan rasio refluks yang
dibutuhkan untuk membuat operasi distilasi optimal. Distilasi dilakukan dalam
skala laboratorium menggunakan kolom destilasi armfield dengan operasi batch.
Digunakan feed dalam reboiler sebanyak 10 liter campuran toluena dan benzena
dengan rasio masing-masing 50:50%. Aliran air pendingin kondensor yang
digunakan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair diatur melalui rotameter
sebanyak 5000 cc. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan pasokan panas
dari catu daya: 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; dan 1,50 kW. Pada setiap pasokan panas
diuji rasio refluks 3:1, 2:1, 1:1, 1:2 dan 1:3. Setiap percobaan dilakukan hingga
mencapai kondisi ekuilibrium, lalu pasokan panas dihentikan dan distilat
dibiarkan dingin hingga mencapai suhu kamar. Sampel dari produk distilasi dan
sampel reboiler bawah diambil dan dilakukan pengukuran indeks bias secara
seragam.
Hasil pengamatan menunjukkan ketika beban panas rendah menghasilkan
fraksi mol benzena yang lebih rendah, sedangkan pada beban panas tinggi
kemurnian benzena meningkat. Begitu pula dengan komposisi rasio refluks yang
digunakan menunjukkan pada rasio tertinggi yaitu 3:1 diperoleh fraksi benzena
dalam reboiler terendah dibandingkan rasio refluks lainnya. Daya terendah yaitu
0,50 kW diperoleh hasil fraksi benzena pada distilat seperti pada gambar 2.2.
Fraksi mol benzena di sampel distilat dan sampel reboiler tidak banyak
perubahan pada beban panas 0,75 kW dan 1,00. Tidak ada perbedaan yang
signifikan pada rasio refluks lainnya. Pada rasio refluks yang lebih rendah, mol
fraksi benzena pada distilat menurun. Pada kenaikan lebih lanjut pada beban
panas 1,25 kW dan 1,50 kW, maka fraksi mol benzena menurun pada distilat dan
13
meningkat di reboiler dibandingkan dengan beban panas 0,75 kW dan 1,00 kW.
Perilaku ini disebabkan oleh kenaikan suhu di kolom karena beban panas yang
tinggi mencapai rata-rata suhu campuran. Dua alasan di balik penurunan fraksi
mol distilat benzena, pertama karena suhu reboiler tinggi sehingga lebih banyak
benzena yang menguap dibandingkan pada beban panas yang lebih rendah.
Kedua, karena banyaknya busa (bubble) sehingga fase gas benzena terperangkap
di dalam fase cair pada setiap tray dan tidak terjangkau kondensor.
Pola plot yang menunjukkan bahwa beban panas 1,00 kW cukup banyak
untuk mencapai fraksi mol benzena yang tertnggi pada distilat. Dari semua hasil
dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa distilasi batch bergantung pada
pasokan panas dan rasio refluks. Terlihat jelas hasil distilasi yang optimal
diperoleh pada beban kalor 1 kW dengan rasio refluks yang digunakan sebanyak
3:1.
Gambar 2.6. Pengaruh Rasio Refluks terhadap Kadar Etanol Pada Berbagai Variasi
Penambahan Garam, pada Konsentrasi Feed Masuk 90%.
(Sumber: Masfeer dkk, 2019)
15
3.1.1. Alat
Rangkaian alat Distilari Armfileld
3.1.2. Bahan
1) Ethanol
2) Air
3.2. Prosedur Percobaan
1) Semua valve (V) dipastikan sudah tertutup.
2) Campuran sampel dimasukkan ke dalam tangki feed.
3) Air kondensat dari keran air disiapkan dan laju alir diatur dengan memutar
valve V5 2,5 liter/menit atau 2500 cc/menit.
4) Valve V10 dibuka.
5) Reboiler dinyalakan dengan menekan switch on kemudian knop tekanan
diatur sampai 0,5.
6) Kondisi reflux diatur pada kondisi total reflux dengan tombol “ON” tidak
ditekan pada panel reflux control.
7) Tunggu sampai kondisi alat berada pada kesetimbangan
8) Degree of foaming yang terjadi pada setiap tray diamati dan dicatat..
9) Valve V6 dan V7 dibuka secara berurutan dan pressure drop yang
ditampilkan pada manometer dicatat.
10) Valve V6 dan V7 ditutup secara bersamaan.
11) Valve V3 dibuka dan kondensat ditampung pada gelas kimia hingga selang
reflux kosong dan kondensat baru dialirkan secara steady.
12) Kondensat ditampung pada gelas kimia yang lain selama 10 detik.
13) Valve V3 ditutup
14) Langkah diatas diulangi dengan variasi energi yang digunakan oleh
reboiler.
16
17
18
19
6
5
4
3
2
1
y = -29.952x3 + 76.896x2 - 57.384x + 14.76
0 R² = 1
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25
100
80
20
0
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25
100 Foaming
violent over
80 whole tray
60 Foaming
40 gently over
Gentle Violent whole trat
localized localized
20
0
0 1 2 3 4 5
4.3.1 Pembahasan
Proses distilasi melibatkan suatu campuran liquid yang homogen dan
didasarkan pada perbedaan titik didih dari setiap komponen campuran. Percobaan
distilasi ini menggunakan bahan campuran antara etanol dan aquadest. Etanol
memiliki titik didih yang lebih rendah dari air, sehingga etanol akan menguap
terlebih dahulu satelah mengalami pemanasan. Alat yang digunakan berupa batch
distillation column armfield. Proses yang terjadi yaitu proses pemisahan suatu zat
yang bercampur dengan zat yang lain. Prinsip proses distilasi yakni menguapkan
komponen yang bersifat volatile untuk kemudian dikembalikan ke fase cair.
Umpan atau feed pada proses distilasi batch dimasukan ke dalam tangki
tanpa ada lagi penambahan bahan selama proses distilasi berlangsung, sehingga
disebut dengan batch distillation. Komposisi maupun laju alir dari umpan dan
produk pada distilasi batch tidak tetap atau berubah selama waktu pemisahan.
Distillation column armfield tersusun atas beberapa bagian utama yaitu kolom
distilasi, kondensor, reboiler, kolom refluks dan kontrol fanel. Proses distilasi
batch memiliki sifat yang lebih fleksibel jika dibandingkan dengan proses
kontiyu, terutama jika konsentrasi pada umpan berubah-ubah (Purwanti, 2016).
Menurut Muzwar (2014) distilasi yang digunakan pada praktikum ini
merupakan distilasi dengan sistem biner, dimana hanya ada dua komponen yang
akan dipisahkan. Proses pemisahan sistem biner ini dilakukan dengan
menggunakan tekanan rendah dan temperatur tinggi. Valve harus ditutup terlebih
dahulu dalam pengoperasiannya. Terdapat lebih dari sepuluh valve yang ada pada
rangkaian alat batch distillation column. Penutupan valve bertujuan untuk
mengontrol laju setiap aliran yang ada pada proses, baik laju feed masuk, laju
pada proses dan laju pada produk keluar. Valve lima adalah valve yang pertama
dibuka, dimana berfungsi untuk mengontrol laju air pendingin atau kondensat.
Input yang digunakan pada percobaan yaitu etanol dan aquadest dengan
perbandingan yang sama besar, yakni lima liter etanol dan lima liter aquadest.
Digunakan etanol dan aquadest karena kedua komponen tersebut memiliki
perbedaan titik didih yang cukup berpengaruh pada proses. Titik didih etanol
berada dibawah titik didih air sehingga etanol akan lebih cepat menguap. Etanol
21
dan aquadest dimasukan ke dalam tangki feed untuk kemudian menerima panas.
Pemanasan uap yang merupakan pemasukan energi panas ke dalam kolom
distilasi bertujuan untuk memanaskan campuran hingga mencapai titik didih.
Reboiler merupakan salah satu bagian dari rangkaian batch distillation column
yang berfungsi sebagai tempat penampung feed yang akan dipanaskan.
Proses pemanasan akan menyebabkan etanol berubah fase menjadi uap
ketika titik didihnya tercapai. Titik didih etanol yaitu 750C sedangakan titik didih
air yakni 100 0C. Uap yang dihasilkan adalah uap yang hampir murni etanol,
karena air masih berada pada fase cair karena belum mencapat titik didihnya.
Proses ini terjadi di kolom distilasi. Kolom distilasi merupakan bagian alat dari
batch distillation column diamana merupakan tempat distilasi berlangsung.
Kolom yang digunakan pada percobaan ini adalah jenis tray sehingga temperatur
setiap titik pada kolom dapat diamati. Pengamatan temperatur pada setiap tray
dapat dilihat pada control fanel. Control fanel merupakan alat yang berfungsi
untuk mengatur, mengamati temperatur setiap tray, dan daya boiler. Kolom
distilasi dibalut dengan bahan isolator. Bahan isolator tersebut digunakan untuk
menjaga panas agar tidak terkontaminasi panas yang berasal dari luar.
Tray memiliki fungsi untuk memperluas atau memperbesar kontak antara
fase uap dan cairan sehingga pemisahan komponen dapat dilakukan berdasarkan
rapat jenisnya. Tray disusun disusun pada jarak tertentu di sepanjang kolom. Alat
kontak jenis Tray dan picking merupakan alat yang dirancang untuk membuat
distribusi komposisi kedua fase mendekati sempurna. Tray merupakan bagian
yang disusun disepanjang kolom dengan jarak tertentu pada tray tower.
Menurut Fatimura (2014) Tray tower terdiri dari beberapa komponen yaitu
seperti downcomer. Downcomer adalah tempat masuknya suatu aliran liquid dari
tray atas ke tray bawah. Tray atau plate adalah alat yang meiliki berbagai fungsi.
Tempat berlangsungnya proses perpindahan, tempat tebentuknya keseimbangan
dan sebagai alat pemisah dua fasa yang berada dalam keseimbangan. Tray
memiliki tiga tipe, yaitu Bubble Cap Tray, Sieve tray atau perforated tray, dan
ballest valve tray. Tipe sieve tray merupakan tipe yang digunakan pada
percobaan ini. Perpindahan masa uap yang tejadi pada sieve tray dianggap lebih
22
efisien. Pada operasi normal uap akan mengalir melalui lubang yang akan
menyebabkan turbulensi cairan dan akan membentuk froth sepanjang tray. Aliran
yang dihasilkan pada tray yaitu jenis aliran cross flow.
Aliran cross flow merupakan aliran liquid yang dihasilkan dari atas atau
downcomer lalu mengalir disepanjang tray dan mengalir ke plate bawahnya di
downflow. Letak dari downcomer dengan downflow berada diposisi
berseberangan, karena itulah aliran yang terbentuk disebut dengan aliran
crossflow. Efisiensi yang dihasilkan pada aliran ini tinggi karena jarak yang
dilewati oleh liquid panjang, yaitu disenjang susunan pada tray.
Fase uap etanol diproses di dalam kondensor, hingga terjadi keadaan
setimbang, dan didapatkan tetesan pertama. Degree of foaming dapat diamati
setelah adanya tetesan pertama. Foaming merupakan suatu dampak dari aliran
vapour atau gas yang akan menyebabkan ekspansi. Pada proses distilasi foaming
dalam kadar yang tinggi akan menyebabkan penumpukan liquid dalam tray. Foam
yang bercampur dengan liquid pada tray bagian atas akan menyebabkan dampak
buruk. Dampak buruk yang ditimbulkan dari penumpukan foam yaitu
menyebabkan proses separasi atau pemisahan yang terjadi menjadi kurang efektif.
Pilling dan Holden (dalam Azis, 2017) menjelaskan bahwa tingginya
pressure drop menyebabkan meningkatnya kebutuhan energi dan pemborosan
saat meningkatkan tekanan uap atau vapor. Valve enam dan valve tujuh
merupakan valve yang digunakan untuk mengukur pressure drop. Pressure drop
merupakan selisih dari tekanan dari tray atas atau tray satu dengan tekanan tray
bawah atau tray delapan. tingginya pressure drop akan menimbulkan kerugian.
Flooding merupakan peristiwa liquid dikembalikan ke tray atas pada downcomer,
disebabkan karena pressure drop yang dihasilkan bernilai tinggi.
Permatasari (dalam Purwanti, 2016) menjelaskan bahwa bahan yang
mempunyai titik didih lebih tinggi akan cenderung mudah mengembun
dibandingkan komponen yang memiliki titik didih rendah. Tetesan pertama
merupakan etanol fase cair tanpa komponen air. Pendinginan uap atau pelepasan
energi panas dilakukan melalui kondensor yang mendinginkan atau
mengkondensasi uap. Kondensor merupakan tempat mendinginkan uap etanol
23
dengan air digunakan sebagai pendingin. Cairan hasil pengembun atau destilat
yang diperoleh dikumpulkan dalam kolom destilat dan sampel bisa diambil
melalui valve tiga atau dikembalikan sebagai reflux untuk diproses kembali.
Proses pengembunan melibatkan suatu zat pendingin berupa air yang
disebut dengan air pendingin atau air kondensat. Laju alir air yang digunakan
pada proses pendinginan yaitu sebesar 2500 cc/min. Laju alir di bawah 2500
cc/min dapat memungkinkan uap yang dihasilkan tidak terkondensasi dengan
sempurna. Laju alir di atas 2500 cc/min akan menimbulkan pemborosan bahan
dan energi yang dibutuhkan. Kecepatan laju alir tersebut merupakan kecepatan
yang dianggap optimum. Kecepatan optimum aliran tersebut disesuaikan dengan
seberapa banyak komponen yang akan dipisahkan. Laju alir yang dibutuhkan
dalam proses pendinginan akan berbanding lurus dengan jumlah komponen atau
bahan yang digunakan, agar dihasilkan hasil kondensasi yang optimal.
Perpindahan uap yang masuk ke dalam kondensor yang berasal dari kolom
distilasi akan menyebabkan terjadinya kontak antara fase uap dan cair. Uap
menuju ke atas di dalam menara distilasi dikontakkan dengan sebagian kondensat
uap, peristiwa ini disebut dengan fraksionasi. Kondensat uap dikembalikan ke
dalam menara distilasi sebagai reflux. Uap dan cairan yang mengalami peristiwa
kontak tersebut menimbulkan peristiwa perpindahan masa. Perindahan masa
terjadi akibat dari cairan refux yang melepaskan komponen dalam kondensat yang
memiliki titik didih rendah untuk dibawa oleh uap. Cairan reflux juga menyerap
komponen terdapat dalam fase uap yang memiliki titik didih tinggi.
Aliran yang terjadi pada proses kondensasi merupakan aliran counter
current. Aliran ini merupakan aliran dimana aliran fluida panas berlawanan arah
dengan aliran fluida yang dingin. Temperatur fluida yang menerima kalor ketika
keluar dari suatu penukar kalor bisa menghasilkan nilai yang sama dengan
temperatur fluida yang melepas kalor pada saat memasuki penukar kalor. Counter
current merupakan merupakan aliran yang paling efektif (Haryadi, 2015).
Peristiwa perpindahan panas juga terjadi akibat proses kontak fase uap dan
fase cair. Peristiwa tersebut disebabkan karena panas latent dari aliran uap yang
naik pada kolom distilasi diserap oleh cairan reflux. Panas latent yang diserap
24
1.5. Kesimpulan
1) Prinsip utama batch distillation column adalah pemisahan beberapa
komponen dengan perbedaan titik didih antar komponen.
2) Semakin besar power input, maka semakin besar laju boil-up dan pressure
drop overall pada batch distillation column.
3) Semakin besar laju boil-up, maka semakin besar pressure drop overall dan
degree of foaming pada tray.
1.6. Saran
1) Penulisan laporan sebaiknya segera dilakukan dan jangan ditunda-tunda.
2) Sebaiknya lebih teliti dalam melaksanakan prosedur kerja praktikum.
3) Pastikan laju alir masuk air pendingin dari keran mencukupi agar proses
kondensasi terjadi dengan baik.
25
DAFTAR PUSTAKA
Asep, M.S. 2014. Tipe Kolom Pemisah Perancangan Alat Proses. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Azis, T. 2017. Studi Penggunaan Packed Sieve Tray Column pada Proses
Pemurnian Etanol melalui Proses Distilasi. [SKRIPSI] Surabaya (IDN),
Institut Teknologi Sepuluh November.
Castellan dan William, G. 1971. Physical Chemistry 2nd Edition. Manila:
Addison Wesley Publishing Company.
Erdiyanti, dkk. 2019. Prediksi Kesetimbangan Uap-Cair Sistem Biner Tersier
Butanol+Isoamil Alkohol Menggunakan Hukum Raoult. Distilat Jurnal
Teknologi Separasi, Vol. 5(2) : 178-183.
Fatimura, M. 2014. Tinjauan Teoritis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Operasi
pada Kolom Destilasi. Jurnal Media Teknik, Vol. 1(1) : 23-31.
Haryadi, S. 2015. Pengaruh Arah Aliran Air Pendingin pada Kondensor terhadap
Hasil Pengembunan Proses Pirolisis Limbah Plastik. [SKRIPSI] Malang
(IDN), Universitas Negeri Malang.
Humphrey, J. L., dan George, E. K. 1997. Separation Process Technology.
Michigan: McGraw-Hill.
Kolmetz, K. 2013. Distillation Column Selection and Sizing Engineering Design
Guidelines. Malaysia: KLM Technology Group.
McCabe, W.L., Smith J.C., dan Harriot, P. 1950. Unit Operation of Chemical
Engineering 5th Edition. Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha.
Muzwar, H.S.N. 2014. Pemodelan Kolom Distilasi Pabrik Petrokimia dengan
Menggunakan Distributed Control System. Jurnal Otomatis Kontrol dan
Instrumentasi, Vol. 6(4) : 87-94.
Pfeifer. 2014. Pratica in Process Engineering II. Zurich.
Purwanti, A. 2014. Pemodelan Kolom Distilasi Pabrik Petrokimia dengan
Menggunakan Distributed Control System. Jurnal Otomatis Kontrol dan
Instrumentasi, Vol. 6(4) : 87-94.
Purwanti, A. (2016). Pemisahan Amil Alkohol dari Limbah Cair Kutter Washer.
Jurnal Teknoin, Vol. 22 (1) : 19-26.
26
27
Rasmito, A dan Wulandari, Y. (2010). The Use of Wilson Equation, NRTL and
Uniquac in Predicting VLE of Ternary Systems. Jurnal Teknik Kimia, Vol.
4(2) : 304-308.
Sato, A., Rahardianto, A., dan Santoso, A.B. (2015). Pemurnian Ethanol Secara
Destilasi dengan Penambahan Garam KCl. Jurnal IPTEK, Vol. 19(2) : 1-7.
Setyadji, M. (2007). Pemilihan Amil Alkohol dari Limbah Perbandingan Refluks
pada Distilasi Pemisahan Metanol dari Produk Samping Biodiesel. Jurnal
Berkala MIPA, Vol. 17(1) : 21-29.
Smith,J.M., Ness, H.C.V., dan Abbott, M.M. (2001). Introcution to Chemical
Engineering Thermodynamics 6th Edition. Singapore: McGraw Hill.
Soewarno, N., dkk. (2006). Simulasi Pemisahan Sistem Biner dengan Distilasi
Batch Sederhana. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 1(1) : 1-9.
Wahyudi, N.T., dkk. (2017). Rancangan Alat Distilasi untuk Menghasilkan
Kondensat dengan Metode Distilasi Satu Tingkat. Jurnal Chemurgy, Vol.
1(2) : 30-33.
Yoshikawa Y., T. A. (2006). Indirect Determination of Vapor Liquid Equilibria
by a Small Ebulliometer Tetrahydrofuran-Alcohol Binary Systems.
Journal of Chemical & Engineering Data, Vol. 51(3) : 344-346.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN