Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP

PEMBUATAN ETANOL DARI ENCENG GONDOK

Miftahul Djana
Prodi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang
Email : mifta@umpalembang.ac.id

ABSTRAK

Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan, dimana memiliki
keunggulan mampu menurunkan emisi CO2. Eceng gondok mengandung lignoselulosa yang bisa
dimanfaatkan dan diolah sebagai bioetanol. Etanol dibuat dengan proses hidrolisis asam dan fermentasi
dengan bantuan Saccharomyces Cereviciae. Penelitian ini bertujuan mempelajari pemanfaatan Eceng Gondok
untuk dibuat menjadi etanol. Penelitian dilakukan dengan penyiapan Eceng gondok, selanjutnya Eceng
Gondok didelignifikasi dengan menggunakan larutan natrium hidroksida (NaOH) dan dihidrolisis
menggunakan asam sulfat (H2SO4) difermentasi dengan variasi waktu (1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari, 6
hari, 7 hari, dan 8 hari dan dengan variasi massa ragi (2 gram, 4 gram, dan 6 gram). Etanol akan dihasilkan
setelah dipisahkan dengan menggunakan proses destilasi. Kemudian analisa kadar glukosa dan kadar etanol
menggunakan alat kromatografi gas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etanol tertinggi terkandung pada
sampel 23 sebesar 4,05%. Sampel 23 dihasilkan dari fermentasi 7 hari dan massa ragi 6 gram.

Kata kunci : eceng gondok; lignoselulosa; kromatografi gas; kadar alkohol

Pendahuluan Salah satu upaya pemerintah dalam


mengatasi hal ini dengan mengeluarkan
Semakin meningkatnya jumlah Peraturan Presiden Republik Indonesia
penduduk dan perkembangan teknologi Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan
yang signifikan menyebabkan peningkatan Energi Nasional mengenai pengembangan
kebutuhan dan konsumsi bahan bakar sumber energi alternatif sebagai pengganti
minyak (BBM) yang merupakan sumber BBM (Prihandana, 2007). Kebijakan
daya alam yang tidak dapat diperbaharui. menjelaskan bahwa sumber energi alternatif,
Meningkatnya konsumsi BBM sepeti bahan bakar nabati, dapat digunakan
menyebabkan langkanya BBM dibeberapa sebagai pengganti BBM. Dengan
tempat. Hal ini diperkuat dengan digunakannya bahan bakar dapat
pernyataan Dirjen Minyak dan Gas diperbaharui diharapkan kebutuhan akan
Kementerian Energi dan Sumber Daya energi di dalam negeri dapat dipenuhi dan
Mineral (ESDM), Evita H Legowo, kelangkaan BBM dapat dihindari.
menyatakan bahwa kelangkaan BBM yang Salah satu alternatif bahan bakar nabati
terjadi di beberapa tempat karena adanya adalah bioetanol. Penggunaan bioetanol
konsumsi BBM yang naik tinggi. sebagai bahan bakar alternatif, sebenarnya
Konsumsi naik menjadi 69.310 kiloliter telah lama dikenal. Pada tahun 1880-an
per hari pada Juni 2011. Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan

Integrasi Vol. 1 No. 2 Oktober 2016 36


sejak tahun 1908 mobil Ford model T Bahan baku bioetanol yang dianggap
telah dapat menggunakan (Bio)etanol sampah adalah eceng gondok. Eceng gonok
sebagai bahan bakarnya.. Namun keberadannya di masyarakat dianggap
penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar sebagai tanaman penganggu karena salah satu
nabati kurang ditanggapi pada waktu penyebab dari pendangkalan sungai, tetapi
tersebut, karena keberadaan bahan bakar dibalik itu eceng gondok dapat dimanfaatkan
minyak yang murah dan melimpah. sebagai bahan baku bioetanol. Eceng gondok
Bioetanol berasal dari nabati yang mengandung 53% lignoselulosa yang dapat
melimpah di Indonesia. Bioetanol dibuat dimanfaatkan sebagai bioeanol, tetapi Eceng
dari bahan-bahan bergula atau berpati gondok di masyarakat hanya dimanfaatkan
seperti serbuk kayu, singkong atau ubi sebagai kerajinan. Oleh sebab itu, penulis
kayu, tebu, nira, sorgum, nira nipah, ubi mengangkat judul tersebut sebagai penelitian
jalar, eceng gondok dan lain-lain. Nama- untuk meningkatkan penggunaan bioetanol
nama tanaman diatas sangat mudah dari eceng gondok yang dapat digunakan
ditemui di indonesia. Tanaman diatas sebagai sumber energi terbarukan dan
banyak digunakan sebagai pangan tetapi memacu berkembangnya industri pembuatan
ada juga yang dianggap sebagai limbah. bioetanol.
Dengan tersediannya pati yang melimpah Eceng gondok atau enceng gondok
maka bietanol merupakan bahan bakar (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah
alternatif yang sanga potensial selain itu satu jenis tumbuhan air mengapung. Eceng
bietanol lebih ramah lingkungan gondok pertama kali ditemukan secara tidak
dibandingkan dengan bahan bakar fosil, sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl
karena polusi yang dihasilkan lebih Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli
sedikit. botani berkebangsaan Jerman pada tahun
1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di
Tabel 1. Sifat Etanol Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok
memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi
Properties Nilai
sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai
Berat molekul, gr/mol 46,1
Titik beku, oC -114,1 gulma yang dapat merusak lingkungan
Titik didih normal, oC 78,32 perairan. Eceng gondok dengan mudah
Densitas, g/ml 0,7983 menyebar melal ui saluran air ke badan air
Viskositas pada 20oC, 1,17 lainnya.
mPa.s (Cp) Eceng gondok ternyata juga
Panas penguapan 839,31
mempunyai beberapa manfaat antara lain
normal, J/gr
Panas pembakaran pada 29676,6 sebagai bahan untuk kerajinan, sebagai
25oC, J/gr adsorben logam yang berbahaya dan juga
Panas jenis pada 25oC, J 2,42 sebagai pakan ternak, namun sampai
(gr. oC) sekarang eceng gondok tetap dianggap
Nilai oktan 106 – 111 sebagai tanaman pengganggu. Oleh karena
Wujud pada suhu kamar Cair
itu banyak upaya dilakukan untuk
Dicampur dengan Bereaksi
Natrium memberantasnya walaupun amat sulit karena
kelarutan dalam air Larut sempurna pertumbuhannya yang amat cepat. Eceng
Dapat terbakar Ya gondok sebenarnya mengandung
lignoselulosa, sedangkan selulosa merupakan

Integrasi Vol. 1 No. 2 Oktober 2016 37


bahan untuk pembuatan kertas, selain itu, sedangkan dengan pretreatment dapat
dengan kandungan selulosanya. meningkat menjadi 90 % dari hasil teoritis.
Tujuan dari delignifikasi adalah untuk
Tabel 2. Komposisi Kimia Eceng membuka struktur lignoselulosa agar selulosa
Gondok menjadi lebih mudah diakses oleh enzim
yang memecah polimer polisakarida menjadi
Senyawa Kimia Persentase (%)
monomer gula.
Selulosa 64,51
Pentosa 15,61
Lignin 7,19 2. Hidrolisis Asam
Silika 5,56 Pada proses pembuatan etanol dengan
Abu 12 bahan baku selulosa, dilakukan proses
hidrolisis terlebih dahulu, hal ini bertujuan
untuk mengubah selulosa menjadi glukosa
Tinjauan Pustaka (dengan bantuan air dan asam). Hidrolisis
adalah suatu proses kimia yang menggunakan
Eceng gondok bisa juga digunakan H2O sebagai pemecah suatu persenyawaan
sebagai bahan pembuatan bioetanol yang termasuk inversi gula, saponifikasi lemak dan
sekarang ini amat diperlukan untuk ester, pemecahan protein dan
mengatasi berkurangnya produksi minyak reaksi Grignard. H2O sebagai zat pereaksi
dunia. Pada proses pembuatan kertas dalam pengertian luas termasuk larutan asam
maupun bioetanol dari bahan berselulosa dan basa (dalam senyawa organik, hidrólisis,
ada tahap yang harus dilakukan yaitu netralisasi).
pemisahan senyawa lignin yang
terkandung di dalamnya sehingga 3. Fermentasi
diperoleh selulosanya Fermentasi alkohol adalah proses
Proses yang dilakukan pada penguraian karbohidrat menjadi etanol dan
penelitian pembuatan bietanol ini yaitu CO2 yang dihasilkan oleh aktifitas suatu jenis
delignifikasi, hidrolisis asam, fermentasi mikroba yang disebut khamir dalam keadaan
alcohol dan evaporasi. anaerob (Prescott dan Dunn, 1959).
Perubahan dapat terjadi jika mikroba tersebut
1. Delignifikasi bersentuhan dengan makanan yang sesuai
Metode perlakuan kimia yang bagi pertumbuhannya. Pada proses fermentasi
umum menggunakan asam lemah dan biasanya tidak menimbulkan bau busuk dan
larutan basa untuk proses delignifikasi. biasanya menghasilkan gas karbondioksida.
Delignifikasi atau pretreatmnet biomassa Secara ringkas seluruh rangkaian reaksi
lignoselulosa harus dilakukan untuk yang terjadi adalah hidrolisis pati atau
mendapatkan hasil yang tinggi di mana polisakarida menjadi maltosa (disakarida)
penting untuk pengembangan teknologi kemudian dihidrolisis menjadi glukosa,
biokonversi dalam skala pretreatment selanjutnya diubah menjadi alkohol dan gas
merupakan tahapan yang banyak karbondioksida oleh Saccharomyces
memakan biaya dan berpengaruh besar cerevisae.
terhadap biaya keseluruhan proses. (C12H20O10) n → n (C12H22O11)
Pretreatment dapat meningkatkan hasil Pati Maltosa
gula yang diperoleh. Gula yang diperoleh C12H22O11 + H2O → C6H12O6 + C6H12O6
tanpa pretreatment kurang dari 20 %, Maltosa Air Glukosa Glukosa

Integrasi Vol. 1 No. 2 Oktober 2016 38


C6H12O6 → 2 C2H5OH untuk pertumbuhannya ialah berkisar antara
+ 2 CO2 4,0 sampai 4,5. Pada pH 3,0 atau lebih rendah
Glukosa (Saccharomyces Cerevisae) lagi fermentasi alkohol akan berjalan dengan
Etanol lambat (Volk, 1993).
Reed et al (1982) mengatakan
bahwa untuk proses fermentasi sering  Nutrien
digunakan bahan-bahan yang diperoleh Dalam pertumbuhannya mikroba
dari alam dan biomass. Bahan baku yang memerlukan nutrient. Nutrien yang
dapat digunakan untuk menghasilkan dibutuhkan digolongkan menjadi dua yaitu
alkohol antara lain : nutrien makro dan nutrien mikro. Nutrien
1. Dari sakarin seperti : gula tebu, gula makro meliputi unsur C, N, P, K. Unsur C
bit, molase dan sari buah. didapat dari substrat yang mengandung
2. Dari pati-patian seperti : jagung, karbohidrat, unsur N didapat dari
gandum, padi, kentang, umbi-umbian. penambahan urea, sedang unsur P dan K dari
3. Dari selulosa seperti : kayu, bonggol pupuk NPK (Halimatuddahliana, 2003).
pisang. Unsur mikro meliputi vitamin dan mineral-
Meskipun pada dasarnya fermentasi mineral lain yang disebut trace element
dapat langsung menggunakan enzim, seperti Ca, Mg, Na, S, Cl, Fe, Mn, Cu, Co,
tetapi sampai saat ini industri fermentasi Bo, Zn, Mo, dan Al (Jutono, 1972).
masih memanfaatkan mikroorganisme,
antara lain karena cara ini jauh lebih  Temperatur
mudah dan murah. Mikroorganisme mempunyai temperatur
Kondisi yang harus dikontrol selama maksimal, optimal, dan minimal untuk
fermentasi adalah : pertumbuhannya. Temperatur optimal untuk
1. Injeksi yeast yeast berkisar antara 25-30 oC dan
2. Sterilisasi larutan mollase temperatur maksimal antara 35-47 oC.
3. Penambahan zat makanan untuk yeast Beberapa jenis yeast dapat hidup pada suhu
4. pH dan Temperatur 110 oC. Temperatur selama fermentasi perlu
mendapatkan perhatian, karena di samping
temperatur mempunyai efek yang langsung
FAKTOR-FAKTOR YANG terhadap pertumbuhan yeast juga
MEMPENGARUHI FERMENTASI mempengaruhi komposisi produk akhir. Pada
temperatur yang terlalu tinggi akan
Faktor-faktor yang mempengaruhi menonaktifkan yeast. Pada temperatur yang
proses fermentasi untuk menghasilkan terlalu rendah yeast akan menjadi tidak aktif.
etanol adalah: sumber karbon, gas Selama proses fermentasi akan terjadi
karbondioksida, pH substrat, nutrien, pembebasan panas sehingga akan lebih baik
temperatur, dan oksigen. apabila pada tangki fermentasi dilengkapi
dengan unit pendingin (Fardias, 1988).
 pH
pH dari media sangat mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme. Setiap 4. Evaporasi
mikroorganisme mempunyai pH minimal, Penguapan atau evaporasi adalah proses
maksimal, dan optimal untuk perubahan molekul di dalam keadaan cair
pertumbuhannya. Untuk yeast, pH optimal (contohnya air) dengan spontan menjadi gas

Integrasi Vol. 1 No. 2 Oktober 2016 39


(contohnya uap air). Proses ini adalah keringkan di dalam oven dengan suhu ± 80ºC
kebalikan dari kondensasi. selama 24 jam. Eceng gondok kering
Evaporator umumnya terdiri dari diblender untuk menjadikannya lebih kecil.
tiga bagian, yaitu penukar panas, Lalu menimbang sebanyak 30 gram eceng
bagian evaporasi (tempat di mana cairan gondok, memasukkan ke dalam Erlenmeyer
mendidih lalu menguap), dan pemisah 500 ml bersama dengan 100 ml NaOH 4%
untuk memisahkan uap dari cairan lalu dan menutup rapat Erlenmeyer dengan gabus
dimasukkan ke dalam kondenser (untuk kemudian dipanaskan dalam autoclave pada
diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan suhu 120 oC selama 30 menit. Lalu campuran
lainnya. Hasil dari evaporator (produk didinginkan pada suhu kamar dan
yang diinginkan) biasanya dapat berupa memisahkan fase airnya sehingga tersisa fase
padatan atau larutan seluligninnya. Selanjutnya dilakukan proses
berkonsentrasi. Larutan yang sudah hidrolisis dengan menambahkan solven
dievaporasi bisa saja terdiri dari beberapa sebanyak 100 ml H2SO4 per sampelnya.
komponen volatil (mudah Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke
menguap). Evaporator biasanya digunakan dalam autoclave pada suhu 121oC selama 45
dalam industri kimia dan industri menit. Setelah itu campuran didinginkan pada
makanan. Evaporator dibagi menjadi suhu kamar. Proses yang berukutnya yaitu
beberapa jenis, yaitu: proses fermentasi yang menggunakan ragi
1. Submerged combustion roti (Yeast Saccaromyces Cereviseae).
evaporator adalah evaporator yang Setelah itu menghubungkan erlemeyer 500
dipanaskan oleh api yang menyala di ml yang berisi eceng gondok tersebut dengan
bawah permukaan cairan, dimana gas selang karet dan ujung selang dimasukkan
yang panas bergelembung melewati kedalam air agar tidak terjadi kontak
cairan. langsung dengan udara. Selanjutnya larutan
2. Direct fired evaporator adalah campuran alcohol- air dimasuukan ke dalam
evaporator dengan pengapian langsung labu destilasi kemudian pasang labu tersebut
dimana api dan pembakaran gas pada alat evaporasi dengan temperature 78-
dipisahkan dari cairan mendidih lewat 800C. Proses evaporasi dilakukan selama 1
dinding besi atau permukaan untuk jam-1,5 jam sampai etanol tidak menetes lagi.
memanaskan. Data percobaan yang diukur adalah
3. Steam heated evaporator adalah kadar etanol yang dihasilkan, kadar glukosa
evaporator dengan pemanasan stem setelah fermentasi, dan persen yield etanol.
dimana uap atau uap lain yang dapat Kadar etanol diukur dengan menggunakan
dikondensasi adalah sumber panas alat gas cromatrografi. Dengan menggunakan
dimana uap terkondensasi di satu sisi parameter lama waktu fermentasi dan massa
dari permukaan pemanas dan panas ragi.
ditranmisi lewat dinding ke cairan
yang mendidih.
Pembahasan

Metode Penelitian Proses pembuatan etanol dari enceng


gondok yang telah dilakukan melalui proses
Penelitian dilakukan dengan fermentasi dengan variasi massa ragi dan
memotong eceng gondok kemudian di

Integrasi Vol. 1 No. 2 Oktober 2016 40


lama fermentasi menghasilkan data seperti Tabel 4. % Yield Etanol terhadap Variasi
pada ketiga tabel di bawah ini. Lama Fermentasi dan Volume Etanol
Tabel 3 berisi data tentang
pengaruh volume etanol terhadap variasi
lama fermentasi yakni 1 hari, 2 hari, 3
hari, 4 hari, 5 hari, 6 hari, 7 hari dan 8 hari
serta variasi massa ragi 2 gram, 4 gram,
dan 6 gram. Sedangkan tabel 4 berisi data
tentang pengaruh %yield etanol terhadap
variasi lama fermentasi yakni 1 hari, 2
hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari, 6 hari, 7 hari
dan 8 hari serta variasi massa ragi 2 gram,
4 gram, 6 gram.

Tabel 3. Volume Etanol terhadap


Variasi Lama Fermentasi dan Massa
Ragi

Tabel 5. % Kadar Glukosa terhadap


Variasi Lama Fermentasi dan Massa Ragi

Integrasi Vol. 1 No. 2 Oktober 2016 41


Penelitian kandungan bioetanol sehingga volume etanol yang dihasilkan
Pada Eceng gondok dengan variasi massa cenderung turun.
ragi dan lama fermentasi mendapatkan Gambar 2 merupakan grafik
hasil etanol yang berbeda- beda tiap massa hubungan antara persen yield etanol dengan
ragi dan lama wktu fermentasi, berikut lama fermentasi (hari) dan massa ragi (gram).
dibahas pengaruh lama fermentasi Hasil yang bisa dilihat dari grafik tersebut
terhadap volume etanol,persen yield yaitu kenaikan persen (%) etanol dari hari ke-
etanol, kadar glukosa setelah fermentasi. 1 sampai hari ke-7 dan cenderung mengalami
Gambar 1 merupakan grafik data penurunan pada hari ke-8. Persen (%) etanol
kuantitatif yang menunjukkan hubungan maksimum yang dihasilkan yaitu 65,11%
volume etanol (ml) yang dihasilkan dengan massa ragi 6 gram. Semakin banyak
dengan variasi lama fermentasi (hari) dan ragi yang terkandung semakin tinggi kadar
massa ragi. Dalam penelitian ini, massa etanol yang dihasilkan.
ragi divariasikan 2 gram, 4 gram, dan 6 Penurunan yield etanol pada hari ke-8
gram. Sedangkan, lama fermentasi diakibatkan karena adanya reaksi oksidasi
divariasikan 1-8 hari. Dari gambar etanol menjadi asam asetat oleh
dibawah dapat dilihat pengaruhnya, saccharomyces cereviseae sehingga kadar
semakin lama waktu fermentasi maka etanol yang dihasilkan menjadi lebih rendah.
semakin banyak volume etanol yang Dan apabila fermentasi dibiarkan
dihasilkan. berlangsung terus menerus dan proses
fermentasi ini terkena udara luar maka
pertumbuhan kultur akan terganggu
akibatnya bbakteri asetat (acetobacter) akan
membentuk lapisan tebal dipermukaan,
bakteri ini akan mengoksidasi etanol menjadi
asam asetat.

Gambar 1. Volume Etanol (ml) Terhadap Lama


Fermentasi (hari)

Volume etanol maksimum yang


dihasilkan yaitu pada hari ke-7 dengan
massa ragi 6 gram yaitu sebanyak 12,5 ml,
sedangkan penurunan volume etanol Gambar 2. Yield Etanol (%) terhadap Lama
Fermentasi (hari)
terjadi pada hari ke-8. Penurunan volume
etanol disebabkan adanya isolasi yang tak
sempurna pada sampel tersebut dan Gambar 3 merupakan grafik yang
adanya hubungan dengan kurva menunjukkan hubungan antara kadar glukosa
pertumbuhan mikroba dimana pada hari (%) dengan lama fermentasi dan massa ragi.
ke-8 ini pertumbuhan mikroba mengalami Kadar glukosa setelah proses fermentasi
penurunan yaitu menuju fase kematian mengalami penurunan seiring dengan

Integrasi Vol. 1 No. 2 Oktober 2016 42


bertambahnya waktu fermentasi dan Kesimpulan
jumlah ragi yang dipakai.
Dari penelitian yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa jumlah volume etanol
yang dihasilkan berbanding lurus dengan
lama fermentasi dan massa ragi, dimana
volume etanol maksimum yang dihasilkan
yaitu pada hari ke-7 dengan massa ragi
sebanyak 6 gram dengan jumlah 12,5 ml.
Penurunan volume etanol dan kadar etanol
terjadi pada hari ke-8 yang disebabkan
pertumbuhan mikroba pada hari ke-8 tersebut
mencapai fase kematian sehingga volume dan
Gambar 3. Kadar glukosa (%) terhadap Lama
kadar etanol yang dihasilkan cenderung
Fermentasi (hari)
menurun.

Penurunan tersebut disebabkan


karena glukosa yang dihasilkan sudah Daftar Pustaka
diubah menjadi bioethanol, sehingga
semakin kecil kadar glukosa semakin Dahlan, H, Ir. 2006. Penuntun Praktikum
besar bioethanol yang dihasilkan atau Mikrobiologi Industri. Inderalaya :
dibentuk. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Teknik Universitas Sriwijaya.
Tabel 6. Kadar Etanol Hasil Analisa
Kromatografi Gas Girisuta, dkk. (2010). Pemanfaatan Eceng
Gondok Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Bioetanol. Jakarta:
Lembaga ilmu pengetahuan indonesia.

Iswanto, Hery. Terbentuknya Dimensi Baru


dalam Kimia Lignoselulosa. Medan :
Universitas Sumatera Utara
Analisa kadar etanol diuji
Kriswiyanti, Enny. 2009. Hidrolisa selulosa
menggunakan alat kromatografi gas jenis
dari eceng gondok. (Jurnal Nomor 2
kolom carbowix 1500. Pada uji analisa
Volume 7). Surakarta : Jurusan
pada 4 sampel tersebut, etanol tertinggi
Teknik Kimia Fakultas Teknik UNS.
terkandung pada sampel 23 sebesar
4,05%. Sampel 23 dihasilkan dari hasil
Purba, Michael. 2000. Kimia 2000 Untuk
fermentasi 7 hari dan massa ragi 6 gram.
SMU Kelas 2. Jilid 2B. Jakarta :
Hal ini membuktikan bahwa kadar alkohol
Erlangga.
berbanding lurus dengan massa ragi dan
lama fermentasi.

Integrasi Vol. 1 No. 2 Oktober 2016 43


Said, E.G . 1994. Bioindusti Teknologi
Fermentasi. Jakarta : Mediyatama
Sarana Perkasa.

Taherzadeh M.J. dan K. Karimi. 2008.


Pretreatment of Lignocellulosic
Waste to Improve Bioethanol and
Biogas Production. Int. J. Mol. Sci.
(9) : 1621-1651

Tim Penulis. 2011. Modul Praktikum


Laboratorium Kimia Analitik
Instrumen. Palembang : Politeknik
Negeri Sriwijaya.

Integrasi Vol. 1 No. 2 Oktober 2016 44

Anda mungkin juga menyukai