Anda di halaman 1dari 104

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG

TUBERCULOSIS DENGAN KEJADIAN TUBERCULOSIS


DI WILAYAHPUSKESMAS WONOAYU
KABUPATEN SIDOARJO

DISUSUN OLEH:

IHSAN NASHIRUDDIN
P.278.20.415.071

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SIDOARJO

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

SURABAYA

2018
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG
TUBERCULOSIS DENGAN KEJADIAN TUBERCULOSIS DI WILAYAH
PUSKESMAS WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO
Untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)

Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Surabaya

Pada Program Studi DIII Keperawatan Sidoarjo

DISUSUN OLEH:

IHSAN NASHIRUDDIN
P.278.20.415.071

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SIDOARJO

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

SURABAYA

2018
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri dan

bukan merupakan jiplakan atau tiruan dari Karya Tulis Ilmiah orang lain untuk

memperoleh gelar dari berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun

baik sebagian maupun keseluruhan.

Sidoarjo, 27 Juli 2018

Yang menyatakan

IHSAN NASHIRUDDIN
P.278.20.4150.71
HALAMAN PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL : 2 OKTOBER 2018
Oleh

Pembimbing Utama

Dr. Hotmaida Siagian, SKM, M.Kes


NIP . 19591107 198603 2 002

Pembimbing Pendamping

Dony Sulystiono, Ns. M.Kep


NIP : 19790928 200501 1 002

Mengetahui,
Ketua Program Studi D3 Keperawatan Sidoarjo
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Surabaya

Suprianto, S.Kep, Ns. M.Psi


NIP. 19730616 199803 1 002
HALAMAN PENETAPAN PANITA PENGUJI

KARYA TULIS ILMIAH INI TELAH DIUJI


PADA TANGGAL : 1 AGUSTUS 2018

PANITIA PENGUJI

Ketua Penguji :
Tanty Wulandari, S.Kep. Ns. M.Kes (..................)
NIP: 19680114 199103 2 002

Penguji Anggota :
1. Dony Sulystiono, Ns. M.Kep (..................)
NIP : 19790928 200501 1 002

2. Dr. Hotmaida Siagian, SKM, M.Kes (..................)


NIP . 19591107 198603 2 002

Mengetahui,
Ketua Program Studi D3 Keperawatan Sidoarjo
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Surabaya

Suprianto, S.Kep, Ns. M.Psi


NIP. 19730616 199803 1 002
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah tepat pada
waktunya. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir sebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Keperawatan di Program Studi
D3 Keperawatan Kampus Sidoarjo.

Adapun karya tulis ilmiah ini adalah berbentuk sebuah penelitian yang berjudul
“HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG
TUBERCULOSIS DENGAN KEJADIAN TUBERCULOSIS” walaupun
mengalami berbagai kendala dan keterbatasan, peneliti berusaha semaksimal
mungkin untuk menyusun karya tulis ilmiah ini dengan bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak, maka tidak berlebihan kiranya bila peneliti menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih yang mendalam kepada:

1. dr. Abdillah Assegaf., selaku Kelapa Puskesmas Wonoayu yang telah


memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
2. Dwi Pangki Amd. Kep selaku Pembimbing Puskesmas Wonoayu yang telah
membimbing selama penelitian.
3. Klien yang bersedia menjadi klien peneliti terhadap tindakan keperawatan
yang peneliti lakukan.
4. drg. H. Bambang Hadi Sugito, M.kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Surabaya.
5. Dr. Supriyanto, Skp. M.Kes, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabayan
6. Suprianto, S.Kep, Ns. M.Psi, selaku Ketua Program Studi D3 Keperawatan
Sidoarjo Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya.
7. Dr. Hotmaida Siagian SKM. M.Kes, selaku pembimbing utama dalam
penyusunan karya tulis ilmiah serta yang telah memberikan masukan dan
bimbingan selama penyusunan karya tulis ilmiah ini.
8. Dony Sulystiono Ns M.Kep selaku pembimbing pendamping dalam
penyusunan Karya tulis ini, yang telah memberikan masukan dan saran
selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
9. Tanty Wulandari ,S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku ketua penguji dalam penyusunan
Karya tulis ini, yang telah memberikan masukan dan saran dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
10. Seluruh dosen Program Studi D3 Keperawatan Sidoarjo yang telah
memberikan bimbingan dan ilmu selama menempuh pendidikan.
11. Seluruh Staf perpustakaan Program Studi D3 Keperawatan Kampus Sidoarjo
yang telah mempermudah memperoleh referensi buku.
12. Kedua orang tua dan keluarga terkasih yang selalu memberikan dorongan
moril baik berupa do’a, motivasi, serta pengorbanan yang tak terkira selama
menempuh pendidikan di Program Studi D3 Keperawatan Kampus Sidoarjo.
13. Teman-Teman mahasiswa angkatan 2015 Program Studi D3 Keperawatan
Sidoarjo, atas motivasi dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian
Karya Tulis ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan demi perbaikan penelitian selanjutnya. Semoga penelitian ini
bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan serta dapat menjadi acuan
bagi peneliti selanjutnya.

Sidoarjo, ...........................2018

Ihsan Nashiruddin
ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG
TUBERKULOSIS DENGAN KEJADIAN TUBERCULOSIS DI PUSKESMAS
WONOAYU

Oleh : Ihsan Nashiruddin

Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan di masyarakat.


Insidennya terus mengalami peningkatan. Kurang lebih 10 juta orang setiap tahun di
seluruh dunia terserang tuberkulosis. Sebagian besar penderita tuberkulosis berada
di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Indonesia menempati urutan terbesar
kedua dengan kasus tubekulosis (WHO, 2015). Sehingga peneliti tertarik untuk
meneliti tentang tuberculosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara tingkat pengetahuan pasien tentang tuberkulosis dengan kejadian
tuberkulosis. Desain penelitian deskriptif dengan pendekatan crosssectional dan
menggunakan uji chi square. Jumlah responden sebanyak 30 orang. Penelitian
dilaksanakan pada 30 Juni – 10 Juli 2018. Penilaian tingkat pengetahuan
menggunakan kuisioner dan pemeriksaan kejadian tuberculosis menggunakan hasil
pemeriksaan BTA dan foto rontgen paru. Hasil uji statistik dengan uji chisquare
diperoleh hasil p = 0,155 (p>0,05). Sehingga dihasilkan bahwa tidak ada hubungan
antara tingkat pengetahuan pasien tentang tuberculosis dengan kejadian
tuberkulosis. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik karena
responden telah mendapatkan informasi dari petugas puskesmas tentang
tuberculosis. Sebagian besar responden hasil pemeriksaan foto rontgen positif
karena pemeriksaan dilakukan lebih dini sehinga bakteri tuberculosis belum
menginfeksi dahak. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan pasien tentang
tuberculosis dengan kejadian tuberculosis karena penelitian ini dilakukan saat
responden sedang menjalani pengobatan tuberculosis sehingga sebagian responden
sudah mendapat informasi tentang tuberculosis.

Kata kunci : Tingkat pengetahuan, Tuberculosis


ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN PATIENCE KNOWLEDGE OF


TUBERCULOSIS AND ITS CASE IN WONOAYU PUBLIC HEALTH

By : Ihsan Nashiruddin

Tuberculosis is one of health problem in society, therefore; there has been


an increase in that case. Every year, there are more than 10 million people in the
world are attacked tuberculosis. A half of tuberculosis sufferer are in developing
country included of Indonesia. Indonesia is in the largest second place of the case of
tuberculosis (WHO, 2015). So researchers interested to researching about
tuberculosis. The purpose of this research is to know the relation between patience
knowledge of tuberculosis and its case. This design used descriptive research cross
sectional approach and chi square test. The number of respondent is 30 people. The
study conducted on June 30 – July 10 2018. The valuation knowledge of this study
used a questionnaire, and medical evaluation of tuberculosis used the result of BTA
check and lung’s x rays photos. The result of statistical test by using chi-square test
is p = 0,155 (p>0, 05). The conclusion of this study is that there is no correlation
between patience knowledge of tuberculosis and its case. Most of the respondents
have good knowledge because respondents have received information from public
health officers about tuberculosis. Most of the respondents positive x-ray
examination results because the examination done earlier so that tuberculosis
bacteria have not infected phlegm. There was no correlation between patient's
knowledge level about tuberculosis and tuberculosis event because this research
was done when respondents were undergoing tuberculosis treatment so that some
respondents have got information about tuberculosis

Keywords: level of knowledge, Tuberculosis


DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Sampul Depan. ......................................................................................... i
Halaman Sampul Dalam Dan Prasyarat .................................................................. ii
Halaman Pernyataan. ............................................................................................. iii
Halaman Persetujuan. ............................................................................................ iv
Halaman Penetapan Panitia Penguji ....................................................................... v
Kata Pengantar ...................................................................................................... vi
Abstrak ................................................................................................................. viii
Daftar Isi. ................................................................................................................ x
Daftar Bagan ........................................................................................................ xiii
Daftar Tabel ......................................................................................................... xiv
Daftar Lampiran .................................................................................................... xv
Daftar Arti dan Lambang ..................................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 6
1.3.2. Tujuan Khusus ......................................................................... 6
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti ................................................................................... 6
2. Bagi Tempat Penelitian .................................................................. 7
3. Bagi Ilmu Keperawatan ................................................................. 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Tuberculosis ............................................................................ 8
2.1.1. Pengertian Tuberculosis. ............................................................ 8
2.1.2. Etiologi/Penyebab ...................................................................... 9
2.1.3. Patofisiologi ............................................................................... 9
2.1.4. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB............................... 11
2.1.5. Tanda Gejala ............................................................................ 16
2.1.6. Pencegahan TB......................................................................... 18
2.1.7 Komplikasi ................................................................................ 20
2.1.8 Pemeriksaan Diagnosis ............................................................. 21
2.1.9 Penatalaksanaan TB .................................................................. 26
2.1.10. Pengawas Minum Obat .......................................................... 33
2.2. Konsep Pengetahuan Tuberculosis .............................................................. 35
2.2.1. Pengertian Pengetahuan. .......................................................... 35
2.2.2. Pengertian Tentang Tuberculosis ............................................. 35
2.2.3. Penyebab Tuberculosis. ............................................................ 36
2.2.4. Cara Penularan Tuberculosis. ................................................... 37
2.2.5. Tanda dan Gejala Tuberculosis ................................................ 38
2.2.6 Cara Pencegahan Tuberculosis ................................................. 38
2.2.7 Komplikasi Tuberculosis .......................................................... 39
2.2.8 Pengobatan Tuberculosis .......................................................... 39
2.2.9 Hubungan Pengetahuan Dengan Tuberculosis.......................... 40
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................. 42
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian ........................................................................ 44


4.2 Populasi,Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .................... 45
4.2.1 Populasi.............................................................................. 45
4.2.2 Sampel ............................................................................... 45
4.2.3 Teknik Pengambilan Sampel ............................................. 45
4.3 Variabel Penelitian ...................................................................... 46
4.3.1 Variabel Independen .......................................................... 46
4.3.2 Variabel Dependen ............................................................ 46
4.4 Definisi Operasional ................................................................... 47
4.5 Kerangka Kerja ........................................................................... 48
4.6 Instrumen Penelitian ................................................................... 50
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 50
4.8 Prosedur Pengambilan dan Pengolahan data .............................. 50
4.8.1 Pengambilan Data .............................................................. 50
4.8.2 Pengolahan Data ................................................................ 51
4.9 Etika Penelitian ........................................................................... 53
4.9.1 Lembar Persetujuan ........................................................... 52
4.9.2 Tanpa Nama ....................................................................... 52
4.9.3 Kerahasiaan ........................................................................ 53
4.9.4 Keterbatasan....................................................................... 53

BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian .......................................................................... 54
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................ 54
5.1.2 Data Umum...................................................................... 55
5.1.3 Data Khusus ..................................................................... 60
5.2 Pembahasan ............................................................................... 62
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................ 69
6.2 Saran .......................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ ..71
LAMPIRAN ................................................................................................... .....73
DAFTAR BAGAN

Bagan Judul Bagan Halaman

Bagan 3.1 Kerangka Konseptual .................................................. ...................... . 42

Bagan 4.1 Kerangka Kerja ......................................................................... ….....49


DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 2.1 OAT Lini Pertama. ...............................................................................28


Tabel 2.2 OAT Lini Kedua....................................................................................29
Tabel 2.3 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1… .......................................... .....32
Tabel 2.4 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 ............................................... ….32
Tabel 4.1 Definisi Operasonal ......................................................................... ….47
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Puskesmas Wonoayu
Sidoarjo ............................................................................................... ..55
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis kelamin di Puskesmas Wonoayu
Sidoarjo ................................................................................................ 56
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Wonoayu
Sidoarjo. ...................................................................................................57
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Puskesmas Wonoayu
Sidoarjo. ...................................................................................................59
Tabel 5.5 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Tuberculosis di
Puskesmas Wonoayu Sidoarjo...............................................................60
Tabel 5.6 Distribusi Jumlah Kejadian Tuberculosis di Puskesmas Wonoayu
Sidoarjo. ...................................................................................................61
Tabel 5.7 Tabel Sidang Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang
Tuberkculosis dengan Kejadian Tuberculosis di Puskesmas Wonoayu
Sidoarjo ............................................................................................... ..61
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran Halaman


Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden ..................................... 73

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ........................................ 74

Lampiran 3 Kuisioner Penelitian. ....................................................................... 75

Lampiran 4 Lembar Observasi ............................................................................ 77

Lampiran 5 Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Bakesbang Pol ...................... 80

Lampiran 6 Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Dinkes Sidoarjo .................... 81

Lampiran 7 Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Puskesmas Sidoarjo .............. 82

Lampiran 8 Surat Balasan dari Bakesbang Pol ................................................... 83

Lampiran 9 Surat Balasan dari Dinas Kesehatan Sidoarjo ................................. 84

Lampiran 10 Surat Balasan dari Puskesmas Wonoayu ....................................... 85

Lampiran 11 Tabulasi Pengolahan Data SPSS ................................................... 86

Lampiran 12 Rencana Jadwal Penelitian ............................................................ 88

Lampiran 13 Lembar Konsultasi ........................................................................ 89


DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH

1. Lambang Poltekkes Kemenkes Surabaya

a. Berbentuk persegi lima dengan warna dasar biru: melambangkan semangat

dapat mengikuti perkembangan di dunia pendidikan sesuai dengan tuntutan

jaman.

b. Lambang tugu warna kuning: tugu pahlawan kota Surabaya cemerlang.

c. Lambang palang hijau: lambang kesehatan.

d. Lambang buku: proses pembelajaran.

e. Lambang biru latar belakang: warna teknik (politeknik).

2. Daftar Singkatan

BAL : Broncho Alveolar Lavage

BCG : Bacillus Calmette-Guerin

BTA : Basil Tahan Asam

DOTS : Directly Observed Treatment, Short-course

DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

HIV-AIDS : Human Immunodeficiency Virus


Acquired Immuno Deficiency Syndrome
KDT : Kombinasi Dosis Tetap

MDR : Multi Drug Resistance

(OAT) :Obat Anti Tuberkulosis


Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

PCR : Polymerase Chain Reaction

P.P.D. : Purfied Protein Derivative

PMO : Pengawas Menelan Obat

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RO : Resisten Obat

(WHO) : World Health Organization


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Secara umum, penyakit tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi

yang masih menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat kita. Penyakit

tuberculosis paru dimulai dari tuberculosis, yang berarti suatu penyakit infeksi

yang disebabkan bakteri berbentuk (basil) yang dikenal dengan nama

Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah

atau dahak penderita yang mengandung basil berkulosis paru. Pada saat penderita

batuk, butir-butir air ludah bertebangan di udara dan terhisap oleh orang sehat,

sehingga masuk kedalam paru-parunya, yang kemudian menyebabkan penyakit

tuberculosis paru. (Sholeh S.Naga,2015)

TB merupakan penyebab mortalitas tertinggi untuk kasus kematian

karena penyakit infeksi dan telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia

sehingga, World Health Organization (WHO) mendeklarasikan TB sebagai

Global Health Emergency (Amin, 2014).

Jika seorang telah terjangkit bakteri penyebab tuberculosis, akan

berakibat buruk, seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja,

menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang tinggal serumah, dan

dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberculosis, jaringan yang paling

sering diserang adalah paru-paru. (Sholeh S.Naga,2015)

Penyebaran kuman tuberculosis ini terjadi di udara melalui dahak yang

berupa droplet. Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman TB paru dan BTA

positif yang berbentuk droplet sangat kecil akan


betertebangan di udara. Droplet yang sangat kecil ini kemudian mengering

dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis. Kuman

ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam lamanya, sehingga cepat atau

lambat droplet yang mengandung unsur kuman tb akan terhirup oleh orang lain.

Apabila droplet ini telah terhirup dan bersarang di dalam paru-paru seseorang,

maka kuman ini akan mulai membelah diri atau berkembang biak sehingga dapat

menginfeksi dari satu penderita ke penderita yang lain. Sholeh S Naga, (2015),

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini

tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan

sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan

tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis

tuberculosis usus. Basil tipe human bias berada di bercak ludah (droplet) di udara

yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC

ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah infeksi melalui udara

Nurarif & Hardhi Kusuma, (2015).

Tuberculosis dapat menimbulkan banyak komplikasi. komplikasi awal

dari Tuberculosis adalah Batuk yang mengeluarkan darah. Dan apabila dibiarkan

tanpa pengobatan akan semakin memperburuk kondisi kesehatan penderita.

Pneumothorax menjadi ancaman selanjtnya bagi penderita Tb. Dan akan menjadi

lebih parah jika penderita Tb mengalami gagal nafas dan gagal jantung. Kejadian

fatal ini merupakan ancaman yang menakutkan bagi penderita Tb. Terlebih jika

penderita tersebut tidak melakukan pengobatan secara rutin. Nurarif & Hardhi

Kusuma, (2015).
Tanda dan gejala pada klien secara obyektif menurut yang paling terlihat

yaitu penderita TB mengalami batuk yang menahun lebih dari satu bulan. Batuk

tersebut terkadang disertai dengan bercak darah yang keluar. Dan penderita Tb

mengalami penurunan berat badan menjadi semakin kurus, postur tubuh yang

tampak terangkat pada kedua bahu. Hal tersebut karena nafsu makan menurun

yang disertai dengan sakit kepala, nyeri otot dan sering berkeringat pada malam

hari. Gejala tersebut merupakan yang dapat terlihat dari penderita Tb. terdapat juga

gejala yang dirasakan penderita yaitu sesak nafas yang disertai nyeri dada. Kedua

gejala tersebut menyebabkan penderita Tb merasa sangat tersiksa dengan

keadaanya. (Sholeh S.Naga,2015)

Penyakit Tuberculosis menyebar dan menular dengan cepat akibat

lingkungan hidup yang kurang sehat, padat, dan kumuh. Bakteri Tuberculosis

menyebar melalui udara pernapasan (Air born infection). Dengan demikian, di

suatu daerah sangat mempermudah proses penyebaran penyakit ini. Kemiskinan

menambah beratnya kondisi penyakit ini, karena kemiskinan akan mudah

menyebabkan malnutrisi (kondisi kurang gizi) yang akan melemahkan atau

menurunkan daya tahan tubuh. Agar terhindar dari penyakit tuberculosis, setiap

hari harus menjalani pola hidup sehat secara alami seperti berpikir positif, menu

makan yang bergizi, olahraga secara rutin dan teratur, mendapat sinar matahari dan

menjaga fungsi organ pembuangan

Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2015, pada tahun 2014 angka

kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9.6 juta dengan kematian akibat TB sebanyak

1,5 juta orang. Prevalensi TB di Indonesia sebesar 1.600.000 dengan estimasi


insiden 1.000.000 kasus pertahun sehingga, setelah India, Indonesia menempati

urutan kedua dalam jumlah kasus TB terbanyak di dunia.

Pada prevalensi TB nasional berdasarkan Riskesdas tahun 2016, jumlah

penderita TB terbesar berada di provinsi Jawa Barat sejumlah 23.774 orang dan

terendah berada di provinsi Kalimantan Utara dengan jumlah 507 orang. Jawa

timur sendiri menempati peringkat kedua terbesar di indonesia untuk jumlah

penderita Tb dengan jumlah 21.660 orang. Dan jumlah tersebut diperkirakan akan

terus naik dari tahun ke tahun.

Data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur menyebutkan total penderita

tuberculosis di Jawa Timur tahun 2016 sebanyak 21.660 orang. Data ini diambil

menurut surveilans terpadu penyakit ( STP ) Puskesmas di Jawa Timur. Jumlah

tersebut dihitung mulai januari hingga november. Jumlah tersebut apabila dirinci

berdasarkan jenis kelamin yaitu dengan jenis kelamin laki- laki berjumlah 12.736

orang ( 59% ) dan jenis kelamin perempuan sejumlah 8870 orang ( 41% ).

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2016 tercatat

2292 orang penderita TB. Berdasarkan 5 besar penyakit tidak menular, tuberculosis

menempatinurutan ketiga. Sedangkan urutan pertama yaitu jumlah penderita

hipertensi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Wonoayu, pada tahun

2016 jumlah penderita Tuberculosis mencapai 97 orang. Dan pada tahun 2017

tejadi peningkatan menjadi 100 pasien tuberculosis. ( Puskesmas Wonoayu, 2017)

Hasil penelitian Helper SP Manalu ( 2014) menunjukkan bahwa Tb paru

masih merupakan masalah di negara berkembang, bahkan di negara maju masalah

ini kembali muncul dengan adanya HIV-AIDS. Bebagai upaya telah dilakukan
melalui bermacam macam pendekatan untuk mengobati atau paling tidak

mengurangi timbulnya TB. Seperti program strategi DOTS diharapkan dapat

memberi kesembuhan dan pencegah penularan. Tetapi dilapangan tedapat banyak

kendala seperti putus berobat. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan

pengobatan yaitu faktor saran, faktor penderita dan faktor keluarga dan lingkungan.

Penelitian Francisca Yenny, Ngesti utami dan Susmini ( 2016 ) di Rs

Panti Waluya menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang TB

di Rs Panti Waluya sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik

sebanyak 19 orang (95%). Kepatuhan menggunakan alat perlindungan diri

seluruhnya 100% tidak patuh. Ada hubungan tingkat sedang antara tingkat

pengetahuan keluarga pasien tentang TB dengan kepatuhan menggunakan APD

dengan nnilai p(0,024  0,005) dan r = 0,051 dengab arah korelasi yang positif.

Berdasarkan uraian diatas, ditemukan terjadi masalah penelitian yaitu

semakin tingginya kasus Tuberculosis di Puskesmas Wonoayu sehingga

mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai hubungan tingkat

pengetahuan pasien tentang tuberculosis dengan kejadian tubercolosis di

Puskesmas Wonoayu.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang tuberculosis

dengan kejadian tuberculosis di wilayah puskesmas wonoayu?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

menganalisis hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang tuberculosis

dengan kejadian tuberculosis di puskesmas wonoayu.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien tentang tuberculosis di

Puskesmas Wonoayu

2. Mengidentifikasi kejadian TB di Puskesmas Wonoayu

3. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang

tuberculosis dengan kejadian tuberculosis di Puskesmas Wonoayu

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Penulis

Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam

memberikan asuhan keperawatan serta mengaplikasikan ilmu yang telah

diperoleh selama kuliah

1.4.2 Bidang akademik

Sebagai sumber informasi dan bahan bagi Akademik dalam

meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang pada bidang

keperawatan.

1.4.3 Bagi Perkembangan ilmu keperawatan

Hasil penelitian dapat bermanfaat dan berguna sebagai tambahan

informasi dalam melakukan penelitian serta sebagai salah satu sumber

penambahan ilmu pengetahuan ilmiah tentang kasus tuberculosis


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Tuberculosis

2.1.1 Pengertian

Secara umum, penyakit tuberculosis paru merupakan penyakit

infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat kita.

Penyakit tuberculosis paru dimulai dari tuberculosis, yang berarti suatu

penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk (basil) yang dikenal

dengan nama Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui

perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil berkulosis

paru. Pada saat penderita batuk, butir-butir air ludah bertebangan di udara dan

terhisap oleh orang sehat, sehingga masuk kedalam paru-parunya, yang

kemudian menyebabkan penyakit tuberculosis paru. (Sholeh S.Naga,2015)

Penyebaran kuman tuberculosis ini terjadi di udara melalui dahak

yang berupa droplet. Hal ini tentunya sangat menular dan berbahaya bagi

lingkungan penderita. Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman Tb paru

dan BTA positif yang berbentuk droplet sangat kecil akan betertebangan di

udara. Droplet yang sangat kecil ini kemudian mengering dengan cepat dan

menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis. Kuman ini dapat

bertahan di udara selama beberapa jam lamanya, sehingga cepat atau lambat

droplet yang mengandung kuman tuberculosis akan terhirup oleh orang lain

dan bersarang di dalam paru-paru seseorang, lalu berkembang biak sehingga

dapat menginfeksi dari satu penderita ke penderita yang lain.


2.1.2 Etiologi Tuberculosis

Kuman penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini

tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar

ultraviolet. Basil ini sukar diwarnai, tetapi berbeda dengan basil lain, setelah

diwarnai tidak dapat dibersihkan lagi dari fuchin atau metileenblauw oleh cairan

asam sehingga biasanya disebut basil tahan asam (BTA). Pewarnaan Ziehl Neelsen

biasanya digunakan untuk menampakkan basil ini. Ada dua macam mikobakteria

penyebab tuberculosis, yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada

dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosa, dan bila diminum, dapat

menyebabkan tuberkulosa usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah

(droplet) di udara yang berasal dari penderita TB paru terbuka. Orang yang rentan

dapat terinfeksi TB paru bila menghirup bercak ini. Ini merupakan cara penulran

terbanyak. Selanjutnya dikenal empat fase dalam perjalanan penyakitnya.

(Sjamsuhidayat dan Jong 2013)

2.1.3 Patofisiologi

Infeksi diawali karena seorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis.

Bakteri menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak dan

terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat

menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar

melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks

serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem kekebalan

tubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan

makrofagmelakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-


tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan

ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan

bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah

terpapar bakteri Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan

tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut

granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup an mati yang dikelilingi

oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi

massa jaringan fibrosa. Bagan tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.

Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya

membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necroting caseososa). Hal ini

akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemduian

bakteri menjadi nonaktif.

Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit

akan menjadi lebih parah, penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang

atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon

tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necroting caseosa di dalam

bronchus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk

jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan

timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia

selular ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus

difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi

menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang

dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami

nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan
menimbulakn respins berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu

kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Somantri I, 2008).

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberculosis

Faktor-faktor yang mempengaruhi Tb Paru adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Pengetahuan

Faktor pengetahuan tentang penyakit Tuberculosis adalah merupakan

salah satu faktor yang sangat penting dalam penularan TB. Dengan kurangnya

pengetahuan tetang penyakit TB akan melahirkan suatu perilaku yang tidak baik

antara lain batuk tanpa menutup mulut, kebiasaan meludah sembarangan, dan

pengobatan yang tidak teratur. Bagi yang belum terdiagnosis terkena Tb maka

kebiasaan buruk menyepelekan tanda dan gejala tuberculosis seperti batuk yang lebih

dari 2 minggu. Dengan ketidak tahuan itu maka akan memperparah kondisi pasien

atau orang yang terkena TB. (Sholeh S.Naga,2015)

2. Faktor Umur

Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberculosis di Amerika yaitu

umur, jenis kelamin, ras, asal Negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil

penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang

gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberculosis aktif

meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosisi paru

biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB

Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun. (Sholeh S.Naga,2015)

3. Faktor Jenis Kelamin

Di benua afrika banyak tubrkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada

tahun 1996 jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan
28,9% pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB Paru laki-laki cenderung

meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%.

TB Paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-

laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok hingga memudahkan

terjangkitnya TB Paru.

4. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor resik apa yang harus dihadapi setiap

individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di

daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.

Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama

terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.jenis pekerjaan

seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai

dampak terhadap pola hidup sehari-hari dianatara konsumsi makanan, pemeliharaan

kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikikan rumah

(kontruksi rumah). Kepala kelurga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan

mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi

setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan

memudahkan untukterkena penyakit infeksi dianatarnya TB paru. Dalam hal jenis

kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah

yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah

terjadinya penularan penyakit TB paru. (Sholeh S.Naga,2015

5. Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko

untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner


6. Kepadatan Hunian Kamar Tidur

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di

dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan

jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab

disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota

keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga

yang lain. . (Achmadi Widyadari, 2012)

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan

dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relative tergantung dari kualitas

bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10

m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk

mencegah penularan penyakit pernafasan, jarak anatara tepi tempat tidur yang satu

dengan yang lainnya minimum 90 cm. kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari

dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. untuk menjamin

volume udara yang cukup, disyaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.

7. Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela

kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang

leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sanagt penting karena dapat

membunuh bakteri-bakteri pathogen di dalam rumah, misalnya hasil Tb karena itu

rumah yag sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas

pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux, kecuali

untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat

mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk
setiap jenisnya. Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna

dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat daripada yang melalui kaca

berwarna. Penularan kuman TB Paru relative tidak tahan pada sinar matahari. Bila

sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko

penularan anatar penghuni akan sangat berkurang. . (Achmadi Widyadari, 2012)

8. Ventilasi

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk

menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi

akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya

ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena

terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembapan ini akan

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri pathogen/bakteri

penyebab penyakit, misalnya kuman TB. Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk

membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri pathogen, karena

itu di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh

udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan

kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humidity).

9. Kondisi Rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit

Tb paru. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman.

Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu,

sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembang biaknya kuman

Mycrobacterium tuberculosis. Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh

kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperature


kamar 22°-30° C. Kuman Tb Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari

langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan

lembab.

10. Status Gizi

Hasil penelitian menujukkan bahwa orang dengan status gizi kurang

mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan

orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan

berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologis terhadap

penyakit. (Sholeh S.Naga,2015)

11. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan

sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan

pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi

konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status

gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga

memudahkan terkena infeksi TB Paru.

12. Perilaku

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan

penderita TB Paru yang kurang tenatng cara penularan, bahaya dan cara pengobatan

akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya

berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya(Sholeh S.Naga,2015)

2.1.5 Tanda dan Gejala Tuberculosis

Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau

malah banyak pasien ditemukan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Keluhan terbanyak adalah: (Sholeh S Naga 2015)

1. Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang

panas badan dapat mencapai 40-41°C. serangan demam pertama dapat sembuh

sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang

timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari

serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh

pasien dan berat ringannya infesi kuman tuberculosis yang masuk. . (Sholeh

S.Naga,2015)

2. Batuk/Batuk Darah

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena iritasi pada bronkus.

Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena

terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada

setelah penyakit berkembnag dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu

atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-

produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan

sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh

darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas,

tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. . (Sholeh S.Naga,2015)

3. Sesak Napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.

Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya

sudah meliputi setengah bagian paru-paru. (Sholeh S.Naga,2015)

4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang

sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua

pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

5. Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala ini sering

ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (BB turun),

sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan

terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.1.6 Cara Mencegah Tuberculosis

Penyakit Tb menyebar dan menular dengan cepat akibat lingkungan hidup

yang kurang sehat, padat, dan kumuh. Bakteri Tb menyebar melalui udara

pernapasan ( Air born infection). Dengan demikian, di suatu daerah sangat

mempermudah proses penyebaran penyakit ini. Kemiskinan menambah beratnya

kondisi penyakit ini, karena kemiskinan akan mudah menyebabkan malnutrisi

(kondisi kurang gizi) yang akan melemahkan atau menurunkan daya tahan tubuh.

Agar terhindar dari penyakit tuberculosis, setiap hari harus menjalani pola hidup

sehat secara alami seperti

1. Berpikir positif

Berpola pikir positif dapat membuat terhindar dari stress yang dapat

dengan mudah menurunkan daya tahan tubuh sehingga segala jenis penyakit dapat

masuk. (Achmadi Widyadari, 2012)

2. Menu makan yang bergizi

Makanan hendaknya menjadi obat bagi tubuh sehingga kemungkinan


terjadi malnutrisi dapat dihindari sehingga daya tahan tubuh menjadi meningkat.

3. Olahraga secara rutin dan teratur

Aktivitas ini akan memperlancar aliran darah di dalam tubuh sehingga

seluruh jaringan tubuh mendapatkan cukup makanan. Hal ini juga akan menjadikan

kita sehat dan terhindar dari malnutrisi

4. Mendapat sinar matahari

Sinar matahari mempunyai kemampuan untuk membunuh bakteri yang

ada di udara maupun pada benda. Cukup mendapatkan sinar matahari dan udara

segar menjadi hal penting untuk terhindar dari tuberculosis. Hal ini menjadikan

tubuh lebih sehat. (Achmadi Widyadari, 2012)

5. Menjaga fungsi organ pembuangan

Menjaga lancarnya fungsi organ pembuangan, yakni usus besar, ginjal,

paru-paru, kulit, dan saluran getah bening, agar proses pembuangan racun bisa

berjalan dengan baik dan sempurna. Di samping itu, menjaga hati agar fungsi

detoksifikasi berjalan dengan baik, makan makanan yang benar, yakni makanan yang

bersifat tidak meracuni sel sel hati, serta tidak minum minuman beralkohol.

Bagi seseorang yang belum terdiagnosis atau terinfeksi Tuberculosis, makan

untuk mencegah tuberculosis baiknya mengurangi kontak langsung dengan penderita

penyakit Tuberculosis yang aktif. Menjaga dan menerapkan standar hidup yang baik,

caranya bisa dilakukan dengan mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung nilai

gizi yang tinggi, menjaga lingkungan agar tetap sehat dan baik di dalam rumah serta

di tempat bekerja. Kebugaran tubuh menjadi hal yang tidak kalah penting dalam

menjaga agar tidak terinfeksi. Salah satunya dengan meluangkan waktu secara rutin
berolahraga. Dan untuk balita pemberian vaksin BCG menjadi hal wajib. Pemberian

vaksin ini bertujuan untuk membantu mencegah terjadinya infeksi tuberculosis lebih

berat lagi. Pemberian vaksin ini diberikan secara rutin kepada balita melalui

posyandu yang ada di sekitar lingkungan.

Bagi yang sudah terinfeksi atau terdiagnosis mengalami tuberculosis maka

mencegah tuberculosis menyebar dengan cara menjalani pengobatan tuberculosis

sesuai dengan yang dianjurkan oleh pihak dokter atau kesehatan. Mengurangi

kegiatan yang berhubungan dengan orang lain sebaiknya dikurangi. Sifat dari bakteri

tuberculosis adalah mudah menyebar pada ruangan tertutup dan dimana udara tidak

dapat bergerak. Sehingga mewujudkan rumah dengan ventilasi yang baik menjadi

syarat wajib bagi penderita tuberculosis. Selalu menggunakan apd berupa masker

mulut dapat mengurangi resiko penyebaran tuberculosis. Makanan bergizi dapat

membantu mengurangi resiko penyebaran tuberculosis dan juga hindari kebiasaan

berbagi barang milik pribadi dengan orang lain.

2.1.7 Komplikasi

Tuberculosis dapat menimbulkan banyak komplikasi. komplikasi awal dari

Tb adalah Batuk yang mengeluarkan darah. Dan apabila dibiarkan tanpa pengobatan

akan semakin memperburuk kondisi kesehatan penderita. Pneumothorax menjadi

ancaman selanjtnya bagi penderita TB. Dan akan menjadi lebih parah jika penderita

Tb mengalami gagal nafas da gagal jantung. Kejadian fatal ini merupakan ancaman

yang menakutkan bagi penderita Tb. Terlebih jika penderita tersebut tidak

melakukan pengobatan secara rutin (Nurarif & Hardhi Kusuma,2015).

2.1.8 Pemeriksaan Diagnosis

1.Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin mungkin

ditemukan konjugtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam

(subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksan fisis pasien

sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau

yang sudah terinfiltrasi. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah

bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka

didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan

juga suara napas tambahan berupa ronkhi basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila

infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesicular

melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara

hipersnor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. (Nurarif & Hardhi

Kusuma,2015).

2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis yang praktis

untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah

apeks paru (segmen apikal lobus atas atu segemen apikal lobus bawah) tetapi dapt

pula mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupi tumor

paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial). Pada awal penyakit saat lesi masih

merupakan sarang-sarang pneumonia, gambara radiologi berupa bercak-bercak

seperti awandan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi

jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi

ini dikenal sebagai tuberkuloma. Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa

bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.

Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan
pleura (pleuritis), masa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema),

bayangan hitam radio-lusen di pinggir paru atau pleura (pneumothoraks). Pada

suatu foto dada sering didapatkan bemacam-macam bayangan sekaligus (pada

tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi,

kavitas (non sklerotik maupun sklerotik) maupun antelekstasis dan empisema.

Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi,

yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh

tuberkolosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani

pembedahan paru. (Nurarif & Hardhi Kusuma,2015).

1. Pemeriksaan Laboratorium

a.Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya

kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat

tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit

meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah

normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah

leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai

turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga : anemia

ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat,

kadar natrium darah menurun pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak

spesifik.

b. Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya

kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.. Dalam hal ini
dianjurkan dalam satu hari sebelum pemeriksaan sputum dianjurkan minum air

sebanyak ±2ltr dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan

memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan

garam hipertonik selama 20 – 30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh

dengan cara bronkoskopi di ambil dengan brushing atau bronchial washing atau

BAL (broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga di dapat dengan cara

bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit

mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan di periksa hendaknya sesegar mungkin.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang

kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain 5000 kuman dalam 1mL sputum.

Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan

muldifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.Cara pemeriksaan sediaan

sputum yang dilakukan adalah :

1) Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa

2) Pemeriksaan sediiaan langsung dengan mikroskop fluoresens

3) Pemeriksaan dengan biakan ( kultur )

4) Pemeriksaan terhadap resistensi obat

Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan

cara Bactec (Bactec 400 Radiometric System), dimana kuman sudah dapt dideteksi

dalam 7-10 hari. Disamping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)

dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M.

tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya

dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.

Hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA (positif), tetapi


pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomen dead bacilli atau non

culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat antituberkulosis jangka

pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek. Untuk pemeriksaan

BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan selain sputum

dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan

lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan tinja.

c. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanaya dipakai test

Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purfied Protein

Derivative) intrcutan berkekuatan 5

T.U. (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U.

dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U. (first strength. Kadang-kadang bila denga 5 T.U.

masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U.(second sterngth).

Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil negatif, berarti tuberkulosis dapat

disingkirkan. Umumnya tes mantuox dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti. Setelah

48-72 jam setelah tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi

kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara

antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan

antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipegaruhi oleh antibodi

humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang

ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil test mantoux ini dibagi dalam:

1) Indurasi 0-5mm (diameternya) : Mantoux negatif= golongan non


sensitivy. Disini peranan antibodi humoral paling menonjol.

2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan= golongan low grade sensitivy.

Disini peran antibodi humoral masih menonjol.

3) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif= golonagan normal sensitivy.

Disini peran kedua antibodi seimbang.

4) Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat= golongan

hypersensitivy. Disini peran antibodi selular paling menonjol.

5) Untuk pasien dengan HIV positif, Test Mantoux ± 5 mm, dinilai

positif.

2.1.9 Penatalaksanaan Tuberculosis

Definisi kasus TB yang dimaksud disini adalah kasus TB yang

belum ada resistensi OAT. (Permenkes No.67 Tahun 2015)

a. Tujuan Pengobatan TB adalah:

1) Menyembuhkan pasien dan memperbaikis kualitas hidup.

2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak

buruk selanjutnya.

3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB.

4) Menurunkan risiko penularan TB.

5) Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat.

b. Prinsip Pengobatan TB:

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam

pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien

untuk mencegah penyebaran lebih lanjut kuman TB.

Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:


1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.

2. Diberikan dalam dosis yang tepat.

3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.

4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup,

terbagi dalam dua (2) tahap yaitu tahap awal serta tahap lanjutan, sebagai

pengobatan yang adekuat untuk mencegah kekambuhan.

c. Tahapan Pengobatan TB:

Pengobatan TB harus melalui tahap tahap yang harus di patuhi

oleh penderita TB. Dalam hal ini penderita Tb harus secara teratur untuk

mengkonsumsi obat obatan anti tuberculosis tanpa putus sampai dinyatakan

sembuh. Pengobatan tahap awal biasanya disebut pengobatan intensif. Dan

dilanjutkan dengan tahap lanjutan. Pengobatan TB harus selalu meliputi

pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud:

1. Tahap Awal:

Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk

secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan

meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah

resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap

awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya

dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan

sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.


2. Tahap Lanjutan:

Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa

kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga

pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Pada tahap ini

dosis obat tidak seperti tahap awal atau tahap intensif.

Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Tabel 2.1. OAT Lini Pertama

Jenis Sifat Efek samping

Neuropati perifer (Gangguan


saraf tepi), psikosis toksik,
Isoniazid (H) Bakterisidal gangguan fungsi hati, kejang.

Flu syndrome(gejala influenza


berat),gangguan
gastrointestinal, urine berwarna
merah, gangguan fungsi hati,
Rifampisin (R) bakterisidal trombositopeni, demam, skin
rash, sesak
nafas, anemia hemolitik.

Gangguan gastrointestinal,
Pirazinamid Bakterisidal gangguan fungsi hati, gout
(Z) arthritis.

Nyeri ditempat suntikan,


gangguan keseimbangan dan
Bakterisidal pendengaran, renjatan
Streptomisin
anafilaktik, anemia,
(S)
agranulositosis,
Trombositopeni
Gangguan penglihatan, buta
bakteriostatik warna, neuritis perifer
Etambutol (E) (Gangguan saraf tepi).
(Permenkes No.67 Tahun 2015)

Tabel 2.2 OAT Lini Kedua

Grup Golongan Jenis Obat

A Florokuinolon ▪ Levofloksasin (Lfx)


▪ Moksifloksasin (Mfx)
▪ Gatifloksasin (Gfx)*
B OAT suntik ▪ Kanamisin (Km)
lini kedua
▪ Amikasin (Am)*
▪ Kapreomisin (Cm)
Streptomisin (S)**

C OAT oral lini ▪ Etionamid


Kedua (Eto)/Protionamid (Pto)*
▪ Sikloserin (Cs) /Terizidon
(Trd)*
▪ Clofazimin (Cfz)
▪ Linezolid (Lzd)

D D1 ▪ OAT ▪ Pirazinamid (Z)


lini
▪ Etambutol (E)
perta
▪ Isoniazid (H)
ma
dosis tinggi

D2 ▪ OAT ▪ Bedaquiline
baru (Bdq)
▪ Delamanid
(Dlm)*
▪ Pretonamid
(PA-824)*
Grup Golongan Jenis Obat
D3 ▪ OAT ▪ Asam para
tamb aminosalisilat
ahan (PAS)
▪ Imipenem- silastatin
(Ipm)*
▪ Meropenem
(Mpm)*
▪ Amoksilin
clavulanat
(Amx-Clv)*
▪ Thioasetazon
(T)*

Keterangan:
*Tidak disediakan oleh program
**Tidak termasuk obat suntik lini kedua, tetapi dapat diberikan pada
kondisi tertentu dan tidak disediakan oleh program

d. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan yang

digunakan adalah;

1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).

2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau

2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.

3. Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.

Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini

ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,

Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid,

Delamanid dan obat TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and
etambutol. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk

paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini

terdiri dari kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya

disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam 1 (satu)

paket untuk 1 (satu) pasien untuk 1 (satu) masa pengobatan.

Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid

(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) yang dikemas dalam

bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk pasien yang tidak

bisa menggunakan paduan OAT KDT.Paduan OAT disediakan dalam bentuk

paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin

kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket (1) untuk

satu (1) pasien untuk satu (1) masa pengobatan.

Obat Anti Tuberkulosis dalam bentuk paket KDT mempunyai

beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:

1) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan

risiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi

kesalahan penulisan resep.

2) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga

menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga

pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan

kepatuhan pasien.
Tabel 2.3 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR))

Tahap Intensif Tahap Lanjutan Setiap


Setiap hari RHZE hari
(150/75/400/275) RH (150/75)

Berat Badan selama 56 hari selama 16 minggu

30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet

38 – 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet

55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet

Tabel 2.4 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR)3)

Tahap Intensif Tahap Lanjutan 3


Setiap hari RHZE kali seminggu RH
Berat (150/75/400/275) (150/150)

Badan
Selama 56 hari Selama 16 minggu
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 6 tablet 2KDT

2.1.10 Pengawas Minum Obat

Paduan pengobatan yang dianjurkan dalam buku pedoman ini akan

menyembuhkan sebagian besar pasien TB baru tanpa memicu munculnya

kuman resistan obat. Agar hal hal tersebut tercapai, sangat penting
memastikan bahwa pasien menelan seluruh obat yang diberikan sesuai

anjuran, dengan pengawasan langsung oleh seorang PMO (Pengawas

Menelan Obat) untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Pilihan tempat

pemberian pengobatan sebaiknya disepakati bersama pasien agar dapat

memberikan kenyamanan. Pasien bisa memilih datang ke fasyankes terdekat

dengan kediaman pasien atau PMO datang berkunjung kerumah pasien.

Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat diberikan secara rawat

jalan. (Permenkes no.67 Tahun 2015)

1. Persyaratan PMO

a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh

petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh

pasien.

b. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama- sama

dengan pasien.

2. Siapa yang bisa jadi PMO?

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan

di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain

lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO

dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau

tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.


3. Tugas seorang PMO

a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai

selesai pengobatan.

b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang

telah ditentukan.

d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang

mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera

memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien

mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan. Pada saat pasie mengambil obat,

diupayakan bahwa dosis hari itu ditelan di depan petugas keseheatan. Pada

pengobatan TB RO, pengawasan menelan obat dilakukan oleh petugas

kesehatan di fasyankes. Pada beberapa kondisi tertentu, pemberian OAT

MDR dilakukan di rumah pasien, maka pengawasan menelan obat dapat

dilakukan oleh petugas kesehatan/kader yang ditunjuk, atau oleh keluarga

pasien dengan sebelumnya sudah disepakati oleh petugas kesehatan dan

pasien.

4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan

kepada pasien dan keluarganya:

a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan.

b. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya.
d. Cara pemberian pengobatan pasien ( tahap Intensif dan lanjutan )

e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

2.2 Konsep Pengetahuan Tuberculosis

2.2.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan ialah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga

(Soekidjo,Notoadmodjo2013).Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui,

segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal. (Kamus Besar Bahasa

Indonesia,).

2.2.2 Pengertian Tentang Tuberculosis

Pelayanan kesehatan khususnya Tuberculosis, tidak terlepas dari

keterlibatan keluarga sebagai orang yang terdekat dengan pasien terutama pasien

Tuberculosis. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam

meningkatkan derajat kesehatan keluarga. Apabila setiap keluarga sehat, akan

tercipta keluarga yang sehat. Masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota

keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain (Wahid Iqbal, 2014).

Fungsi keluarga dalam upaya kesehatan terdiri dari dua aspek yaitu pemeliharaan

kesehatan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencakup upaya

kuratif (pengobatan penyakit), rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari

sakit). Peningkatan kesehatan mencakup kesehatan preventif (pencegahan penyakit)

dan promotif (peningkatan kesehatan) oleh sebab itu, kesehatan promotif harus selalu
diupayakan mengandung makna kesehatan seseorang kelompok individu dan harus

selalu diupayakan sampai tingkat kesehatan yang optimal (Notoatmodjo, 2015).

Dalam menjalankan upaya peningkatan kesehatan keluarga mempunyai tugas dan

fungsi yaitu mengenal masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang sakit.

Keluarga perlu mengenal kesehatan dan perubahan. Hal hal yang harus diketahui

oleh keluarga berupa penyebab, cara penularan, tanda dan gejala, pencegahan, dan

komplikasi.

2.2.3 Penyebab Tuberculosis

Adapun penyebab Tuberculosis adalah bakteri berbentuk (basil) yang

dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui

perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil berkulosis paru. Pada

saat penderita batuk, butir-butir air ludah bertebangan di udara dan terhisap oleh

orang sehat, sehingga masuk kedalam paru-parunya, yang kemudian menyebabkan

penyakit tuberculosis paru. Dan cara penularan tuberculosis dimulai saat proses

terjadinya infeksi oleh Mycobacterium tubrculosis biasanya secara inhalasi, sehingga

TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya.

2.2.4 Cara Penularan

Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang

mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan

batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA). Pada Tb

kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi yang

disebabkan oleh Mycobacterium bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang

disterilkan dengan baik atau terkontaminasi. Penyebab tuberkulosis adalah

Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran


panjang 1-4/um dan tebal 0,6/um. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam

lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang

membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut

bakteri tahan asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.

Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat

tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam

sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan

penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai

parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula

memfagositasi malah kemudian disenangi karena banyak mengandung lipid. Sifat

lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan

oksigen pada bagian apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian

apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. (Sholeh

S.Naga,2015)

2.2.5 Tanda dan Gejala Tuberculosis

Tanda dan gejala pada klien secara obyektif menurut yang paling terlihat

yaitu penderita TB mengalami batuk yang menahun lebih dari satu bulan. Batuk

tersebut terkadang disertai dengan bercak darah yang keluar. Dan penderita Tb

mengalami penurunan berat badan menjadi semakin kurus, postur tubuh yang

tampak terangkat pada kedua bahu. Hal tersebut karena nafsu makan menurun

yang disertai dengan sakit kepala, nyeri otot dan sering berkeringat pada malam

hari. Gejala tersebut merupakan yang dapat terlihat dari penderita TB. terdapat

juga gejala yang dirasakan penderita yaitu sesak nafas yang disertai nyeri dada.
Kedua gejala tersebut menyebabkan penderita Tb merasa sangat tersiksa dengan

keadaanya. (Sholeh S.Naga,2015)

2.2.6 Pencegahan Tuberculosis

Cara pencegahan Tuberculosis adalah dengan memahami bahwa

penyakit TB menyebar dan menular dengan cepat akibat lingkungan hidup yang

kurang sehat, padat, dan kumuh. Bakteri Tb menyebar melalui udara pernapasan (

Air born infection). Dengan demikian, di suatu daerah sangat mempermudah

proses penyebaran penyakit ini. Kemiskinan menambah beratnya kondisi penyakit

ini, karena kemiskinan akan mudah menyebabkan malnutrisi (kondisi kurang gizi)

yang akan melemahkan atau menurunkan daya tahan tubuh. Agar terhindar dari

penyakit tuberculosis, setiap hari harus menjalani pola hidup sehat secara alami

seperti berpikir positif, menu makan yang bergizi, olahraga secara rutin dan

teratur, mendapat sinar matahari dan menjaga fungsi organ pembuangan. (Sholeh

S.Naga,2015)

2.2.7 Komplikasi

Penyakit tuberculosis bila tidak ditangani dengan benar akan

menimbulkan komplikasi.Tuberculosis dapat menimbulkan banyak komplikasi.

komplikasi dini dari Tb adalah pleuritis, efusi pleura.. Dan apabila dibiarkan tanpa

pengobatan akan semakin memperburuk kondisi kesehatan penderita. Pneumothorax

menjadi ancaman selanjtnya bagi penderita TB. Dan akan menjadi lebih parah jika

penderita Tb mengalami gagal nafas da gagal jantung. Kejadian fatal ini merupakan

ancaman yang menakutkan bagi penderita Tb. Terlebih jika penderita tersebut tidak

melakukan pengobatan secara rutin

2.2.8 Pengobatan TB
a. Tujuan Pengobatan Tuberculosis adalah:

1. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta

kualitas hidup.

2. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak

buruk selanjutnya.

3. Mencegah terjadinya kekambuhan TB.

4. Menurunkan risiko penularan TB.

5. Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat.

b. Prinsip Pengobatan TB:

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting

dalam pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling

efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut kuman TB. Pengobatan yang

adekuat harus memenuhi prinsip:

1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya

resistensi.

2. Diberikan dalam dosis yang tepat.

3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.

4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi

dalam dua (2) tahap yaitu tahap awal serta tahap lanjutan, sebagai

pengobatan yang adekuat untuk mencegah kekambuhan.

2.2.9 Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Tuberculosis

Faktor pengetahuan tentang penyakit Tuberculosis tentu ada


hubungannya dalam penularan TB. Dengan kurangnya pengetahuan tetang penyakit

TB akan melahirkan suatu perilaku yang tidak baik antara lain batuk tanpa menutup

mulut, kebiasaan meludah sembarangan, dan pengobatan yang tidak teratur. Jika

sesorang mempunyai pengetahuan tentang tuberculosis maka dapat mengetahui

tanda gejala dan pencegahan penularan Tb. Hal hal yang dapat diterapkan di rumah

seperti memperhatikan ventilasi, .lingkungan yang bersih dan pencahyaan rumah,

Selain hal di rumah tentu menerapkan sikap sehat seperti memakai masker jika dalam

keadaan batuk. Hal kecil tersebut tentu dapat mengurangi resiko tertular atau

menularkan tuberculosis.Bagi yang belum terdiagnosis terkena Tb maka kebiasaan

buruk menyepelekan tanda dan gejala tuberculosis seperti batuk yang lebih dari 2

minggu. Jadi dari uraian diatas dapat bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan

denagn kejadian tuberculosis.


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan landasan berfikir yang dikembangkan

berdasarkan pada teori yang ada. Kerangka konsep memberikan gambaran sederhana

tentang landasan berfikir penelitian dengan menunjukkan variabel- variabel penelitian

dan keterkaitan antar variabel (Sopiyudin, 2012) .Berikut ini adalah sajian kerangka

konseptual penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi terjadinya kasus

tuberculosis sebagai berikut.

Tingkat Pengetahuan

Usia

Jenis Kelamin

Pekerjaan

Merokok

Kepadatan Hunian
Kejadian Tuberculosis
Pencahayaan

Ventilasi

Kondisi Rumah

Gizi

Status Ekonomi

Perilaku

Keterangan : Diukur Tidak Diukur

Bagan 3.1 Kerangka konseptual faktor faktor yang mempengaruhi kejadian


tuberculosis
Gambar kerangka konseptual penelitian tentang hubungan tingkat

pengetahuan pasien tentang tuberculosis dengan kejadian Tuberculosis di wilayah

Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan kerangka konsep diatas

dapat dijelaskan bahwa ada konsep utama tentang faktor yang mempengaruhi

terjadinya tuberculosis yaitu tingkat pengetahuan. Terdapat pula faktor lain yaitu

Faktor usia, Jenis kelamin, merokok, kepadatan hunian, pencahayaan, ventilasi,

kondisi rumah, status gizi, status ekonomi, dan perilaku sehari hari.
BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang akan dilakukan dalam proses

penelitian. Dalam menyusun proposal, metode penelitian harus diuraikan secara

rinci seperti variabel penelitian, rancangan penelitian, teknik pengumpulan data,

analisis data, cara penafsiran, dan penyimpulan hasil penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,

memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi akurasi suatu hasil. Rancangan penelitian sebagai petunjuk dalam

perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau

menjawab pertanyaan (Nursalam, 2014).

Dengan demikian desain penelitian pada hakekatnya merupakan suatu

energi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan

sebagai pedoman atau penuntun penelitian pada seluruh proses penelitian. Dalam

penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan

crosssectional. Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan pada

satu waktu dan satu kali, tidak ada follow up, untuk mencari hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen

Desain penelitian bisa dipergunakan penelitian sebagai petunjuk dalam

perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau

menjawab suatu pertanyaan penelitian. Pada tahap ini penelitian harus


mempertimbangkan beberapa keputusan sehubungan dengan metode yang akan

dipergunakan dalam upaya untuk menjawab pertanyaan penelitian dan

pengumpulan data.

4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah subyek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah penderita Tuberculosis .

Populasi pada penelitian ini adalah penderita baru Tuberculosis di wilayah

Puskesmas Wonoayu sebesar 30 orang.

4.2.2 Sampel dan Besar Sampel

Sampel adalah terdiri dari berbagai populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian (Nursalam, 2014). Besar Sampel adalah

keseluruhan populasi yang dipergunakan sebagai subjek penelitian, besar sampel

pada penelitian ini berjumlah sama dengan total populasi banyaknya 30 orang.

4.3 Variabel Penelitian

Dalam riset, variabel dikarakteristikan sebagai derajat, jumlah dan

perbedaan. Variabel merupakan konsep dari berbagai level dari abstrak yang

didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu

penelitian. Konsep yang dituju dalam suatu penelitian dapat konkret dan secara

langsung bisa diukur. Di bawah ini dijelaskan variabel independen dan variabel

dependen, yaitu :
4.3.1 Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel Independen merupakan variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel independen. Variabel yang nilainya

menentukan variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati dan

diukur untuk diketahui pengaruhnya terhadap variabel lain. Pada penelitian ini

yang menjadi variabel independen adalah Tingkat Pengetahuan pasien tentang

tuberculosis

4.3.2 Variabel Dependen (Variabel Terkait)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi

akibat dari variabel independen atau variabel bebas. Pada penelitian ini yang

menjadi variabel dependennya adalah Tuberculosis


4.4 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan


Pasien Tentang Tuberculosis dengan Kasus Tuberculosis di
Puskesmas Wonoayu”

Definisi
Variabel Parameter Alat Ukur Skala Skor
Operasional

Pengetahuan

Pengetahuan Tentang

tentang Tuberculosis

Tuberculosis meliputi:
a. Baik :
adalah segala - Pengertian
Tingkat 17 - 24
hal yang harus - Penyebab
Pengetahuan b. Sedang :
diketahui oleh - Tanda dan Kuisioner Ordinal
Pasien Tentang 9 - 16
seseorang Gejala
Tuberculosis c. Kurang :
tentang - Penularan
0-8
tuberculosis - Pencegahan

- Komplikasi

- Pengobatan
Definisi
Variabel Parameter Alat Ukur Skala Skor
Operasional

Tuberculosis

adalah

penyakit
Hasil TB (+) :
infeksi yang
Pemeriksaan Rekam Skor 1-2
Tuberculosis disebabkan Ordinal
BTA dan Foto Medis Pasien TB (-) :
oleh bakteri
Rontgen Skor 0
Mycobacteriu

m tuberculosis

4.5 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan konsep yang menunjukkan beberapa variabel

yang akan diamati dan diukur melalui penelitian yang akan diukur melalui

penelitian yang akan dilakukan.


Survey

Menentukan populasi penderita tuberculosis di wilayah


Puskesmas Wonoayu sebanyak 30 orang.

Ditemukan Sampel sebanyak total populasi yaitu


sebanyak 30 orang.

Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner pada variabel


dependen dan independen sebanyak 8 pertanyaan

Variabel independen adalah Variabel dependen adalah


tingkat pengetahuan penderita kejadian tuberculosis
tentang tuberculosis

Pengumpulan data dan pengolahan data

Pembahasan hasil penelitian

Simpulan

Bagan 4.1 Kerangka Kerja Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pasien


Tentang Tuberculosis dengan Kasus Tuberculosi di Puskesmas
Wonoayu
4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat ukur dan cara pengumpulan data yang baik,

sehingga data yang dikumpulkan merupakan data yang valid, reliable dan akurat.

Ada dua karakteristik alat ukur yang harus diperhatikan peneliti yaitu validitas

dan reliabilitas. Di mana validitas (kesahihan) adalah pengukuran dan pengamatan

yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Dalam

penelitian ini digunakan instrumen kuisioner untuk mengukur tingkat pengetahuan

penderita tuberculosis dan lembar observasi untuk mengetahui kejadian

tuberculosis.

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pada penelitian ini akan diuraikan rencana lokasi dan waktu

penelitian, yaitu :

1. Peneliti melakukan penelitian di Puskesmas Wonoayu.

2. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei- Juni tahun 2018.

4.8 Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

4.8.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nurhadi, 2014). Setelah mendapatkan ijin dari Kepala Puskesmas

Wonoayu, peneliti mulai melaksanakan penelitian dengan jumlah populasi

30 orang dengan tuberculosis, selanjutnya peneliti memberikan penjelasan

petunjuk tentang pengisian lembar persetujuan dan dilanjutkan mengisi

kuisioner dan lembar observasi.


4.8.2 Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul kemudian diolah melalui tahap

penyaringan data yaitu pengecekan kelengkapan data, diberi kode kemudian

dikelompokkan dan ditabulasikan ke dalam tabel. Selain itu, dilakukan analisa

data dengan teknik komputerisasi menggunakan tabulasi silang. Data

digambarkan dengan kalimat, dipisahkan menurut kategorinya untuk

mempermudah kesimpulan analisa statistik. Analisa statistik menggunakan chi

square signifikan 0,05 dengan rumus sebagai berikut :

∑(0 − 𝑒 2 )
𝑥2 =
𝐸

𝐵𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑥 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑜𝑙𝑜𝑚


𝐸=
𝐺𝑟𝑎𝑛𝑑 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

Keterangan :

0 : Frekuensi

E : Frekuensi Harapan

Syarat uji chi square :

1. Banyaknya sel yang mempunyai frekuensi harapan (expected count)

frequency = E < 5 tidak boleh lebih dari 20%.

2. Tidak boleh ada sebuah sel yang mempunyai E < 1.

3. Menggunakan skala pengukuran nominal (katagorikal) dengan uji

signifikansi perbedaan antara 2 kelompok atau lebih.

4. Dilakukan pada sampel bebas.


Dari perhitungan menggunakan rumus di atas dapat disimpulkan
2 2
bahwa hipotesis nihil ditolak bila 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑥𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan sebaliknya hipotesis nihil

2 2
diterima bila 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑥𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 .

4.9 Etika Penelitian

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam

penelitian, mengingat penelitian berhubungan langsung dengan manusia, maka

segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah data yang harus diperhatikan

antara lain adalah sebagai berikut :

4.9.1 Lembar Persetujuan (Informed Concent)

Lembar persetujuan diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya agar

subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.

Jika responden bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar

tersebut dan jika menolak untuk diteliti tidak akan memaksa dan tetap

menghormatinya.

4.9.2 Tanpa Nama (Asonimity)

Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan

subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencamtumkan

nama responden pada lembar alat ukur dan menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.


4.9.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya,. Semua

informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti.

4.9.4 Keterbatasan

Keterbatasan adalah suatu yang mungkin mengurangi kesimpulan

secara umum dalam penelitian. Dalam penelitian ini keterbatasan yang

dialami oleh peneliti di antaranya :

1. Penelitian ini adalah pertama kali dilaksanakan di Prodi D-III

Keperawatan Sidoarjo, sehingga peneliti mengalami kesulitan

dalam penyusunan dan mungkin peneliti masih kurang

maksimal. Dan waktu penelitian yang terbatas sehingga sampel

yang digunakan jumlahnya terbatas.

2. Sampel yang digunakan terbatas hanya pada pasien Tuberculosis

di wilayah Puskesmas Wonoayu.

3. Instrumen penelitian dirancang oleh peneliti sendiri tanpa

dilakukan uji coba terlebih dahulu sehingga validitas dan

reliabilitas masih diragukan.


BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Pada bab ini akan menguraikan hasil penelitian tentang hubungan antara

tingkat pengetahuan pasien tentan tuberculosis dengan kejadian tuberculosis di

Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo dengan jumlah responden 30 orang..

Penyajian data dimulai dari data umum tentang karakteristik responden meliputi

pendidikan terakhir, umur, jenis kelamin dan pekerjaan. Data khusus yang

disajikan berdasarkan variabel yang diukur meliputi tingkat pengetahuan pasien

tentang tuberculosis dan kejadian tuberculosis di wilayah kerja Puskesmas

Wonoayu.

Penelitian dilakukan kepada 30 pasien yang berusia 15 - 75 tahun di

Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo, data diperiksa kelengkapannya lalu

data tersebut diolah dan dikelompokkan dalam bentuk tabel tentang hubungan

antara tingkat pengetahuan pasien tentang tuberculosis dengan kejadian

tuberculosis pada wilayah kerja Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Puskesmas Wonoayu Kabupaten

Sidoarjo. Puskesmas Wonoayu terletak di Jalan Raya Wonoayu no 1

Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Puskesmas Wonoayu saat ini merupakan


fasilitas kesehatan tingkat 1. Melayani pengobatan baik umum maupun

menggunakan pelayanan BPJS.

Jumlah pasien di Poli Tuberculosis pada bulan Januari sampai dengan

Bulan Juni sebanyak 30 pasien. Pasien tersebut berasal dari wilayah kerja

Puskesmas Wonoayu yaitu seluruh Kecamatan Wonoayu. Dari 30 pasien

tersebut terdapat 15 pasien berjenis kelamin laki laki dan 15 pasien berjenis

kelamin perempuan.rentan usia dari 30 responden tersebut yaitu usia 15 – 75

tahun. Kemudian dilakukan pembagian kuisioner kepada seluruh responden

berjumlah 30 responden.

5.1.2 Data Umum

1. Umur

Pengelompokan data berdasarkan umur responden di

Puskesmas Wonoayu dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan umur di Puskesmas


Wonoayu Sidoarjo

No Kategori Umur Frekuensi Presentase

1 10 – 20 2 6,7%

2 21 – 30 2 6,7%

3 31 – 40 4 13,3%

4 41 – 50 5 16,7%

5 51 – 60 10 33,3%
6 61 – 70 6 20%

7 Lebih dari 70 1 3,3%

Jumlah 30 100%

Sumber : Data Primer, 2018

Beradasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa responden

dibagi menjadi 7 kategori umur. Sebagian besar responden berusia

51 – 60 tahun yaitu sebanyak 10 orang (33.3%). Hal ini sesuai

dengan teori yang menyatakan bahwa pada usia lanjut lebih dari 50

tahun system imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan

terhadap berbagai penyakit, termasuk TB Paru. (Sholeh S. Naga 2015)

Jendra FJ Tulodong dari Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Ratulangi pada tahun 2014 melakukan penelitian dan dihasilkan bahwa ada

hubungan antara Umur dengan kejadian penyakit TB Paru di Desa

Wori Kecamatan Wori. Dimana nilai p 0,012 (p < 0,05)

Sehinga di dapatkan bahwa usia berhubungan dengan siatem

imunitas seseorang yang dapat menyebabkan mudahnya terserang

berbagai penyakit termasuk tuberculosis. Semakin tua usia seseorang

maka semakin mudah terserang penyakit.

2. Jenis Kelamin

Tabel dibawah ini menguraikan karateristik berdasarkan jenis

kelamin.
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di
Puskesmas Wonoayu Sidoarjo

No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

1. Perempuan 15 50%

2. Laki laki 15 50%

Jumlah 30 100%

Sumber : Data Primer, 2018

Beradasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa lebih dari

setengah responden berjenis kelamin perempuan sejumlah 15

responden (50%). Jumlah responden berjenis kelamin laki laki

sejumlah 15 responden (50 %). Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa Di benua afrika banyak tubrkulosis terutama

menyerang laki-laki. TB Paru lebih banyak terjadi pada laki-laki

dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar

mempunyai kebiasaan merokok hingga memudahkan terjangkitnya

TB Paru. (Sholeh S Naga 2015)

Jendra FJ Tulodong dari Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Ratulangi pada tahun 2014 menyatakan ada hubungan antara Jenis

Kelamin dengan kejadian penyakit TB Paru di Desa Wori

Dimana Jenis Kelamin laki-laki mempunyai kemungkinan 6x

lebih besar untuk terkena penyakit TB di banding jenis

kelamin perempuan. Dengan nilai p 0,000 (p < 0,05)

Hasil penelitian dihasilkan jumlah responden yang berjenis


kelamin laki laki dan perempuan sama karena disebabkan oleh

beberapa faktor seperti sasaran penelitian hanya pasien Tb pada

bulan Januari – Juni 2018 sehingga hanya ada 30 responden.

Sedangkan menurut data Puskesmas Wonoayu pada tahun 2017

jumlah penderita Tb sebanyak 100 persen dengan rincian 62 orang

laki laki dan 48 perempuan.

3. Pekerjaan

Tabel dibawah ini menguraikan karateristik berdasarkan pekerjaan.

Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan di Puskesmas


Wonoayu Sidoarjo

Pekerjaan Frekuensi Presentase

Tidak Bekerja 9 30%

PNS 1 3.3%

Petani 5 16.7%

Karyawan Swasta 9 30%

Ibu Rumah Tanga 4 13.3%

Pelajar 2 6.7%

Jumlah 30 100%

Sumber : Data Primer, 2018

Beradasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 30 responden

sebagian besar bekerja sebagai karyawan swasta berjumlah 9

responden (30%). Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan


bahwa pekerjaan jenis pekerjaan menentukan faktor resiko apa yang

harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan

yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan

mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.

Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas,

terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya

TB Paru. (Sholeh Sinaga 2015)

Nurhanah 2014 di Bone Sulawesi Selatan melakukan penelitian

dan dihasilkan bawhwa terdapat hubungan bermakna antara

pekerjaan dengan kejadian TB Paru. Hasil penelitian ini menjelaskan

bahwa responden yang bekerja memberikan kontribusi seseorang

terjangkit TB paru, terkait dengan keterpaparan kuman

Mycobacterium tuberculosis. Jenis pekerjaan kasar mempunyai

peluang terpapar kuman TB dibandingkan dengan jenis pekerja

anlain seperti PNS, TNI, dan karyawan.

Pekerjaan berhubungan dengan tingkat pendapatan seseorang

yang dapat mempengaruhi status sosial ekonomi. Di mana sosial

ekonomi dapat merupakan penyebab tidak langsung kejadian TB

Paru seperti pemenuhan gizi keluarga yang tidak mencukupi.


4. Pendidikan

Pengelompokan data berdasarkan pendidikan dari 30 responden

di Puskesmas Wonoayu dapat dilihat pada diagram berikut :

Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan pendidikan di Puskesmas


Wonoayu Sidoarjo

Pendidikan Frekuensi Presentase

Tidak Sekolah 1 3.3%

SD 8 26.7%

SMP 11 36.7%

SMA 10 33.3%

Jumlah 30 100%

Sumber : Data Primer, 2018

Beradasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui sebagian besar

pendidikan terakhir adalah SMP sebanyak 11 responden (36.7%).

Hal ini sejalan dengan teori yang menyebutkan bahwa sekolah

sebagai lembaga pendidikan, yang mempelajari bagaimana tata

kelakuan yang baik dan sehat, mempelajari norma atau aturan yang

dipatuhi.

Sehingga diharapkan dengan adanya pendidikan dapat

mengubah tingkah laku atau perilaku hidup sehat seseorang akan

menjadi lebih baik karena salah satu fungsi dari pendidikan adalah

mengembangkan dari pola-pola tingkah laku (sosial) sesuai dengan


norma dan aturan yang ada. Sehingga pendidikan merupakan modal

utama dalam segala hal. Ahmadai,A. Uhbiyati, N. (2003)

Tiara Purba dari Universitas Sam Ratulangi melakukan

penelitian dan dihasilkan data uji Chi Square nilai probabilitas

(pvalue) sebesar 0,59 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara tingkat pendidikan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja

Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado

Pendidikan berhubungan dengan tingkah laku seseorang yang

dapat mempengaruhi perilaku hidup sehat. Di mana perilaku hidup

sehat merupakan penyebab langsung kejadian TB Paru seperti

perilaku meludah, menutup mulut saat batuk, bahaya merokok,

kebersihan lingkungan dll.

5.1.3 Data khusus

Data khusus ini di peroleh dari lembar yang telah dijawab oleh

responden meliputi pernyataan pengertian, penyebab, tanda dan

gejala ,cara penularan, cara pencegahan, komplikasi dan pengobatan

penyakit tuberculosis di Puskesmas Wonoayu Sidoarjo.

1. Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Tuberculosis

Tabel 5.5 Tabel Distribusi Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang


Tuberculosis di Puskesmas Wonoayu Sidoarjo

No Tingkat
Pengetahuan Frekuensi Presentase
1 Baik 22 73.3%

2 Sedang 8 26.7%%

Jumlah 30 100%

Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 30

responden sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu 22

responden (73.3%), Hasil tersebut disebabkan penelitian dilakukan

kepada responden yang sudah menjalani pengobatan tuberculosis dan

responden telah mendapat informasi dari petugas Puskesmas.

2. Tabel Kejadian Tuberculosis

Tabel 5.6 Tabel Distribusi Kejadian Tuberculosis di


PuskesmasWonoayu Sidoarjo

No Hasil Pemeriksaan Frekuensi Presentase

1 BTA Positif 6 20%

2 Rontgen Positif 24 80%

Jumlah 30 100%

Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden foto rontgen paru positif tuberculosis sebanyak 24 orang

(80%) .Hal tersebut disebabkan karena pemeriksaan dilakukan lebih


awal sehingga bakteri TB belum menjejaki fase selanjutnya sehingga

tes BTA negatif.

3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Tuberculosis


dengan Kejadian Tuberculosis

Tabel 5.7 Tabel Silang Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien


Tentang Tuberculosis dengan Kejadian Tuberculosis
di Puskesmas Wonoayu Sidoarjo.

Kejadian Tuberculosis
Tingkat Pengetahuan
BTA Positif Rontgen Positif Total
Tentang Tuberculosis
∑ ∑ ∑

Sedang 8 (100%) 0 8 (100%)

Baik 16 (73%) 6 (27%) 22 (100%)

Total 24 (80%) 6 (20%) 30 (100%)

Uji chi Square p = 0,155

Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 30

responden, responden dengan tingkat pengetahuan sedang dan

BTA positif sebanyak 8 orang (100%), tingkat pengetahuan

sedang dan Ronten Positif tidak ada, lalu tingkat pengetahuan

baik dan BTA Positif sebanyak 16 orang (73%), dan tingkat

pengetahuan baik dan Rontgen Positif sebanyak 6 orang (27%).

Berdasarkan analisis dengan menggunakan uji statistik

korelasi chi square didapatkan nilai signifikan p= 0.155 artinya


nilai nilai p lebih dari 0.05 maka h0 diterima. Sehingga dapat

diketahui bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan

pasien tentang tuberculosis dengan kejadian tuberculosis.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Pengetahuan tentang tuberculosis

Hasil penelitian diketahui bahwa dari 30 responden sebagian

besar memiliki pengetahuan baik yaitu 22 responden (73.3%), lalu

yang memiliki tingkat pengetahuan sedang sebanyak 8 orang (26,7%)

dan tidak ada yang memiliki tingkat pengetahuan rendah.

Hal ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa

dengan pengetahuan baik seharusnya dapat menghindarkan seseorang

dari suatu penyakit. Sebaliknya apabila seseorang dengan pengetahuan

kurang maka akan meningkatkan resiko terseran penyakit termasuk

TB Dengan kurangnya pengetahuan tetang penyakit TB akan

melahirkan suatu perilaku yang tidak baik antara lain batuk tanpa

menutup mulut, kebiasaan meludah sembarangan, dan pengobatan

yang tidak teratur. Bagi yang belum terdiagnosis terkena Tb maka

kebiasaan buruk menyepelekan tanda dan gejala tuberculosis seperti

batuk yang lebih dari 2 minggu. Dengan ketidak tahuan itu maka akan

memperparah kondisi pasien atau orang yang terkena TB. (Sholeh

S.Naga,2015)

Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sri Marisya


Setiarni dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad

Dahlan, Yogyakarta menjelaskan Berdasarkan hasil penelitian tentang

hubungan antara tingkat pengetahuan, dengan kejadian tuberculosis

paru pada orang dewasa di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat,

dari tingkat pengetahuan ternyata memperoleh nilai p=0,026 < 0,05

berarti ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan

dengan kejadian tuberculosis paru pada orang dewasa. Besarnya risiko

dari hasil output diperoleh nilai RR=1,857 lebih besar dari 1 (95% CI:

1,062-3,446) yang nilainya tidak mencakup angka 1, artinya bahwa

orang dengan tingkat pengetahuan yang rendah akan meningkatkan

risiko untuk terkena TB sebesar 1,857 kali lebih besar dari orang yang

memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi.

Hasil penelitian tidak sesuai teori karena disebabkan oleh

beberapa faktor yang mempengaruhi hasil penelitian tingkat

pengetahuan tentang tuberculosis yaitu Penelitian dilakukan kepada

responden yang sudah menjalani pengobatan tuberculosis, responden

telah mendapat informasi dari petugas Puskesmas, Jumlah responden

yang sedikit sehingga mempengaruhi hasil.

Jadi dapat disimpulkan bahwa jumlah responden sebagian

besar memiliki tingkat pengetahuan baik karena responden sudah

menjalani pengobatan tuberculosis, responden telah menerima

informasi dari petugas puskesmas tentang tuberculosis dan jumlah

responden yang sedikit sehingga mempengaruhi hasil.


Dari uraian diatas dapat dihasilkan saran yaitu dengan

melakukan penyuluhan informasi tentang tuberculosis kepada

masyarakat yang belum terinfeksi tuberculosis . Bukan hanya pada

penderita yang telah terinfeksi atau menjalani pengobatan

tuberculosis. Hal ini bertujuan untuk menekan bertambahnya jumlah

penderita tuberculosis.

5.2.2 Kejadian Tuberculosis

Berdasarkan Penelitian dapat diketahui bahwa terdapat 6

responden dengan BTA positif (20%) dan terdapat 24 responden

dengan hasil Rontgen Paru Positif (80%). Dari jumlah tersebut dapat

dilihat bahwa responden lebih banyak rontgen paru positif lebih

banyak dibandingkan responden denan BTA positif. Hal ini

dikarenakan pemeriksaan dilakukan dini sehingga dihasilkan BTA

negatif karena bakteri TB belum sampai menginfeksi dahak.

Fase awal penularan bakteri mycobacterium tuberculosis adalah

membentuk koloni dan membuat mekanisme penyumbatan paru paru

melalaui pembentukan jaringan parut pada paru paru. Selanjutnya

bakteri mengendap membuat jaringan pada dinding dan dormant.

Sehingga saat di lakukan foto ronten paru dihasilkan paru paru yang

menunjukkan adanya flek flek yan menyelubungi. Selanjutnya apabila

tidak segera diobati atau imun seseorang sedang tidak baik, bakteri

tersebut akan berkembang biak dan jumlah tuberkel akan semakin


banyak pada paru. Tuberkel ini yang akan membentuk sebuah ruang

pada paru paru. Pada ruang inilah akan terjadi produksi dahak yang

mengandung bakteri TB. ( Siswanto, 2009)

Untuk mengetahui seseorang terinfeksi tuberculosis diperlukan

beberapa pemeriksaan medis. Dilakukan pemeriksaan BTA yaitu uji

sputum basil tahan asam. Apabila hasil BTA Positif maka seseorang

tersebut terinfeksi tuberculosis. Pemeriksaan yang lain adalah Foto

Rontgen Paru. Apabila hasil foto rontgen paru didapati terdapat tanda

infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis maka hasilnya positif dan

seseorang tersebut terinfeksi tuberculosis.

Jadi dapat disimpulkan bahwa jumlah responden lebih banyak

dengan rontgen positif karena pemeriksaan dilakukan lebih awal

sehingga bakteri TB belum menjejaki fase selanjutnya sehingga tes

BTA negatif.

Dari uraian diatas dapat dihasilkan saran yaitu melakukan

pemeriksaan lengkap apabila terjadi tanda dan gejala tuberculosis, dan

pemeriksaan tersebut dilakukan secepat mungkin untuk menghindari

semakin parah penyebaran bakteri tuberculosis yang berakibat

semakin memburuknya kondisi penderita.

5.2.3 Hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang tuberculosis dengan

kejadian tuberculosis

Berdasarkan analisis dengan menggunakan uji statistic korelasi


chi square didapatkan nilai signifikan p=0,155 artinya nilai p>0,05.

Sehingga dihasilkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat

pengetahuan pasien tentang tuberculosis dengan kejadian tuberculosis

di Puskesmas Wonoayu. Hasil tersebut tidak sejalan dengan teori

karena penelitian dilakukan saat responden sudah menjalani

pengobatan tuberculosis, penderita telah mendapatkan informasi dari

petugas puskesmas tentang tuberculosis dan jumlah sampel sedkiti

sehingga mempengaruhi hasil.

Faktor pengetahuan tentang penyakit Tuberculosis adalah

merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penularan TB.

Dengan kurangnya pengetahuan tetang penyakit TB akan melahirkan

suatu perilaku yang tidak baik antara lain batuk tanpa menutup mulut,

kebiasaan meludah sembarangan, dan pengobatan yang tidak teratur.

Bagi yang belum terdiagnosis terkena Tb maka kebiasaan buruk

menyepelekan tanda dan gejala tuberculosis seperti batuk yang lebih

dari 2 minggu. Dengan ketidak tahuan itu maka akan memperparah

kondisi pasien atau orang yang terkena TB. (Sholeh S.Naga,2015)

Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sri Marisya

Setiarni dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad

Dahlan, Yogyakarta menjelaskan Berdasarkan hasil penelitian tentang

hubungan antara tingkat pengetahuan, dengan kejadian tuberculosis

paru pada orang dewasa di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat,

dari tingkat pengetahuan ternyata memperoleh nilai p=0,026 < 0,05


berarti ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan

dengan kejadian tuberculosis paru pada orang dewasa.

Hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh penulis.dalam penelitian penulis dihasilkan tidak ada hubungan

antara tingkat pengetahuan tentang tuberculosis dengan kejadian

tuberculosis. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Karena

kejadian tuberculosis tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan. Hal yang mempengaruhi hasil penelitian seperti

penelitian dilakukan saat responden sudah menjalani pengobatan

tuberculosis, penderita telah mendapatkan informasi dari petugas

puskesmas dan jumlah sampel sedkiti sehingga mempengaruhi hasil.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antara tingkat pengetahuan tentang tuberculosis dengan kejadian

tuberculosis. Hal ini berbeda dengan teori yang telah dijelaskan. Hal

tersebut karena beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil

penelitian ini.

Sehinga dapat dihasilkan saran yaitu saat melakukan penelitian

selanjutnya untuk menambah jumlah sampel penelitian dan

melakukan penelitian dengan mengambil sampel penderita yang

belum menjalani pengobatan tuberculosis atau yang baru

terdiagnosis tuberculosis sehingga hasil penelitian sesuai dengan

teori yang ada.


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dari hasil dan pembahasan yang

telah diuraikan tentang penelitian hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang

tuberculosis dengan kejadian tuberculosis di Puskesmas Wonoayu, serta

memberikan saran sesuai dengan kesimpulan yang ada diantarannya adalah

sebagai berikut:

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan peneliti

akan menyimpulkan beberapa hal berdasarkan tujuan yang hendak dicapai sebagai

berikut:

1. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik tentang tuberculosis

2. Sebagian besar hasil pemeriksaan laboratorium responden yaitu hasil

rontgen paru positif tuberculosis

3. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan pasien tentang

tuberculosis dengan kejadian tuberculosis

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat diajukan beberapa saran antara lain:

1. Melakukan penyuluhan informasi tentang tuberculosis kepada masyarakat

yang belum terinfeksi tuberculosis. Bukan hanya pada penderita yang telah

terinfeksi atau menjalani pengobatan tuberculosis. Hal ini bertujuan untuk

menekan bertambahnya jumlah penderita tuberculosis.


2. Melakukan pemeriksaan lengkap apabila terjadi tanda dan gejala

tuberculosis, dan pemeriksaan tersebut dilakukan secepat mungkin untuk

menghindari semakin parah penyebaran bakteri tuberculosis yang

berakibat semakin memburuknya kondisi penderita.

3. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah jumlah sampel

penelitian dan melakukan penelitian dengan mengambil sampel penderita

yang belum menjalani pengobatan tuberculosis atau yang baru terdiagnosis

tuberculosis sehingga hasil penelitian sesuai dengan teori yang ada.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.W. (2012), Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah . Jakarta:


Rajawali Pers.

Ardiansyah, Muhamad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta:


DIVA press

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing

Jendra F.J Dutulong. 2014. Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin dan
Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Penyakit TB Paru di Desa Wori
Kecamatan Wori. Manado. Universitas Sam Ratulangi

Kemenkes RI. 2015. Permenkes RI No 67 Tahun 2015 tentang penanggulangan


tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI.

Kemenkes RI. 2015. Info Datin tahun 2016 Tentang Tuberkulosis Temukan Obati
Sampai Sembuh. Jakarta: Depkes RI.

Naga, S Sholeh. 2015. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta:
DIVA press

Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing.

Nurhadi. 2014. Gambaran Dukungan Perawat pada Keluarga. Yogyakarta. UGM


Press

Nurhanah. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Tuberkulosis Paru Pada Masyarakat di Propinsi Sulawesi Selatan 2007.
Makassar. Universitas Hasanudin

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek Keperawatan


Professional edisi 4. Jakarta. Salemba Medika

R. Sjamsuhidajat and Wim de Jong. 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
Jakarta: EGC. hlm. 896.

Soekidjo, Notoadmojo. 2013. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta. PT


Elek Media

Soemantri I. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pasien


Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta. Salemba
Sopiyudin. 2012. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Yogyakarta. CV
Andi Offset

Sri M.Setiarni. 2009. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Status Ekonomi


dan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Pada Orang
Dewasa di Wilayah Kerja Puskesmas Tuan-Tuan Kabupaten Ketapang
Kalimantan Barat. Yogyakarta. Universitas Ahmad Dahlan

Tiara Purba. 2016. Analisis Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Kontak
Serumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah
kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. Manado. Universitas Sam
Ratulangi

Wahad Iqbal. 2014. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta.
Salemba Medika
Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth. Responden
Di Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Program Studi D3 Keperawatan
Kampus Sidoarjo, akan melakukan penelitian tentang “Hubungan Tingkat
Pengetahuan Pasien Tentang Tuberculosis dengan Kejadian Tuberculosis di
Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo”.
NAMA : Ihsan Nashiruddin
NIM : P27820415071
Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti hubungan tingkat pengetahuan
pasien tentang tuberculosis dengan kejadian tuberculosis berdasarkan teori.
Bersama ini saya mohon kesediaan Saudara/i untuk menjadi responden dalam
penelitian ini. Jawaban yang anda berikan akan saya jaga kerahasiaannya dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Data yang anda berikan akan dipergunakan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang keperawatan dan tidak dipergunakan untuk
maksud yang lain.
Atas kesediaan anda sebagai responden kami ucapkan banyak terima
kasih.
Sidoarjo, .........................2018

Hormat Saya
Lampiran 2

SURAT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

Inisial Nama :

Umur :

Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian yang berjudul

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Tuberculosis dengan Kejadian

Tuberculosis di Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo” yang dilaksanakan

sebagai salah satu tugas akhir Program Studi D3 Keperawatan Sidoarjo Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya tahun 2018.

Surat pernyataan ini dibuat dengan sadar tanpa ada paksaan dari pihak

manapun.

Sidoarjo, ......................2018

( )
Lampiran 3

Kuisioner
Pengetahuan Tentang Tuberculosis
Nama :……………………………………..Pendidikan :…………………………..

Usia :…………………………………….Pekerjaan :…………………………..

1. Menurut Anda, apakah pengertian dari penyakit Tuberkulosis Paru (TB


Paru) ?
a. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium Tuberculosis.
b. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan karena
keturunan
c. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan karena guna
guna
2. Apakah penyebab penyakit tuberculosis paru ( TB Paru )?
a. Bakteri Mycobacterium Tuberculosis
b. Keturunan
c. Kuman Cacing
3. Dari gejala dibawah ini, apa yang termasuk gejala penyakit TB Paru ?
a. Batuk lebih dari 3 minggu, di sertai dengan bercak darah
b. Kepala pusing saat beraktivitas
c. Sering kencing pada malam hari
4. Menurut anda, melalui apa penyakit Tb Paru dapat menular?
a. Udara
b. Keringat
c. Air Kencing
5. Bagaimana mencegah penyakit TB paru?
a. Menciptakan lingkungan yang sehat
b. Menguras bak mandi teratur
c. Membakar sampah di pekarangan
6. Salah satu pencegahan dari penyakit TB Paru adalah
meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang
bergizi. Menurut Anda, seperti apa makanan yang bergizi itu ?
a. Makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein
b. Makanan yang kabohidrat tinggi
c. Makanan yang berlemak

7. Apa saja komplikasi penyakit TB Paru?


a. Gagal Nafas
b. Asma
c. Vertigo
8. Bagaiman cara menyembuhkan penyakit TB Paru?
a. Minum obat secara teratur
b. Memakai masker
c. Istirahat cukup

Keterangan :
Apabila jawaban A mendapat Skor 3
Apabila jawaban B mendapat Skor 2
Apabila jawaban C mendapat Skor 1

No Skor Tingkat Pengetahuan

1 17 - 24 Baik

2 9 – 16 Sedang

3 0-8 Rendah
Lampiran 4

Lembar Observasi Kejadian Tuberculosis

Lembar Observasi Kejadian Tuberculosis


Di Wilayah Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

NO Nama Alamat BTA (-) BTA (+) Foto Rontgen (-) Foto Rontgen (+) Total Skor

SKOR: 0 SKOR: 1 SKOR: 0 SKOR: 1

1. Tn. M (48) Karang Puri RT 4/ RW 01 0 1 0 0 1

2. Ny Su (60) Karang Puri RT 5 RW 3 0 0 0 1 1

3. Tn. Ah (37) Karang Puri RT 5 RW 3 0 1 0 0 1

4. Ny. Au (19) Tanggul RT 2 RW 2 0 0 0 1 1

5. Tn. Ih (50) Tanggul RT 1 RW 1 0 0 0 1 1

6. An. Iq (16) Candinegoro RT 4 RW 1 0 1 0 0 1

7. Ny. Si (57) Plaosan RT 5 RW 3 0 1 0 0 1

8. Ny. Sn (40) Plaosan RT 1 RW 3 0 0 0 1 1

9. Ny. Sar (63) Popoh RT 5 RW 1 0 0 0 1 1


10. Ny. De (22) Popoh RT 2 RW 3 0 0 0 1 1

11. Tn. Mr (57) TAS III B5/3 Popoh 0 0 0 1 1

12. Ny. Sr (56) Karangnongko RT 3 RW 2 0 0 0 1 1

13. Ny. Sj (56) Sawocangkring RT10 RW3 0 0 0 1 1

14. Ny. Sit(44) Sawocangkring RT 14 RW 3 0 0 0 1 1

15. Ny. Sul (32) Sawocangkring RT 12 RW 3 0 0 0 1 1

16. Ny. Sel (72) Becirongengor RT 2 RW 3 0 0 0 1 1

17. Ny. Suk (62) Becirongengor RT 2 RW 1 0 0 0 1 1

18. Tn. Y (53) Becirongengor RT 4 RW 1 0 0 0 1 1

19. Ny. Stk (46) Becirongengor RT2 RW 2 0 0 0 1 1

20. Tn. Mif (58) Becirongengor RT 4 RW 1 0 1 0 0 1

21. Tn. As (63) Lambangan RT 1 RW 1 0 1 0 0 1

22. Ny. San (68) Lambangan RT 5 RW 2 0 0 0 1 1

23. Tn. Malikan (58) Ploso RT 8 RW 2 0 0 0 1 1


24. Tn. Fe (36) Wonoayu RT 3 RW 1 0 0 0 1 1

25. Tn. Sud (63) Wonoayu RT 5 RW 4 0 0 0 1 1

26. Tn. Ti (45) Jimbaran Kulon RT 4 RW 1 0 0 0 1 1

27. Tn. Mu (61) Wonokasian RT 19 RW 7 0 0 0 1 1

28. Tn. Su (56) Wonokasian RT 4 RW 2 0 0 0 1 1

29. Ny. Lid (30) Sumberrejo RT 1 Rw 1 0 0 0 1 1

30. Tn. Mu (68) Sumberrejo RT 7 RW 2 0 0 0 1 1


Lampiran 5

Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Bakesbang Pol


Lampiran 6

Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Dinkes Sidoarjo


Lampiran 7

Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Puskesmas Sidoarjo


Lampiran 8

Surat Balasan dari Bakesbang Pol


Lampiran 9

Surat Balasan dari Dinas Kesehatan Sidoarjo


Lampiran 10

Surat Balasan dari Puskesmas Wonoayu


Lampiran 11

Tabulasi Pengolahan Data SPSS

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki Laki 15 50.0 50.0 50.0
Perempuan 15 50.0 50.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 10 - 20 2 6.7 6.7 6.7
21 - 30 2 6.7 6.7 13.3
31 - 40 4 13.3 13.3 26.7
41 - 50 5 16.7 16.7 43.3
51 - 60 10 33.3 33.3 76.7
61 - 70 6 20.0 20.0 96.7
Lebih dari 70 1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0

Pendidikan Terakhir

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Sekolah 1 3.3 3.3 3.3
SD 8 26.7 26.7 30.0
SMP 11 36.7 36.7 66.7
SMA 10 33.3 33.3 100.0
Total 30 100.0 100.0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Bekerja 9 30.0 30.0 30.0
PNS 1 3.3 3.3 33.3
Petani 5 16.7 16.7 50.0
Swasta 9 30.0 30.0 80.0
Ibu Rumah Tangga 4 13.3 13.3 93.3
Pelajar 2 6.7 6.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sedang 8 26.7 26.7 26.7
Baik 22 73.3 73.3 100.0
Total 30 100.0 100.0

Pemeriksaan Laboratorium

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rotgen positif 24 80.0 80.0 80.0
BTA positif 6 20.0 20.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Chi-Square Tests

Point
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Probabilit
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) y
Pearson Chi-Square 2.727(b) 1 .099 .155 .126
Continuity
1.289 1 .256
Correction(a)
Likelihood Ratio 4.242 1 .039 .155 .126
Fisher's Exact Test .155 .126
Linear-by-Linear
Association 2.636(c) 1 .104 .155 .126 .126
N of Valid Cases 30
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.60.
c The standardized statistic is 1.624.
Lampiran 12

Jadwal Penyusun karya tulis ilmiah


Nov-17 Dec-17 Jan-18 Feb-18 Mar-18 Apr-18 May-18 Jun-18 Jul-18
No
. KEGIATAN 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
1 judul
Pengambilan
2 data
3 Penyusun proposal
Sidang
4 proposal
Revisi
5 proposal
6 ACC proposal
7 Ijin penelitian
8 Penelitian
Penggelompok
9 an
10 Penyusun KTI
11 Sidang KTI
12 Revisi KTI
13 ACC KTI
Lampiran 13

Lembar Konsultasi

Anda mungkin juga menyukai