Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FITOKIMIA
“MASERASI”

Dosen Pengampu : Nur Ermawati, M. Farm., Apt.

Nama : Nurul Azizah


NPM : 1118005621
Semester/Kelompok : 4/B

PRODI STUDI D-III FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2020
PRAKTIKUM 3
MASERASI
I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa dapat mealkukan penyarian senyawa metabolit sekunder dari simplisia tanaman obat
dengan metode maserasi.
II. DASAR TEORI
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari
bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif  yang terdapat dalam berbagai simplisia
dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan
diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan
cara ekstraksi yang tepat ( Ditjen POM, 1995)
Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Kemudian, sebagian atau
seluruh bagian pelarut diuapkan hingga menyisakan serbuk/kerak (crude). Serbuk yang tersisa
kemudian diperlakukan dngan beberapa perlakuan yang berbeda untuk mendapatkan hasil atau
memenuhi baku yang telah ditentukan. (Ditjen POM, 1995)
Ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat
tercampur. Untuk mengambil zat terlarut dari suatu pelarut ke pelarut lainnya, kesetimbangan
heterogen yang penting melibatkan pembagian suatu spesies antara dua fase pelarut yang tidak
dapat tercampur. Kesetimbangan ini terdapat dalam banyak proses pemisahan dalam penelitian
kimia maupun di industri. (Oxtoby, 2001)
 Pemilihan pelarut

Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat kandungan kimia (metabolit
sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang penting adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus
polar senyawa tersebut yaitu gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut
polar, dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam pelarut non polar. Derajat kepolaran
tergantung kepada ketetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut
(Ditjen POM, 1992).

Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Ditjen POM, 1992):

1. Kapasitas besar
2. Selektif
3. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup rendah) Cara
memperoleh penguapannya adalah dengan cara penguapan diatas penangas air dengan

wadah lebar pada temperature 60oC, destilasi, dan penyulingan vakum.


4. Harus dapat diregenerasi
5. Relative tidak mahal
6. Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam keadaan uap
7. Viskositas cukup rendah

 Pemilihan metode ekstraksi

Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan yang mengandung
mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengancara maserasi. sedangkan kulit dan
akar sebaiknya di perkolasi. untuk bahan yang tahan panas sebaiknya diekstrasi dengan
cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan dapat diekstrasi
dengan metode soxhlet (Agoes, 2007).

Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi (Agoes, 2007):

1. Bentuk/tekstur bahan yang digunakan

2. Kandungan air dari bahan yang diekstrasi

3. Jenis senyawa yang akan diekstraksi

4. Sifat senyawa yang akan diekstraksi

 Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari
cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia
yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Sudjadi, 1988).
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :
- Modifikasi maserasi melingkar
- Modifikasi maserasi digesti
- Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat
- Modifikasi remaserasi
- Modifikasi dengan mesin pengaduk (Sudjadi, 1988).

Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam
pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut
akan masuk kedalam sel tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan didala sel dengan diluar sel. Larutan yang konentrasinya tinggi akan
terdeak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut
akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel,
1989).
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan
dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk
mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari, cairan
penyari disaring ke dalam wadah penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan
penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari
yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari,
endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ditjen POM, 1986).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain itu, kerusakan pada komponen kimia sangat
minimal. Adapun kerugian cara maserasi ini adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang
sempurna (Ditjen POM, 1986).

 Daun Sambiloto
- Klasifikasi Daun Sambilotto
Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili :Acanthaceae
Genus : Andrographis Wall. ex Nees
Spesies : Andrographis paniculata

 Kandungan dan Khasiat Daun Sambiloto

Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees) mengandung senyawa diterpene, lactone,
dan flavonoid. Empat senyawa lakton yang ditemukan di dalam daun sambiloto yaitu
deoxyandrographolide, andrographolide, neoandrographolide dan 14- deoxy-11, 12-
didehydroandrographolide. (Akbar, 2011)

Senyawa flavonoid banyak ditemukan pada bagian akar, tetapi juga dapat ditemukan pada
bagian daun . Bagian akar dari tanaman sambiloto, mengandung senyawa flavonoid berupa
polymethoxyflavone andrographine, panicoline, alkane, keton, aldehid, kalium, kalsium, natrium,
asam kersik, monometilwithin, dan apigenin-7,4-dimetil eter (Sembiring,BB. 2009). Bagian batang
dan daun dari tanaman sambiloto mengandung senyawa alkane, keton dan aldehid (Sembiring,BB.
2009).

Kandungan dari sambiloto yang digunakan untuk pengobatan antara lain lactone, diterpenoids,
diterpene glycosides, flavonoids, dan flavonoid glycosides (Akbar, 2011). Sambiloto memiliki
fungsi sebagai antipiretik, obat panas dalam, analgesik, antiinflamasi, antiracun, antibakteri, dapat
mengkondensasi sitoplasma pada sel tumor, mengatasi infeksi serta merangsang fagositosis (Akbar,
2011).

 Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pertama kali dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada
tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar , yang fase diamnya berupa lapisan
seragam (uniform) pada permukaan bidng datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium,
atau plat plastik (Gandjar dan Rohman, 2007).
- Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Lapis Tipis

a) Beberapa kelebihan KLT yaitu:


1. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
3. Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau
dengan cara elusi 2 dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak.
5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut. (Gandjar dan Rohman, 2007).

b). Adapun kekurangan KLT yaitu :


1. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang
diharapkan.
2. Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.
3. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun (Gandjar
dan Rohman, 2007).
- Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis

Pada dasarnya KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen berdasarkan perbedaan


adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang. KLT sangat mirip
dengan kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyata terlihat pada fase
diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas.
Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan antara fase
diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi
senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya.
Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak,
serta kepolaran dan ukuran molekul (Stahl, E. 1985)

III. ALAT DAN BAHAN

No Alat Bahan
1. Beaker glass Serbuk daun sambiloto
2. Kain Flanel Aquadest
3. Gelas ukur Kloroform
4. Lap Metanol
5. Corong FeCl3
6. Sendok tanduk
7. Batang pengaduk
8. Pipa Kapiler
9. UV 254
10. Kertas saring
11. Aluminium foil

IV. CARA KERJA

1, Sebanyak 250 gram serbuk daun sambiloto dimasukkan kedalam beaker glass.

2. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam 750ml


3.Kemudian didiamkan selama 24 jam sambil sesekali dilakukan pengadukann


4. Maserasi yang diperoleh kemudian disaring dengan menggunakan kain flanel


5.Dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporatore (suhu 40-500C, tekanan 1 atm) untuk
memperoleh ekstrak kental

Pemeriksaan Parameter Ekstrak


a. Organoleptis Ekstrak

1. Disiapkan Ekstrak yang diperoleh


2.Diamati dan dideskripsikan mengenai bentuk, warna, bau, dan rasa dari ekstrak tersebut

3.Dicatat hasil pengamatan di lembar kerja


b. Rendemen Ekstrak

1.Disiapkan untuk ekstrak yang diperoleh


2.Dihitung rendemen ekstrak tersebut dengan menggunakan rumus


Rendemen(%) = berat ekstrak total / berat simplisia x 100

c. Pola Kromatografi Lapis Tipis

Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak sebanyak 100 mg kemudian ditambahkan
methanol 5ml.

Pelat silika gel disiapkan dengan ukuran tertentu.


Sebelum dilakukan penotolan fase diam harus diaktifkan dengan cara dipanaskan terlebih
dahulu dalam oven pada suhu 1100 C selama 15 menit.

Selanjutnya larutan uji dan pembanding ditotolkan pada garis awal dengan menggunakan pipa
kapiler, biarkan beberapa saat hingga pelarutnya menguap.

Plat silika kemudian dimasukkan dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhkan
dengan cairan pengembang.

Proses komatografi dihentikan sampai cairan pengembang sampai ke garis depan.


Amati pola kromatografi di bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm dan hitung nilai Rf setiap
bercak yang teramati.
Rf = Jarak yang ditempuh senyawa/ Jarak yang ditempuh fase gerak.

Anda mungkin juga menyukai