Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE MYELOID LEUKIMIA (AML)

Disusun Oleh :

SISKA KHOIRUN NIKMAH

PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2020
1. Acute Myeloid Leukimia (AML)
AML adalah kelompok neoplasma dari sumsum tulang yang menyebabkan
menurunnya jumlah eritrosit, neutrofil dan trombosit yang dapat terjadi pada semua
umur, namun frekuensinya semakin meningkat dengan bertambahnya umur seseorang.
Acute Myeloid Leukemia merupakan suatu bentuk kelainan sel hematopoetik yang
dikarakteristikkan dengan adanya proliferasi berlebihan dari sel myeloid yang dikenal
dengan myeloblas (Rogers, 2010).
Leukemia mieloid akut (Acute Myeloid Leukemia atau AML) dapat disebut dengan
beberapa namadiantaranya adalah leukemia mielositik akut, leukemia myelogenous akut,
leukemia granulositik akut, dan leukemia non-limfositik akut. Istilah akut diartikan
sebagai leukemia yang dapat berkembang cepat jika tidak diterapi dan berakibat fatal
dalam beberapa bulan, sedangkan istilah mieloid merujuk pada tipe sel asal, yaitu sel-sel
mieloid imatur (sel darah putih selain limfosit, sel darah merah, atau trombosit)
(American Cancer Society, 2016). AML merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid,
meliputi neutrofil, eosinofil, monosit, basofil, megakariosit dan sebagainya (Suryani,
Salamah, Wiharto, &Wijaya, 2014).
2. Etiologi
Lebih dari 90% kasus AML pada anak-anak, belum diketahui pasti penyebab
dasarnya. Muculnya penyakit AML diperkirakan bukan penyebab tunggal tetapi
gabungan dari beberapa faktor risiko seperti genetik, lingkungan, infeksi, dan
diperantarai imun. Penelitian menununjukan kurang mengkonsumsi buah-buahan dan
sayur dapat menyebabkan perubahan DNA yang mungkin terjadi pengembangan sel
leukemia. Kekurangan asam folat,vitamin B12, dan B6 juga menjadi faktor risiko AML
(American Cancer Society, 2016).
Penelitian menunjukan teori virus sebagai penyebab AML, yaitu enzyme reverse
transcriptase ditemukan dalam darah manusia. Enzim ini ditemukan dalam virus
onkogenik seperti virus C atau retrovirus tipe C, yaitu jenis virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada binatang. Adapun penelitian yang mendukung teori virus
penyebab leukemia yaitu Gross yang mengemukakan telah ditemukan virus C pada
mikroskop electron dari penderita AML. Selain lain itu, Virus Epstein-Barr (virus
RNA) menyebabkan penyakit Burkitt (sejenis tumor kelenjar limpe (limpoma) terdapat
pada anak-anak) yang kelak berkaitan dengan terjadinya keganasan. Faktor risiko
leukemia yaitu genetik, terjadi karena keabnormalan kromosom. Jenis keabnormalan
kromosom yang berhubungan dengan leukemia pada anak yaitu sindrom Bloom, anemia
Flanconi, sindrom klinefelter, ataxiatelangiectasia, trisomi G, neurofibromatosis, dan
sindrom.Anak dengan sindrom down mempunyai insiden leukemia akut 20 kali lipat.
Selain itu, terdapat insiden leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak yang
terserang, dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar
monozigot(American Cancer Society, 2016).
Faktor lingkungan berupa pajanan dengan radiasi ionisasi atau pergion dosis tinggi
dan zat-zat kimia (misal, benzen, arsen, peptisida, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
antineoplastik) berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya AML. Paparan radiasi
dapat ditemui pada pengobatankanker (kemoterapi), sinar nuklir, dan sinar X-ray.
Benzen ditemukan padaasap rokok atau di beberapa area kerja industri yang
berhubungan dengan minyak/gas. Benzen terdapat dalam perekat, lem karet,aerosol
spray, pelumas, bensin, semir sepatu cair, cat, pengencer cat, dan perekat adesif
(American Cancer Society, 2016).
Pada sebagian besar kasus, Etiologi dari AML tidak diketahui. Namun terdapat
beberapa faktor predisposisi dari AML pada populasi tertentu (Suryani, Salamah,
Wiharto, & Wijaya, 2014) :
a. Obat-obatan seperti chloramphenicol, phenylbutazone, chloroquine dan
methoxypsoralen dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sumsum tulang yang
kemudian beresiko terhadap terjadinya AML.
b. Senyawa kimia seperti yang terkandung pada rokok, pestisida, herbisida, dan benzene
diketahui berpotensi merangsang perkembangan AML.
c. Radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan AML, seperti pada orang-orang yang
selamat dari bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada 1945. Efek leukomogenik dari
paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan
mencapai puncaknya 6 atau 7 tahun sesudah pengeboman.
d. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan kromosom, seperti padasindrom
Down(trisomi kromosom 21), sindrom Bloom, anemia Fanconi dan klinefelter,
diketahui mempunyai resiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal
untuk menderita AML.
e. Terapi radiasi dengan menggunakan golongan alkylating agent dan topoisomerase II
inhibitor diketahui dapat meningkatkan resiko terjadinya AML. Golongan alkylating
agent seperti cychlophospamide, melphalan, dan nitrogen mustard sering
dihubungkan dengan kejadian abnormalitas pada kromosom 5 dan/atau 7. Terpapar
golongantopoisomerase II inhibitor seperti etoposide dan teniposide sering
menyebabkan abnormalitas pada kromosom 11 dan/atau 27.
f. Genetik
g. Lingkungan
3. Patofisiologi
Leukemia adalah jenis gangguan pada system hemapoetik yang fatal dan terkait
dengan sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak terkendalinya
proliferasi dari leukosit. Jumlah besar dari sel pertama-tama menggumpal pada tempat
asalnya (granulosit dalam sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan menyebar
ke organ hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar sehingga mengakibatkan
hematomegali dan splenomegali.
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer serta
mengganggu perkembangan sel normal. Akibatnya, hematopoesis normal terhambat,
mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, eritrosit, dan trobosit. Eritrosit dan trombosit
jumlahnya dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
Patogenesis utama AML adalah adanya gangguan pematangan yang menyebabkan
proses diferensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi
akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi Blast di dalam sumsum tulang akan
menyebabkan terjadinya gangguan hematopoesis normal yang akhirnya akan
mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang
ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopeni, trombositopeni). Adanya anemia
akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat akan sesak nafas,
adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan, serta adanya
leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi. Selain itu, sel-sel blast
yang terbentuk juga dapat bermigrasi keluar sumsum tulang atau berinfiltrasi ke organ-
organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem saraf pusat dan merusak organ-
organ tersebut(American Cancer Society, 2016).
Pada hematopoiesis normal, myeloblast merupakan sel myeloid yang belum matang
yang normal dan secara bertahap akan tumbuh menjadi sel darah putih dewasa. Namun,
pada AML myeloblast mengalami perubahan genetik atau mutasi sel yang mencegah
adanya diferensiasi sel dan mempertahankan keadaan sel yang imatur, selain itu mutasi
sel juga menyebabkan terjadinya pertumbuhan tidak terkendali sehingga terjadi
peningkatan jumlah sel blast (Suryani, Salamah, Wiharto, & Wijaya, 2014).
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari sistem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan yang
terjadi sering kali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik
sel yang kompleks). Penyusunan kromosom (translokasi kromosom) menganggu
pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel yang membelah tidak dapat
terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan
menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah normal. Kanker ini
juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening,
ginjal dan otak (Padila, 2012).
4. Manifestasi Klinis
Hiperleukositosis (> 100.000 sel darah putih/ mm3) terjadi pada AML dan dapat
menyebabkan gejala leukostasis, misalnya disfungsi atau perdarahan okuler dan
serebrovaskular yang termasuk kegawatdaruratan medis, walaupun hal ini jarang terjadi.
Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus AML, sedangkan 15% pasien mempunyai
angka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien mengalami netropenia. Meskipun
demikian, sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan pada
85% kasus AML. Oleh karena itu sangat penting untuk memeriksa rincian jenis sel-sel
leukosit di darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk menghindari kesalahan diagnosis
pada orang yang diduga menderita AML (Handayani & Haribowo, 2008).
Gejala AML biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan menjadi 3
tipe (Davis, Viera, &Mead, 2014).yaitu:
a. Gejala kegagalan sumsum tulang
Gejala kegagalan sumsum merupakan keluhan umum yang paling sering.
Leukemia menekan fungsi sumsum tulang sehingga menyebabkan kombinasi dari
anemia, leukopenia dan trombositopenia. Gejala yang khas adalah lelah dan sesak
nafas (akibat anemia), infeksi bakteri (akibat leukopenia) dan perdarahan (akibat
trombositopenia atau terkadang akibat koagulasi intravaskuler diseminata/DIC). Pada
pemeriksaan fisik juga sering ditemukan kulit pucat, memar dan perdarahan serta
demam sebagai tanda infeksi. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau
petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan
gusi dan retina (Davis, Viera, & Mead, 2014).
b. Gejala sistemik
Gejala sistemik yang ditemukan dapat berupa malaise, penurunan berat badan,
berkeringat dan penurunan nafsu makan, serta kelainan metabolik seperti
hiperkalsemia (sangat jarang) (Davis, Viera, & Mead, 2014).

c. Gejala lokal
Gejala lokal yang terkadang ditemukan berupa tanda infiltrasi leukemia/sel blast
di kulit, gusi atau sistem saraf pusat.Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan
leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit.
Infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit
(kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri tulang yang
spontan atau dengan stimulasi ringan. Infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusiakan
menyebabkan pembekakan pada gusi. Selain itu dapat terjadi hepatomegali dan
splenomegali akibat infiltrasi sel-sel blast di hati dan limpa. Meskipun jarang, pada
LMA juga dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah meningen (Davis, Viera, &
Mead, 2014).
5. Klasifikasi
French-American-British (FAB) sejak tahun 1976 telah mengklasifikasikan LMA
menjadi 8 subtipe, berdasarkan pada hasil pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan
sitokimia. Klasifikasi FAB (Davis, Viera, & Mead, 2014):

No Subtipe Penjelasan
1 M0 LMA berdiferensiasi minimal
2 M1 LMA tanpa maturasi
3 M2 LMA dengan berbagai derajat maturasi
4 M3 Leukemia promielositik hipergranular
5 M4 Leukemia mielomonositik
6 M5 Leukemia monoblastik
7 M6 Eritroleukemia
8 M7 Leukemia megakarioblastik

6. Penatalaksanaan
Menurut Desmawati (2013) terapi pengobatan yang dapat diberikan pada pasien
leukimia akut adalah :
a. Tranfusi darah
Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6%. Pada trombositopenia yang berat
dan perdarahan masih, dapat diberikan tranfusi trombosit dan bila terdapat tanda-
tanda DIC dapat diberikan heparin.
b. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya)
Setelah tercapai, remisi dosis dapat dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
c. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX)
pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih paten seperti vinkristin (oncovin),
rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya sistostatika
diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-
obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia (botak), stomatitis,
leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis.
d. Imunoterapi
Merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapainya remisi dan jumlah sel
leukemia yang cukup rendah, kemudian imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara
pengobatan yang terbaru masih dalam pengembangan).
e. Kemoterapi
Merupakan cara yang lebih baik untuk pengobatan kanker. Bahan kimia yang
dipakai diharapkan dapat menghancurkan sel-sel yang oleh pembedahan atau
penyinaran tidak dapat dicapai.
Penatalaksanaan pada penderita Leukemia Myeloid Akut yaitu dengan
kemoterapi, yang terdiri dari 2 fase antara lain :
1. Fase induksi; fase induksi adalah regimen kemoterapi yang sangat intensif,
bertujuan untuk mengendalikan sel-sel leukemia secara maksimal sehingga akan
tercapainya remisi yang lengkap.
2. Fase konsolidasi; fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi.
Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan
menggunakan obat dengan jenis serta dosis yang sama atau lebih besar dari dosis
yang digunakan pada fase induksi. Dengan pengobatan modern, angka remisi 5-0-
70%, tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5
tahun hanya 10%.

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat AML, antara lain (Newton, Hickey, & Marrs,
2009): Gagal sumsum tulang, Infeksi, Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC),
Splenomegali, Hepatomegali.

8. Web of Caution
Genetik, Lingkungan, Radiasi, Obat-obatan,
Infeksi Virus, Kelainan kromosom
Mutasi somatik sel induk

Sel neoplasma berpoliferasi di sumsum tulang belakang

Sel blast didalam sumsum tulang

Gangguan Hematopoiesis, Trombosit, Leukosit, Eritrosit


normal , Leukosit imatur

ACUTE MYELOID LEUKIMIA

Trombosit Neutrofil Eritrosit Akumulasi Hematopoiesis terganggu

Produksi Neutropenia Eritropenia Infiltrasi Prod. SDM


paletelet terganggu
Menurunkan Hb
Trombositopenia sistem
Anemia
pertahanan Anemia
Pembekuan terganggu tubuh sekunder
Pucat, lesu,
Pucat kelelahan Dispnea
Leukopenia
Perdarahan spontan
MK : Intoleransi
Pola napas
MK : Risiko syok MK : Risiko aktivitas tidak efektif
infeksi

Hati Gusi Tulang & sendi Limpa

Peradangan Peradangan Peradangan


Peradangan

hepatomegali Periondonitis Kerusakan Limfadenitis


n tulang &
Menekan sendi Benjolan pada
rongga kulit,
lambung kemerahan
MK : Nyeri akut
Anoreksia

MK : Defisit nutrisi

9. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian

Pengkajian secara umum yang dapat dilakukan pada pasien adalah meliputi:
1) Identitas, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
serta diagnosa medis.
2) Keluhan utama:
Biasanya keluhan utama klien adalah adanya tanda-tanda perdarahan pada kulit
seperti petekie, tanda-tanda infeksi seperti demam,
menggigil, serta tanda anemia seperti kelelahan dan pucat.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien tampak lemah dan pucat, mengeluh lelah, dan sesak. Selain itu
disertai juga dengan demam dan menggigil, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit dengan gangguan pada kromosom atau pernah
mengalami kemoterapi atau terapi radiasi.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang pernah menderita leukemia atau penyakit
keganasan lain sebelumnya .
6) Pengkajian pola gordon
a. Pola pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji persepsi pasien tentang berat ringannya sakit, persepsi tentang tingkat
kesembuhan, pendapat pasien tentang keadaan kesehatan saat ini dan
bagaimana pasien mengatasi keluhan yang ditimbulkan dari Leukimia.
Hasil : Pada pasien yang mengalami Leukimia dapat berhubungan dengan
kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan
diri dan ditemukan riwayat terpapar bahan-bahan kimia.
b. Pola nutrisi metabolik
Kaji pola kebiasaan makan, makanan yang disukai dan tidak disukai, adakah
suplemen makanan yang dikonsumsi, jumlah makanan yang masuk, adakah
nyeri telan, fluktasi BB 6 bulan terakhir naik atau turun, diet khusus.
Hasil : Pada pasien yang mengalami Leukimia terjadi penurunan nafsu makan,
anorexia, muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan
gangguan menelan serta pharingitis
c. Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAB (frekuensi, kesulitan, ada/tidak ada darah, penggunaan
obat pencahar). Kebiasaan BAK (frekuensi, bau, warna, kesulitan BAK :
disuria, nokturia, inkontinensia)
Hasil : Pada pasien yang mengalami Leukimia mengalami diare, penegangan
pada perianal, nyeri abdomen, dan ditemukan darah segar dan feces berwarna
hitam, darah dalam urin, serta penurunan output pada urin
d. Pola aktivitas dan latihan
Kaji rutinitas mandi, kebersihan sehari-hari, aktivitas sehari-hari, kemampuan
perawatan diri.
Hasil : Pada pasien yang mengalami Leukimia terjadi kelelahan, malaise,
kelemahan : ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas biasanya, keluhan
nyeri pada sendi atau tulang. Dan somnolen
e. Pola istirahat dan tidur
Kaji bagaimana pola istirahat dan tidur klien selama sakit dan bandingkan
dengan pola tidur klien sebelum sakit, apakah terjadi perubahan atau tidak.
Kaji kepuasan klien terhadap istirahat dan tidur klien tersebut.
Hasil : Pada pasien yang mengalami Leukimia terjadi penurunan aktifitas dan
lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istirahat karena mudah
mengalami kelelahan dan akibat nyeri.
f. Pola kognitif dan perseptual
Kaji apakah pasien dengan Leukimia mengalami gangguan berpikir atau tidak.
Hasil : Pada pasien yang mengalami Leukimia terjadi penurunan kkesadaran
(samnolen), iritabilitas otot
g. Pola persepsi diri / konsep diri
Kaji persepsi pasien mengenai dirinya, gambaran diri, identitas diri apakah ada
perbedaan sebelum dan sesudah pasien megalami Leukimia
Hasil : Pada pasien yang mengalami Leukimia terjadi gangguan citra tubuh
dan harga diri rendah akibat pengobatan leukimia seperti kemoterapi yang
mengakibatkan kerontokan rambut
h. Pola seksual dan reproduksi
Kaji masalah menstruasi, papsmear terakhir, perawatan payudara setiap bulan,
apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual, apakah penyakit sekarang
mengganggu fungsi seksual.
Hasil : Pada pasien yang mengalami Leukimia perubahan terjadi libido,
perubahan aliran menstruasi, Impoten
i. Pola peran dan hubungan
Kaji peran pasien dalam keluarga dan masyarakat, apakah klien punya teman
dekat, siapa yang paling sering diberitahu jika keluhan muncul, kemudian
setelah sakit apakah perannya ada yang menggantikan atau tidak. Kaji apakah
pasien merasa malu karena penyakit yang duderitanya.
Hasil : Pada pasien yang mengalami Leukimia terjadi tidak dapat melakukan
aktivitas seperti kehilangan masa bermain dan berkumpul bersama teman-
teman serta belajar pada anak-anak, kurang bersosialisasi, dan melakukan
pekerjaan
j. Pola manajemen koping stres
Kaji tingkat stress pasien, kecemasan, dan cara mengatasi masalah tersebut
apakah mengarah pada koping adaptif atau maladaptif. Kaji juga apakah
pasien optimis untuk sembuh atau tidak
Hasil : Pada pasien yang mengalami Leukimia terjadi depresi, withdrawal,
cemas, takut, marah, dan irirtabilitas, juga temukan perubahan suasana hati,
dan bingung
k. Pola keyakinan nilai
Kaji hubungan pasien dengan Tuhan, dalam keadaan sakit apakah klien
mengalami hambatan dalam ibadah atau tidak, apakah pasien merasa Tuhan
akan memberikan yang terbaik atau malah menyalahkan.
Hasil : Pada pasien yang mengalami Leukimia terjadi mengalami kelemahan
umum dan ketidakberdayaan melakukan ibadah
7) Hasil pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik Head to Toe :
- Kepala dan leher
- Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri)
Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus, streptokokus, dan bakteri
grsm negative usus serta berbagai spesies jamur, pertumbuhan gigi, apakah
sudah lengkap ada karies gigi atau tidak. Pada penderita Leukimia ditemukan
hpertrofi gusi yang mudah berdarah
- Mata : perdarahan retina, kadang-kadang ada gangguan penglihatan yang
disebabkan adanya perdarahan fundus oculi
Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat filtrasi ke
SSP
Seclera : kemerahan, ikterik
- Telinga : ketulian
- Leher : distensi vena jugularis Perdarahan otak Leukimia system saraf pusat :
nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam
status mental, kelumpuhan saraf otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan
neurologic fokal
- Pemeriksaan dada dan thorak
 Inspeksi : bentuk thorak, kesimetrisan, adanya retraksi dada, penggunaan otot
bantu pernapasan
 Palpasi : palpasi denyut apex (Ictus Cordis), nyeri tekan tulang dada
 Perkusi : perkusi bertujuan untuk menentukan batas jantung dan paru
 Auskultasi : suara nafas, apakah ada suara napas tambahan, bunyi jantung I,
II dan III jika ada
- Pemeriksaan abdomen
 Inspeksi : bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar limfe,
ginjal
 Palpasi : nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa
- Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan Splenomegali (86%),
hepatomegali, limfadenopati
 Perkusi : ada asites atau tidak
 Auskultasi : peristaltik usus, palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar
dan limpa
- Pemeriksaan genetalia
 Pembesaran pada testis hematuria, kadang-kadang priapismus
- Pemeriksaan integumen
 Kulit : Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie,
ekimosis, ruam), nodul subkutan, infiltrat, lesi yang tidak sembuh, luka
bernanah, diaforesis (gejala hipermetabolisme), peningkatan suhu tubuh.
 Kuku : rapuh, bentuk sendok/ kuku tabuh, sianosis perifer
- Pemeriksaan ekstermitas
 Adakah sianosis, kaji kekuatan otot, apakah adanya nyeri tulang dan sendi
(karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel lekimia)

Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali (86%),


hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan
perdarahan retina. Pada penderita LMA ditemukan hipertrofi gusi yang
mudah berdarah. Kadang-kadang ada gangguan penglihatan yang
disebabkan adanya perdarahan fundus oculi. Pada penderita leukemia jenis
LLK ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati. Anemia, gejala-
gejala hipermetabolisme (penurunan berat badan, berkeringat)
menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut. Pada LGK/LMK hampir selalu
ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Selain itu Juga didapatkan
nyeri tekan pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat
purpura, perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening dan
kadang-kadang priapismus

8) Hasil pemeriksaan penunjang


 Dari hasil pemeriksaan darah akan didapatkan adanya penurunan jumlah
eritrosit sampai dengan <7,5 g/dl (anemia berat), penurunan trombosit
<100.000 g/ml (trombositopenia) dan penurunan leukosit (leukositopenia).
 Dari hasil biopsi sumsum tulang belakang akan didapatkan gambaranadanya
peningkatan jumlah sel blast (myeloblas) >20%.
 Dari hasil pemeriksaan pengecatan sitokimia dengan menggunakanSuddan
Black B atau myeloperoxidase akan didapatkan hasil yang positif.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
a. Faktor Keturunan ; yaitu faktor gen yang diturunkan dari kedua orang tuanya.
b. Faktor Hormonal ; banyak hormon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak, namun yang paling berperan adalah Growth Hormon (GH).
c. Faktor Gizi ; Setiap sel memerlukan makanan atau gizi yang baik. Untuk
mencapai tumbuh kembang yang baik dibutuhkan gizi yang baik.
d. Faktor Lingkungan; Terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi dan
lingkungan psikososial.
e. Tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial Erik Erikson.
B. Diagnosa keperawatan
1. Risiko syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan (D.0039. Hal. 92)
2. Risiko infeksi dibuktikan dengan leukopenia (0142. Hal. 304)
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan pasien
mengeluh lelah (D.0056. Hal 128)
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi dibuktikan dengan
dispnea (D.0005. Hal. 26)
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan dibuktikan
dengan nafsu makan menurun (D.0019. Hal. 56)
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (mis. Inflamsasi, iskemia,
neoplasma) dibuktikan dengan nafsu makan berubah (D.0077. Hal. 172)
C. Intervensi
1. Risiko syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan (D.0039. Hal. 92)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Intervensi :


selama 3x24 jam risiko syok teratasi Pemantauan Cairan (I.03121. Hal.
dengan kriteria hasil : 238)
Status Cairan (L.03028) Observasi
a. Frekuensi nadi membaik (5) - Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b. Tekanan darah membaik (5) - Monitor tekanan darah
c. Membran mukosa membaik (5) - Monitor kadar albumin dan protein
d. Kadar hb membaik (5) total
e. Intake cairan membaik (5) - Monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
Osmolitas serum, hematokrit, natrium,
kalium, BUN).
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- Dokumentasikan hasil pemantaun
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

2. Risiko infeksi dibuktikan dengan leukopenia (0142. Hal. 304)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Intervensi :


selama ...x24 jam risiko nyeri pasien Pencegahan infeksi (I.14539. Hal. 278)
teratasi dengan kriteria hasil : Observasi
Tingkat infeksi (L.14137. Hal. 139) - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
a. Kadar sel darah putih membaik (5) dan sistemik
b. Kultur darah membaik (5) Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cuci tangan dengan benar
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan pasien


mengeluh lelah (D.0056. Hal 128)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Intervensi :


selama ..x24 jam intoleransi aktivitas Manajemen energi (I.05178. Hal. 176)
teratasi dengan Kriteria Hasil : Observasi
Toleransi aktivitas (L.05047. Hal. 149) - Monitor kelelahan fisik dan emosional
a. Frekuensi nadi meningkat (5) - Monitor pola dan jam tidur
b. Kemudahan dalam melakukan - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
aktivitas sehari-hari meningkat (5) selama melakukan aktivitas
c. Keluhan lelah menurun (5) Terapeutik
d. Tekanan darah membaik (5) - Sediakan lingkungan nyaman dan
e. Frekuensi napas membaik (5) rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tenpat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
- Anjurkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan.

4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi dibuktikan dengan
dispnea (D.0005. Hal. 26)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Intervensi


selama... pola napas tidak efektif teratasi Manajemen jalan napas (I.01011. Hal.
dengan Kriteria hasil : 186)
Pola napas (L.01004. Hal. 95) Observasi
a. Dispnea menurun (5) - Monitor pola napas (frekuensi,
b. Frekuensi napas membaik (5) kedalaman, usaha napas)
c. Kedalaman napas membaik (5) - Monitor bunyi napas tambahan (mis,
gurgling, wheezing, ronkhi kering)
Terapeutik
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan dibuktikan


dengan nafsu makan menurun (D.0019. Hal. 56)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Intervensi


selama... defisit nutrisi teratasi dengan Manajemen nutrisi (I.03119. Hal. 200)
Kriteria hasil : Observasi
Status nutrisi (L.03030. Hal. 121) - Identifikasi status nutrisi
a. Berat badan membaik (5) - Identifikasi makanan dan toleransi
b. Frekuensi makan membaik (5) makanan
c. Nafsu makan membaik (5) - Monitor asupan makanan
- Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
- Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis, piramida makanan)
- Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
entiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (mis. Inflamsasi, iskemia,
neoplasma) dibuktikan dengan nafsu makan berubah (D.0077. Hal. 172)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Intervensi


selama .... nyeri akut teratasi dengan Manajemen nyeri (I.08238. Hal. 201)
Kriteria hasil : Observasi
Tingkat nyeri (L.08066. Hal. 145) - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
a. Keluhan nyeri menurun (5) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Ekspresi wajah meringis menurun (5) - Identifikasi skala nyeri
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgesik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeddback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Fasilitasi istirahat tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelakan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Anjurkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Daftar Pustaka

American Cancer Society. (2016). Leukemia-Acute Myeloid (Myelogenous). Diakses pada 8


Juli 2017: http://www.cancer.org/acs/groups/ cid/documents/webcontent/003110.

Davis AS, Viera AJ, Mead MD. (2014). Leukemia: An overview for primary care. Am Fam
Physician;89(9):731-8.
Desmawati. 2013. Sistem Hematologi dan Imunologi. Edited by D. Juliastuti. Jakarta:
Penerbit In Media.

Handayani, W dan Haribowo, A.S 2008. “Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi”. Salemba medika: Jakarta.

Newton, Susan., Hickey, Margaret., Marrs, Joyce. (2009). Oncology nursing advisor.
Canada: Elsevier.
Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Rogers, B. B. (2010). Advances in the Management of Acute Myeloid Leukemia in Older


Adult Patients. Oncology Nursing Forum, 37(3): 168-179. (Online), diakses pada tanggal 5
Juli 2017, melalui: http://media.proquest.com/media/pq/classic/doc/2038231261/...3D

Suryani, Esti., Salamaha, Umi., Wiharto., Wijaya, Andreas Andy. (2014). Identifikasi
Penyakit Acute Myeloid Leukemia (AML)Menggunakan ‘ Rule Based System’
Berdasarkan Morfologi Sel Darah Putih Studi Kasus : AML2 dan AML4. Semarang:
Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan 2014. ISBN: 979-26-
0276-3.

Anda mungkin juga menyukai